Masjid

Prioritas: a, Kualitas: b
Dari wikishia

Masjid (bahasa Arab:المسجد) adalah tempat ibadah umat Muslim. Masjid bisa berupa gedung atau hanya sekedar tanah lapang. Masjid Quba adalah masjid pertama yang dibangun dalam Islam. Menurut hukum Islam, masjid memiliki aturan dan adab tersendiri. Biasanya masjid digunakan untuk aktifitas agama secara berjamaah. Ibadah terpenting yang dilakukan di masjid adalah salat berjamaah. Dulunya masjid juga digunakan sebagai tempat kegiatan sosial, politik, pendidikan, pengadilan umat Islam dan lain sebagainya. Sebagian kegiatan tersebut masih bisa terlihat hingga sekarang. Di Iran, masjid memiliki andil besar dalam kemenangan Revolusi Islam pada tahun 1979.

Arti Masjid secara Bahasa dan Istilah

Dalam bahasa Arab, akar kata "masjid" adalah "sa-ja-da" yang berarti meletakkan dahi di atas tanah sebagai lambang ketundukan (sujud). Kata "masjid" menunjukkan arti tempat, yaitu tempat untuk bersujud.[1] Sebagian meyakini bahwa kata masjid bukan berasal dari bahasa Arab, namun dari bahasa Aram: "m-s-g-d" yang berarti "tempat ibadah". Kata tersebut ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke-5 Sebelum Masehi. [2] Di masa sebelum Islam kata masjid ditujukan untuk semua tempat yang digunakan untuk beribadah kepada tuhan. [3] Sebagian meyakini kata "masjid" yang terdapat dalam Surah al-Hajj: 40 itu menunjukkan arti ini. [4]

Dehkhoda (Ahli bahasa asal Iran) menulis, kata bahasa Arab "masjid" itu berasal dari bahasa Aram: m-s-g-d. Kata ini kemudian diserap ke bahasa Arab dan Persia. [5] Menurutnya huruf yang tertera dalam kata m-s-g-d jika ditulis dengan bahasa Arab menjadi sa-ja-da. Masjid dalam bahasa Arab berarti tempat sujud. Dan m-s-g-d sendiri berarti tempat ibadah dan semisalnya. [6]

Menurut istilah kekinian, masjid adalah tempat salat dan ibadah umat Islam. Dikatakan, karena kaum muslimin ketika salat melakukan sujud maka tempat itu disebut "masjid", yaitu tempat sujud. Sebagaimana disebutkan, masjid memiliki hukum dan aturan fikih tertentu. Secara fisik masjid merupakan tempat yang dikelilingi dinding, namun terkadang hanya berupa area luas tanpa atap dan dinding.

"Masjid Jami" adalah masjid besar atau masjid kota yang biasa digunakan untuk Salat Jumat. [7]

Masjid dalam Al-Qur'an

Kata masjid, baik berbentuk tunggal maupun jamak, disebut sebanyak 28 kali dalam Al-Qur'an. Sebagian ayat yang menyebut kata masjid menjelaskan tentang pentingnya menjaga dan memakmurkan masjid, di antaranya:

"Yang berhak memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta mendirikan salat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk," [8]

Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an, masjid adalah milik Allah Swt. [9] Seseorang bertanya kepada Imam Ja'far Shadiq as tentang sebab dimuliakannya masjid, beliau menjawab, "Karena masjid adalah Rumah Allah di bumi." [10]

Menurut Al-Qur'an, Masjidil Haram adalah tempat ibadah dan berkumpul. [11] Itu adalah rumah pertama kali yang dibangun untuk ibadah manusia [12] [13]

Sejarah Masjid

Masjid Nabawi adalah sebuah masjid yang didirikan oleh Nabi Muhammad saw, terletak di kota Madinah di Arab Saudi, ini adalah salah satu situs tersuci yang kedua dalam Agama Islam setelah Masjidil Haram di Mekah.

Menurut ajaran Rasulullah saw ibadah dan salat tidak memerlukan tempat khusus. Seseorang dapat beribadah dan salat di mana saja. Nabi saw bersabda: جُعِلَت لِی كُلَّ أرضٍ طَیبَةٍ مَسجِداً وَ طَهوراً

"Seluruh bumi telah dijadikan untukku sebagai tempat bersujud dan alat suci." [14]

Karena itu, kaum muslimin sebelum melakukan hijrah tidak memiliki tempat khusus untuk salat. Mereka salat di mana saja yang memungkinkan untuk digunakan. Ketika itu Nabi saw bersama beberapa orang, termasuk Imam Ali as, menunaikan salat dengan cara sembunyi-sembunyi. [15] Menurut sejarah, setelah melakukan dakwah secara terang-terangan Nabi saw terkadang salat di samping Ka'bah.[16]

Masjid Quba adalah masjid pertama yang dibangun kaum muslimin. Ketika Nabi saw hijrah dari Mekah ke Madinah beliau singgah di Quba selama seminggu. Atas permintaan masyarakat, Nabi saw bersama kaum muslimin membangun masjid di sana. Sebagian menyebutkan, Masjid Quba dibangun atas saran Ammar Yasir. [17]

Masjid Quba terletak di pinggiran kota Madinah, diriwayatkan bahwa peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Nabi Muhammad saw

Setelah berhijrah ke Madinah, Nabi saw memilih sebuah tempat untuk salat dan berkumpul kaum muslimin. Lalu bersama para sahabatnya beliau membangun tempat sederhana yang kemudian dinamakan Masjid Nabawi. Dengan cepat Masjid Nabawi menjelma sebagai tempat terpenting bagi kaum muslimin. Masjid ini digunakan untuk keperluan pendidikan agama, aktifitas sosial, dan tempat pengambilan keputusan masalah-masalah penting. Memang sebelumnya, ketika di Mekah, Nabi saw sudah mendirikan salat jamaah bersama [Para Sahabat|para sahabatnya]], namun saat itu belum ada tempat khusus yang dijadikan sebagai masjid.

Setelah hijrahnya Nabi saw ke Madinah, masjid tidak hanya digunakan sebagai tempat ibadah namun juga pusat pemerintahan, pendidikan dan dakwah Islam. Begitu Darul Imarah dan madrasah-madrasah berdiri, masjid lebih banyak difungsikan sebagai tempat ibadah.[18]

Setelah kaum muslimin menaklukkan Irak dan Afrika Utara pada abad pertama hijriah, mereka meniru Rasulullah saw ketika di Madinah dengan mendirikan masjid di pusat pangkalan militer. Begitu pangkalan-pangkalan pasukan Islam berubah menjadi kota, sebagaimana Basrah, Kufah, Fustat, dan Kairouan, masjid yang dibangun di sana pun menjadi bangunan masjid permanen. Hal sama juga terjadi di Baghdad pada abad ke-2 H dan di Kairo pada abad ke-4 H. Begitu juga di Damaskus, Baitul Makdis, dan Madain. [19]

Setelah pembangunan Masjid Quba dan Masjid Nabawi, kaum muslimin banyak membangun masjid di wilayah-wilayah Islam lainnya, di antaranya, Masjid Kufah (17 H/638), Masjid Fustat (21 H/642), dan Masjid Jami Basrah (24 H). [20]

Menurut Ibnu Khaldun, ada dua macam masjid kota: 1- Masjid agung yang dikelola pemerintah dan digunakan untuk Salat Jumat dan perkumpulan kaum muslimin, 2- Masjid kecil yang dibangun dan dikelola warga. Di masa awal Islam biasanya para khalifah dan pejabatnya membangun kediaman mereka di dekat masjid jami, tujuannya adalah meneladani Rasulullah saw di Madinah dan memelihara tradisi lama. Sedangkan masyarakat umum membangun masjid di lingkungan masing-masing kabilah mereka. Dengan bertambahnya kekuasaan dan makin banyaknya harta pemerintah Islam, masjid-masjid juga makin banyak didirikan. Dengan ditunjang dana wakaf, biasanya masyarakat berperan serta dalam membangun dan mengelola masjid-masjid di lingkungan mereka. [21]

Saat ini masjid lebih banyak difungsikan sebagai tempat ibadah sehari-hari dan Salat Jumat. Dalam salat atau acara-acara yang diselenggarakan di masjid biasanya perempuan berada di belakang laki-laki bersekat kain atau di ruang terpisah. [22]

Masjid memiliki aturan khusus, karena itu biasanya tempat wudhu dipisah dari ruang aslinya.[23] Dalam sejarah Syiah, begitu juga Ahlussunnah, masjid memiliki nilai sangat penting bagi kaum muslimin. Di masanya, Dinasti Alu Buyah (abad ke-4 hingga ke-5 H) dan Dinasti Shafawi (abad ke-10 hingga ke-11 H) sangat mendukung dan menyokong keberadaan masjid dan makam kaum Syiah di Karbala dan Najaf. Di masa Kekhalifahan Fatimiah Ismailiyah (abad ke-4 hingga ke-6 H) banyak masjid dibangun di Afrika Utara hingga Mesir dan Hijaz. Begitu juga Dinasti Shafawi di Iran dan negera-negara sekitar Teluk Persia, mereka membangun banyak masjid sekaligus mengelolanya. Dengan berkembangnya Syiah yang begitu pesat bukan berarti pembangunan dan aktifitas masjid menjadi berkurang, malah bertambah banyak dan ramai, termasuk aktifitas Salat Jumat. [24]

Aturan dan Adab Masuk Masjid

Sejak pertama kali berdiri, masjid memiliki aturan dan adab yang harus dijaga oleh setiap orang yang memasukinya. Aturan dan adab tersebut banyak tertera dalam Al-Qur'an dan hadis. Hal utama menyangkut aturan di masjid adalah kesucian dan kebersihan. Masalah ini termasuk yang di wanti-wanti Nabi saw. Beliau banyak menerangkan tentang pahala yang besar bagi orang yang menyucikan masjid. [25] Di antara aturan di masjid adalah, disunnahkan mengenakan pakaian putih, makruh mengenakan pakaian hitam dan orang yang dalam keadaan junub diharamkan memasukinya bagi.[26]

Keutamaan Masjid

Dalam budaya Islam, tentunya berdasar Al-Qur'an dan riwayat para pembesar agama, masjid memiliki keutamaan, kehormatan dan nilai istimewa. Al-Qur'an menilai bahwa menjaga dan memakmurkan masjid adalah pekerjaan orang-orang yang beriman kepada Allah swt dan hari kiamat.[27] Salah satu sebab kenapa kaum muslimin selalu menjaga bangunan masjid adalah kesucian dan keutamaan yang dimiliki masjid. Dengan bekal agama mereka merasa bertanggung jawab dalam menjaga dan memakmurkannya.[28]

Masjid adalah basis kebudayaan Islam. Selama 14 abad kaum muslimin telah menyalurkan bakat ketrampilan mereka di bidang pembangunan dan pendirian masjid.[29]

Arsitektur

Masjid-masjid di seluruh penjuru dunia kurang lebih memiliki arsitektur yang mirip. Meski demikian, biasanya tiap masjid di masing-masing daerah memiliki seni dan ciri khas tersendiri. Dan Model masjid di setiap negara sedikit banyak dipengaruhi corak lokal. [30] Tiap masjid biasanya memiliki hal-hal berikut:

Mimbar

Mimbar Masjid Agung Isfahan

Sebelum datangnya Islam, di Hijaz tidak terdapat mimbar. Dulu para penceramah di sana biasa bertumpu pada tombak yang ditegakkan saat berceramah. Nabi saw sendiri pada mulanya hanya berdiri di bawah naungan pohon ketika berceramah, kemudian para sahabat membuatkannya mimbar yang memiliki beberapa anak tangga.

Pada sebagian riwayat, yang dimaksud dengan kata "mimbar" adalah ceramah Rasulullah saw. Berikut ini adalah riwayat yang dikutip Kulaini: "Suatu hari Rasulullah saw naik ke mimbar lalu menyampaikan hamdalah dan pujian pada Allah swt…".[31]

Terdapat perbedaan pendapat tentang siapa yang membuatkan mimbar untuk Rasulullah saw. Di antara orang-orang yang disebut dalam sejarah sebagai pembuat mimbar Nabi saw adalah: budak milik seorang wanita kalangan Anshar,[32]budak milik seorang wanita kalangan Muhajirin, [33]salah seorang sahabat Nabi saw, [34] atau orang dari Roma.[35]

Mulanya hanya Nabi saw yang menggunakan mimbar ketika menyampaikan ayat suci Al-Qur'an, ceramah dan nasihat kepada kaum mukminin. Namun kemudian para mubalig muslim juga melakukan hal sama di masjid-masjid jami di berbagai daerah. Sejak itu hingga sekarang, lama-lama hampir semua masjid di dunia menggunakan mimbar. Mimbar termasuk inventaris masjid yang paling sering digunakan. Karena, ketika para penceramah menyampaikan khutbahnya, baik tentang masalah-masalah sosial dan budaya, nasihat hingga politik, hampir selalu menggunakan mimbar. Tidak hanya para mubalig, para mufasir ketika menerangkan kajian tafsirnya, para fukaha ketika menjelaskan hukum-hukum fikih dan makrifat Islam, dan para muhaddis saat menyampaikan dan mengkaji hadis juga tidak jarang menggunakan mimbar. [36]

Mihrab

Mihrab Masjid di Cordoba Spanyol

Mihrab adalah bagian dari bangunan masjid. Biasanya dibangun menyerupai ruangan kecil berbentuk melengkung di bagian dinding searah dengan arah kiblat. Fungsi utamanya adalah petunjuk arah kiblat. Disebutkan, mihrab dengan bentuk seperti itu baru muncul pada akhir abad pertama hijriah. Sebelumnya arah kiblat di masjid-masjid ditandai dengan tongkat yang ditancapkan di lantai atau batu yang diletakkan, sebagaimana yang dilakukan di rumah Nabi saw di Madinah. [37]

Menara

Menara Masjid Agung Kairouan, Tunisia adalah menara tertua di dunia Islam yang didirikan pada abad ke-7 H

Menara adalah bangunan menjulang tinggi yang fungsi awalnya adalah tempat azan ketika masuk waktu salat lima waktu. Masjid-masjid di masa Nabi saw belum memiliki menara. Setelah kekuasaan Islam makin luas dan kota-kota makin besar, kaum muslimin merasa perlu adanya menara yang dibangun di samping masjid sebagai tempat azan. Tujuannya untuk memberitahu warga akan masuknya waktu salat. Fungsi lain menara adalah sebagai penghias bangunan masjid dan pembeda dengan bangunan lainnya.[38]

Jumlah menara masjid di masing-masing daerah tidak pasti sama. Misalnya, masjid-masjid di Iran biasanya memiliki dua menara. Sedangkankan Masjid Jami Damaskus dulunya memiliki empat manara yang masing-masing berdiri di sudut bangunan masjid, namun saat ini hanya tinggal dua menara.[39] Menurut sebagian data sejarah, menara Masjid Kufah yang dibangun sekitar tahun 44 H/664-45 H/665 merupakan menara pertama yang modelnya mirip dengan menara yang ada di zaman sekarang. [40]

Maksura

Secara bahasa, "maksura" berarti ruang kecil. Sedangkan menurut istilah, "maksura" adalah ruang kecil khusus yang ada di depan mihrab masjid. Dulunya maksura adalah tempat khusus untuk salat imam, khalifah, atau raja. Maksura biasanya memiliki jendela, lewat situ para jemaah salat dapat melihat imam salat. Sebagian sejarawan menyebutkan, Utsman bin Affan adalah orang pertama yang memerintahkan supaya masjid dilengkapi dengan maksura, tujuannya adalah perlindungan diri. [41] Sebagian lain berpendapat, yang pertama kali membuat maksura adalah Marwan bin Hakam. [42]

Fungsi Masjid

Masjid memiliki berbagai macam peran dan fungsi. Ini menunjukkan bahwa keberadaan masjid sangatlah penting bagi masyarakat Islam. Sejak dulu, masjid adalah pusat berbagai kegiatan, di antaranya ibadah, pengadilan, hubungan sosial, pergerakan, kebangkitan, pendidikan dan lain sebagainya. [43] Berbagai peran dan fungsi masjid tersebut sudah nampak sejak zaman Nabi saw, namun dapat dikatakan bahwa titik puncaknya adalah pada era Kesultanan Utsmaniyah dan pengeneralisaian gelar Kulliyah yang beratikan sekelompok masjid pada era ini menunjukkan fakta sejarah tersebut. sebagai contih, pada abad ke-10 H/16 M di Istanbul terdapat satu masjid yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas umum seperti universitas, sekolah, akademi kedokteran, rumah sakit, tempat para sufi, penginapan, pemandian umum, dapur umum, asrama guru dan pengurus masjid, lapangan olahraga, kedai kopi, pertokoan, pemakaman, dan pusara raja-raja.[44]

Fungsi Masjid di bidang Agama dan Pendidikan

Masjid merupakan tempat berkumpul yang tepat bagi segenap kalangan muslimin, selain sebagai tempat ibadah, masjid juga menjadi tampat pendidikan. Pada masa awal muncul Islam kaum muslimin biasanya belajar dan menanyakan masalah agama dari Rasulullah saw di masjid. Selain menjawab pertanyaan-pertanyaan, Nabi saw juga membacakan ayat Al-Qur'an pada mereka. [45] Lambat laun banyak hal di luar pembahasan agama yang dibahas di masjid, misalnya sastra, syair, dan lain sebagainya.[46]

Setelah zaman Nabi saw masjid tetap digunakan sebagai tempat kajian dan pendidikan agama, bahkan semakin ramai. Di masjid kaum muslimin mempelajari berbagai ilmu misalnya Al-Qur'an, fikih, sharaf, nahwu dan lain sebagainya. Sebagian ulama besar bahkan ada yang meluangkan waktunya pergi ke masjid guna menyampaikan nasihat dan hikmah-hikmah kepada umat. [47]

Sebelum adanya media sosial seperti di zaman modern sekarang ini, masjid merupakan tempat menyampaikan informasi penting kepada masyarakat. Tiap hari kaum muslimin dari berbagai kalangan saling bertemu di masjid. Di sana mereka saling berbagi berita dan informasi penting seputar lingkungan dan masyarakat.

Terkadang masjid juga dijadikan tempat darurat. Sejarah mencatat, di zaman awal Islam dulu, ketika terjadi Perang Khandaq, masjid digunakan sebagai rumah sakit darurat tempat merawat pasukan yang terluka. Dulu ada seorang muslimah bernama Rufaidah, atas perintah Nabi saw dia mendirikan kemah di Masjid Madinah untuk merawat tentara muslim yang terluka dalam peperangan.[48]

Idealnya masjid harus dikelola oleh tenaga profesional dan semi profesional, di antaranya imam jamaah, qari Al-Qur'an, muazin, dan takmir masjid. Saat tidak terdapat tenaga ahli, para santri dan warga biasa pun dapat mengelolanya di bawah bimbingan tokoh agama. Masjid juga difungsikan sebagai tempat bertemu dan diskusi antar kelompok agama.[49] Menurut sebagian riwayat Ahlusunnah, sunnah hukumnya melakukan akad nikah di dalam masjid[50]. Namun menurut Syiah, belum ada dalil yang pasti tentang hal itu. [51]

Peran Masjid dalam Revolusi Islam Iran

Para pejuang Revolusi Islam di Iran mendapatkan semangat juang dari masjid-masjid untuk menentang Rezim Pahlevi. Para revolusioner tersebut menjadikan masjid sebagai basis untuk menyebarkan informasi dan dakwah. Mereka membagikan selebaran-selebaran dan rekaman kaset yang berisi ceramah para penentang Syah kepada masyarakat. Para ulama revolusioner juga menyampaikan ceramah dan pesan revolusi di masjid-masjid guna menyeru masyarakat untuk melawan penguasa diktator saat itu, sebab mimbar dan jemaah masjid merupakan media efektif supaya pesan-pesan yang mereka sampaikan tersebar ke masyarakat umum. Banyak faktor kenapa masjid dapat melahirkan kondisi demikian, di antaranya adalah terjalinnya komunikasi secara langsung antar jamaah, dan hal itu sudah melekat dalam budaya masyarakat setempat. [52]

Faktor lainnya adalah terjaganya masjid dari sentuhan penguasa, sebab masjid adalah tempat suci yang berfungsi sebagai tempat ibadah yang dijaga segenap masyarakat Islam. Hal itu tentunya dimanfaatkan dengan baik oleh para pejuang revolusi Islam. [53]

Masjid-masjid di Iran juga mempunyai andil dalam mendanai bangkitnya revolusi Islam di sana. Masjid mampu mengumpulkan donasi dari para pedagang dan pengusaha untuk disalurkan kepada para pejuang revolusi. Di samping itu, karena sebagian besar pedagang aktif dalam kegiatan masjid, mereka mempunyai kesadaran untuk ikut berperan aktif dalam perjuangan. Bahkan mereka punya andil besar dalam mensukseskan revolusi. Selain mendonasikan harta, tak jarang mereka turun ke jalan untuk mendemo Syah. Mereka rela meliburkan aktifitas jual beli hingga memberikan kerugian besar bagi rezim penguasa. [54]

Galeri

Catatan Kaki

  1. Musthafawi, at-Tahqiq fi Kalimātil Qur'ānil Karim, 5, 60.
  2. Dairatul Ma'arif Islam (bahasa Inggris), jld. 6, hlm. 644, kata: MASDJID.
  3. Dairatul Ma'arif Islam (bahasa Inggris), jld. 6, hlm. 645, kata: MASDJID.
  4. Dairatul Ma'arif Islam (bahasa Inggris), jld. 6, hlm. 645, kata: MASDJID.
  5. Lihat: Dehkhoda, kata "مزگت".
  6. Ibid.
  7. Lihat: Campo, Dairatul Ma'arif Nowin Islam, 4, 171, kata: masjid.
  8. QS. Al-Taubah: 18.
  9. QS. Al-Jinn: 18.
  10. Al-Hurrul Amili, Wasailus Syi'ah, jld. 5, hlm. 297.
  11. QS. al-Baqarah: 125.
  12. QS. Ali Imran: 96.
  13. Campo, Dairatul Ma'arif Nowin Islam, jld. 4, hlm. 165, kata: masjid.
  14. Maqrizi, Imtaul Asma' , jld. 3, hlm. 312.
  15. Dairatul Ma'arif (bahasa Inggris), jld. 6, hlm. 645, kata: MASDJID.
  16. Lihat: Maqrizi, Imta al-Asma, jld. 12, hlm. 103.
  17. Ja'farian, Atsār Islami Makkeh wa Madineh, hlm. 201.
  18. Ibid.
  19. Campo, Dairatul Ma'arif Nowin Islam, jld. 4, hlm. 167, kata: masjid.
  20. Ghanimah, Tarikh Daneshghah-ha-e Bozorgh-e Islami, hlm. 61.
  21. Campo, Dairatul Ma'arif Nowin Islam, jld. 4, hlm. 167 dan 168, kata: masjid.
  22. Campo, Dairatul Ma'arif Nowin Islam, jld. 4, hlm. 167 dan 168, kata: masjid.
  23. Campo, Dairatul Ma'arif Nowin Islam, jld. 4, hlm. 167 dan 168, kata: masjid.
  24. Ibid.
  25. Lihat: Majlisi, 'Ainul Hayah, hlm. 275-277 dan 573-574.
  26. Lihat: Imam Khumaini, Tauidhihul Masail, permasalahan no. 798-865.
  27. QS. al-Taubah: 18.
  28. Lihat: Amjad, Me'mari-e Masjid-e Jahan, hlm. 8.
  29. Ibid.
  30. Papadopoulo, Me'mari-e Islami, hlm. 9.
  31. Kulaini, al-Kafi, jld. 2, hlm. 208 dan 463.
  32. Bukhari, Shahih, jld. 1, hlm. 116.
  33. Ibid, jld. 3, hlm. 129.
  34. Durami, Sunan, jld. 1, hlm. 17.
  35. Ibid. Lihat: Farhanggh-e Masjid, 290.
  36. Farhanggh-e Masjid, 290.
  37. Campo, Dairatul Ma'arif Nowin Islam, jld. 4, hlm. 171, kata: masjid.
  38. Farhanggh-e Masjid, 231.
  39. Campo, Dairatul Ma'arif Nowin Islam, jld. 4, hlm. 172, kata: masjid.
  40. Futuh al-Buldan, hlm. 343.
  41. Tarikhul Madinah al-Munawwarah, jld. 1, hlm. 6. Sahmudi, Wafa'ul Wafa, jld. 2, hlm. 510.
  42. Lihat: Ishlahul Masajid minal Bida' wa al-'Awaid, hlm. 104. Farhangh-e Masjid, hlm. 286.
  43. Maliki, Masjid dar Guzar-e Zaman, hlm. 63.
  44. Campo, Dairatul Ma'arif Nowin Islam, jld. 4, hlm. 170, kata: masjid.
  45. Syalbi, Tarikh-e Amozesy dan Islam, hlm. 120.
  46. Ja'fari, Musalmanan dar Bastar-e Tarikh, hlm. 144.
  47. Campo, Dairatul Ma'arif Nowin Islam, jld. 4, hlm. 171, kata: masjid.
  48. Tarikh-e Bimarestanha dar Islam, hlm. 15.
  49. Campo, Dairatul Ma'arif Nowin Islam, jld. 4, hlm. 170.
  50. Tirmizi, Sunan, jld. 3, hlm. 399.
  51. Farhangh-e Masjid, hlm. 119.
  52. Sasan, Forogh Masjid, jld. 6, hlm. 630 dan 631.
  53. Sasan, Forogh Masjid, jld. 6, hlm. 634.
  54. Sasan, Forogh Masjid,jld. 6, hlm. 638 dan 639.

Daftar Pustaka

  • Amjad, Bhumyl Prochaska, Me'mari-e Masjid-e Jahan, penerjemah: Husain Sultan Zadeh, Amir Kabir, Tehran, 1989M.
  • Bukhari, al-Shahih, Darul Fikr, Bairut, tanpa tanggal.
  • Durami, Sunan al-Durami, penerbit al-I'tidal, Damaskus, tanpa tanggal.
  • Encyclopaedia of Islam: P.Bearman.
  • Esposito, John, Dairatul Ma'arif Nowin Islam, penerjemah: Hasan Tharami dan kawan-kawan, penerbit Marja, Tehran, 2012M.
  • Ghanimah, Abdurrahim, Tarikh-e Danesyghahha-e Bozorgh-e Islami, penerjemah: Nurullah Kisai, Universitas Tehran, Tehran, 1993M.
  • Hurr, Amuli, Wasail al-Syiah.
  • Imam Khumaini, Taudhihul Masail, Intasyarat-e Wizarat-e Irsyad, Tehran, 1985M.
  • Ja'fari, Ya'qub, 'Musalmanan dar Bastar-e Tarikh, Daftar Nasyr Farhanggh-e Islami, cetakan keempat, 2002M.
  • Ja'farian Rasul, Atsar-e Islami Makkeh wa Madineh.
  • Majlisis, Muhammad Baqir, 'Ainul Hayah, Amir Kabir, Tehran, tanpa tanggal.
  • Maliki, Ahmad, Masjid dar Guzar-e Zaman Masjid, no. 14, Khurdad 1994M.
  • Maqrizi, Imta al-Asma.
  • Markaz Residegi be Omur-e masjid, Farhangg-e Masjid, penerbit Tsaqalain, Tehran, 1979M.
  • Markaz Residegi be Omur-e masjid, Farhanggh-e Masjid, penerbit: Tsaqalain, Qom, 2006M.
  • Papadopoulo, Me'mari-e Islami, penerjemah: Hasyamat Jazani, Markaz Nasyr Hauzah Honari, pertama, Tehran, 1999M.
  • Qasimi Dimasyqi Hanbali, Muhammad Jamaluddin, Ishlahul Masajid minal Bida' wal 'Awaid, al-Maktab al-Islami, Bairut, 1390 H.
  • Sahmudi, Wafa'ul Wafa, Dar Ihya al-Turats al-Arabi, Bairut, tanpa tanggal.
  • Sasa, Ja'far, Naqasye Masajid dar Peiruzi-e Inqelab-e Islami, Furugh-e Masjid, jld. 6, Tsaqalain, Qom, 2008M.
  • Syalabi, Ahmad, Tarikh-e Amuzesy dar Islam, penerjemah: Muhammad Husain Sakit, Daftar Nasyr Farhanggh-e Islami, Tehran, 1982M.
  • Tarikh-e Bimarestanha dar Islam.