Ayat Syahid
Ayat Syahid (bahasa Arab: آية الشاهد) adalah ayat ke-17 dari surah Hud, yang membuktikan kebenaran Nabi saw dalam mengklaim kenabiannya melalui Alquran, kitab-kitab samawi terdahulu dan para mukmin sejati. Ayat ini turun setelah kaum musyrikin menuduh Nabi saw berdusta dengan mengaku-ngaku sebagai Nabi untuk memantapkan langkah dan memperkuat keimanan Nabi saw.
Dalam referensi riwayat tafsir Syiah dan Sunni, diyakini bahwa yang dimaksud dari "syahid" atau saksi dalam ayat ini adalah Imam Ali as; meskipun sebagian telah menerapkannya pada sosok-sosok yang lain seperti Jibril, lisan Nabi dan Alquran.
Ayat syahid dijadikan sandaran dan dalil atas kepemimpinan dan kekhalifahan Imam Ali as, dikarenakan sesuai dengan ayat tersebut, yang menjadi saksi harus sebagai jiwa Nabi saw dan menurut ayat Mubahalah, Imam Ali as telah diperkenalkan sebagai jiwa Nabi saw.
Teks dan Terjemahan
Ayat 17, surah Hud dinamakan sebagai ayat syahid. [1]
Kandungan
Allamah Thabathabai dalam tafsir al-Mizan meyakini bahwa secara zahir ayat Syahid dijadikan sebagai dasar dan lahan untuk membangun stabilitas dan memperkuat keimanan Nabi saw pada Kitab Allah dalam menghadapi tuduhan-tuduhan kaum musyrikin atas dasar kebohongannya dan menantang kaum musyrikin dengan menggunakan Alquran.[2]
Ada dua penafsiran yang dimuat dalam tafsir Majma' al-Bayan dan Nemuneh yang telah menyebutkan berkenaan dengan ayat ini:
- Dalam penafsiran pertama penggalan ayat «أَفَمَنْ کانَ عَلی بَینَةٍ مِنْ رَبِّهِ» diterapkan untuk pribadi Nabi saw, dimana kenabiannya dibuktikan dengan tiga cara; 1. Alquran, yang merupakan bukti dan dalil yang jelas; 2. Kitab-kitab samawi, seperti Taurat yang menjelaskan tanda-tanda-Nya; 3. Pengikut setia dan para mukmin sejati semacam Ali bin Abi Thalib as, yang merupakan salah satu dari tanda-tanda keabsahan sebuah ajaran. [3]
- Dalam penafsiran lainnya, yang dimaksud dengan ayat «أَفَمَنْ کانَ عَلی بَینَةٍ مِنْ رَبِّهِ» berarti seluruh mukmin yang beriman kepada Nabi Islam saw dengan berbagai dalil yang jelas dan meyakinkan serta bukti-bukti yang membenarkan kenabian Nabi saw yang ada pada kitab-kitab samawi. Mereka beriman Nabi saw dan bergegas mengikuti Alquran.[4]
Maksud dari kata bayyinah dalam ayat tersebut diyakini sebagai hal-hal yang sangat jelas seperti cahaya, yang tidak hanya menerangi dirinya, bahkan menerangi segala sesuatu yang juga bergabung dengan mereka.[5]
Siapa yang dimaksud dengan saksi?
Para mufasir berkenaan dengan maksud dari kata "syahid" dalam ayat 17 surah Hud, di sini mereka memberikan beberapa pandangan yang berbeda tentang siapa atau suatu apa arti dari kata "syahid"; dalam banyak buku riwayat [6] dan kitab-kitab tafsir Syiah dan Ahlusunah, maksud dari syahid dalam ayat ini adalah Imam Ali as sebagai orang pertama yang beriman kepada Nabi Islam saw. [7] Dalam suatu riwayat diyakini bahwa Imam Ali as menganggap dirinya sebagai contoh kongkrit dari syahid yang ada dalam ayat tersebut. [8]
Hakim Haskani dalam bukunya Syawahid al-Tanzil telah memuat lebih dari 16 riwayat untuk membuktikan bahwa Imam Ali as adalah seseorang yang dianggap sebagai syahid (saksi); salah satu di antaranya, dia mengutip dari Anas bin Malik bahwa yang dimaksud dari kalimat «أَفَمَنْ کانَ عَلی بَینَةٍ مِنْ رَبِّهِ» adalah Muhammad saw dan maksud dari kalimat «وَیتْلُوُهُ شاهِد مِنْهُ», adalah Ali bin Abi Thalib as. [9] Begitu juga Haskani berkata, Ali as adalah lisan Rasulullah saw kepada penduduk Makkah ketika mereka melanggar perjanjian mereka.[10] dan dalam hadis yang lain, dia mengutip dari Ibnu Abbas yang meyakini bahwa syahid dalam penggalan ayat «وَیتْلُوُهُ شاهِد مِنْهُ» adalah hanya dikhususkan untuk Imam Ali as saja. [11]
Berkaitan dengan contoh "sayhid" dalam ayat tersebut, ada berbagai pendapat lain di kalangan para mufasir Muslim; menurut apa yang dimuat oleh Fadhl bin Hasan Thabrisi dalam Majma' al-Bayan, Ibnu Abbas dan Mujahid, dua orang dari para mufasir mutakadim, meyakini bahwa yang dimaksud dari saksi itu adalah Jibril, yang telah menurunkan Alquran dari Tuhan kepada Nabi saw. Dalam satu pandangan lain diyakini bahwa "syahid" di sini mengacu pada lisan dan gerakan Nabi saw yang merupakan alat membaca Alquran. Sebagiannya lagi menganggap bahwa yang dimaksud dari bayyinah adalah hujah dan dalil akli dan juga maksud dari saksi di sini adalah Alquran.[12]
Allamah Thabathabai dengan menolak pandangan-pandangan lain dan dengan bersandarkan pada beberapa riwayat, [13] meyakini bahwa ungkapan «وَیتْلُوُهُ شاهِد مِنْهُ» sesuai dan cocok diterapkan pada Imam Ali as [14]
Menunjukkan Otoritas dan Kekhalifahan Imam Ali as
Dari pandangan sebagian para peneliti, kata «یتلوه» dalam ayat ini berarti mengikuti, bukan membaca. Karena kata ganti dalam «یَتلوهُ» dan «مِنهُ» yang ada dalam ayat ini kembali pada «أفمَن». Kesimpulannya, maksud dari «مِنهُ» di sini adalah seorang saksi yang memiliki hubungan secara dzati dan maknawi dengan Nabi saw dan merupakan jiwanya. [15] Begitu juga dengan mengisyaratkan pada suatu hal bahwa kata kerja (fi'il) mudhari (یتلوه) menunjukkan pada arti kesinambungan, dimana kesimpulan yang diyakini adalah keikutsertaan seorang saksi kepada Rasulullah saw dalam segala hal dan dalam segala waktu yang mana penjelasan ciri-ciri tersebut hanya akan dapat dibuktikan dengan posisi otoritas wilayah dan kekhalifahan seorang washi Nabi saw dan contohnya juga dalam banyak riwayat dan ayat-ayat seperti ayat Mubahalah dimana disitu sudah ditentukan bahwa yang dimaksud adalah Imam Ali as. [16]
Mengapa Mengisyaratkan pada Taurat
Di antara kitab-kitab samawi yang ada sebelumnya, ayat syahid hanya mengisyaratkan nama satu kitab yaitu Taurat; para mufasir meyakini bahwa alasan permasalahan ini berkaitan dengan penyebaran yang lebih banyak tentang pemikiran-pemikiran Yahudi dalam konteks Nuzulul Quran, sedangkan Kristen tidak disebutkan karena faktanya orang-orang Kristen saat itu tinggal di daerah yang lebih terpencil seperti Syamat dan Yaman. [17] Alasan lainnya adalah bahwa dalam Taurat deskripsi Nabi saw disebutkan secara lebih komprehensif. [18]
Catatan Kaki
- ↑ Allamah Hilli, Nahj al-Haq, hlm.195.
- ↑ Allamah Thabathabai, al-Mizan, jld.10, hlm.183.
- ↑ Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld.5, hlm.226; Makarim Shirazi, Tafsir Nemuneh, jld.9, hlm.51-52.
- ↑ Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld.5, hlm.226; Makarim Shirazi, Tafsir Nemuneh, jld.9, hlm.53-54.
- ↑ Allamah Thabathabai, al-Mizan, jld.10, hlm.183.
- ↑ Untuk percontohan lihat: Kuliani, al-Kafi, jld.1, hlm.190; Ibnu Hayyun Magribi, Da'aim al-Islam, jld.1, hlm.19.
- ↑ Huwaizi, Nur al-Tsaqalain, jld.2, hlm.344-346; Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld.5, hlm.226-227; Suyuthi, al-Dur al-Mantsur, jld.3, hlm.324.
- ↑ Hilali, Kitab Sulaim bin Qais al-Hilali, jld.2, hlm.903; Ibnu 'Uqdah Kufi, Fadhail Amirul Mukminin as, hlm.193.
- ↑ Haskani, Syawahid al-Tanzil, jld.1, hlm.359-370.
- ↑ Haskani, Syawahid al-Tanzil, jld.1, hlm.366.
- ↑ Haskani, Syawahid al-Tanzil, jld.1, hlm.365.
- ↑ Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld.5, hlm.226-227.
- ↑ Allamah Thabathabai, al-Mizan, jld.10, hlm.194-196.
- ↑ Allamah Thabathabai, al-Mizan, jld.10, hlm.183.
- ↑ Manshuri dan Shadiqi, Wujuhe Mukhtalif Adabi dar Ibarat Aghazine Ayat 17 Sure Hud wa Baztabe an dar Tafsir Ibarate Syahidun Minhu, hlm.119.
- ↑ Manshuri dan Shadiqi, Wujuhe Mukhtalif Adabi dar Ibarat Aghazine Ayat 17 Sure Hud wa Baztabe an dar Tafsir Ibarate Syahidun Minhu, hlm.119.
- ↑ Makarim Shirazi, Tafsir Nemuneh, jld.9, hlm.56.
- ↑ Makarim Shirazi, Tafsir Nemuneh, jld.9, hlm.56.
Daftar Pustaka
- Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf. Nahj al-Haq. Qom, Muassasah Dar al-Hijrah. 1407 H.
- Haskani, Ubaidullah bin Abdullah. Syawahid al-Tanzil li Qawaid al-Tafdhil. Teheran, Yayasan percetakan dan penerbitan wezaratae Irsyad. 1411 H.
- Hilali, Sulaim bin Qais. Kitab Sulaim bin Qais al-Hilali. Qom, al-Hadi. 1405 H.
- Huwaizi, Abdul Ali bin Jum'ah. Tafsir Nur al-Tsaqalain. Qom, Yayasan Ismailiyan. 1415 H.
- Ibnu Hayyun Magribi, Nu'man bin Muhammad. Da'aim al-Islam wa Dzikru al-Halal wa al-Haram wa al-Qadhaya wa al-Ahkam. Muassasah Ahlulbait as. Cet. Kedua. 1385 H.
- Ibnu 'Uqdah Kufi, Ahmad bin Muhammad. Fadhail Amirul Mukminin as. Qom, Dalile Ma. 1424 H.
- Kuliani, Muhammad Ya'qub. Al-Kafi. Teheran, Dar al-Kutub al-Islamiyah. 1407 H.
- Makarim Syirazi, Nashir. Tafsir Nemuneh. Teheran, Dar al-Kutub al-Islamiyah. 1371 HS.
- Manshuri, Sayid Muhammad dan Zahra, Shadiqi. [Wujuhe Mukhtalif Adabi dar Ibarat Aghazine Ayat 17 Sure Hud wa Baztabe an dar Tafsir Ibarate Syahidun Minhu https://tqh.alzahra.ac.ir/article_1870_d24f5b517d10107648b7b6c03cb7a76d.pdf]. Majalah Tahqiqat Ulume Quran wa Hadis. No: 26. 1394 HS.
- Suyuthi, Abdurrahman bin Abi Bakr. Al-Dur al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma'tsur. Qom, Perpustakaan Ayatullah Mar’asyi Najafi. 1404 H.
- Thabathabai, Muhammad Husein. Al-Mizan fi Tafsir al-Quran. Beirut, Muassasah al-A'lami li al-Mathbu’at. 1390 H.
- Thabrisi, Fadhl bin Hasan. Majma' al-Bayan. Teheran, Nashir Khosro. 1372 HS.