Ijazah Periwayatan
Ijazah Periwayatan (bahasa Arab: إجازة الرواية) adalah sebuah ijazah yang diberikan seorang guru kepada para muridnya yang dipercaya untuk menukilkan riwayat. Ijazah penukilan riwayat difungsikan untuk menjaga keutuhan riwayat dan menukilkannya kepada generasi-generasi berikutnya. Ijazah ini boleh jadi berupa ucapan atau tulisan. Dengan dibukukannya hadis-hadis pada dasawarsa akhir dan terciptanya keyakinan relatif akan tidakadanya distorsi (pen-tahrifan) hadis, maka kini ijazah bersifat formalitas saja.
Ijazah
Ijazah berarti izin, permisi dan sertifikat. Semenjak dahulu kala, Ijazah sudah menjadi tradisi dikalangan ulama dan ilmuan di berbagai disiplin keilmuan, dan para guru ahli memberikan dan mengeluarkan ijazah kepada para muridnya untuk mengapresiasi tingkat keilmuannya sebagai tanda kapabelitas dan kelayakannya. Dalam berbagai disiplin keilmuan Islam seperti tafsir, hadis, fikih, kedokteran, sastra dan irfan pertukaran ijazah di antara guru dan murid sudah menjadi tradisi. Misalnya, para dokter memberikan ijazah kepada murid-muridnya, para qori tersohor menuliskan ijazah qiraat kepada murid-muridnya, para sufi dan darwis mengambil ijazah Khirqah[catatan 1] dari guru-gurunya, para ahli hadis memberikan ijazah/izin untuk meriwayatkan hadis atau meriwayatkan kitab-kitab hadis kepada para peneliti hadis, dan fukaha mengeluarkan ijazah ijtihad atau penanganan urusan hisbiyah[catatan 2] kepada mereka yang layak untuk kedudukan ini. [1]
Ijazah adalah sebuah istilah dalam ilmu hadis yang menunjukkan sebuah bentuk metode pembelajaran dan penukilan hadis. Dalam istilah ahli hadis, ijazah sebagaimana Sima' (mendengarkan hadis), 'Ardh (presentasi hadis) dan Qiraat (membaca hadis) adalah merupakan salah satu metode penerimaan dan pengambilan hadis, yang terealisasi dengan perizinan secara lisan atau tulisan dari Syaikh (guru) kepada rawi untuk meriwayatkan hadis-hadis yang tercatat kuat dalam sebuah teks atau beberapa teks. [2]
Ijazah sebagaimana dokumen dan sertifikat ilmiah-kultural berharga lain dipegang oleh pribadi-pribadi tertentu. Di antara fungsinya adalah kepercayaan dan ketenangan hati kepada perkataan-perkataan dan tulisan-tulisan orang yang mendapatkan ijazah dan mencakupi pandangan-pandangan para Syaikh (guru besar hadis) mengenai murid-murid dan guru-gurunya. [3]
Fungsi
Ulama hadis meyakini bahwa ijazah merupakan salah satu jalan terpenting untuk membawa dan memikul hadis, dan menjadi alat penguat keabsahan dan kebenaran penukilan hadis yang dengannya mereka menukilkan hadis. Guru-guru ilmu hadis memberikan izin untuk meriwayatkan hadis-hadisnya kepada para muridnya. Dalam izin-izin ini biasanya mereka menyebut nama ustad, syaikh dan karya-karya tulisnya. [4] Salah satu fungsi ijazah periwayatan adalah bersambungnya sanad hadis sampai kepada maksumin as. Dalam ijazah periwayatan, para guru biasanya menyambungkan silsilah sanadnya kepada salah satu guru besar seperti Mullah Muhammad Taqi Majlisi, Syahid Awal, Allamah Hilli, dan atau kepada Syaikh Thusi dan berhenti padanya, sebab jalan (periwayatan hadis) guru-guru besar telah diketahui dan dipercaya.[5]
Sebagian peneliti menyebutkan hal-hal berikut sebagai fungsi dari ijazah penukilan riwayat:
- Pertama, mengantisipasi terjadinya kerancuan dan kekacauan dalam penukilan hadis, yang mana berdasarkan ijazah-ijazah penukilan hadis tersebut maka tidak diterima untuk menukil hadis dari sembarang orang dan tempat.
- Kedua, rekomendasi dan ijazah dari guru membuat pendengar percaya kepada penukil hadis. [6]
- Ketiga, ruang lingkup ijazah penukilan hadis akan meluas dan menyempit sesuai kelayakan dan kecakapan yang dilihat Syaikh (guru) pada muridnya, sebab boleh jadi ada murid hanya mendapatkan ijazah untuk menukil kitab khusus dan bersifat terbatas, sementara murid lain diberi izin untuk menukil semua kitab-kitab hadis, yang dalam istilah, ini dikatakan bahwa kelayakan para penukil hadis dikontrol oleh guru dan batasan mereka pun ditentukan.
- Keempat, dengan ijazah yang diberikan guru, maka murid secara formalitas dihitung masuk dalam barisan para rawi dan penukil hadis nabi. Dengan perantara ini maka silsilah sanad yang termasuk urusan khusus kaum muslimin tetap berlanjut. [7]
Ijazah-ijazah Formal
Dengan diperbanyaknya naskah kitab-kitab hadis, terkhusus setelah dicetak dan diterbitkannya kumpulan-kumpulan hadis serta tidak formalnya pelajaran hadis, maka tujuan asli dari pemberian ijazah menjadi hilang dan berubah menjadi sekedar formalitas saja. [8]
catatan
Catatan Kaki
- ↑ Hafidziyan, Abul Fadhl, Majalah Hukumati Islami, no.12
- ↑ Dāirah al-Ma'ārif Buzurg Islami, jld.6, hlm.596
- ↑ Hafidziyan, Abul Fadhl, Majalah Hukumati Islami, no.12
- ↑ Hafidziyan, Abul Fadhl, Majalah Hukumati Islami, no.12
- ↑ Hafidziayan, Abul Fadhl, Majalah Hukumati Islami, no. 22
- ↑ Mudirsyanechi, Kazim, Dirāyah al-Hadits, naskah elektronika, hlm.124
- ↑ Mudirsyanechi, Kazim, Dirāyah al-Hadits, naskah eletronika, 124
- ↑ Mudirsyanechi, Kazim, Dirāyah a-Hadits, naskah elektronika, hlm.125
Daftar pustaka
- Dāirah al-Ma'ārif Buzurg Islami. Jld. 6, 1373 HS. Penerbit Makaz Dairah al-Ma'arif buzurg Islami.
- Hafizhiyan, Abul Fadhl. Ijāzāt Hisbiyah Imam Khomeini. Fashlnameh Hukumati Islami, no. 12, 1378 HS.
- Mudir Syanehci, Kazim. Dirāyah al-Hadits. Naskah Elektronik.