Sayid Abul Hasan Isfahani

Prioritas: c, Kualitas: b
Dari wikishia
Sayid Abul Hasan Isfahanihttp://en.wikishia.net
Informasi Pribadi
Nama LengkapSayid Abu al-Hasan al-Isfahani
Garis keturunanBani Hasyim
Lahir1284 H/1867 Linjan (Isfahan)
Tempat lahirdi desa Madisah, Linjan, Isfahan
Tempat tinggalIsfahan • Najaf
Wafat/Syahadahpada malam Selasa 9 Dzulhijjah 1365 H
Tempat dimakamkanHaram Imam Ali as
Informasi ilmiah
Guru-guruAkhund Mullah Muhammad Kasyani • Abul Ma'ali Kalbasi • Jahangirkhan Qasyqai • Mirza Habibullah Rasyti • Akhund Khurasani dll.
Murid-muridSayid Mahmud Syahrudi • Sayid Muhsin al-HakimSayid Muhammad Husain Thabathabai dll.
Tempat pendidikanIsfahan • Najaf
Karya-karyaWasilah al-NajahDzakhirah al-Shālihin
Kegiatan Sosial dan Politik
PolitikMenentang Pendudukan Irak • Membela gerakan konstitusional (masyruthah) • Berjuang Melawan Inggris

Sayid Abu al-Hasan al-Isfahani (bahasa Arab: السيد أبو الحسن الإصفهاني) seorang fakih, marja' Taklid dan penulis beberapa karya seperti Wasilah al-Najah dalam bahasa Arab dan Dzakhirah al-Shālihin dalam bahasa Persia. Dia termasuk murid khususnya Akhund Khurasani. Pasca wafatnya Mirza Naini dan Hairi Yazdi pada tahun 1355 H/1936 dan Agha Dhiya Iraqi pada tahun 1361 H/1942, maka kemarjaan Syiah pada bagian utama dunia tasyayyu' hanya dipegang oleh Abul Hasan Isfahani.

Abul Hasan Isfahani dalam urusan politik, terutama dalam membela gerakan konstitusional (masyruthah) mengambil sebuah sikap. Kehadiran masyarakat secara masif dalam acara duka kepergiaannya pada bulan Aban 1325 HS (1365 H) berpengaruh atas kalahnya kelompok demokrat di Azarbaijan.

Tempat Lahir dan Tali Keturunan

Sayid Abul Hasan Isfahani lahir di desa Madisah, Linjan, Isfahan. Nenek moyangnya berasal dari keturunan Sayid Musawi Bahbahan yang silsilah nasabnya sampai kepada Musa bin Ibrahim bin Imam Musa al-Kazim as.[1]

Ayahnya, Sayid Muhammad yang lahir di Karbala[2] dan dimakamkan di Khunsar[3] berdomisili di Madisah, Linjan.

Kakeknya, Sayid Abdul Hamid -lahir di Bahbahan dan dimakamkan di Isfahan-termasuk ulama dan murid Shahib Jawahir (Muhammad Hasan Najafi) dan Syaikh Musa Kasyif al-Ghitha. Selain menulis dan membukukan transkrip pelajaran fikih gurunya, Syaikh Musa, ia juga menulis keterangan atas buku Syarāyi' al-Islam, karya Muhaqqiq Hilli.[4]

Peristiwa Terbunuhnya Putra Sayid Abul Hasan

Sayid Hasan, putra Sayid Abul Hasan[5] biasanyua menjadi perantara untuk menyampaikan surat permohonan bantuan uang kepada ayahnya. Pada malam tanggal 16 Shafar 1349 H/1930, seorang yang bernama Syaikh Ali Qummi (karena sangat fakir dan menyangka Sayid Hasan mengabaikannya dan tidak membantunya dengan baik) membunuhnya di antara salat Magrib dan Isya dengan belati, kemudian ia menyerahkan diri ke pihak kepolisian. Sayid Abul Hasan melaksanakan salat Magrib dan Isya di pelataran Haram Amirul Mukminin as, sementara Sayid Hasan berdiri di barisan terakhir sehingga orang-orang yang datang kepadanya tidak mengganggu seluruh pelaku salat.

Sayid Abul Hasan memaafkan pembunuh putranya. Setelah Syaikh Ali Qummi dibebaskan dari penjara, dalam suratnya ia meminta izin kepada Abul Hasan untuk datang ke Najaf dan melanjutkan belajarnya. Sayid Abul Hasan melalui surat yang dibawa untuknya berkata: "Bagi saya tidak masalah, tapi dia di sini tidak aman. Lebih baik dia pergi ke Iran dan hidup di tempat yang tersembunyi". [6] Begitu juga Sayid Abul Hasan memberikan sejumlah uang kepada si pembunuh untuk biaya hidupnya.

Setelah peristiwa pembunuhan Sayid Hasan, sebagian orang tidak menghormati beberapa pelajar agama dan terkadang melecehkan mereka. Sayid Abul Hasan pada acara tahlilan putranya berkata kepada Syaikh Ali Yakubi (pengisi di acara tersebut) supaya diumumkan: "Salah satu dari anak saya membunuh anakku yang lain! Ada urusan apa kalian dengan anak-anakku yang lain? Semua pelajar agama (thullab) adalah anak-anakku".[7]

Tidak Naik Haji

Dikisahkan bahwa Sayid Abul Hasan tidak pergi haji. Dalam hal ini Ayatullah Syubairi Zanjani berkata:

Yang mulia Sayid Abul Hasan sama sekali tidak pernah pergi haji. Saya dengar sebabnya dimana ia berkata: kalau saya pergi haji maka saya harus bisa menghidupkan kubur para Imam di Baqi' dan jika saya tidak bisa melakukan itu, maka ini adalah pukulan besar bagi mazhab Syiah, sebab masyarakat akan berkata: marja umum Syiah datang dan tidak bisa berbuat apa-apa. Haji Murtadha Hairi pasca wafatnya Sayid Abul Hasan bermimpi melihatnya dan dia paham kalau almarhum harus dihajikan. Oleh sebab itu, ia membayar seseorang untuk menghajikan Sayid Abul Hasan dengan haji perwakilan.[8]

Pendidikan

Isfahan

Sayid Abul Hasan menyelesaikan jenjang pendidikan awalnya (mukaddimat) di desa Madisah. Di awal usia remajanya ia masuk ke Hauzah Ilmiah Isfahan. Mengingat berbagai kesulitan -seperti ketidakmampuan biaya dan jauhnya dari keluarga- yang dialami pelajar agama (thalabeh) selama masa belajarnya, sang ayah tidak setuju ia menjadi pelajar agama.[9] Di Isfahan ia menyempurnakan pelajaran ilmu-ilmu naqli dan aqlinya di Madrasah Nimaward di sisi para guru hauzah tersebut.

Setelah melewati pelajaran tingkat menengah fikih dan ushul, ia mulai mengikuti pelajaran tingkat tinggi (kharij) guru-guru hauzah tersebut.

Di antara semua gurunya di Hauzah Isfahan, satu-satunya sosok yang dia sebut namanya adalah Akhund Mullah Muhammad Kasyani,[10]pengajar ilmu-ilmu rasional dan matematika.

Guru-guru lainnya di Isfahan yang disebutkan adalah Sayid Mahdi Nahwi, Sayid Muhammad Baqir Durcheh-i, Sayid Hasyim Cohor Suqi, Abul Ma'ali Kalbasi dan Jahangirkhan Qasyqai.[11]

Hijrah ke Najaf

Dia meninggalkan Isfahan menuju Najaf pada tanggal 13 Rabiul Awal 1308 H/1891 dan sampai di Najaf tanggal 11 Jumadil Awal pada tahun yang sama. Dia tinggal di madrasah Shadr, Hauzah Ilmiah Najaf dan menimba ilmu dari guru-guru fikih dan ushul.

Beberapa waktu setelah Sayid Abul Hasan tinggal di Najaf, ayahnya pergi ke Atabat untuk memulangkan putranya ke watannya. Sayid Abul Hasan tidak mau kembali dan Sayid Muhammad (sang ayah) untuk membujuknya pergi menemui gurunya, Akhund Khurasani. Akhund kepadanya berkata: "Seluruh putramu milikmu dan Sayid Abul Hasan milikku, serahkan urusannya kepadaku".[12]

Di antara para gurunya di Najaf, Sayid Abul Hasan Isfahani menunjuk dua nama; Mirza Habibullah Rasyti dan Akhund Khurasani. [13] Di antara guru-guru lainnya yang disebutkan adalah Mirza Muhammad Hasan Syirazi, Sayid Muhammad Kazim Thabathabai Yazdi, Mirza Muhammad Taqi Syirazi, Fathullah Syariat Isfahani dan Maula Abdul Karim Irawani.[14]

Dia tidak lebih dari 3 tahun mengikuti pelajaran Mirza Habibullah Rasyti dan setelah itu, yakni sekitar 17 tahun menimba ilmu di sisi Akhund Khurasani. Dia adalah murid dan sahabat terdekat dan terbaiknya.

Sayid Abul Hasan dalam menjawab pertanyaan orang yang menanyakan soal sedikitnya Ijazah ijtihadnya berkata: "Saya bukan tipe orang yang menghabiskan waktunya untuk mengurus perkara semacam ini".[15]

Marja'iyat

Pasca wafatnya Akhund Khurasani, sebagian penduduk Khurasan -menurut penuturan Isfahani sendiri- merujuk kepadanya untuk bertaklid.[16]

Marjaiyat umum setelah Akhund Khurasani berpindah ke Sayid Muhammad Kazim Yazdi dan Mirza Muhammad Taqi Syirazi. Dan Syirazi adalah marja' pertama yang merujukkan hukum-hukum ihtiyathnya kepada Sayid Abul Hasan Isfahani.[17]

Para peneliti juga menulis bahwa Syirazi memperkenalkan Abul Hasan Isfahani dan Syariat Isfahani sebagai orang yang layak menjadi marja' setelah dirinya.[18]

Pasca wafatnya Allamah Naini dan Ayatullah Hairi Yazdi pada tahun 1355 H/1936 dan Agha Dhiya Iraqi pada tahun 1361/1942 H, kemarjaan orang-orang Syiah pada bagian inti dunia tasyayyu' terbatas pada pribadi Isfahani.[19] Dia sendiri yang menjawab semua permintaan fatwa (istifta) dan surat-suratnya dan menolak permohonan orang-orang sekitar supaya disiapkan seorang notulis. Dia menjustifikasi penolakan permohonan itu untuk menjaga harga diri dan mencegah tersebarnya nama orang-orang yang dalam sebagian suratnya mencaci dirinya.[20]

Ayatullah Burujerdi dalam menjawab rombongan pedagang dari Tabriz -di masa Sayid Abul Hasan Isfahni masih hidup- yang meminta dia supaya menulis buku risalah (buku fikih), menulis: "Menulis risalah bagiku sangatlah mudah, tapi hal ini dapat memecah belah barisan kaum muslimin. Kini, panji Islam dipegang oleh Ayatullah Isfahani. Dialah marja untuk umum".[21]

Murid-murid

Isfahani telah mencetak dan mendidik sejumlah besar mujtahid besar dan peneliti andal dalam bidang fikih dan usul di Hauzah Najaf, antara lain adalah:

Kegiatan-kegiatan Politik

Sayid Abul Hasan Isfahani tidak jauh dari kegiatan politik dan pada masa-masa sensitif memainkan perannya.

Pada masa gerakan konstitusional (Masyrutheh) ia mengikuti pemikiran dan pendapat gurunya, Akhund Khurasani. Berbeda dengan Sayid Muhammad Kazim Thabathabai Yazdi, mereka menyakini dasar-dasar pemerintahan Masyrutheh dan membatasi kekuatan tirani.[23]

Berdasarkan background ini, pada tanggal 3 Jumadil Awal 1328 H/1910 Akhund Khurasani dan Syaikh Abdullah Mazandarani memperkenalkan Isfahani ke Majlis Syura sebagai salah satu mujtahid diantara 20 orang mujtahid level pertama yang tahu tentang tuntutan-tuntutan zamannya dalam melaksanakan dasar kedua penyempurna undang-undang dasar tahun 1325 H/1907, dengan tujuan untuk mengidentifikasi relevansi undang-undang yang dibuat oleh Majlis Syura Nasional dengan hukum-hukum fikih Syiah.[24] Namun Isfahani menolak usulan tersebut dan mengambil keputusan untuk tetap tinggal di Najaf. Pada tanggal 2 Dzulkaidah 1328 H/1910 (13 Aban 1289 HS) melalui telegrafi ia menyampaikan masalah ini kepada Majlis Syura Nasional Iran.[25]

Aktifitas politik lain yang masyhur dari Isfahani adalah pada tahun 1341 H/1923. Pada tahun itu, Syaikh Mahdi Khalis Kazhimaini melarang diadakannya pemilihan Majlis Lembaga-lembaga Irak dan oleh sebab ini ia diasingkan ke Hijaz oleh negara Inggris. Isfahani dan ulama syiah yang lain -seperti Mirza Husain Naini dan Sayid Ali Syahristani- meninggalkan Irak menuju ke Iran sebagai bentuk protes terhadap pengasingan tersebut. Dengan tindakan ini, penguasa Irak menyetujui pemindahan tempat pengasingan Khalisi dari Hijaz ke Iran dan kembalinya para marja taklid Syiah dari Iran ke Irak. Setelah sekitar 11 bulan tinggal di Iran, Isfahani bersama para rombongannya kembali lagi ke Irak pada tanggal 18 Ramadhan 1342 H/1924.[26]

Di sini dapat disinggung pula kejadian pertemuan Sayid Abul Hasan dengan duta Inggris setelah perang dunia kedua. Duta Britania dalam menyampaikan pesan negaranya, berkata: "Bapak yang mulia! Negara Inggris bernazar jika mampu mengalahkan Jerman akan memberikan 100 ribu Dinar kepada Anda sehingga Anda gunakan untuk apa saja yang Anda kehendaki". Sayid menjawab: "Tidak masalah". Duta itu dengan cepat memberikan cek 100 ribu Dinar. Sayid pun mengambilnya dan menaruhnya di bawah kasurnya. Tak lama kemudian dia berkata kepada duta dan rombongannya: "Kami tahu bahwa dalam perang ini, sejumlah besar masyarakat akan terasingkan dan terbunuh. Sampaikan dari kami kepada negara kalian: Sayid Abul Hasan, mewakili kaum muslimin, akan memberikan bantuan tak berharga untuk para korban yang terluka dalam perang, dan dia minta maaf atas sedikitnya bantuan tersebut, sebab kalian tahu sendiri bahwa kami berada dalam kondisi yang sama. Seketika itu Sayid mengeluarkan cek yang diberikan duta Britania dari bawah kasur dan menambahkan pula cek 100 ribu Dinar dari dirinya, sambil minta maaf ia memberikan semua itu kepada duta Britania.

Dengan cara halus dan kedermawanan Sayid Abul Hasan ini, duta Inggris merasa malu dan mukanya berubah. Dengan minta izin dan mencium tangan marja' besar tersebut, ia keluar dari rumahnya. Setelah para delegasi Inggris meninggalkan tempat pertemuan, mereka berkata: "Kami hendak menjajah dan membeli orang-orang Syiah, tapi justeru Sayid Abul Hasan yang membeli kami dan menancapkan bendera/panji Islam di atas bumi Britania". Setelah Sayid dan ulama yang lain pergi dari tempat pertemuan, ia ditanya: "Tidakkah lebih baik jika uang yang diberikan duta Inggris digunakan untuk keperluan Hauzah Ilmiah?" Sayid menjawab: "Saham Imam as harus digunakan untuk penyebaran Islam dan mazhab, bagi saya, ini adalah salah satu contoh yang kita dapat mengambil untung banyak dari penyebaran Islam".[27]

Galery

Catatan Kaki

  1. Wajizah dar Zindegāni-e Ayatullah Isfahani, hlm.12-13
  2. A'yān al-Syiah, jld.2, hlm.332
  3. Wajizah dar Zindegāni-e Ayatullah Isgahani, hlm.13-14
  4. Lihat: al-Dzariah, jld.13 hlm.325; Tadzkirah al-Kubur atau Damisymandān wa Buzurgani-e Isfahan (Para ilmuwan dan pemuka Isfahan), hlm.38
  5. Hayāte Javidān, hlm.106-117
  6. Hayāte Javidān, hlm.111
  7. Hayāte Javidān, hlm.116
  8. Jur'ih-i az Darya, jld.3, hlm.444
  9. Hayāte Javidān, hlm.25
  10. Ayān al-Syiah, jld.2, hlm.332
  11. Ma'ārif al-Rijal fi Tarājum al-Ulama wa al-Udaba, jld.1, hlm.46-47; al-Imam al-Sayid Abu al-Hasan, hlm.33-36; Nujumi Ummat: Ayatullah al-Uzma Sayid Abul Hasan Musawi Isfahani, hlm.95, 96
  12. Hayāte Jāvidāni, hlm.20-21
  13. A'yān al-Syiah, jld.2, hlm.332; Thabaqāt A'lām al-Syiah, jld.1, hlm.41
  14. Masyāhire Danisymandāne Islam, jld.4, hlm.375; Tadzkirah al-Qubur atau Danisymandān wa Buzurgāni Isfahan, hlm. 38; Wajizah dar Zindigāni-e Ayatullah Isfahani, hlm.17-18
  15. Wajizah dar Zindigāni-e Ayatullah Isfahani, hlm.54
  16. Al-Syiah wa al-Raj'ah, jld.1, hlm.279
  17. Al-Imam al-Sayid Abu al-Hasan, hlm.46; lihat juga: Nujumi Ummat: Ayatullah al-Uzma Sayid Abu al-Hasan Musawi Isfahani, hlm.95-96
  18. Al-Syiah wa al-Raj'ah, jld.1, hlm.279
  19. Lihat: A'yān al-Syiah, jld.2, hlm.333; al-Syiah wa al-Raj'ah, jld.1, hlm.279
  20. Lihat: Hayāte Javidān, hlm.54 dan 60
  21. Lihat: Hayāte Javidān, hlm.75 dan 78
  22. Lihat: Atsār Hujjah, jld.2, hlm.51, 67; Madhi al-Najaf wa Hadhiruha, jld.3, hlm.237, 534, 558
  23. Lihat: Al-Imam al-Sayid Abu al-Hasan, hlm.42-43
  24. Asnādi Ruhaniat wa Majlis, jld.1, hlm.13-14
  25. Hairi, Asnādi Ruhaniat wa Majlis, jld.1, hlm.39-40
  26. Lihat: Al-Imam al-Sayid Abu al-Hasan, 47-48; Ganjinih Danesymandān, jld.1, hlm.216; Tarikh Nain, hlm.102; Nujumi Ummat: Ayatullah al-Uzma Sayid Abul Hasan Musawi Isfahani, hlm.98
  27. Pertemuan duta Inggris dengan Sayid Abul Hasan Isfahani

Daftar Pustaka

  • Agha Buzurg. Adz-Dzariah.
  • Agha Buzurg. Thabaqātu A'lām asy-Syiah (Nuqaba' al-Basyar). Najaf, 1373 H/1954.
  • Al Mahbubah, Jakfaf. Mādhi an-Najaf wa Hadhiruha. Beirut: 1406 H/1986.
  • Al-Imam as-Sayid Abu al-Hasan. Najaf, 1366 H.
  • Amin, Muhsin. A'yān asy-Syiah. Riset: Hasan Amin. Beirut: 1403 H/1983.
  • Baqiri, Bidhindi, Nasir. Nujume Ummat: Ayatullah al-Uzma Sayid Abu al-Hasan Musawi Isfahani. Qom: Nure Ilm, Vo. 3, no. 4, 1367 HS
  • Balaghi, Abdul Hujjat. Tarikh Nāin. Teheran: Mazhahir.
  • Hairi, Abdul Husain. Asnwde Ruhaniyat wa Majlis. Teheran: 1374 HS
  • Hirzuddin, Muhammad. Ma'ārif ar-Rijal fi Tarajum al-Ulama wa al-Adab. Najaf: 1383 H/1964
  • Syuabairi Zanjani, Sayid Musa. Jur'ih-i az Darya. Qom: Muassasah Kitabsyenasi, 1393 HS.
  • Syarif Razi, Muhammad. Ātsār Hujjah. Qom: Kitabfurusyi Barqa'i.
  • Syarif Razi, Muhammad. Ganjine-e Danisymandan. Teheran: 1352 HS.
  • Syarif Razi, Muhammad.Masyāhir Danisymandan Islam (Tarjumah wa Takmil al-Kuna wa al-Alqāb Syaikh Abbas Qummi). Teheran: 1351 HS
  • Thabasi Najafi, Muhammad Ridha. Asy-Syiah wa ar-Raj'ah. Najaf: 1385 H/1966
  • Musawi Isfahani, Jakfar. Hayate Jawidani; Zindeqi Ayatullah al-Uzma Sayid Abu al-Hasan Musawi Isfahani. Kerja sama dengan Sayid Hadi Mir Baqiri. Masyhad: Intisyarat Rastigar, 1385 HS.
  • Musawi Isfahani, Muhammad Mahdi. Ahsan al-Wadi'ah fi Tarajum Asyhar Masyāhir Mujtahidi asy-Syiah. Baghdad: Mathb'ah al-Aitam.
  • Mahdawi, Mushlihuddin. Tadzkirah al-Qubur ya Danisymandan wa Buzurgan. Isfahan: 1348 HS.
  • Maibudi, Nasir. Wajizah dar Zindegi Ayatullah Isfahani. Masyhad: 1368 HS
  • Hasyimi Rafsanjani, Ali Akbar. Mubarezeh, Khātherat, Tashwirha, Asnād. Teheran: 1376 HS
  • Hidayat, Mahdiquli. Khatherāt wa Khatharāt. Teheran: 1344 HS.