Abdul Azhim al-Hasani

Prioritas: b, Kualitas: b
tanpa navbox
Dari wikishia
Abdul Azhim al-Hasani
KunyaAbu Muhammad
Terkenal denganSyah Abdul Azhim • Sayid al-Karim
AyahAbdullah bin Ali bin Hasan bin Zaid bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib
IbuFatimah
Lahir4 Rabiul Akhir 173 H/790
Tempat LahirMadinah
PasanganKhadijah bin Qasim bin Hasan Amir
Anak-anakMuhammad • Ummu Salamah
Wafat15 Syawal 252 H/2 November 866
Tempat Dimakamkankota Ray, dekat tehran
Masa Hiduphidup sezaman dengan Imam ar-Ridha as, Imam al-Jawad as, dan Imam Ali al-Hadi as. (79 tahun)


Abdul Azhim al-Hasani (bahasa Arab: عبد العظيم الحسني) lebih dikenal dengan sebutan Syah Abdul Azhim (شاه عبدالعظیم) dan Sayid al-Karim (سیدالکریم). Ia adalah perawi hadis dan ulama besar dari kalangan Sadat al-Hasani. Ia merupakan keturunan kelima Imam Hasan al-Mujtaba as. Masyarakat luas mengenalnya sebagai sosok yang bertakwa, penuh amanat, jujur, alim dan berpegang teguh pada keyakinan. Syaikh ash-Shaduq berhasil menyusun riwayat-riwayat yang berasal darinya kemudian diberi judul Jami’ Akhbar Abdul 'Adzim.

Abdul Azhim al-Hasani hidup sezaman dengan Imam ar-Ridha as, Imam al-Jawad as, dan Imam Ali al-Hadi as. Ia berwilayah pada Imam Ali al-Hadi as dan wafat di zamannya. Makam Abdul Azhim al-Hasani terletak di kota Ray, dekat Tehran. Makamnya selalu ramai diziarahi kaum muslimin, terlebih Syiah. Sebagian riwayat menjelaskan, pahala ziarah ke makam Abdul Azhim al-Hasani itu sebanding dengan ziarah ke pusara suci Imam Husain as.

Kelahiran dan Nasab

Abdul Azhim bin Abdullah bin Ali bin Hasan bin Zaid bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib lahir di Madinah (ada perbedaan pendapat mengenai tempat lahirnya) pada hari Kamis, 4 Rabiul Akhir 173 H/790 di masa pemerintahan Harun ar-Rasyid. [1] [2] Ayahnya bernama Abdullah bin Ali Qafah dan ibunya Haifa’ binti Ismail bin Ibrahim.[3]

Nasabnya bermuara pada Imam Hasan al-Mujtaba as. Al-Najasyi, ulama besar Syiah menceritakan, setelah ia wafat dan jenazahnya hendak dimandikan, di dalam bajunya ditemukan catatan yang menjelaskan perihal nasabnya. Tertulis, "Saya adalah Abul Qasim bin Abdullah bin Ali bin Hasan bin Zaid bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib."[4] Muhaqqiq Mirdamad menulis, "Ia (Abdul Adzhim) memiliki nasab yang jelas dan kemuliaan yang tak diragukan."[5]

Istri dan Anak

Istri Abdul Azhim adalah sepupunya sendiri yaitu Khadijah bin Qasim bin Hasan Amir, biasa dipanggil dengan Abu Muhammad. Dengannya Abdul Azhim dikarunia dua anak yang bernama Muhammad dan Ummu Salamah. [6] Berkenaan dengan kriteria Muhammad putra Abdul Azhim Syaikh Abbas al-Qummi menyebutkan, "Ia adalah orang besar yang zuhud dan abid."[7]

Sezaman dengan Para Imam Maksum as

Abdul Azhim hidup sezaman dan bersahabat dengan beberapa Imam maksum as. Agha Bozorg Tehrani menyebutkan, "Abdul Azhim hidup semasa dengan Imam Ali al-Ridha as dan Imam Muhammad al-Jawad as, ia pun berwilayah pada Imam Ali al-Hadi as dan wafat di masa itu."[8] Namun menurut Ayatullah Khui, Abdul Azhim tidak sezaman dengan Imam Ali al-Ridha as. [9]

Syaikh ath-Thusi dalam kitab rijalnya menulis nama Abdul Azhim dalam daftar para sahabat Imam Hasan al-Askari as. [10] Sedangkan Azizullah Atharudi menjelaskan, kalau melihat kondisi Abdul Azhim saat itu dan penelitian dari riwayat-riwayatnya, dapat disimpulkan bahwa ia sezaman dengan Imam Musa al-Kazhim as, Imam Ali al-Ridha as, Imam Muhammad al-Jawad as, dan Imam Ali al-Hadi as. [11]

Menurut cerita, tiap kali memasuki majelis taklim Imam al-Jawad as atau Imam al-Hadi as, Abdul Azhim bersikap sangat sopan, segan, rendah diri, dan malu pada Imam. Begitu ia mengucapkan salam, Imam pasti menjawab dan segera mempersilahkannya duduk di dekatnya hingga tubuh mereka berdempetan. Tak hanya itu, Imam selalu menanyakan kabar dan keadaannya. Hal istimewa semacam itu tentu menimbulkan kecemburuan pada yang lain. [12]

Hidup di Masa Penindasan Kaum Syiah

Abdul Azhim hidup di masa ketika kaum Syiah terkekang dan ditindas oleh Dinasti Abbasiyah. Sebagaimana orang tua dan datuk-datuknya Abdul Azhim tak luput mengalami tekanan berat dan selalu dikontrol oleh penguasa. Selama di Madinah, Samarra dan Baghdad, Abdul Azhim menjalani hidup dengan bertaqiyah dan tidak menampakkan akidah sejatinya. Meski demikian Mutawakkil dan Mu’taz masih saja berang padanya.[13]

Hijrah ke Ray

Dharih Abdul Azhim al-Hasani

Menurut catatan sejarah, karena kezaliman dan kebengisan pemerintahan Mu’taz, atas perintah Imam al-Hadi as, Abdul Azhim berhijrah dari Samarra ke Ray. Sebagian pihak menukil, awalnya Abdul Azhim berniat pergi ke Khurasan untuk ziarah ke makam Imam ar-Ridha as. Sesampainya di Ray ia berhenti untuk menziarahi makam Hamzah bin Imam Musa al-Kazhim as dan ternyata ia tidak ditemukan lagi. [14]

Berpegang pada riwayat dari Ahmad bin Ahmad, al-Najasyi menceritakan perjalanan Abdul Azhim sebagai berikut; Untuk menghindari kebengisan penguasa, Abdul Azhim menuju Ray. Di sana ia tinggal di daerah Sikah al-Mawali di ruang bawah tanah milik seorang pengikut Syiah. Hari-harinya digunakan untuk beribadah, siang berpuasa dan malamnya shalat dan bermunajat. Tiap ada kesempatan diam-diam ia keluar rumah untuk berziarah ke sebuah makam, "ini adalah makam salah satu putra Imam Musa bin Ja'far as," demikian penuturannya. Selang beberapa waktu para pengikut Syiah setempat banyak yang mengetahui kedatangan Abdul Azhim di sana. Mereka memberikan sambutan yang sangat hangat. Lambat laun makin banyak orang Syiah yang mengenal sosok agung Abdul Adzhim. [15]

Wafatnya Abdul Adzhim

gambar haram Abdul Azhim al-Hasani yang diambil dari udara oleh pilot Swis pada tahun 1925 .

Abdul Azhim al-Hasani wafat di masa hidup Imam Ali al-Hadi as pada tanggal 15 Syawal 252 H/2 November 866. [16] Ada dua pendapat terkait bagaimana kematiannya. Sebagian menyatakan ia meninggal alami, pendapat lain menyebutkan ia mati syahid. Menurut penukilan al-Najasyi, Abdul Azhim sakit lalu meninggal. [17] Syaikh Thusi menuturkan, Abdul Azhim wafat di Ray dan dimakamkan di sana. [18]

Berbeda dengan sebelumnya, ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa Abdul Azhim dikubur hidup-hidup hingga mati syahid. Al-Thuraihi menulis, "Keturunan Abu Thalib yang dikubur hidup-hidup di Ray adalah Abdul Azhim al-Hasani."[19] Sementara itu Wa’idzh Kujuri menerangkan, "Aku telah teliti tentang kondisi yang mulia Abdul Azhim dalam kitab rijal dan nasab, namun tidak aku temukan riwayat shahih dan tsiqah tentang kesyahidannya."[20]

Pahala Menziarahi Abdul Adzhim

Muhaddits Nuri menukilkan, ada seorang Syiah yang mimpi bertemu Rasulullah saw. Rasulullah saw menyampaikan padanya, "Besok salah seorang keturunanku akan dimakamkan di kebun apel milik Abdul Jabbar bin Abdul Wahhab Razi." Karenanya ia lalu membeli kebun tersebut dan mewakafkan untuk Abdul Azhim dan orang-orang Syiah sehingga mereka juga dapat dimakamkan di sana. [21] Sebab itu makam tersebut sekarang juga dikenal dengan nama "Masjid Syajarah."[22] [23]

Ketika Syaikh ash-Shaduq menerangkan keutamaan ziarah ke makam Abdul Azhim, ia menukil sebuah riwayat; suatu ketika seorang warga Ray bertemu dengan Imam Ali al-Naqi as dan bercerita, "Saya telah berziarah ke pusara Sayyidus Syuhada (Imam Husain as)." Imam Ali al-Naqi as menanggapi, "Pahala menziarahi makam Abdul Azhim yang ada di daerahmu itu sama dengan pahala menziarahi makam Husain bin Ali as."[24]

Syubhat Tentang Kelahiran dan Wafat Abdul Adzhim

Menurut Ayatullah Reza Ustadi, sebagaimana yang tertuang dalam majalah Nur Ilm, referensi terkuno yang mencatat tanggal lahir dan wafat Abdul Azhim al-Hasani adalah kitab Nur al-Afaq karya Jawad Syah Abdul Azhim (1355 H/1937). Setelah mencocokkan data-data, Reza Ustadi mengambil kesimpulan bahwa apa yang tertulis dalam kitab tersebut banyak yang tak dilengkapi sanad bahkan ada yang palsu, salah satunya tentang tanggal lahir dan wafat Abdul Azhim yang sayangnya hal itu juga dikutip beberapa kitab lain. [25] Beberapa tahun setelah penerbitan makalah Reza Ustadi, seorang peneliti sejarah Islam bernama Rasul Jakfariyan menerbitkan rangkuman dari penelitian Reza Ustadi. [26]

Keutamaan dan Kedudukan

Allamah al-Hilli menyebut Abdul Azhim sebagai seorang ulama yang bertakwa. [27] Menurut Muhaddis Nuri, dengan mengutip dari kitab karangan Shahib bin Abbad, Abdul Azhim al-Hasani adalah sosok yang wara’, bertakwa, penuh amanat, jujur dalam tutur kata, alim, berkeyakinan kuat pada tauhid dan keadilan Allah, dan banyak meriwayatkan hadis. [28] Ketakwaan dan kejujuran Abdul Azhim al-Hasani membuatnya mendapat kedudukan istimewa di hadapan para Imam maksum as. [29]

Abdul Azhim Menurut Imam Maksum as

Ketika Abdul Azhim datang ke Samarra, Imam Ali al-Hadi as begitu memuji kepribadiannya. Imam Ali al-Hadi as berdialog dan bersabda pada Abdul Adzhim, "Wahai Abal Qasim, sungguh kau adalah sahabat sejati kami… demi Allah! Akidah yang kau yakini adalah agama yang diridhai Allah swt bagi hamba-Nya… semoga Allah swt meneguhkanmu dengan tutur kata jujur di dunia dan akhirat."[30] [31] Dialog antara Imam Ali al-Hadi as dan Abdul Azhim tersebut dikenal dengan "Hadits 'Ardh Din."

Tingkat Keilmuan

Abu Turab Ruyani berkata, "Saya pernah mendengar Abu Hammad Razi berkata, 'saya menemui Imam Ali al-Hadi as di Samarra untuk menanyakan hukum halal dan haramnya sesuatu. Ketika saya hendak pamit Ia bersabda, "Jika nanti kau menemui masalah tentang hukum halal dan haramnya sesuatu, tanyakan pada Abdul Azhim al-Hasani seraya sampaikan salamku padanya."[32]

Riwayat Abdul Adzhim

Dalam kitab-kitab hadis ada lebih dari 100 riwayat yang berasal dari Abdul Adzhim. Shahib bin Abbad berkata, "Ia punya banyak riwayat dan hadis dari Imam Jawad as dan Imam Ali al-Hadi as."[33]

Abdul Azhim memiliki banyak karangan kitab, misal kitab Khutab Amiril Mukminin, [34] kitab Yaum wa Lailah[35] yang merupakan kumpulan amalan ibadah berdasarkan hadis para Imam maksum as. [36] Ada juga kitabnya yang terkenal berjudul Riwayat Abdul Azhim al-Hasani. [37] Sejumlah pemuka Syiah meriwayatkan hadis dari Abdul Azhim al-Hasani. Syaikh as-Shaduq bahkan telah menyusun riwayat yang berasal darinya dan diberi judul Jami’ Akhbar Abdul Adzim. [38] Abdul Azhim meriwayatkan sejumlah hadis yang langsung didapat dari para Imam maksum as, di antaranya; 2 riwayat dari Imam Ali ar-Ridha as, 26 riwayat dari Imam Muhammad al-Jawad as, 9 riwayat dari Imam Ali al-Hadi as. Adapun yang ia riwayatkan melalui perantara ada 65 hadis.

Catatan Kaki

  1. Tehrani, al-Dzari'ah, Darul Adhwa, jld. 7, hlm. 169
  2. Ba Astan-e Karamat, 2013, hlm. 5
  3. Ibnu 'Anabah, 'Amda al-Thalib, 2001, hlm. 94
  4. Najasyi, Rijal Najasyi, 1416 H/1996, hlm. 248
  5. Mirdamad, al-Rawasyih al-Samawiyah, 1422 H/2002, hlm. 86
  6. Wa'idzh Kujuri, Jannatu al-Na'im, 2003, jld. 3, hlm. 390; Ibnu 'Anabah, 'Umdah al-Thalib, 2001, hlm. 94
  7. Qumi, Muntaha al-Amal, 2000, jld. 1, hlm. 585
  8. Tehrani, al-Dzari'ah, Darul Adhwa, jld. 7, hlm. 190
  9. Khui, Mu'jam Rijal al-Hadis, 1413 H, jld. 11, hlm. 53
  10. Thusi, Rijal ath-Thusi, hlm. 401
  11. Atharudi, Abdul 'Azhimal-Hasani Hayatuhu wa Musnaduhu, 2004, hlm. 37
  12. Zendeghi Hadhrat Abdul 'Azhim as (Riwayat hidup Abdul Azhim as), hlm. 30
  13. Bar Astan-e Karamat, 2013, hlm. 7
  14. Wa'idz Kujuri, Jannatu al-Na'im, 2003, jld. 4, hlm. 131
  15. Najasyi, Rijal Najasyi, 1416 H, hlm. 248
  16. Tehrani, al-Dzari'ah, Darul Adhwa, jld. 7, hlm. 290
  17. Najasyi, Rijal Najasyi, 1416 H/1996, hlm. 248
  18. Thusi, al-Fehrest, 1417 H/1997, hlm. 193
  19. Tharihi, al-Muntakhib, 1369 H, hlm. 8
  20. Wa'idz Kujuri, Jannatu al-Na'im, 2003, jld. 5, hlm. 360
  21. Nuri, Khatamatuh Mustadrak al-Wasail, 1415 H/1995, jld. 4, hlm. 405
  22. Nuri, Khatamatuh Mustadrak al-Wasail, 1415 H/1995, jld. 4, hlm. 405
  23. Bar Astan-e Karamat, 2013, hlm. 12
  24. Shaduq, Tsawab al-A'mal, 1989, hlm. 99
  25. Majalah Nur Ilm, nmr. 50-51, hlm. 297-301
  26. Kritik Rasul Ja'farian terhadap dua penanggalan fiktif
  27. Hilli, Khulasatu al-Aqwal, 1417 H/1997, hlm. 226
  28. Nuri, Khatamatuh Mustadrak, 1415 H, jld. 4, hlm. 404
  29. Bar Astan-e Karamat, 2013, hlm. 9
  30. Shaduq, Amali, 1417 H, hlm. 419 dan 420
  31. Fatal, Raudah al-Wa'dzhin, hlm. 31-32
  32. Nuri, Mustadrak al-Wasail, 1408 H/1988, jld. 17, hlm. 321
  33. Aththari, Musnad al-Imam al-Jawad, hlm. 302
  34. Najasyi, Rijal Najasyi, 1416 H/1996, hlm. 247
  35. Tehrani, al-Dzari'ah, Darul Adhwa, jld. 7, hlm. 190
  36. Wa'idz Kujuri, Jannatu al-Na'im, 2003, jld. 5, hlm. 182
  37. Nuri, Khatamatuh Mustadrak, 1415 H/1995, jld. 4, hlm. 404
  38. Shaduq, al-Hidayah, 1418 H/1998, hlm. 174

Daftar Pustaka

  • Aththardi, Azizullah, Abdul Azhimal-Hasani Hayatuhu wa Musnaduhu, Qom, Darul Hadits, 2004
  • Aththardi, Azizullah, Musnad al-Imam al-Jawad as, Masyhad, Astan-e Quds Rezavi, tanpa tahun
  • Bar Astan-e Karamat (Ziyaratnameh wa Zendeghiname Hadhrat Abdul Azhimwa Imam Zadeghan Mujawar), Darul Hadits, 2013Imam
  • Hilli, Hasan bin Yusuf, Khulasatu al-Aqwal fi Ma'rifati al-Rijal, riset: Jawad Quyyumi, tanpa kota, penerbit: al-Fuqaha, 1417 H/1997
  • Ibnu 'Anabah, Jamaluddin, 'Amdah al-Thalib fi Ansab Aali Abi Thalib, Najaf, al-Mathbu'ah al-Haidariyah, 2001
  • Khui, Abu al-Qasim, Mu'jam Rijal al-Hadits, tanpa kota, tanpa penerbit, 1413 H/1993
  • Mirdamad, Muhammad Baqir bin Muhammad, al-Rawasyah al-Samawiyah, riset: Ni'matullah Jalili, Darul Hadits, 1422 H/2002
  • Naisyaburi, Muhammad bin al-Fatal, Raudhah al-Wa'idzhin, Qom, al-Syarif al-Radhi, tanpa tahun
  • Najasyi, Ahmad bin Ali, Rijal Najasyi, Qom, Muassasah al-Nasyr al-Islami, 1416 H/1996
  • Nuri, Mirza Husain, Khatamatuh Mustadrak al-Wasail, Qom, Ali Al-Bait, 1415 H/1995
  • Nuri, Mirza Husain, Mustadrak al-Wasail wa Mustanbath al-Masail, Beirut, Ali Al-Bait, 1408 H/1988
  • Qumi, Syaikh Abbas, Muntaha al-Amal fi Tawarikh al-Nabi wa al-Al, Qom, Dalil-e Ma, 2000
  • Shaduq, Muhammad bin Ali, al-Amali, Qom, Muassasag al-Bitsah, 1417 H/1997
  • Shaduq, Muhammad bin Ali, al-Hidayah, Qom, Muassasah al-Imam al-Hadi, 1418 H/1998
  • Shaduq, Muhammad bin Ali, Tsawab al-A'mal wa 'Iqab al-A'mal, Qom, al-Syarif al-Radhi, 1989
  • Tehrani, Agha Buzurg, al-Dzari'ah ila Thasanif al-Syiah, Beirut, Darul Adhwa, tanpa tahun
  • Tharihi, Fakhruddin, al-Muntakhab fi Jam'i al-Maratsi wa al-Khatab, Najaf, tanpa penerbit, 1369 H/1950
  • Thusi, Muhammad bin Hasan, al-Fihrist, riset: Jawad Quyyumi, tanpa kota, penerbit: al-Fuqahah, 1417 H/1997
  • Wa'idzh Kujuri, Muhammad Baqir bin Ismail, Ruh wa Raihan atau Jannatu al-Na'im wa al-'Ayasy al-Salim fi Ahwal al-Sayid Abdul Azhimal-Hasani, Qom, Darul Hadits, 2003