Ma'ad

Prioritas: aa, Kualitas: b
Dari wikishia
Kematian hingga Kiamat
Ihtidhar
Sakratul Maut
Pencabutan Nyawa
Pemakaman
Mandi Mayat dan Salat Jenazah
Pengafanan dan Pengguburan
Talqin
Malam Pertama di Alam Kubur
Salat Wahsyah
Pertanyaan Malaikat dalam kuburan
Azab Kubur
Ziarah Kubur
Tawassul dengan orang wafat
Barzah
Kiamat Sughra
Tiupan Sangkakala
Kiamat
Hari Kebangkitan
Mizan
Syafa'at
Shirath
Surga atau Neraka
Tema yang terkait
Izra'il
Badan Barzah
Kehidupan di Alam Barzah
Tajassum al-A'mal
Kekal

Ma'ad atau hari kebangkitan (bahasa Arab:المعاد) termasuk bagian dari Ushuluddin dalam ajaran agama Islam. Ma'ad berarti kembalinya kehidupan manusia setelah kematian pada hari kiamat. Berdasarkan prinsip ini, pada hari kiamat semua manusia akan dihidupkan kembali. Amal-amal perbuatan mereka akan ditimbang dan akan menerima balasan kebaikan atau keburukan atas perbuatan yang dilakukannya. Pembahasan mengenai ma'ad dalam agama Islam adalah pembahasan yang sangat penting, sehingga pembahasan mengenai hal ini mencapai hingga sepertiga dari ayat-ayat Alquran. Kepercayaan terhadap prinsip ma'ad memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan tingkah laku manusia dan akan mendorong manusia untuk berbuat kebaikan dan menjauhi tindakan-tindakan buruk. Ma'ad dapat digambarkan dalam beberapa bentuk: Ma'ad ruhani, Maad Jasmani dan gabungan ma'ad ruhani dan jasmani. Objeksi dan kritikan tentang ma'ad yang paling penting terkait dengan prinsip ini berkaitan dengan kemungkinan terjadinya ma'ad secara rasional dan kemungkinan terjadinya ma'ad secara faktual seperti Keraguan antara Akil dan Ma'kul (keraguan antara yang makan dan dimakan), Keraguan Kembalinya Sesuatu yang telah Tiada dan keraguan tentang ilmu dan kekuasaan Allah Alquran, untuk membuktikan kemungkinan adanya ma'ad menggunakan beberapa kemiripan seperti hidupnya kembali beberapa manusia di dunia, hidupnya kembali sebagian hewan-hewan di dunia, hidupnya kembali bumi, hidupnya kembali tubuh-tumbuhan setelah mati (kering) atau hilangnya hal-hal yang telah disebutkan. Untuk menetapkan kemungkinan ma'ad digunakan argumentasi akli ma'ad seperti argumentasi hikmah, argumentasi keadilan dan argumentasi rahmat. Menurut Ibnu Sina dan filosof Peripatetik, ma'ad jasmani tidak dapat dibuktikan namun menurut riwayat para Imam, meyakini terhadapnya merupakan prinsip agama. Mulla Sadra dengan memaparkan ma'ad jasmani dengan badan imaginal (mitsali) berusaha untuk mendamaikan antara pendapat filosof dan teks dalil-dalil tekstual.

Pengertian Maad

Ma'ad secara leksikal adalah kembali dan menurut istilah para Teolog adalah kembalinya ruh ke dalam badan pada hari Kiamat sehingga ia hidup yang kedua kalinya dan akan diberikan balasan amal perbuatannya, orang-orang yang melakukan kebaikan akan masuk ke dalam surga dan memperoleh nikmat yang kekal dan orang-orang yang berbuat jahat akan mendapat siksaan dan menerima azab. [1]

Pentingnya Iman kepada Ma'ad

Kepercayaan terhadap ma'ad akan berpengaruh kepada manusia dari dua sisi:

  • Dalam Kehidupan Pribadi (Personal):

Kepercayaan manusia akan memberikan motivasi bagi aktivitas kehidupan manusia, memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan sehingga manusia pada akhirnya akan memperoleh kebahagiaan dan kesempurnaan yang tidak disertai dengan kesusahan. Perbuatan manusia tergantung dari tujuan yang telah ditetapkan dalam kehidupan seseorang. Pengenalan tujuan akhir kehidupan sangat berpengaruh dalam memberikan arah terhadap aktivitas dan pemilihan tindakan-tindakan manusia. Seseorang yang berpikir bahwa ia hanya akan hidup di dunia, maka semua usahanya hanya akan digunakan untuk memenuhi kenikmatan materi di dunia. Sebaliknya, orang yang mengetahui bahwa dirinya lebih dari hal-hal materi saja dan memandang bahwa kematian bukan akhir dari kehidupan, amal dan tindakannya merupakan sarana untuk mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan abadi, maka ia akan merencanakan dan memprogram kehidupannya sedemikian sehingga kehidupannya akan bermanfaat bagi kehidupan abadinya.

  • Dalam Kehidupan Kemasyarakatan (Sosial):

Pengaruh pandangan manusia dan kepercayaannya terhadap adanya kehidupan di alam yang lain, juga berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat dan bagaimana cara ia menjalin kehidupan kemasyarakatan. Kepercayaan terhadap kehidupan akhirat dan kepercayaan adanya pahala dan ganjaran memberikan pengaruh penting bagi manusia untuk menunaikan hak-hak orang lain dan akan membangkitkan rasa pengorbanan kepada orang lain. Pada suatu masyarakat yang memiliki kepercayaan seperti ini, tidak lagi dibutuhkan pemaksaan dan penekanan untuk menegakkan peraturan yang adil dan mencegah kezaliman dan pelanggaran-pelanggaran hak-hak orang lain karena anggota masyarakatnya sudah memiliki kesadaran yang tinggi. Dengan demikian, jika keyakinan ini mendunia dan telah diyakini oleh siapapun, maka permasalahan umum akan berkurang secara nyata. Pentingnya prinsip kepercayaan terhadap ma'ad bahkan lebih penting dari pada kepercayaan terhadap tauhid. Kepercayaan terhadap tauhid jika tidak dibarengi dengan kepecayaan terhadap ma'ad tidak akan memiliki pengaruh sempurna dan luas dalam memberikan arah yang baik terhadap kehidupan. Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa perhatian penuh dan penegasan agama-agama samawi, khususnya agama Islam terhadap ma'ad sangat nyata, kerja keras para Nabi Ilahi sangat nyata untuk memperkuat keyakinan ini dalam hati manusia. [2]

Keterkaitan Ma'ad terhadap Masalah Ruh

Ma'ad dapat digambarkan secara benar jika kita memiliki pemahaman yang benar mengenai hakekat ruh dan kaitannya dengan badan. Menurut pandangan ini, ruh bukan badan dan kita mengetahui sifatnya. Dalam pendekatan ini, perlu kiranya untuk memperhatikan poin-poin berikut ini:

  • Menerima adanya ruh
  • Menerima jika ruh merupakan substansi dan bukan bagian dari aksiden
  • Menerima bahwa ruh terpisah dari badan dan setelah badan hancur, maka ruh akan tetap ada
  • Menerima bahwa manusia terdiri dari dua unsur: ruh dan badan yang bukan merupakan himpunan dari sesuatu yang jika salah satu anggota badannya hilang, maka anggota badan yang lainnya akan hilang, melainkan ruh adalah bagian terpenting manusia, kemanusian manusia dan kepribadian seseorang akan tetap ada dan terjaga. Oleh itu, dengan adanya kerusakan-kerusakan pada sel tubuh, tidak akan merusak kesatuan kepribadian, karena takaran kesatuan hakiki manusia adalah wahdah ruh. Hal inilah yang akan dicabut oleh malaikat Izrail ketika maut menjemput sedangkan badan manusia seiring dengan perjalanan waktu maka akan musnah dan hilang. [3]

Alquran dengan mengisyaratkan terhadap hakikat ini, dalam menjawab orang-orang yang mengingkari adanya ma'ad dan membantah dengan mengatakan: "Bagaimana mungkin anggota-anggota badan manusia akan memiliki anggota-anggota badan yang baru setelah hancur?" Alquran menjelaskan: قُلْ یتَوَفّاکمْ مَلَک الْمَوْتِ الَّذِی وُکلَ بِکمْ "Katakanlah, "Malaikat Maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Tuhan-mulah kamu akan dikembalikan." (Surah Al-Sajdah [32]: 11)

Berbagai Teori mengenai Ma'ad

  • Pengingkar Maad

Kaum Teolog pada masa terdahulu berpandangan bahwa segala sesuatu akan hancur dan manusia yang meninggal juga akan hancur. Oleh itu, ma'ad sebagaimana yang dibahas oleh agama-agama bermakna iyadeh al-ma'dum (mustahilnya kembali sesuatu setelah tiada), oleh itu kita harus mengatakan bahwa ma'ad adalah mustahil atau iyadeh al-ma'dum (kembalinya sesuatu yang telah sirna) adalah tidak mustahil. [4]

  • Orang-orang yang Meyakini Ma'ad

Orang-orang yang menerima adanya ma'ad juga memiliki pandangan-pandangan yang berbeda-beda terkait dengan bagaimana bentuk-bentuk ma'ad:

  1. Murni Ma'ad Ruhani: Filofos Peripatetik Islam yang tidak hanya meyakini bahwa ma'ad jasmani tidak dapat dibuktikan karena adanya isykalan akli, meyakini bahwa ma'ad adalah kembalinya ruh manusia, tanpa kembalinya jasad manusia. Jasad manusia tidak ada lagi setelah manusia meninggal dan akan berubah menjadi tanah dan hanya ruh saja yang tinggal. Namun menurut Ibnu Sina, sebagai pembesar dan tokoh filosof Peripatetik Islam berkata: "Meskipun secara rasional, jasad manusia pada hari kiamat tidak dapat dibuktikan, namun karena Nabi Muhammad saw memberitakan tentang hal itu, maka cukuplah jelas bagi kami bahwa penjelasan Nabi adalah hujah dan harus percaya kepadanya." [5]
  2. Murni Ma'ad Jasmani: Berdasarkan pendekatan ini, badan manusia terdiri dari semua hakekat manusia dan setelah mati badan akan hancur. Ketika hari kiamat tiba, badan yang sudah hancur karena ilmu dan kekuatan mutlak Ilahi akan kembali lagi seperti bentuk semula. Menurut pandangan ini, ruh tidak akan kembali ke jasad manusia. [6]
  3. Maad Jasmani dan Ruhani: Pandangan ini adalah gabungan antara dua pandangan ekstrim sebelumnya.

Menurut pandangan kelompok ini, pandangan mereka dapat dijelaskan melalui beberapa bentuk:

  • Kembalinya ruh ke badan materi duniawi: Para teolog berdasarkan teks-teks Alquran dan riwayat yang membahas mengenai hari kiamat, badan jasad duniawi atau badan lain yang sepertinya akan dibangkitkan bersama ruhnya. [7]
  • Kebersamaan ruh dan badan mitsali. Mulla Shadra menjelaskannya dengan dua hal: Dari satu sisi, bentuk lahir ayat-ayat Alquran dengan gamblang menjelaskan tentang kembalinya badan manusia namun dari sisi lain karena adanya permasalahan-permasalahan dan keraguan-keraguan seperti syubhah akil dan ma'kul, maka menerima adanya ma'ad jasmani dengan tubuh fisikal dan material adalah tidak benar dan tidak masuk akal. Oleh itu, ia memaparkan pandangan ma'ad dengan badan imaginal (mitsali) dan menyatukan antara dua pandangan itu. Berdasarkan pandangan ini, setelah jiwa berpisah dari badan fisik, jiwa manusia akan memiliki kesesuaian dengan alam barzah dan kiamat serta dari semua sisi akan memiliki kemiripan dengan badan dunianya. Badan ini, seperti badan duniwi, namun bukan badan duniawi itu sendiri meskipun memiliki sifat-sifat materi yang sama, tapi bukan materi. [8]
  • Pendapat kembalinya badan ke ruh mujarad: Sebagian pengikut Hikmah Muta'aliyah (Filsafat Hikmah) berkeyakinan, badan manusia pada hari kiamat tidak akan dikenali oleh jiwa, kebalikan pendapat Mulla Shadra, namun badan dunia setelah berpisah dengan jiwanya, masih bergerak menuju kesempurnaannya. Geraan substansial (harakah jauhari) ini akan melanjutkan gerakan sedemikian sehingga memiliki kelayakan lagi untuk disatukan dengan jiwanya kelak di akherat. Oleh itu, pada ma'ad, bukan jiwa yang bergerak menuju badan dunianya, namun badan yang bergerak menuju jiwa dan gerakan ini adalah gerakan naik dan badan akan kembali kepada jiwa. [9]

Cara Menetapkan Ma'ad

Terdapat dua kelompok dalil untuk menetapkan adanya ma'ad: Kelompok pertama, keharusan adanya dunia lain Kelompok yang kedua: Dengan menggunakan ayat-ayat dan riwayat-riwayat dan dengan menyuguhkan hal-hal yang memiliki kemiripan dengan ma'ad.

Dalil-dalil Keharusan Adanya Ma'ad

Dalil Fitrah: Dalil ini terdiri dari 3 mukadimah dan dengan menggunakan keinginan fitrah manusia pada umumnya. -Setiap manusia memiliki keinginan untuk kekal -Tuhan tidak ingin menciptakan manusia secara sia-sia karena Ia Maha Bijaksana sehingga tidak akan menciptakan sesuatu dengan sia-sia sedikitpun -Dunia tidak kekal dan abadi

Oleh itu, perlu adanya dunia yang abadi sehingga keinginan manusia untuk tetap abadi dan kekal akan terpenuhi. [10]

Dalil Hikmah: -Dunia dan manusia adalah ciptaan Tuhan -Ciptaan Tuhan tidak akan sia-sia dan tanpa tujuan, sebagaimana pekerjaan-pekerjan lain Tuhan -Tuhan menciptakan dunia dengan sebaik-baik kebaikan dan kesempurnaan untuk hamba-hamba-Nya. -Dunia adalah kumpulan kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan yang memiliki pertentangan dan benturan-benturan antara yang satu dengan yang lain -Manusia juga memiliki unsur yang bisa kekal dan abadi dan bisa mencapai kesempurnaan yang abadi -Apabila kehidupan manusia hanya terbatas pada kehidupan dunia saja, tujuan Tuhan dalam menciptakan manusia dan dunia tidak akan terpenuhi dan hal ini pasti akan menimbulkan pertanyaan mengapa Tuhan menciptakan sesuatu namun kemudian Ia menghancurkannya? Oleh karena itu, dengan memperhatikan akan adanya kepastian hikmah Tuhan, maka harus ada dunia lain, di luar dunia materi sehingga hikmah dan tujuan penciptaan akan terpenuhi, terutama dengan memperhatikan bahwa dalam kehidupan dunia terdapat penderitaan-penderitaan yang apabila tidak ada dunia lain sebagai kelanjutan dunia ini yang tidak dipenuhi dengan kesusahan-kesusahan, maka akan berlawanan dengan hikmah Ilahi. [11] [12] Alquran dalam ayat-ayat berikut dengan sangat jelas mengisyaratkan terhadap argumentasi-argumentasi ini: وما خَلَقْنَا السَّماواتِ وَ الْأَرْضَ وَ ما بَینَهُما لاعِبینَ* ما خَلَقْناهُما إِلاَّ بِالْحَقِّ وَ لکنَّ أَکثَرَهُمْ لا یعْلَمُونَ* إِنَّ یوْمَ الْفَصْلِ میقاتُهُمْ أَجْمَعینَ "Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan hak, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. Sesungguhnya hari pemisahan (antara yang hak dan yang batil) itu adalah waktu yang dijanjikan bagi mereka semuanya." (Surah Al-Dukhan [45]: 38-40 )

Dalil Rahmat -Allah swt Maha Penyayang -Rahmat Tuhan meliputi semua ciptaan-Nya -Keluasan rahmat Ilahi kepada para hamba-Nya mengharuskan bahwa bakat dan potensi setiap ciptaan-Nya akan teraktualisasi dan berkembang -Dunia ini karena memiliki keterbatasan materi, tidak memiliki kapasitas untuk dimanfaatkan manusia guna memperoleh kesempurnaan yang berasal dari usahanya. -Oleh itu, harus ada alam lain dimana setiap manusia akan memperoleh balasan dari amal kesempurnaannya. [13] Dalam surah al-An'am ayat 12 diisyaratkan mengenai hal ini. قُلْ لِمَنْ ما فِی السَّماواتِ وَ الْأَرْضِ قُلْ لِلَّهِ کتَبَ عَلی نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ لَیجْمَعَنَّکمْ إِلی یوْمِ الْقِیامَةِ لا رَیبَ فیهِ الَّذینَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فَهُمْ لا یؤْمِنُونَ Katakanlah, "Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi?" Katakanlah, "Kepunyaan Allah. Dia telah menetapkan atas diri-Nya rahmat (kasih sayang). Dia sungguh-sungguh akan menghimpunmu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan terhadapnya. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman." (Surah Al-An'am [6]: 12)

  • Dalil Keadilan

-Salah satu sifat Tuhan adalah Maha Adil -Manusia bebas untuk bertindak dan mengerjakan sesuatu yang baik dan buruk di dunia -Sebagian manusia menggunakan kebebasannya secara benar dan semua umurnya ia gunakan untuk beribadah kepada Allah swt dan berkhidmat kepada sesama, namun sebaliknya ada pula orang-orang yang selalu berbuat keonaran dan gemar menindas orang lain dan melakukan dosa-dosa yang paling keji sekalipun. -Oleh itu, prinsip keadilan menghukumi bahwa hasil setiap tindakan harus diperoleh secara sempurna. Orang-orang saleh akan mendapat pahala dan orang-orang yang berbuat keburukan akan dihukum. -Dunia ini, tidak memiliki kapasitas untuk memperoleh hasil perbuatan manusia secara sempurna sebagaimana diketahui bahwa sangat banyak dari manusia yang tidak dapat menerima balasan kebaikannya dan demikian juga banyak sekali orang-orang yang tidak dihukum karena melakukan keonaran. -Oleh itu, karena dunia ini adalah tempat bagi hamba-hamba-Nya untuk melaksanakan taklif, maka harus ada dunia lain sebagai tempat untuk menerima pahala dan hukuman, sebagai tempat untuk menerima balasan dari segala yang dikerjakan sehingga keadilan Tuhan akan terwujud. [14] Allah swt dalam beberapa ayat Alquran mengabarkan tentang perbedaan perlakuan-Nya terhadap orang-orang yang berbuat baik dan orang-orang-orang yang berbuat kejelekan. وَ خَلَقَ اللهُ السَّماواتِ وَ الْأَرْضَ بِالْحَقِّ وَ لِتُجْزى‏ كُلُّ نَفْسٍ بِما كَسَبَتْ وَ هُمْ لا يُظْلَمُونَ أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلٰهَهُ هَواهُ وَ أَضَلَّهُ اللهُ عَلى‏ عِلْمٍ وَ خَتَمَ عَلى‏ سَمْعِهِ وَ قَلْبِهِ وَ جَعَلَ عَلى‏ بَصَرِهِ غِشاوَةً فَمَنْ يَهْديهِ مِنْ بَعْدِ اللهِ أَفَلا تَذَكَّرُونَ Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan benar dan agar dibalas tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan. Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan benar dan agar dibalas tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan. Pernahkah kamu pernah melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya (bahwa ia tidak layak lagi memperoleh petunjuk), serta Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan di atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat)? Mengapa kamu tidak mau ingat? (Surah Al-Jatsiyah [45]: 22-23)

Dalil-dalil Kemungkinan Ma'ad

Orang-orang yang beriman kepada Alquran dengan adanya hal-hal yang menyerupai hidupnya kembali makhluk hidup setelah mengalami perubahan bentuk dan kematian meyakini bahwa ma'ad adalah hal yang mungkin dan bisa terjadi. Allah swt juga Maha Kuasa untuk melakukannya. Alquran memberikan contoh-contoh yang memberitahukan tentang makhluk hidup yang sudah mati kemudian dihidupkan kembali: Ashab Kahfi: Alquran menceriterakan sekelompok pemuda demi menghindari penganiayaan yang dilancarkan oleh pemimpin yang kafir dan menjaga keimanannya, mereka berlindung di dalam gua di luar kota. Akhirnya mereka memutuskan untuk tidur sejenak guna menghilangkan rasa keletihan yang menimpanya. Namun mereka ternyata tidur selama 309 tahun. Allah swt hendak memberikan pelajaran kepada manusia bahwa hikmah dihidupkannya kembali dari sekelompok pemuda beriman untuk meyakinkan manusia akan kepastian terjdadinya hari kiamat: وَکذَلِک أَعْثَرْنَا عَلَیهِمْ لِیعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَیبَ فِیهَا Dan demikianlah Kami memberitahukan (manusia) tentang mereka agar manusia itu mengetahui bahwa janji Allah (tentang hari kebangkitan) itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. (Surah Al-Kahf [18]: 21) وَ أُبْرِئُ الْأَکمَهَ وَ الْأَبْرَصَ وَ أُحْی الْمَوْتی بِإِذْنِ اللَّهِ dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah. (Surah Ali Imran [3]: 49) Tumbuhnya kembali tumbuh-tumbuhan setelah kering, memiliki kemiripan yang banyak dengan keadaan manusia setelah hidup. Alquran kembali memberikan contoh tentang hidupnya kembali tumbuh-tumbuhan setelah mati: فَانظُرْ إِلَی آثَارِ رَحْمَتِ اللَّهِ کیفَ یحْیی الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ ذَلِک لَمُحْیی الْمَوْتَی وَهُوَ عَلَی کلِّ شَیءٍ قَدِیرٌ Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa menghidupkan bumi) itu benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Surah Al-Rum [30]: 50) Hal-hal lain seperti dihidupkannya kembali burung-burung, dihidupkannya kembali Nabi Uzair as yang dijelaskan dalam Alquran adalah contoh-contoh lain tentang dihidupkannya kembali makhluk setelah mati.

Ma'ad dalam Alquran

Perhatian Alquran terhadap Ma'ad Lebih dari sepertiga ayat-ayat Alquran berkaitan dengan kehidupan abadi. Ayat-ayat ini dapat dikelompokkan ke dalam tujuh bagian:

  • Ayat-ayat yang menjelaskan tentang keharusan adanya akherat. [15]
  • Ayat-ayat yang menjelaskan tentang pahala dan balasan buruk [16]
  • Ayat-ayat yang mengisyaratkan adanya kenikmatan abadi di akherat [17]
  • Ayat-ayat yang mengungkapkan tentang azab kekal di neraka jahannam [18]
  • Ayat-ayat yang mengisyaratkan tentang amalan-amalan baik dan buruk dan ganjarannya kelak di akherat
  • Ayat-ayat yang menjelaskan tentang kemungkinan dan keniscayaan hari pembalasan
  • Ayat-ayat yang menjawab tentang keraguan-keraguan yang dilontarkan oleh orang-orang yang mengingkari adanya hari kiamat
  • Ayat-ayat yang menjelaskan bahwa yang mendorong manusia berbuat onar adalah karena mereka melupakan atau mengingkari adanya hari kiamat. [19]

Dengan meneliti ayat-ayat di atas, dapat kita simpulkan bahwa sebagian besar perdebatan para Nabi berkisar mengenai ma'ad, bahkan dapat dikatakan bahwa usaha keras para Nabi untuk menetapkan prinsip ma'ad lebih besar dari pada usaha mereka untuk menetapkan prinsip tauhid karena para pengingkar ma'ad bersikap keras kepala untuk menerima prinsip ma'ad.

Sebab-sebab Pengingkaran terhadap Ma'ad

Menurut Alquran, terdapat tiga penyebab yang mendorong orang-orang bersikap keras kepala untuk menerima adanya prinsip ma'ad. Beberapa faktor-faktor tersebut yang paling penting adalah:

  • Faktor pertama, karena adanya penolakan dari semua yang tak terlihat dan dan tak berwujud. Dalam perspektif materialisme dan empirialisme segala sesuatu yang bukan materi harus ditolak.
  • Faktor kedua: Motivasi psikologis yang menginginkan kenyamanan, kebebasan dan kurang memiliki rasa tanggung jawab. Karena kepercayaan terhadap hari kiamat dan dihitungnya amal perbuatan menjadi dukungan yang kuat untuk merasa bertanggung jawab dan menerima batasan-batasan bertindak dan menjauhi kezaliman dan tidak berbuat korup dan menindas orang lain, dan dengan mengingkarinya, maka ia akan terbebas untuk menuruti hawa nafsunya.

أَ یحْسَبُ الْإِنْسانُ أَلَّنْ نَجْمَعَ عِظامَهُ. بَلی قادِرِینَ عَلی أَنْ نُسَوِّی بَنانَهُ. بَلْ یرِیدُ الْإِنْسانُ لِیفْجُرَ أَمامَهُ Apakah manusia mengira bahwa kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali garis-garis) jari jemarinya dengan sempurna. (Sebenarnya manusia tidak meragukan hari kiamat), tetapi ia (ingin bebas) dan berbuat maksiat terus menerus (tanpa ada rasa takut terhadap pengadilan hari kiamat). (Surah Al-Qiyamah [75]: 3-5)

  • Faktor ketiga karena adanya serangkaian teori-teori dan adanya beberapa keraguan-keraguan tentang terjadinya ma'ad dan bagaimana terjadinya ma'ad.

Jawaban-jawaban terhadap beberapa Persoalan Ma'ad

  • Syubhah Akil dan Ma'kul (keraguan antara yang makan dan dimakan)

Tulisan Asli: Akil dan Ma'kul

Berdasarkan pertanyaan ini bahwa salah satu keraguan yang sudah ada semenjak dahulu adalah subhah mengenai ma'ad jasmani. Berdasarkan salah satu syubhah klasik sehubungan dengan ma'ad jasmani, apabila seseorang memakan orang lain, pada masa kebangkitan, akankah bagian yang telah dimakan itu akan menjadi bagian dari badan orang yang memakan atau menjadi bagian dari badan orang yang memakan? Bagaimanapun diasumsikan, badan salah satu dari keduanya tidak akan dibangkitkan secara sempurna di hari kiamat. Filosof Masyaiyah berdasarkan keraguan ini, percaya bahwa ma'ad jasmani tidak dapat dibuktikan secara akli. Namun para teolog berlomba-untuk memberikan jawaban atas pertanyaan ini. Kebanyakan para teolog berusaha untuk menjawab pertanyaan itu dengan membedakan antara anggota badan asli dan bukan asli dan mengklaim kembalinya badan asli ke badan lain. Mulla Shadra dengan mengemukakan pendapat badan mitsali (badan imaginal) di mana keraguan ini tidak mencakupi keraguan akil dan ma'kul berusaha menjelaskan ma'ad jasmani dengan penjelasan yang lain. [20]

  • Syubhah Kembalinya Sesuatu yang telah Tiada

Tulisan Asli: Kembalinya Sesuatu yang telah Tiada Salah satu persoalan yang mengemuka dalam pembahasan maad adalah bahwa pada waktu manusia meninggal dunia, maka ruhnya akan pergi dari badannya dan jasadnya akan hancur. Jika ma'ad benar-benar terjadi, Allah harus menciptakan kembali makhluk-makhluk-Nya yang telah binasa dan dari sisi bahwa I'adeh ma'dum menurut perspektif Filosof adalah mustahil, maka ma'ad juga mustahil. [21] Namun Allah swt dalam Alquran dalam menjawab kritikan yang disampaikan manusia bahwa setelah kematian, manusia akan hancur dan tiada, menjelaskan bahwa para malaikat akan mencabut ruh manusia dan akan membawa kembali ke sisi Tuhan. Oleh itu, ma'ad bukanlah I'adeh ma'dum (kembalinya sesuatu yang telah tiada) namun kembalinya ruh ke sisi Tuhan. وَقَالُوا أَئِذَا ضَلَلْنَا فِی الْأَرْضِ أَئِنَّا لَفِی خَلْقٍ جَدِیدٍ بَلْ هُم بِلِقَاء رَبِّهِمْ کافِرُونَ* قُلْ یتَوَفَّاکم مَّلَک الْمَوْتِ الَّذِی وُکلَ بِکمْ ثُمَّ إِلَی رَبِّکمْ تُرْجَعُونَ Dan mereka berkata, "Bila kami telah lenyap (hancur) di dalam tanah, apakah kami benar-benar akan berada dalam ciptaan yang baru?" Bahkan (sebenarnya) mereka ingkar terhadap perjumpaan dengan Tuhan mereka. Katakanlah, "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Tuhan-mulah kamu akan dikembalikan." (Qs Sajdah [32]: 10-11)

  • Pertanyaan mengenai Ilmu dan Kekuasaan Tuhan serta ketidakmampuan badan

Pertanyaan lain yang timbul adalah bahwa segala sesuatu memerlukan fa'il (pelaku) untuk melakukan tindakan tertentu harus memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan tertentu tersebut. Ma'ad pun juga demikian. Dari satu sisi, harus ada seseorang yang mampu melakukan pekerjaan ini yaitu bahwa ruh akan kembali kepada orangnya masing-masing dan dari sisi lain, badan juga harus mampu untuk kembali menjadi bentuk badan setelah hancur. Padahal kehidupan itu berkaitan dengan kebutuhan-kebutahan dan syarat-syarat tertentu, misalnya sperma harus ada di rahim dan memerlukan kebutuhan-kebutuhan tertentu sehingga janin itu secara pelan akan berkembang dan akan menjadi manusia, namun badan yang sudah hancur, tidak lagi memiliki kapasitas untuk hidup. [22] Alquran memberikan jawaban dengan beberapa cara. Kadang-kadang dengan menyerupakan ma'ad dengan pertumbuhan kembali tanah dan kadang-kadang dengan membandingkan penciptaan awal manusia sembari mengingatkan kekuasaan Tuhan kepada manusia. Oleh itu, Alquran menjelaskan bahwa manusia yang terbungkus dari badan akan berubah menjadi tanah dan kemudian hidup kembali lalu akan memiliki kepala dan kaki kemudian siap untuk menghadapi ma'ad. یا أَیهَا النَّاسُ إِنْ کنْتُمْ فِی رَیبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاکمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَیرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَینَ لَکمْ... وَتَرَی الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَیهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ کلِّ زَوْجٍ بَهِیجٍ Hai manusia, jika kamu ragu tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sebagiannya berbentuk dan sebagian yang lain tidak berbentuk, agar Kami jelaskan kepadamu (bahwa Kami Maha Kuasa atas segala sesuatu), dan Kami tetapkan dalam rahim (ibu) janin yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, supaya (dengan berangsur-angsur) kamu sampai kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah ia ketahui. Dan (dari sisi lain) kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, bumi itu hidup dan tumbuh subur dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Surah Al-Hajj [22] :5) Terkait dengan kemampuan badan yang sudah rusak untuk sekali lagi hidup, dapat dikatakan bahwa aturan dan sistem yang berlaku di dunia ini bukanlah satu-satunya sistem yang ada, dan aturan-aturan serta kausa-kausa yang dikenal di alam ini bukanlah satu-satunya aturan-aturan dan kausa-kausa yang dikenal berdasarkan pengalaman empirik. Bukti-bukti hal ini adalah bahwa di dunia ini juga terdapat fenomena-fenomena luar biasa seperti dihidupkannya kembali sebagian hewan-hewan dan manusia yang juga dijelaskan oleh Alquran. [23] Terkait dengan ilmu Ilahi yang juga diisyaratkan sebagai ilmu tiada terbatas yang dimiliki oleh Allah, Alquran menyebutkan: قَالَ فَمَا بَالُ الْقُرُونِ الْأُولَی* قَالَ عِلْمُهَا عِندَ رَبِّی فِی کتَابٍ لَّا یضِلُّ رَبِّی وَلَا ینسَی Fira'un berkata, "Lalu bagaimanakah nasib umat-umat terdahulu (yang tidak beriman kepada semua itu)?" Musa menjawab, "Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku di dalam sebuah kitab, Tuhanku tidak akan salah dan tidak (pula) lupa. (Surah Thaha [20]:51-52 )

Lihat Juga

Catatan Kaki

  1. Khatami, jld. 1, hlm. 204.
  2. Misbah Yazdi, hlm. 339-341.
  3. Misbah Yazdi, hlm. 350-357.
  4. Fahr al-Razi, jld. 2, hlm. 39.
  5. Ibnu Sina, hlm. 423, Fahr Razi, jld. 2, hlm. 55.
  6. Silahkan lihat: Khusy Suhbat, 1393, hlm. 38.
  7. Hilli, Bab 11, hlm. 207; Fahr al-Razi, jld. 2, hlm. 55.
  8. Mulla Shadra, Asfar Arba'ah, jld. 9 hlm. 189-200.
  9. Kadyur, jld. 2, hlm. 93.
  10. Faidh Kasyani, jld. 2, hlm. 827; Khomeini, hlm. 186.
  11. Misbah Yazdi, hlm. 364-365; Sa'idi Mihr, jld. 2, hlm. 274.
  12. Silahkan lihat: Hilli, Kasyf al-Murad, hlm. 258.
  13. Rabbani Gulbaigani, jld. 2, hlm. 190.
  14. Misbah Yazdi, hlm. 366; Muhammad Ridha, jld. 1, hlm. 187.
  15. Seperti surat al-Baqarah ayat 4, surah Naml ayat 3.
  16. Seperti surah Isra ayat 10, surah Furqan ayat 11, surah Saba ayat 8 dan surah Mukminun ayat 74.
  17. Surah Waqiah, ayat 15-38; Surah Al-Rahman ayat 27, surah al-Dahr ayat 11-21.
  18. Seperti surah al-Haqah ayat 20-27, Surah al-Mulk ayat 6-11, surah al-Waqiah ayat 42 dan 56.
  19. Surah Shad ayat 26, surah Sajdah ayat 140.
  20. Mulla Shadra, Asfar Arba'ah, jld. 9, hlm. 190-191, Husaini Tehrani, jld. 6, hlm. 85-117.
  21. Surah Ra'd ayat 5.
  22. Misbah Yazdi, hlm. 380.
  23. Misbah Yazdi, hlm. 380.

Daftat Pustaka

  • Ibnu Sina, Husain bin Ali, Al-Syifa (al-Ilāhiyat), Qum, Maktabah Ayatullah Mar'asyi, 1410 H.
  • Husaini Tehrani, Sayid Muhammad Husain, Ma'ād Syenāsi, Masyhad, Nur Malakut Quran, 1423.
  • Hilli, Hasan bin Yusuf, al-Bab al-Hadi 'Asyar ma'a Syarhaihi al-Nafi' Yaumul al-Hasyr wa Miftāh al-Bāb, Syarah wa Taudhih: Fadhil Miqdad dan *Abul Futuh bin Makhdum, Tehran: Muasasah Muthali'at Islami, 1365 S.
  • Hilli, Hasan bin Yusuf, Kasyf al-Murād fi Syarah Tajrid al-I'tiqād, Qum, Muasasah Imam Shadiq, 1382 S, cet. 2.
  • Khatami, Farhangg Ilmu Kalām, Tehran, Nasyar Shaba, 1370 S.
  • Khomeini, Sayid Ruhullah, Syarah Cehel Hadits, Muasasah Tandhim wa Nasyar Atsar Imam Khomeini, 1378 S.
  • Khusy Suhbat, Murtadha, Ma'ad Jismāni az Mandhar Allamah Thabathabai ba ta'kid bar Tafsir al-Mizān, majalah Ma'rifat Kalami, vol. 12, Bahar wa Tabistan, 1393, hlm. 53-56.
  • Rabbani, Ali, Aqāid Istidlāli, Intisyarat Nashayeh, 1380 .
  • Sa'idi Mehr, Muhammad, Amuzesy Kalām Islāmi, Kitab Thaha, 1385 S.
  • Razi, Fakhr al-Din, al-Arbain fi Ushul al-Din, Qahirah, Maktabah al-Kuliyat al-Azhariyah, 1986 M.
  • Faidh Kasyani, Ilmu Yaqin fi Ushuluddin, Riset: Muhsin Bidar Far, Qum, Nasyar Bidar, 1418 H.
  • Kadyur, Muhsin, Majmu'ah Mushanifāt Hakim Muasis Agha Ali Mudarris Tehrani, Tehran, Muasasah Ithila'at, 1378 S.
  • Muhammad Ridhai, Muhammad Subhani, Ja'far, Andisye Islāmi, Daftar Nasyar Ma'arif, 1385 S.
  • Misbah Yazdi, Muhammad Taqi, Amuzisy Aqāid, Tehran, Cet. Nasyar Bainal Milal, 1377 S.
  • Mulla Shadra, Muhammad, al-Hikmah al-Muta'aliyah fi al-Asfar al-Arba'ah al-Aqliyyah, Beirut, Dar Ihya Al-Tsurats, 1981 M.
  • Mulla Shadra, Shadruddin Muhammad, Syawāhid al-Rububuyyah fi al-Manāhi al-Sulukiyyah, Editor: Sayid Jalaluddin Aystiyani, Masyhad, Al-Markaz al-Jami li Nasyr, 1360, cet. Ke-2.