Kenabian

Prioritas: aa, Kualitas: b
Dari wikishia

Kenabian (bahasa Arab: النبوة) berarti membawa pesan wahyu dari Allah swt untuk membimbing umat manusia. Untuk memenuhi tujuan penciptaan dan pencapaian manusia pada kesempurnaan yang di kehendaki, pengutusan para nabi adalah hal yang darurat dan diperlukan. Ciri-ciri paling penting para nabi adalah berikut: penerimaan wahyu, keajaiban (mukjizat) dan keterjagaan dari dosa (ismah).

Ajaran kenabian termasuk dari prinsip-prinsip agama, yang mana percaya kepadanya adalah suatu keharusan dan syarat menjadi seorang Muslim. Ajaran ini dalam Islam berarti meyakini kenabian Nabi Muhammad saw dan para nabi yang disebutkan dalam Al-Qur'an atau hadis. Kenabian dimulai dari Nabi Adam as dan sesuai dengan ayat eksplisit dari Al-Qur'an, berakhir dengan kenabian Muhammad saw. Syiah dan Sunni dalam hal ini satu sama lain sependapat.

Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis, Syiah percaya bahwa setelah kenabian berakhir, Allah akan menempatkan Para Imam untuk menjaga, melestarikan dan menjelaskan agama.

Pengertian Konsep

Secara Leksikal

Kata nubuwah berasal dari akar nabaa (نبأ) atau Nabau (نبؤ). Bentuk kata ini dalam bahasa Arab digunakan dalam beberapa arti diantaranya adalah: Pemberi berita, [1] tempat yang tinggi, [2] keluar dari tempat, [3] jalan yang jelas, [4] dan suara yang tersembunyi. [5]

Risalah adalah kata dasar(masdar) [6] dari akar "Ro' (Sin) Lam" yang bermaknakan pesan, buku, kenabian, misi dan rasul [7] dan kata jamaknya adalah Rasail [8] dan risalat. [9]

Rasul juga adalah masdar dari bentuk kata rasala yang asalnya berarti berdiri dengan damai dan dalam istilah agama memiliki arti pembawa pesan dan utusan untuk penyampaian hukum-hukum dan ketentuan [10] dan hal-hal yang telah diwahyukan kepadanya. [11]

Secara Idiomatik

Ulama Islam dari setiap sekte dan keyakinan, telah menyebutkan tentang definisi dari kenabian. Sebagian telah menjelaskan kenabian dengan dekoratif dan fitur-fiturnya dan sebagian lainnya juga mencoba untuk memberikan definisi yang akurat dan komprehensif. Fitur umum yang serupa dalam semua definisi ini, ada beberapa poin:

  • Seorang Nabi tentunya dari jenis manusia; [12]
  • Tujuan dakwanya, memberi petunjuk kepada seluruh manusia; [13]
  • Isi dan kandungan dakwah, pengetahuan-pengetahuan tentang Tuhan dan pengetahuan-pengetahuan yang memiliki efek dari aspek teori dan praktek terhadap kehidupan masyarakat dan menyampaikan mereka pada kebahagiaan dunia dan akhirat; [14]
  • Sumber beritanya, Tuhan; [15]
  • Penerimaan wahyu tanpa perantara manusia lain; [16]
  • Nabi menyampaikan pesan Tuhan kepada Masyarakat; [17]
  • Dengan demikian, dapat diyakini bahwa Nabi adalah seorang manusia yang dibangkitkan dengan tujuan untuk memberi petunjuk kepada seluruh manusia dan menyampaikan kepada masyarakat pengetahuan-pengetahuan yang ia terima langsung dari Tuhannya tanpa mediasi manusia lainnya. [18]

Pentingnya Pengutusan Para Nabi

Masalah kebutuhan manusia kepada agama dan perlunya para Nabi pada pembahasan-pembahasan penting tentang teologis dan para teolog dan filsuf senantiasa membahasnya. Permasalahan ini sejak dahulu telah menjadi perdebatan para ulama. Diantara kelompok-kelompok yang ada, hanya kelompok para pengikut Hindu yang bernama Brahma yang menganggap bahwa pengutusan para Nabi dan penurunan syariat-syariat langit adalah hal yang sia-sia dan sebagian para cendekiawan menerimanya dengan baik dan menyatakan pengutusan itu adalah sebuah hikmah, juga membahas tentang penting dan tidak pentingnya hal tersebut bagi Tuhan. Pada abab-abad terakhir juga beberapa filosuf Barat terobsesi dengan membaca agama-agama memperkenalkan bahwa keberadaan agama-agama dan para nabi Ilahi bukan hanya tidak diperlukan, bahkan kontraproduktif dan menghambat pertumbuhan dan kebebasan manusia serta opium negara. [19] Berbagai argumen tentang keharusan pengiriman para Nabi telah disampaikan. Sebagian dari argumen-argumen ini, memiliki aspek ekstra-religius dan sebagiannya lagi hanya berdasarkan pondasi-pondasi dan isu-isu agama.

Pendekatan Ekstra-Religius

Berdasarkan pembahasan teori ilmu-ilmu Humaniora, sebuah kelaziman bagi Allah untuk mengirim para nabi supaya membimbing umat manusia ke jalan hidayah. Pembuktian tentang kebutuhan ini dapat dibuktikan dengan beberapa pendahuluan:

  1. Allah adalah Pencipta manusia dan dari penciptaan ini ada satu tujuan yang dicari. Tujuan itu untuk mencapai kesempurnaan manusia;
  2. Manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak dan kebijaksanaan dan berdasarkan dengan kaidah lutf (karunia dan anugrah) maka sudah merupakan hal yang diperlukan bahwa Allah harus meletakkan suatu usaha bagi manusia untuk mengenalkan dan memilah jalan kehidupan yang benar dan sampai pada kesempurnaan.
  3. Ilmu pengetahuan dan akal saja tidak cukup untuk mengidentifikasi semua aspek material dan kehidupan spiritual.
  4. Wajib bagi Allah untuk mengambil rute lain selain rasa dan akal, guna menunjukkan jalan kepada manusia.
  5. Tidak semua manusia dapat berkomunikasi dengan dunia gaib melalui wahyu, oleh karena itu, Allah perlu memilih seseorang yang dipersiapkan untuk hubungan ini dan melalui mereka Ia menjelaskan tujuan dan arah kehidupan yang benar bagi manusia. [20]

Pendekatan Inter-Religius

Dalam teks-teks agama, hikmah pengutusan para nabi adalah sebagai berikut:

  • Menghidupkan urusan-urusan fitrah dan mengatasi ketidakjelasan-ketidakjelasan akal; [21]
  • Menyempurnakan hujjah terhadap hamba-hamba Allah dan menutup jalan untuk beralasan; [22] [23]
  • Menyampaikan syariat dan menjelaskan hukum-hukum Ilahi kepada masyarakat; [24]
  • Mengajar dan mendidik masyarakat; [25]
  • Menegakkan keadilan dan kesamarataan dan mencegah kelaliman dan kezaliman para hamba dengan sesama lainnya; [26]
  • Kebebasan para hamba dari penghambaan kepada penguasa dan kelaliman serta penguasaan hamba-hamba yang lain. [27] [28]

Dugaan Brahma: Akal cukup

Sebagian kelompok seperti Brahma dan Deisme mengklaim bahwa manusia untuk mengetahui jalan kehidupannya yang benar tidak memerlukan kepada para nabi. [29] Argumentasi yang terpenting kelompok ini adalah bahwa pesan para nabi ini sesuai dengan akal atau bertentangan dengan akal, dan jika sesuai dengan akal karena kita sudah mempunyai akal maka kita tidak lagi memerlukan seorang Nabi dan apa yang dia pesankan dan jika bertentangan maka akal akan melarang untuk menerimanya. [30] Padahal orang-orang yang meyakini agama langit percaya bahwa akal dan pengalaman manusia tidak memiliki kemampuan untuk mengenal seluruh dimensi alam dan metode-metode kehidupan baik yang materi ataupun rohani. [31] Dan dalam kasus di mana akal memiliki kemampuan untuk mengidentifikasinya (seperti tidak baiknya mencuri), pengenalan Tuhan dan keyakinan dalam kebangkitan juga menjamin pelaksanaannya. [32]

Tujuan-tujuan dan keutamaan-keutamaan Pengutusan Para Nabi

Pengiriman para nabi adalah untuk memenuhi tujuan penciptaan manusia, dengan demikian tujuan utama pengiriman nabi tujuan penciptaan manusia. [perlu rujukan] di samping tujuan utama ini, terdapat tujuan sekunder dan menengah. Al-Qur'an al-Karim untuk membuktikan pengutusan para nabi dan kenabian mereka menjelaskan beberapa alasan, diantaranya adalah sebagai berikut:

Imam Ali as mengatakan: Allah swt mengutus para nabi supaya para hamba Allah mempelajari apa yang tidak diketahui mereka tentang tauhid dan sifat2 Tuhan dan mengimani tentang ketuhanan dan keesaan Allah setelah sebelumnya menyangkal hal tersebut. [33]

  • Pengajaran dan pendidikan [catatan 2]
  • Mendirikan keadilan dan kesamarataan [catatan 3]
  • Emansipasi manusia dari penyembahan nafsu dan belenggu-belenggu kebudayaan yang salah. Pembebasan manusia dari belenggu Iblis dan sensualitas dan bergerak menuju kesempurnaan dan spiritualitas, perlu pengenalan jalan kebenaran dan kebatilan. Para nabi inilah yang dengan mendapatkan dan menerima wahyu, mengetahui segala pengetahuan yang dibutuhkan manusia untuk kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat. [catatan 4]
  • Kabar gembira dan peringatan. Pemberian kabar gembira kepada orang-orang yang melakukan kebaikan dan memberikan peringatan kepada mereka dari melakukan perbuatan-perbuatan maksiat dan yang tidak terpuji. [catatan 5]
  • Pemberitaan ultimatum. Jika mereka bukan para Nabi, mungkin sebagian mengklaim jika para Nabi Ilahi datang, kami akan menyambut mereka dengan tangan terbuka dan kami memperlakukan mereka dengan baik. [catatan 6]
  • Pengadilan dan penilaian dalam menyelesaikan perselisihan. [catatan 7]
  • Menyeru pada hayat dan kehidupan sempurna yang nyata. [catatan 8]

Keistimewaan-keistimewaan Para Nabi

Akidah Syiah
‌Ma'rifatullah
TauhidTauhid DzatiTauhid SifatTauhid Af'alTauhid Ibadah
FurukTawasulSyafa'atTabarruk
Keadilan Ilahi
Kebaikan dan keburukanBada'Amrun bainal Amrain
Kenabian
KeterjagaanPenutup KenabianNabi Muhammad SawIlmu GaibMukjizatTiada penyimpangan Alquran
Imamah
Keyakinan-keyakinanKemestian Pelantikan ImamIsmah Para ImamWilayah TakwiniIlmu Gaib Para ImamKegaiban Imam Zaman asGhaibah SughraGhaibah KubraPenantian Imam MahdiKemunculan Imam Mahdi asRaj'ah
Para Imam
  1. Imam Ali
  2. Imam Hasan
  3. Imam Husain
  4. Imam Sajjad
  5. Imam Baqir
  6. Imam al-Shadiq
  7. Imam al-Kazhim
  8. Imam al-Ridha
  9. Imam al-Jawad
  10. Imam al-Hadi
  11. Imam al-Askari
  12. Imam al-Mahdi
Ma'ad
Alam BarzahMa'ad JasmaniKebangkitanShirathTathayur al-KutubMizanAkhirat
Permasalahan Terkemuka
AhlulbaitEmpat Belas Manusia SuciTaqiyyahMarja' Taklid

Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an, Nabi-nabi Allah yang bertugas untuk memberi petunjuk dan memimpin manusia memiliki fitur dan karakteristik yang istimewa. Beberapa fitur tersebut antara lain:

Memiliki hubungan dengan alam ghaib dan menerima wahyu

Salah satu dari fitur-fitur utama dan mendasar para nabi, kemampuan mereka dalam berkomunikasi dengan dunia gaib dan menerima pesan-pesan Allah melalui wahyu. Wahyu dalam pandangan agama adalah ajaran-ajaran khusus dan pengetahuan pasti yang diberikan Allah kepada beberapa orang pilihan-Nya. [34]

Kemukjizatan

Mukjizat, pekerjaan yang cukup mengejutkan dimana para Nabi Allah melakukan hal-hal yang keluar dari kebiasaan dan bertentangan dengan aturan-aturan alam untuk membuktikan klaimannya sebagai Nabi, pekerjaan atau hal-hal yang orang biasa tidak mampu melakukannya. [35]

Ismah

Kelaziman mengikuti

Salah satu dari fitur-fitur utama para Nabi adalah ucapan dan perilaku tanpa ada kesalahan yang disebut dengan kemaksuman. [36] Dengan adanya fitur semacam ini yang berasal dari anugrah dan karunia Allah kepada hamba-hamba-Nya, para pengikut Nabi mendapat ketenangan bahwa kata-kata Nabi dan perbuatan-perbuatannya adalah sesuatu yang dikehendaki Allah dan karena itulah ia harus diikuti dan patuhi. [37]

Para Nabi

Dalam sebagian besar riwayat diyakini bahwa jumlah bilangan para nabi adalah 124 ribu orang yang mana 313 orang darinya adalah Rasul,[catatan 9] dalam sebagian hadis jumlah bilangan para nabi sampai 8000 orang. [38] Allamah Majlisi memberikan kemungkinan bahwa jumlah 8000 itu hanya untuk para nabi yang agung dan besar. [39] Yang pertama adalah Nabi Adam as bersama istrinya Hawa diciptakan di dalam surga dan dikarena memakan buah terlarang maka mereka dikeluarkan dari surga. Nabi yang terakhir juga adalah Nabi Muhammad yang dilahirkan di Mekah pada tahun 570 H/1175. Lima orang dari para nabi adalah Nabi Ulul Azmi dan mereka membawa agama dan hukum-hukum baru dan kebanyakan dari mereka mendakwahkan agama dan aturan ini. [40] kedudukkan dan derajat setiap para nabi memiliki perbedaan. [41] Di dalam Al-Qur'an hanya ada 26 nama dari para nabi yang disebut.

Para Nabi yang memiliki kitab

Sebagian dari para Nabi Allah memiliki kitab langit. Pesan Ilahi yang diterima melalui para nabi ini, ada di dalam sekumpulan kitab yang bernama kitab suci atau kitab langit. Kitab-kitab ini, adalah dasar para pengikut agama tersebut dan tolak ukurnya adalah amal dan keyakinan-keyakinan mereka. Kitab-kitab ini adalah sebagai berikut:

Perbedaaan Nabi dengan Rasul

Sebagian orang meyakini bahwa Rasul dan Nabi dari satu sisi memilki pemahaman yang sama yaitu Rasul adalah Nabi dan Nabi adalah Rasul, dari sisi bahwa mereka menerima dan mendapatkan pesan wahyu mereka adalah Nabi dan dari sisi bahwa mereka juga harus menyampaikannya kepada masyarakat maka mereka adalah rasul. [43] Namun dalam pandangan umum yang terkenal adalah bahwa antara Nabi dan Rasul dari sisi substansi adalah bersifat umum dan khusus mutlak, yaitu setiap Rasul adalah Nabi namun tidak semua Nabi itu Rasul. [44] Dalam hal ini ada juga tiga pendapat lain. [catatan 10]

Kenabian Perempuan

Nama-nama para Nabi yang dikutip Al-Qur'an semuanya dikhususkan untuk kaum lelaki dan tidak ada nama wanita yang disebutkan sebagai nabi.[45]Karena alasan ini, telah terjadi perdebatan di antara para mufasir tentang kenabian perempuan.[46]

Penentang Kenabian Perempuan

Baidhawi, mufassir abad kedelapan percaya bahwa kaum Muslimin sepakat secara Ijma' bahwa perempuan tidak bisa meraih kedudukan kenabian.[47] Beberapa ulama juga meyakini bahwa penentangan terhadap kenabian perempuan merupakan pendapat yang hampir disepakati oleh semua ulama.[48]

Allamah Thabathabai percaya bahwa kaum wanita tidak akan meraih kedudukan kenabian dan mereka tidak dapat menerima wahyu yang diturunkan kepada para Nabi. Tentu saja ada jenis wahyu lain yang tidak dikhusukan kepada para Nabi dan meliputi selain mereka. Oleh karena itu, wahyu yang diberikan kepada ibu Nabi Musa as[49] adalah seperti wahyu kepada lebah madu[50] dan tidak dapat membuktikan dan menetapkan kenabian.[51] Fakhrurrazi juga beragumentasi dengan ayat-ayat Al-Qur'an bahwa Allah tidak menjadikan seorang wanita pun sebagai rasul.[52]

Ayatullah Jawadi Amuli membagi kenabian menjadi dua bagian; kenabian inba'i (pemberi berita) dan kenabian tasyri'i (membawa syari'at). Dia meyakini bahwa kenabian Tasyri'i adalah risalah itu sendiri, dan karena hal ini merupakan pekerjaan oprasional, maka diserahkan kepada kaum lelaki. Adapun kenabian inba'i dimana seseorang melalui wahyu mengetahui apa yang terjadi di alam, maka ini tidak dikhususkan kepada kaum lelaki, dan kaum wanita juga bisa mencapai kedudukan ini.[53]

Salah satu dalil para penentang kenabian perempuan adalah kata rijal dalam ayat وَ ما أَرْسَلْنا مِنْ قَبْلِكَ إِلاَّ رِجالاً نُوحي‏ إِلَيْهِ [54], dimana kata tersebut bermakna laki-laki dan menunjukkan bahwa hanya kaum lelaki saja bisa sampai pada kedudukan ini.[55]

Pendukung Kenabian Perempuan

Qurtubi, mufasiir abad ketujuh percaya bahwa Sayidah Maryam sa telah mencapi kedudukan kenabian, sebab Allah melalui Malaikat menurunkan wahyu kepadanya sebagaimana Ia menurunkan wahyu kepada nabi-nabi yang lain.[56]

Ibnu Hajar Asqalani menukil dari Abu al-Hasan al-Asy'ari, teolog abad ketiga, dan Ibnu Hazm, ulama abad kelima, bahwa mereka meyakini kenabian para wanita.[57] Ibnu Hazm memperkenalkan Hawa, Sarah, Hajar Ibu Nabi Musa, Asiyah dan Maryam sebagai nabi.[58] Kelompok ini bersandar kepada beberapa dalil, [59] termasuk beberapa ayat-ayat Al-Qur'an.[60]

Akhir Kenabian

Khatamiyah atau penutup kenabian adalah sebuah pemahaman teolog dan dari ajaran-ajaran yang umum bagi seluruh kaum muslim dan dalam artian bahwa setelah Nabi Muhammad saw tidak akan ada lagi nabi dan agama. Permasalahan dan topik ini diambil dari kalam Ilahi yaitu Al-Qur'an al-Karim. Dalam ayat 40 surah Al-Ahzab Al-Qur'an al-Karim secara gamblang menggunakan ungkapan khatam al-Nabiyiin untuk Nabi Muhammad saw. [catatan 11] Meyakini khatamiyah, baik pada zaman nabi atau pada zaman dan priode-priode sesudahnya, di tengah-tengah kalangan muslim merupakan perkara yang sudah jelas dan sangat diterima. [61] Ajaran ini senantiasa termasuk dari hal-hal yang sangat urgen bagi agama Islam, dengan artian bahwa siapa saja yang menerima kenabian Nabi Muhammad saw, maka ia juga harus menerima bahwa Nabi adalah sebagai nabi penutup. [62]

Imamah

Para pengikut Syiah, berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an dan riwayat yang tidak sedikit seperti hadis tsaqalain meyakini bahwa setelah berakhirnya kenabian, Allah swt menjaga agama terakhir ini dengan melalui perantara para imam sebagai penjaga dan penjelas agama. [catatan 12] Dan pada masa yang cocok dan sesuai, imam terakhir yang hidup dan menjalani kehidupannya secara tidak diketahui mendapatkan misi supaya dengan penguasaan Islam di seluruh penjuru dunia, menunjukkan manusia dan menyampaikan mereka ke jalan hidayah yang lurus dan sempurna. [catatan 13]

Catatan Kaki

  1. Ibnu Manzhur, jld.1, hlm.162.
  2. Turaihi, jld.1, hlm.405.
  3. Fayyumi, jld.2, hlm.591.
  4. Khalil bin Ahmad, jld.8, hlm.382.
  5. Jauhari, jld.1, hlm.74.
  6. Ibnu Manzhur, jld.11, hlm.283.
  7. Dehkhoda, jld.7, hlm. 10584.
  8. Khalil bin Ahmad, jld.7, hlm.341.
  9. Khatami, jld.1, hlm.121.
  10. Jurjani, al-Ta'rifāt, hlm.49.
  11. Jam'i az Newisandeghan, hlm.159.
  12. Surah Ibrahim, ayat 11.
  13. Bahrani, Qawāid al-Marām fi ilmi al-Kalām, hlm.122.
  14. Surah al-Baqarah, ayat 129.
  15. Fadhil Miqdad, al-Nafi' Yaum al-Hasyr, hlm.34.
  16. Hilli, Manāhij al-Yakin fi Ushuliddin, hlm.403.
  17. Hilli, al-Bab al-Hadi Asyar, 34.
  18. Shadiqi, hlm.184.
  19. Rabbani Ghulpaighani, hlm.19 dan 20.
  20. Misbah yazdi, Amozesy Aqāid, hlm.177-178; Misbah yazdi, Rāh wa Rāhnema Shenāsi, hlm.16.
  21. Ibnu Arabi, jld.2, hlm.448.
  22. Mudarisi, hlm.257.
  23. Thabathabai, al-Mizān fi Tafsir al-Qurān, jld.2, hlm.141.
  24. Sabzawari, Muhammad bin Habib, hlm.558.
  25. Surah Jumah, ayat 2.
  26. Thabathabai, al-Mizān fi Tafsir al-Qurān, jld.3, hlm.199.
  27. Kulaini, jld.8, hlm.386.
  28. Thabathabai, al-Mizān fi Tafsir al-Qurān, jld.12, hlm.243.
  29. Fakhru Razi, Mafatih al-Ghaib, jld.19, hlm.157.
  30. Hilli, Kasf al-Murad fi Syarhi Tajrid al-I'tiqad, hlm.345.
  31. Peterson dan yang lainnya, hlm.48.
  32. Syarif Murtadha, al-Dzakhirah fi Ilm al-Kalām, hlm.324; Hilli, al-Alfain, hlm.345.
  33. Nahjul Balaghah, khutbah 143.
  34. Thabathabai, Wahyu yo Syu'ure Marmuz, hlm.104.
  35. Mufid, al-Nukat al-I'tiqadiah, hlm.35.
  36. Syarif Murtadha, Rasail al-Syarif al-Murtadha, hlm.326; Hilli, al-Bab al-Hadi Asyar, hlm.9.
  37. Surah al-Nisa, ayat 59; Thabathabai, al-Mizan fi Tafsir Al-Qur'an, jld.4, hlm.388 dan 389.
  38. Bihar al-Anwar, jld.11, hlm.31 hadis 22.
  39. Bihar al-Anwar, jld.11, hlm.31 hadis 22.
  40. Sabzawari, Syarh, hlm.558. al-Asma al-Husna, hlm.552-553.
  41. Surah al-Baqarah, ayat 253 تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنا بَعْضَهُمْ عَلى‏ بَعْضٍ مِنْهُمْ مَنْ كَلَّمَ اللَّهُ وَ رَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجاتٍ
  42. Lihat: Kulaini, jld.1, hlm.240.
  43. Mawardi, hlm.51.
  44. Musthafawi, jld.3, hlm.51.
  45. Gharawi Naini, Nubuwat Zanan dar Quran Karim, hlm. 30
  46. Gharawi Naini, Nubuwat Zanan dar Quran Karim, hlm. 30
  47. Dinukil dari Syakuri, Nubuwat Zanan dar Qurane Majid, hlm. 48
  48. Al-Syekh, Nubuwat Zanan dar Quran wa 'Ahdain, hlm.183
  49. Sebagai contoh surah Al-Qashash: 7
  50. Q.S. An-Nahl: 68
  51. Thabathabai, al-Mizan, jld. 14, hlm. 149-150
  52. Fakhrurrazi, Mafatih al-Ghaib, jld. 18, hlm. 521
  53. Jawadi Amuli, Zan dar Ayne-e Jalal wa Jamal, hlm. 167
  54. Q.S. An-Nahl: 43; Yusuf: 1-9; Al-Anbiya: 1-7
  55. Baidhawi, Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta'wil, jld. 3, hlm. 227
  56. Qurtubi, al-Jami' li Ahkam al-Quran, jld. 4, hlm. 83
  57. Ibnu Hajar Asqalani, Fathu al-Bari, jld. 6, hlm.471
  58. Ibnu Hajar Asqalani, Fathu al-Bari, jld. 6, hlm.471
  59. Syakuri, Nubuwat dar Qurane Majid, hlm. 47
  60. sebagai contoh surah Ali Imran: 33
  61. Amadi, hlm.116.
  62. Baghdadi, Kitab Ushuluddin, hlm.162; juga lihat: Fadhil Miqdad, 1412, hlm, 84; Alisi, 22, hlm.34

Catatan-catatan

  1. وَ لَقَدْ بَعَثْنا في‏ كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَ اجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ Dan sesungguhnya Kami telah mengutus seorang rasul pada tiap-tiap umat( untuk menyerukan):" Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu"(QS.al-Nahl, 36)
  2. هُوَ الَّذي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِنْهُمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ آياتِهِ وَ يُزَكِّيهِمْ وَ يُعَلِّمُهُمُ الْكِتابَ وَ الْحِكْمَةَ وَ إِنْ كانُوا مِنْ قَبْلُ لَفي‏ ضَلالٍ مُبينٍ Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. QS.al-Jumah, 2)
  3. لَقَدْ أَرْسَلْنا رُسُلَنا بِالْبَيِّناتِ وَ أَنْزَلْنا مَعَهُمُ الْكِتابَ وَ الْميزانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.(QS.al-Hadid, 25)
  4. الَّذينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذي يَجِدُونَهُ مَكْتُوباً عِنْدَهُمْ فِي التَّوْراةِ وَ الْإِنْجيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَ يَنْهاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَ يُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّباتِ وَ يُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبائِثَ وَ يَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَ الْأَغْلالَ الَّتي‏ كانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذينَ آمَنُوا بِهِ وَ عَزَّرُوهُ وَ نَصَرُوهُ وَ اتَّبَعُوا النُّورَ الَّذي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ Orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS.al-A'raf, 157)
  5. وَ ما نُرْسِلُ الْمُرْسَلينَ إِلاَّ مُبَشِّرينَ وَ مُنْذِرينَ Dan tidaklah Kami mengutus para Rasul itu melainkan untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. (QS.al-An'am, 48)
  6. رُسُلاً مُبَشِّرينَ وَ مُنْذِرينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ ) Mereka kami utus (selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. (QS. Al-Nisa, 165)
  7. كانَ النَّاسُ أُمَّةً واحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرينَ وَ مُنْذِرينَ وَ أَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فيمَا اخْتَلَفُوا فيهِ وَ مَا اخْتَلَفَ فيهِ إِلاَّ الَّذينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ ما جاءَتْهُمُ الْبَيِّناتُ بَغْياً بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللَّهُ الَّذينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَ اللَّهُ يَهْدي مَنْ يَشاءُ إِلى‏ صِراطٍ مُسْتَقيمٍ Manusia itu adalah umat yang satu.) Setelah timbul perselisihan (, maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keteranga yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (QS.al-Baqarah, 213)
  8. يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا اسْتَجيبُوا لِلَّهِ وَ لِلرَّسُولِ إِذا دَعاكُمْ لِما يُحْييكُمْ وَ اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَ قَلْبِهِ وَ أَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya lah kamu akan dikumpulkan.(QS.al-Anfal, 24)
  9. عَنْ أَبِی ذَرٍّ رَحِمَهُ اللَّهُ قَالَ: قُلْتُ یا رَسُولَ اللَّهِ كَمِ النَّبِیونَ قَالَ مِائَةُ أَلْفٍ وَ أَرْبَعَةٌ وَ عِشْرُونَ أَلْفَ نَبِی قُلْتُ كَمِ الْمُرْسَلُونَ مِنْهُمْ قَالَ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَ ثَلَاثَةَ عَشَرَ Dari Abu Dzar Ra dia berkata: Aku berkata: Ya Rasulallah, berapa jumlah para nabi? Nabi berkata: 124.000 (Seratus dua puluh empat ribu) nabi, aku berkata: Berapa dari mereka yang diutus? Nabi menjawab: 313 (Tiga ratus tiga belas). ( Bihar al-Anwar, jld.11, hlm.32.)
  10. *Rasul adalah seorang nabi yang memiliki syariat yang diutus untuk menasakh sebagian dari hukum-hukum syariat yang telah lewat. (Baghdadi, Ushuluddin, hlm.154) dan Nabi adalah seorang nabi yang diutus untuk mendakwahkan dan menjelaskan hukum-hukum dan pengetahuan-pengetahuan tentang syariat yang ada. (Askari, Mu'jam al-Furuq wa al-Lughawiyah, hlm.531.)
    • Rasul adalah seorang yang diberi wahyu dalam tidur dan terjaganya dan melihat malaikat pembawa wahyu dalam dua keadaan tersebut, berbeda dengan nabi yang hanya mendapatkan wahyu ketika tidur dan hanya melihat malaikat pembawa wahyu dalam keadaan tidur. (Askari, Mu'jam al-Furuq wa al-Lughawiyah, hlm.531; Kulaini, jld.1, hlm.176.)
    • Wahyu yang disampaikan kepada seorang rasul lebih tinggi derajatnya dibandingkan wahyu yang disampaikan kepada seorang Nabi, wahyu yang disampaikan kepada seorang rasul melalui malaikat Jibril, berbeda dengan seorang nabi yang mendapatkan wahyu dari malaikat lain atau melalui ilham yang diletakkan ke dalam hatinya atau dengan melalui mimpi yang benar. (Jurjani, al-Ta'rifat, hlm.105)
  11. ما كانَ مُحَمَّدٌ أَبا أَحَدٍ مِنْ رِجالِكُمْ وَ لكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَ خاتَمَ النَّبِيِّينَ Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS.al-Ahzab, 40)
  12. الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دينَكُمْ وَ أَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتي‏ وَ رَضيتُ لَكُمُ الْإِسْلامَ ديناً Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu. (QS. Al-Maidah, 3)
  13. وَ نُريدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الْأَرْضِ وَ نَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَ نَجْعَلَهُمُ الْوارِثينَ Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi) (QS. Al-Qashash, 5)

Daftar Pustaka

  • Alusi, Mahmud bin Abdullah, Ruh al-Ma'ani, Dar Ihya al-Turats al-Arabi, Beirut, tanpa tanggal.
  • Amadi, Ali bin Muhammad, Ghayat al-Maram fi Ilm al-Kalam, Cetakan Hasan Mahmud Abdul Latif, Kairo, 1391/1971 H.
  • Baghdadi, Abdul Qahir, Ushuluddin, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, 1401 H.
  • Bahrani, Ibnu Maitsam, Qawaid al-Maram fi Ilm al-Kalam, Maktabah Ayatullah Mar'asyi Najafi, Qum, cetakan kedua, 1406 H.
  • Dehkhoda, Ali Akbar, Lughat Name, Muassasah Lughat Name Dehkhoda, Tehran, 1955.
  • Hilli, Hasan bin Yusuf, al-Alfain, Muassasah al-Islamiyah, Qum, 1423 H.
  • Hilli, Hasan bin Yusuf, al-Bab al-Hadi Asyar, Muassasah Muthala'at Islami, Tehran, 1986.
  • Hilli, Hasan bin Yusuf, Kasyf al-Murad fi Syarh Tajrid al-I'tiqad (ma'a ta'liq), Muassasah Nasyr Islami, Qom, 1413 H.
  • Hilli, Hasan bin Yusuf, Manahij al-Yaqin fi Ushuliddin, Nasyr Dar al-Uswah, Tehran, 1415 H.
  • Ibnu Arabi, Muhyiddin Muhammad, Tafsir Ibn Arabi, Dar Ihya al-Turats al-Arabi, Beirut, 1422 H.
  • Ibnu Manzhur, Muhammad bin Mukrim, Lisan al-Arab, Dar Shadir, Beirut, 2000.
  • Jauhari, Shahah al-Lughah, al-Shahah al-Lughah, shofware perpustakaan Kalam Nur, tanpa tanggal.
  • Jawadi Amuli, Welayate Faqih Welayate Faqahat wa Edalat, Nasyre Isra, Qom, cetakan keenam, 2006.
  • Jurjani, Sayid Syarif, al-Ta'rifat, Nashir Khosro, Tehran, Cetakan keempat, 1412 H.
  • Jurjani, Syarh al-Mawaqif, al-Syarif al-Radhi, Qom, 1325 H.
  • Khatami, Farhang Ilm Kalam, Nasyre Shaba, Tehran, 1991
  • Peterson Michel, dan yang lain, Aql wa I'tiqade Dini, terjemah Ahmad Naraqi dan Ibrahim Sulthani, Tarhe Nu, Tehran, cetakan ketujuh, 2010.
  • Rabbani Ghulpaigani, Ali, Kalam Tathbiqi, Markaz Jahani Ulume Islami, 2006.
  • Razi, Fakhruddin Muhammad, Mafatih al-Ghaib, Dar Ihya al-Turats al-Arabi, Beirut, cetakan ketiga, 1422 H.
  • Sabzawari, Muhammad bin Habibullah, Irsyad al-Adzhan fi Tafsir Al-Qur'an, Dar al-Ta'rifat lil-Mathbu'at, Beirut, 1419 H.
  • Sekelompok dari para penulis, Syarh al-Musthalahat al-Kalamiyah, Astane Quds Radhawi, Masyhad, 1415 H.
  • Taftazani, Sa'duddin, Syarh al-Aqaid al-Nasfiyah, Maktabah al-Kuliyat al-Azhariyah, Kairo, 1407 H.