Salat Jum'at

Prioritas: a, Kualitas: b
tanpa referensi
Dari wikishia
(Dialihkan dari Salat Jumat)

Furu'uddin

Salat

Wajib: Salat JumatSalat IdSalat AyatSalat Mayit


Ibadah-ibadah lainnya
PuasaKhumusZakatHajiJihadAmar Makruf dan Nahi MungkarTawalliTabarri


Hukum-hukum bersuci
WudhuMandiTayammumNajasatMuthahhirat


Hukum-hukum Perdata
PengacaraWasiatGaransiJaminanWarisan


Hukum-hukum Keluarga
PerkawinanPerkawinan TemporerPoligamiTalakMaharMenyusuiJimakKenikmatanMahram


Hukum-hukum Yudisial
Putusan HakimBatasan-batasan hukumKisas


Hukum-hukum Ekonomi
Jual Beli (penjualan)SewaKreditRibaPinjaman


Hukum-hukum Lain
HijabSedekahNazarTaklidMakanan dan MinumanWakaf


Pranala Terkait
BalighFikihHukum-hukum SyariatBuku Panduan Fatwa-fatwaWajibHaramMustahabMubahMakruhDua Kalimat Syahadat

Salat Jumat di Masjid Al-Quds
Salat Jumat di Taman at-Tahrir Kairo

Salat Jumat (bahasa Arab: صلاة الجمعة) adalah salat dua rakaat yang dilaksanakan secara berjamaah pada zuhur di hari Jumat sebagai ganti dari salat Dzuhur. Salat ini akan terlaksana (secara sah) dengan dihadiri minimal lima orang yang salah satunya adalah imam jumat. Sebelum melakukan salat jumat, imam harus menyampaikan dua khutbah kepada hadirin. Diantara kandungan khutbahnya adalah mengajak kepada ketakwaan.

Hukum fikih pelaksanaan salat ini dimuat dalam surah Al-Jumu'ah. Riwayat-riwayat menyebutkan bahwa salat Jumat merupakan hajinya orang-orang yang membutuhkan dan penyebab diampuninya dosa-dosa. Dan, sebagian riwayat menegaskan bahwa meninggalkan salat Jumat dapat mneyebabkan kemunafikan dan kefakiran. Salat jumat pada masa kehadiran para Imam Maksum hukumnya wajib dan pada masa kegaiban, menurut mayoritas para marja hukumnya adalah wajib Takhyiri.

Di Iran, salat Jumat pada masa pemerintahan Syah Ismail Shafawi ramai dilaksanakan, kemudian didirikan di berbagai kota-kota besar. Pada periode kerepublikan Islam Iran, salat ini didirikan di semua kota-kota negeri ini.

Salat Jumat merupakan salah satu syiar sosial penting kaum muslimin sejak awal Islam, dan dianggap sebagai simbol-simbol solidaritas dan persatuan mereka. Dengan memperhatikan masalah-masalah sosial-politik khutbah-khutbah yang disampaikan, salat Jumat dikenal juga dengan salat ibadah-politik.

Urgensi dan Kedudukan Salat Jumat

Salat Jumat merupakan salah satu kewajiban agama yang paling penting dalam Islam [1], yang dilaksanakan secara berjamaah pada siang hari Jumat. Salat Jumat, merupakan salah satu dari empat pertemuan besar umat Islam selain pertemuan salat harian, pertemuan tahunan salat Idul Adha dan Fitri, serta pertemuan haji.[2]

Salat Jumat dianggap sebagai salah satu manifestasi sisi kerakyatan pemerintahan Islam [3] dan disebut sebagai "salat ibadah-politik". Aspek politik salat Jumat begitu kuat sehingga pada masa Bani Umayyah dan Abbasiyah, aspek keagamaan salat Jumat lambat laun melemah dan salat Jumat menjadi simbol politik dan slogan Khilafah.[7]

Urgensi Salat Jumat dalam Al-Qur'an dan Hadis

Di dalam Al-Qur'an diturunkan surah bernama Surah Al-Jumuah yang fokus membahas salat Jumat, dan secara tegas orang-orang beriman diajak untuk meninggalkan aktivitas sehari-hari dan menghadiri shalat ini. Dan disebutkan bahwa ada sekitar 200 hadis tentang salat Jumat dari Nabi saw dan para Imam as. [8] Dalam hadis disebutkan, keikutsertaan dalam salat Jumat dapat menghapus dosa masa lalu, [9] pengurangan kesulitan di hari kiamat, [10] dan pahala yang banyak pada setiap langkah dalam perjalanannya menghadiri salat Jumat.[11] Dikatakan juga bahwa Allah swt mengharamkan api pada tubuhnya.[12] Sebaliknya, menganggap enteng salat Jumat menyebabkan kesusahan dan hilangnya keberkahan. [14] Faidh Kasyani, seorang ahli hadis dan ahli hukum abad ke-11 H, menganggap salat Jumat sebagai kewajiban paling mulia dalam Islam.[15] Dalam hadis lain, salat Jumat diperkenalkan sebagai hajinya orang miskin.[16]

Pelaksanaan Salat Jumat di Berbagai Penjuru Dunia Islam

Sejak zaman Rasulullah saw, salat Jumat selalu dilaksanakan di Madinah. Setelah itu, pada masa berbagai khalifah, salat Jumat diadakan di pusat-pusat kekhalifahan dan kota-kota lain.[17] Terkadang faktor-faktor seperti pertumbuhan dan perkembangan kota, adanya perbedaan agama dalam suatu kota, serta pertimbangan politik dan keamanan para penguasa menyebabkan beberapa kali salat Jumat diadakan di satu kota. [18] Menurut laporan Ibnu Batutah, pada abad ke-7 H, salat Jumat diadakan di sebelas masjid di Bagdad.[19] Selama periode Mamluk, karena bertambahnya jumlah penduduk, salat Jumat diadakan di masjid-masjid setempat bahkan sekolah-sekolah.[20] Dikatakan bahwa salat Jumat terbesar adalah salat Jumat yang dilaksanakan di Makkah sebelum jamaah haji berangkat ke tanah Arafah, dan dihadiri oleh jamaah haji dari seluruh dunia.[21]

Kewajiban Salat Jumat

Semua umat Islam sepakat berpendapat bahwa salat Jumat adalah wajib. Untuk membuktikan kewajiban salat Jumat, para ahli hukum Syiah dan Sunni mengutip ayat 9 Surah Al-Jumuah dan sejumlah hadis[22] serta konsensus dan menganggap orang yang meninggalkannya layak mendapat hukuman.[23] Salat Jum'at tidak wajib dilakukan bagi para wanita, musafir, orang sakit dan tidak mampu, hamba sahaya serta mereka yang jaraknya dari tempat salat Jum'at dilaksanakan lebih dari dua farsakh.[24]

Dalam sumber fikih agama Islam, satu bab pokok bab salat (Kitab al-Shalah) dikhususkan untuk topik salat Jumat.[25] Selain itu, penulisan karya fikih dan risalah independen tentang salat Jumat sudah menjadi hal yang lumrah sejak abad-abad awal, karena pentingnya kedudukan ibadah ini.[26] Pada masa Safawi setelah mempopulerkan salat Jumat di Iran, penulisan risalah menjadi lebih serius mengenai hal ini.[27] Banyak ahli hukum terkenal yang menulis risalah tentang salat Jumat dalam bahasa Arab dan Persia, beberapa di antaranya menolak atau membela risalah lain.[28]

Larangan Jual Beli saat Pelaksanaan Salat Jum'at

Berdasarkan ayat 9 surah Al-Jumuah jual beli pada waktu salat Jum'at tidak diperbolehkan, dan berdasarkan ayat 10 surat yang sama, setelah selesai salat, jual beli dan melakukan pekerjaan apapun (misalnya menjenguk orang sakit, menjenguk saudara seagama, dll) diperbolehkan lagi.

Ayatullah Jawadi Amuli, salah satu marja taqlid dan ahli tafsir Al-Qur'an, berpendapat bahwa makna kalimat "Wa Dzaru al-Bay'a" pada ayat 9 Surah Al-Jumuah larangan tersebut bukan terbatas pada jual beli, namun bermakna segala sesuatu yang menghalangi salat Jumat tidak diperbolehkan. Barang siapa yang melakukan hal tersebut, maka ia berdosa padahal jual belinya sah. Ia juga berpendapat bahwa tidak ada masalah jika seseorang berjual beli sambil berjalan (Sa'i) menjelang salat Jumat, karena hal tersebut tidak mengganggu Sa'i.[30]

Hukum Salat Jumat pada Masa Kegaiban

یَا أَیُّهَا الَّذِینَ آمَنُوا إِذَا نُودِیَ لِلصَّلَاةِ مِن یَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَیٰ ذِکْرِ اللَّـهِ وَذَرُ‌وا الْبَیْعَ ۚ ذَٰلِکُمْ خَیْرٌ لَّکُمْ إِن کُنتُمْ تَعْلَمُونَ

QS. Surah al-Jumuah: 9

Melaksanakan salat Jumat saat kegaiban Imam Maksum merupakan salah satu isu kontroversial di kalangan ahli hukum Syiah, sebagian dari mereka berpendapat mengenai keharamannya, sebagian lagi mebgatakan wajib ta'yini, dan sebagian lainnya mengatakan wajib takhyiri.[31]

  • Beberapa ahli hukum Syiah terdahulu, termasuk Salar Daylami[32] dan Ibnu Idris Hilli[33] dan beberapa setelah mereka, termasuk Fadhil al-Hindi, menganggap keabsahan salat Jumat tergantung pada kehadiran Imam Maksum atau seseorang yang ditunjuk olehnya untuk memimpin salat Jumat. [34] Oleh karena itu, pelaksanaan salat Jumat pada masa kegaiban adalah haram.
  • Fatwa wajib ta'yini adalah teori lain tentang salat Jumat selama kegaiban[35], menurut teori ini, bila syarat-syarat untuk melaksanakan salat Jumat tersedia, maka wajib untuk melaksanakannya, dan ini tidak memerlukan penunjukan umum ataupun khusus dari imam maksum.[36] Namun kehadiran atau izin penguasa yang adil [37] atau pemimpin adil [38] diperlukan. Syahid Tsani[39] dan cucunya memiliki fatwa seperti ini.[40] Pendapat ini dipopulerkan pada masa Safawi, terutama mengingat konteks sosial dan politik yang ada.[41]
  • Di sisi lain, banyak ahli hukum Syiah periode pertengahan dan akhir, termasuk Muhaqqiq Hilli, [42] Allamah Hilli, [43] Ibnu Fahd Hilli, [44] Shahid Awal, [45] dan Muhaqqiq Karaki [46] percaya pada wajib takhyiri salat Jumat. Maksud dari Kewajiban takhyiri salat Jum'at adalah pada hari Jum'at, boleh memilih antara melaksanan satu dari dua salat wajib, salat Jum'at atau salat Dzuhur.[47] Pendapat kewajiban takhyiri mendapat penerimaan masif di kalangan para ahli hukum abad ke-13 dan setelahnya.[48]

Tata Cara Pelaksanaan Salat Jumat

Untuk melaksanakan salat Jumat, terlebih dahulu dibacakan dua khutbah (pidato), kemudian dilakukan dua rakaat salat berjamaah dengan niat salat Jumat. Kedua rakaat ini mempunyai dua qunut mustahab; Satu sebelum rukuk pada rakaat pertama dan satu lagi setelah rukuk rakaat kedua.

Syarat-syarat Penyelengaraan Salat Jumat

Sebagian besar ahli hukum Syiah[49] percaya bahwa Salat Jumat setidaknya harus dihadiri oleh lima orang, [50] sebagian menganggap jumlah minimal adalah tujuh orang. Mazhab Hanafi menganggap kehadiran sedikitnya tiga orang selain imam Jum’at, mazhab Syafi’i dan Hanbali menganggap kehadiran sedikitnya empat puluh orang, dan mazhab Maliki menganggap kehadiran sedikitnya dua belas orang dari kota itu.[51] Begitu juga menurut pendapat ahli hukum Imamiyah, jarak antara dua salat jumat tidak boleh lebih sedikit dari satu farsakh, jika syarat ini tidak dilakukan maka salat kedua dianggap tidak sah.[52]

Tempat Salat Jumat

Salat Jumat di Masjid Fatih Pur India

Salat Jumat biasanya diadakan di Masjid Jamik di setiap kota, yang kadang juga disebut Masjid A'zham, Masjid Jamaah, Masjid Jumat, dan Masjid Adina.[53] Masjid-masjid ini disebut Jamik karena adanya pertemuan-pertemuan seperti Salat Jumat. [54] Di beberapa kota, sebuah tempat bernama Musalla dibangun di mana salat Jumat diadakan; Seperti Musala Agung di Teheran, Musala Quds di Qom dan Musala Syahid Mazari di Kabul.

Khutbah Salat Jumat

Salat Jum'at diawali dengan dua khutbah, yang sebenarnya menggantikan dua rakaat pertama salat Dzuhur. [55] Menurut sebagian besar ulama, khutbah Jum'at harus dilakukan setelah waktu dzuhur syar'i.[56] Menurut pendapat masyhur ahli hukum Syiah, khutbah setidaknya harus berisi tentang pujian kepada Allah swt, selawat kepada Anbi saw, nasihat dan anjuran kepada ketakwaan serta membacakan satu surah pendek Al-Qur'an. [57] Para jamaah harus berhenti melakukan apa pun yang menghalangi mereka untuk mendengarkan khotbah, seperti berbicara atau melakukan salat.[58] Menurut Murtadha Muthahari, Al-Qur'an menggambarkan kedua khutbah ini sebagai "Dzikrullah" seperti halnya salat, padahal hanya berupa mimbar dan pidato.[59]

Dalam sebuah Hadis dari Imam Ridha as disebutkan bahwa: Salat Jumat memiliki dua khotbah, sehingga yang satu berisi pujian dan penyucian kepada Allah swt dan yang lainnya ia mengumumkan kepada mereka tentang kebutuhan, peringatan, permohonan, perintah-perintah yang berkaitan dengan kebaikan dan kehancuran masyarakat Islam.[60]

Bentuk Salat Jumat dan Qunut-qunutnya

Setelah dua khutbah, salat Jumat dilaksanan dengan dua rakaat. Dianjurkan membaca Surah Al-Jumuah pada rakaat pertama dan Surah Al-Munafiqun pada rakaat kedua, atau Surah al-A'la pada rakaat pertama dan Surah Al-Ghasyiyah pada rakaat kedua setelah Surah Al-Hamd. Dianjurkan juga untuk membaca surah dengan suara keras (Jahr).[61] Menurut para ahli hukum Syiah, dianjurkan membaca qunut sebelum rukuk pada rakaat pertama dan setelah rukuk pada rakaat kedua.[62]

Pemilihan Imam Jumat

Selain harus mempunyai syarat-syarat yang diperlukan bagi imam jamaah[63], imam jum'at juga harus mempunyai syarat-syarat lain, seperti mempunyai kefasihan dalam berbicara, berani dan jujur ​​dalam mengemukakan isi dan pengetahuan tentang kepentingan Islam dan Muslim. Selain itu, lebih baik imam Jumat dipilih dari orang-orang yang paling terpelajar dan terhormat. [64] Pada abad ke-7 H, ahli hukum Syiah Muhaqqiq Hilli menyebutkan kesempurnaan akal, bersama dengan iman dan keadilan, di antara syarat-syarat imam Jumat. [65] Dan karena salat Jumat tidak dihadiri oleh wanita, maka dalam keadaan apa pun seorang wanita tidak boleh menjadi Imam salat Jumat.[66]

Syi'ah dan ahli hukum dari sebagian besar aliran Sunni, tidak menganggap kehadiran atau izin penguasa zaman itu sebagai syarat sahnya salat Jumat (seperti ibadah fisik lainnya). Mereka bersandar kepada dalil bahwa salat Jumat yang dipimpin Imam Ali as ketika Utsman dikepung oleh para penentangnya.[67] Secara keseluruhan, sepanjang sejarah Islam, imam Jumat selalu menduduki posisi pemerintahan.[68]

Sejarah

Salat Jumat disyariatkan sebelum hijrah dan pada tahun 12 bi'tsah di Mekah. Di tahun ini, Rasulullah saw ketika tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan salat Jumat di Mekah, dalam sebuah surat meminta kepada Mush'ab bin Umair supaya melaksanakan salat Jumat di Madinah. [1] Menurut penuturan lain [2], As'ad bin Zurarah adalah orang yang pertama kali melaksanakan salat Jumat di Madinah.

Dengan masuknya Rasulullah saw ke Madinah, salat Jumat diselenggarakan dengan dipimpin oleh beliau sendiri. [3] Setelah kota Madinah, tempat pertama kali diselenggarakan salat Jumat adalah kampung Abdul Qais di Bahrain. [4]

Setelah masa Nabi, menurut penuturan-penuturan sejarah, pelaksanaan salat Jumat di masa para khalifah pertama dan juga pada masa pemerintahan Imam Ali as (tahun 35 H/655-40 H/660) dan Imam Hasan as (tahun 40 H/660) sangatlah marak. [5] Sebagian riwayat-riwayat Syiah seperti Khutbah Sya'baniyah Rasulullah saw dan sebagian khotbah-khotbah Nahjul Balaghah Imam Ali as merupakan kenangan dari salat-salat ini.

Pada masa pemerintahan Bani Umayyah (41 H/661-132 H/749) dan Bani Abbasiah, (132 H/749-656 H/1258) para khalifah dan para pegawainya juga melaksanakan salat Jumat.[6] Para khalifah mengangkat para imam Jumat pusat kekhilafahan [7] dan pemilihan para khatib Jumat kota-kota lainnya diemban oleh para pemimpin atau para penguasa setempat. [8]

Partisipasi Para Imam dalam Salat Jumat

Menurut perspektif Syiah, para penguasa lalim dan para imam Jumat atau jamaah yang dilantik oleh mereka tidak memiliki legalitas dan tidak dapat melaksanakan salat menjadi makmum dibelakang mereka. Dengan demikian, berdasarkan sebagian hadis, para Imam Syiah as dan para pengikutnya jika terlihat ikut berpartisipasi dalam salat Jumat, hal itu dalam rangka taqiyyah atau dikarenakan dalil-dalil lainnya [9], demikian juga terkadang para penentang pemerintah tidak ikut berpartisipasi dalam salat Jumat guna mengungkapkan penentangannya. [10] Tidak hadir dalam salat Jumat dikategorikan sebagai pendahuluan yang tidak baik bagi seseorang. [11]

Pelaksanaan Salat Jumat Syiah

Di antara penuturan-penuturan terkuno yang ada terkait salat Jumat di kalangan masyarakat Syiah adalah pelaksanaan salat Jumat di masjid Baratsa (masjid Syiah di Baghdad) pada tahun 329 H/941, dengan kepemimpinan Ahmad bin Fadhl Hashimi. [12] Bahkan, dalam fitnah 349 yang meliburkan salat Jumat Baghdad, belum pernah terjadi pemberhentian dalam pelaksanaan salat Jumat di Buratsa [13], namun pada tahun 420 dengan dilantiknya seorang khatib Ahlussunnah oleh pihak khalifah sementara, maka salat Jumat pun dihentikan. [14] Demikian juga, salat Jumat diselenggarakan di masjid Jami' Ibn Thulun pada tahun 359 dan di masjid Jami' Azhar pada tahun 361. [15] Indikasi-indikasi [16] juga menunjukkan akan pelaksanaan salat Jumat pada abad-abad pertama hijriah di kota-kota ini. [17]

Salat Jumat di Iran

Abdul Jalil Qazvini, seorang penulis Syiah, melaporkan bahwa pada abad ke-6 H salat Jumat diadakan di semua kota Syiah, dan dia menyebutkan kota Qom, Aweh, Kasyan, Varamin dan Diyar Mazandaran sebagai contoh.[96]

Masa Safawiyah

Salat Jumat sejak masa pemerintahan Shah Ismail 1 Safawi (905-930) lambat laun menyebar di tengah-tengah masyarakat Syiah Iran. Sebab hal ini adalah dari satu sisi, kritikan pemerintah Utsmani terhadap Syiah dikarenakan tidak melaksanakan salat Jumat dan dari sisi lain upaya para ulama Syiah, khususnya Muhaqqiq al-Karaki (M, 940 H/1533) untuk menyebarkan salat Jumat di Iran. [18] Dengan adanya kebersamaan sejumlah para fakih seperti sejumlah para ulama Jabal Amil dengan Muhaqqiq al-Karaki dan dukungan pemerintah Safawi kepada mereka, dikarenakan tradisi salat Jumat tidaklah terlalu marak dikalangan Syiah dan adanya penentangan serius dari kalangan para ulama [19], peresmian salat jumat lambat laun akhirnya merebak di masyarakat Syiah Iran. [20] Pembahasan dan pertentangan terkait hukum salat Jumat pada masa ghaibah Imam maksum dan kewajiban serta keharamannya pada masa Shah Sulaiman I Safawi (pemerintahan 1077/1078-1105) sampai pada batas dimana dia mengadakan sebuah majlis dari para fakih dengan dihadiri menteri agungnya, sehingga sampai pada kesimpulan terkait hukum salat Jumat. [21]

Shah Tahmasp I (pemerintahan: 930 H/1524-984 H/1576) dengan anjuran Muhaqqiq al-Karaki supaya memilih imam Jumat di setiap kota. [22] Pada masa Shah Abbas I (pemerintahan: 996-1038) diadakan pengangkatan imam Jumat secara resmi. [23] Biasanya, Syaikh al-Islam di setiap kota memiliki kedudukan ini, namun terkadang seorang ulama yang bukan dari Syaikh al-Islam, seperti Mulla Faidh Kasyani (M 1091) mengemban keimamahan salat Jumat atas titah raja. [24]

Salat Jumat pertama dilaksanakan oleh Muhaqqiq al-Karaki, pada masa Safawi, di masjid Jami' Atik Isfahan. Termasuk para imam Jumat penting lainnya pada masa ini adalah Syaikh Bahai (M 1030 H/1621 atau 1031 H/1622), Mir Damad (M 1041 H/1632), Muhammad Taqi Majlisi (M 1070 H/1660), Muhammad Bagir Majlisi (M 1110 H/1698 atau 1111 H/1699), Mulla Hadi Sabzawari (M 1090 H/1679) dan Syaikh Lutfullah Isfahani (M 1032 H/1623). [25] Pada masa Safawi, sangatlah marak sekali tulisan-tulisan buku yang memuat tentang khotbah-khotbah salat Jumat, dimana yang paling populer adalah Basatin al-Khutaba karya Mirza Abdullah Affandi (M 1130 H/1718). [26]

Muhaqqiq Karaki pada tahun 921 H/1515 menulis sebuah buku untuk membuktikan bolehnya melaksanakan salat Jumat di masa ghaibah Imam Maksum, dimana sejatinya merupakan sebuah risalah dalam topik Wilayatul Faqih. Sebagian para kontemporer dan murid Karaki menulis sebuah risalah-risalah dalam mengkritik pendapatnya dan untuk membuktikan keharamannya atau menolak kewajiban aini salat Jumat di masa ghaibah. [27]

Masa Qajar

Imam Jumat pada masa dinasti Qajar (1210 H/1795-1344 H/1925) - sebagaimana masa Safawi - dikategorikan sebagai sebuah jebatan pemerintah. [28] Jabatan ini pada masa tersebut - sejalan dengan menurunnya kredibilitas kedudukan mazhab, lambat laun - kehilangan urgensi keagamaan dan politiknya. Di akhir-akhir masa Qajar, sebagian para imam Jumat menentang para ulama konstitusional yang menentang pemerintah lalim. [29] Memperhatikan banyak nama dari para imam jumat kota-kota besar pada masa Afshariyah (1148 H/1735-1210 H/1795) dan Qajariyah menunjukkan bahwa kedudukan imam Jumat pada masa ini merupakan sebuah front warisan dan sebagian keluarga mengemban kedudukan tersebut, seperti keluarga Khatun Abadi di Tehran, Keluarga Majlisi di Isfahan dan Muhammad Muqim Yazdi di Yazd. [30]

Masa Pahlevi

Pada masa-masa Pahlawi (1304-1357 s), para imam Jumat, khususnya di kota-kota seperti Tehran, dikarenakan memiliki hubungan resmi dengan pemerintah, mayoritas mereka tidak mendapatkan kecintaan masyarakat dan pelaksanaan salat Jumat juga tidaklah terlalu marak. [31] Disebutkan bahwa sebagian para ulama melaksanakan salat Jumat berdasarkan fatwa wajib takhyiri atau ta'yini salat Jumat, dimana dikarenakan tidak terkait dengan pemerintah, maka mendapat sambutan masyarakat umum. [32] Di antara salat-salat tersebut adalah salat Jumat Ayatullah Araki, yang dilaksanakan di masjid Imam Hasan Askari as di Qom, sejak tahun 1336 S sampai kemenangan Revolusi Islam Iran. Ayatullah Sayid Muhammad Taqi Ghadhanfanri di kota Khansar mendirikan salat Jum'at dari sekitar tahun 1310 H hingga masa wafatnya tahun 1350 H.

Masa Republik Islam

Gambar foto Salat Jumat pertama Ayatullah Khamenei di Universitas Tehran
Fanorama Salat Jumat diimami oleh Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei, Universitas Tehran

Setelah kemenangan Revolusi Islam (1357 HS), penyelenggaraan salat Jumat di Iran kembali semarak. Salat Jumat pertama pada masa ini, dipimpin oleh Ayatullah Sayid Mahmud Thaliqani (m 1358 HS) – dimana Imam Khomeini ra memilihnya secara resmi – yang diselenggarakan pada tanggal 5 Murdad 1358 HS/ 27 Juli 1979 di Universitas Tehran.

Imam Jumat kedua Tehran adalah Ayatullah Muntazeri, yang mana dalam waktu singkat setelah pengangkatannya, dia pergi ke Qom dan mengundurkan diri dari keimaman Jumat Tehran dan Ayatullah Sayid Ali Khamenei yang mengemban keimaman salat Jumat Tehran. [33]

Masyarakat kota-kota lainnya juga meminta penentuan imam Jumat. Dengan menyebarnya pelaksanaan salat Jumat di Iran, Imam Khomeini dengan saran Ayatullah Khamenei, dimana pada waktu itu beliau adalah seorang Presiden memasrahkan tanggung jawab koordinasi dan kepengurusan masalah terkait salat Jumat ke sebuah markas di Qom dan pada tahun 1371 HS/1992, dengan ketetapan Ayatullah Khamenei dalam kedudukannya sebagai pemimpin tertinggi Republik Islam, membentuk sebuah dewan syura yang beranggotakan Sembilan orang dari para rohaniawan, dengan nama Dewan Kebijaksanaan para Imam Jumat mengemban tugas ini. [34]

Salat Jumat pada bulan Ramadhan diselenggarakan dengan diikuti oleh banyak masyarakat dan di akhir Jumat bulan Ramadhan juga diselenggarakan demo-demo al-Quds sebelum melaksanakan salat. Disamping demo hari Quds, dalam pelbagai urusan lainnya juga para pelaksana salat Jumat setelah salat, melakukan unjuk rasa dan demonstrasi guna menunjukkan penentangan terhadap masalah-masalah seperti penistaan terhadap Rasulullah saw dan kejahatan-kejahatan rezim Zionis terhadap warga Palestina.


Galeri

Catatan Kaki

  1. Thabrani, Al-Mu'jam al-Kabir, jld. 17, hlm. 267; Ahmadi Miyanaji, Kitāb Makātib al-Rasul, hlm. 239.
  2. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Mājah, jld. 1, hlm. 344; Nasai, Sunan al-Nasa'i bi Syarh Jalaluddin Suyuthi, jld. 8, hlm. 150.
  3. Semisalhnya, Masudi, Muruj al-Dzahab, jld. 3, hlm. 19.
  4. Halabi, Sirah al-Halabiyah, jld. 2, hlm. 59.
  5. Thabari, Tarikh al-Thabari, jld. 3, hlm. 447, 2740; Ibnu Asakir, Tarikh Madinah Dimasyq, jld. 13, hlm. 251; Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa Al-Nihayah, jld. 4, juz. 7, hlm. 189; Mahmudi, Nahjul Sa'adah fi Mustadrak Nahjul Balaghah, jld. 1, hlm. 427, 499, jld. 2, hlm. 595, 714, jld. 3, hlm. 153, 605.
  6. Ya'qubi, Tarikh al-Ya'qubi, jld. 2, hlm. 285, 365; Thabari, Tarikh al-Thabari, jld. 8, hlm. 570, 579, 594, jld. 9, hlm. 222.
  7. Ibnu Jauzi, al-Muntazham fi Tarikh al-Muluk wa al-Umam, jld. 14, hlm. 383, jld. 5, hlm. 351
  8. Qalqasyandi, Shubh al-'A'sya fi Shina'ah al-Insya, 1383, jld. 10, hlm. 15, 19-20.
  9. Zurari, Tarikh Al Zurarah, jld. 2, hlm. 27; Nuri, Mustadrak al-Wasāil, jld. 6, hlm. 40; Jabiri, Shalat al-Jum'ah, Tarikhiyan wa Fiqhiyan, hlm. 24.
  10. Semisalnya, Ibnu Jauzi, Al-Muntadzam fi Tārikh al-Muluk wa al-Umam, jld. 16, hlm. 31-31; Muhammad Bagir Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 44, hlm. 333.
  11. Thabari, Tarikh, jld. 4, hlm. 328.
  12. Khatib Bagdadi, Tarikh Badhdad,jld. 1, 420
  13. Ibnu Atsir, al-Kāmil fi al-Tarikh, jld. 8, hlm. 533.
  14. Ibnu Jauzi, Al-Muntadzam fi Tārikh al-Muluk wa al-Umam, jld. 15, hlm. 198-201.
  15. Qummi, Kitāb Al-Kunā wa Al-Alqāb, jld. 2, hlm. 418; Ja'fariyan, Shafawiyyah dar 'Arsheye Din 1379 S, jld. 3, hlm. 258-259.
  16. Seperti adanya masjid-masjid jami' di kota-kota kawasan Syiah, seperti kota Qom.
  17. Ja'fariyan, Namāze Jum'eh, Zaminehhaye Tārikhi 1372 S, hlm. 23-25.
  18. Muntazhiri, Al-Badr al-Zahir fi Salat al-Jumat wa Al-Musafir, hlm. 7; Ja'fariyan, Namaze Jum'eh, Zaminehhaye Tarikhi, 1372 S, hlm. 26-27.
  19. Di antaranya, Syaikh Ibrahim Qatifi, meninggal tahun 950.
  20. Jabiri, Shalat al-Jum'ah, hlm. 50-54; Ja'fariyan, Namaze Jum'eh, Zaminehhaye Tarikhi, 1372 S, hlm. 28.
  21. Qazwini, Tatmim Amal al-Amil, hlm. 172-173.
  22. Aga Buzurg Tehrani,Tabaqat A'lam al-Syiah, 1404, bagian 1, hlm. 176; Jabiri, Shalat al-Jum'ah,hlm. 50-51.
  23. Aga buzurg Tehrani, Al-Dzriah fi Tashanif al-Syiah, 1403, jld. 25, hlm. 28.
  24. Ja'fariyan, Shafawiyyah dar 'Arsheye Din, 1379, jld. 3, hlm. 237.
  25. Untuk masalah ini dan masalah-masalah lainnya, Muhammad Taqi Majlisi, Lawami' Shahib Qarani, jld. 4, hlm. 513; Khansari, Jami' al-Madarik, jld. 2, hlm. 68, 78, 122-123; Bahrani, Lu'luah al-Bahrain, hlm. 61, 95, 136, 445.
  26. Di antara buku-buku penting lain dalam hal ini: Al-Khutab Maula Muhsin Faidh Kasyani, (M 1091); Al-Khutab Lil Jum'at wa Al-A'yad, Mir Damad (M 1041); Al-Khutab Syaikh Yusuf Bahrani (M 1186); Al-Khutab Ibn Nabatah Khatib (M 374); Diwan Al-Khutab Al-Jamiyyah, Jamaluddin Abu Bakar Muhammad (M 768), yang populer dengan Ibn Nabatah Meshri, yang termasuk cucunya Khatib. Lu'luah al-Bahrain, hlm. 100, 127; Al-Dzariah ila Tashanif al-Syiah, 1403, jld. 7, hlm. 183-187.
  27. Ja'fariyan, Namoze Jum'eh: Zaminehhaye Tarikhi, 1372 S, hlm. 37-38; Ja'fariyan,Shafawiyyah dar 'Arsheye Din, 1379 S, hlm. 251.
  28. Muntazhiri, Al-Badr al-Zahir fi Salat al-Jum'ah wa al-Musafir, hlm. 7.
  29. Ja'fariyan, Namoze Jum'eh: Zaminehhaye Tarikhi, 1372 S, hlm. 32.
  30. Imam Jumat Yazd pertama menigngal tahun 1084; Muhammd Muqim Yazdi, Muqaddimah Mudarrisi, hlm. 50; untuk para imam Jumat lainnya pada masa ini di kota-kota Iran, Al-Dzariah ila Tashanif al-Syiah, 1403, jld. 2, hlm. 76, 88, jld. 3, hlm. 252, 301, 370-371, jld. 4, hlm. 322, jld. 6, hlm. 5, 6, 100, jld. 9, hlm. 785, 1087-1088; Reza Nejad, Shalat al-Jum'ah, hlm. 123-125.
  31. Yazdi, Wadzaif Ruhaniyyat, hlm. 84.
  32. Semisalnya, Kesywari, Farzanigane Khansar, hlm. 133.
  33. Berita Fars news
  34. Syuraye Siyasatguzari Aimma, ucapan di permulaan, hlm. 2.

Daftar Pustaka

  • Al-Shahifah al-Sajjadiyyah. Qom: Cet. Mumammad Jawab Huseini Jalalni, 1380 HS.
  • Kasyif al-Ghitha', Ja'far bin Khidrh. Kasyful Ghitha an Mubhammat al-Syari'at al-Ghrra'. Qom: Bustan Kitab, 1380 HS.
  • Agha Bozorg Tehrani , Muhammad Hasan. Al-Dzariah ila Tashanif al-Syiah. Beirut: Cet. Ali Naqi Munzawi dan Ahmad Manzawi, 1403 H/1983.
  • Agha Bozorg Tehrani , Muhammad Hasan. Thabaqat A'lam al-Syiah. Masyhad: Nuqaba al-Basyar fi Al-Qarni al-Rabi' Asyar, 1404 H.
  • Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf. Mukhtalaf al-Syiah fi Ahkam al-Syariah. Qom: 1412-1420 H.
  • Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf. Tadzkirah al-Fuqaha. Qom: 1414 H.
  • Allamah Majlisi, Muhammad Bagir bin Muhammad Taqi. Bihar al-Anwar. Beirut.
  • Al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah. Kuwait: Wizarat al-Aukaf wa al-Syu'un al-Islamiyyah, 1412 H/1992.
  • Askalani , Ibn Hajar. Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari. Beirut: Cet. Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, 1418/1997.
  • Fadhil Hindi, Muhammad bin Hasan. Kasyf al-Litsam. Teheran: Cet. Sanggi, 1271-1274 H, cet. Offset. Qom, 1405 H.
  • Faidh Kasyani , Muhammad bin Syah Murtadha. Al-Syahab al-Tsaqib fi Wujub Salat al-Jum'ah al-'Aini. Qom: 1401 H.
  • Gharawi Tabrizi, Ali. Al-Tanqih fi Syarh al-'Urwah al-Wutsqa. Transkripsi Pelajaran Ayatullah Khu'i, jld. 1. Qom: 1418 H/ 1998.
  • Hairi, Murtadha. Salat al-Jumat. Qom: 1409 H.
  • Halabi, Ali bin Ibrahim. Al-Sirah al-Halabiyyah. Beirut.
  • Hur Amuli. Wasail al-Syiah. Qom: 1409-1412 H.
  • Husaini Amili, Muhammad Jawab bin Muhammad. Miftah al-Karamah fi Syarh Qawaid al-'Allamah. Qom: Cet, Offset, Muassasah Āl al-Bait.
  • Ibn 'Asakir. Tarikh Madinah Dimasyq. Beirut: Cet. Ali Syiri, 1415-1421 H/ 1995-2001.
  • Ibn 'Atthar. Kitab Adab al-Khatib. Beirut: Cet. Muhammad Sulaimani, 1996.
  • Ibn Batutah. Rihlat Ibn Batutah. Beirut: Cet. Muhammad Abdul Mun'im Aryan, 1407 H/1987.
  • Ibn Fahd Hilli. Al-Muhadzdzab al-Bari' fi Syarh al-Mukhtashar al-Nafi. Qom: Cet. Mujtaba Iraqi, 1407-1413 H.
  • Ibn Hanbal. Musnad Ahmad bin Hanbal. Istanbul: 1402/ 1982.
  • Ibn Idris Hilli. Kitab Al-Sarair al-Hawi li Tahrir al-Fatawa. Qom: 1420-1411 H.
  • Ibn Jauzi. Al-Muntadzam fi Tarikh al-Muluk wa Al-Umam. Beirut: Cet. Muhammd Abdul Qadir Atha' dan Musthafa Abdul Qadir Atha', 1412 H/1992.
  • Ibn Katsir. Al-Bidayah wa Al-Nihayah. Beirut: Cet. Ahmad Abu Mulhim dll, jld. 4, 1405/ 1985, jld. 5 dan 6, 1407/1987.
  • Ibn Majah. Sunan Ibn Majah. Istanbul: 1401 H/1981.
  • Ibn Qudamah. Al-Mughni. Beirut: Cet. Offset, 1403 H/1983.
  • Ibnu Atsir. Al-Kamil fi al-Tarikh. Beirut: 1385-1386 H..
  • Imam Khomaini. Taudhih al-Masail (Muhassyi). Qom: Daftar Nasyr Islami, Cet. VIII, 1424 H.
  • Jabiri, Kazim . Salat al-Jumat: Tarikhan wa Fiqhiyyan. Qom, 1376 HS.
  • Ja'fariyan , Rasul. Shafawiyyah dar 'Arsheye Din Farhang wa Siyasah. Qom: Pazuhisygah Hauzah wa Danesygag, 1379 HS.
  • Ja'fariyan, Rasul. Namaze Jum'eh: Zaminihhaye Tarikhi wa Agahihaye Kitab Syenasi. Teheran: Syuraye Siyasatguzari Aimmah Jum'ah, 1372 HS.
  • Kasani, Abu Bakar bin Mas'ud. Kitab Bada'i al-Shana'i fi Tartib al-Syara'i. Quetta, 1409/1989.
  • Kesywari, Ahmad Reza. Farzanegan Khansar. Qom: 1378 HS.
  • Khansari, Ahmad. Jami' al-Madarik fi Syarh al-Mukhtashar al-Nafi'. Anotasi Ali Akbar Ghaffari. Teheran: 1355 HS.
  • Khatib Baghdadi, Ahmad bin Ali. Tarikh Baghdad, Tarikh Madinah al-Salam. Beirut: Cet. Bassyar Awwad Ma'ruf, 1422 H.
  • Khui, Abul Qasim. Minhaj al-Shalihin. Qom: Madinatul Ilm, 1410 H.
  • Kulaini, Muhammad bin Ya'qub. Al-Kafi. Beirut: Cet. Ali Akbar Ghaffari, 1401 H.
  • Mahmudi , Muhammad Bagir. Nahjul Sa'adah fi Mustadrak Nahjul Balaghah. Beirut: jld. 1.
  • Majlisi , Muhammad Taqi bin Maqshud Ali. Lawami' Shahib Qarani al-Musytahar bi Syarhi al-Faqih. Jld. 4. Qom: 1374 HS.
  • Malik bin Anas. Al-Muwattha'. Istanbul, 1401 H/1981.
  • Mansur bin Yunus Bahuti Hanbali, Kasysyaf al-Qina' an Matn al-Iqna', cet. Muhammad Hasan Syafi'i, Beirut, 1418/ 1997.
  • Mas'udi, Ali bin Husain. Muruj al-Dzahab. Beirut.
  • Mawardi, Ali bin Muhammad. Al-Ahkam al-Sulthaniyyah wa al-Wilayaat al-Diniyyah. Baghdad: 1409/1989.
  • Miyanaji, Ali Ahmadi. Kitab Makatib al-Rasul. Tehran: 1363 HS.
  • Muballighi, Ahmad.'Anasir-e Ta'tsirguzar dar Wujube Ta'yini Namaz Jum'eh dar Rawese Akhbariyan. Hukumat Islami th 9 HS, vol. 2, Tabistan, 1383 HS.
  • Mufid ,Muhammad bin Muhammad. Al-Muqni'ah. Qom: 1410 H.
  • Muhaqqiq Hilli , Ja'far bin Hasan. Al-Mu'tabar fi Syarh Al-Mukhtashar. Qom: 1364 HS.
  • Muhaqqiq Hilli, Ja'far bin Hasan. Syarayi' al-Islam fi Masail al-Halal wa al-Haram. Teheran: Cet. Shadiq Syirazi, 1409 H.
  • Muhaqqiq Karaki, Ali bin Husain. Rasail al-Muhaqqiq al-Karaki. Riset: Muhammad Hasun, 1409 H.
  • Muntazeri, Husein Ali. Al-Badr al-Zahir fi Salat al-Jum'at wa al-Musafir. Transkripsi pelajaran Ayatullah Berujerdi. Qom: 1362 HS.
  • Muqaddas Ardabeli, Ahmad bin Muhammad. Majma' al-Faidah wa al-Burhan fi Syarh Irsyad al-Adzhan. Qom: Cet. Mujtaba Iraqi, 1362 HS.
  • Musawi Amili , Muhammad bin Ali. Madarik al-Ahkam fi Syarh Syara'i al-Islam. Qom: 1410 H.
  • Muttaqi, Ali bin Hasanuddin. Kanzul Ummal fi Sunan al-Aqwal wa Al-Af'al. Beirut: Cet. Bakri Hayani wa Shafwah Saqa, 1409 H/1989.
  • Najafi , Muhammad Hasan bin Bagir .Jawahir al-Kalam fi Syarh Syara'i al-Islam. Beirut: Cet. Abbas Quchani, 1981.
  • Najasyi, Ahmad bin Ali. Fehrest Asma Mushannafi al-Syiah (Rijal al-Najasyi). Qom: Cet. Musa Syubairi Zanjani, 1407 H.
  • Naraqi, Ahmad bin Muhammad Mahdi. Mustanad al-Syiah fi Ahkam al-Syariah. Qom: 1425 H.
  • Nasa'i, Ahmad bin Ali. Sunan al-Nasa'i bi Syarh Jalaluddin Suyuthi wa Hasyiyah Nuruddin bin Abdul Hadi al-Sindi. Istanbul: 1401 H/1981.
  • Nawawi , Yahya bin Syarif. Al-Majmu': Syarh al-Muhadzdzab. Beirut: Darul Fikr.
  • Nawawi , Yahya bin Syarif. Raudhah al-Thalibin wa Umdah al-Muftin. Beirut: Cet. Adil Ahmad Abdul Maujud dan Ali Muhammad Mu'awwadh.
  • Nuri, Husain bin Muhammad Taqi. Mustadrak al-Wasail wa Mustanbat al-Masail. Qom: 1407-1408 H.
  • Qadhi Nu'man , Nu'man bin Muhammad. Da'aim al-Islam wa Dzikri al-Halal wa al-Haram. Beirut: cet, Arif Tamir, 1416 H/1995.
  • Qalqasyandi, Ahmad bin Ali. Shubh al-A'sya fi Shina'ah al-Insya. Kairo: 1331-1338/ 1913-1920, cet. Offset, 1383 H/1963.
  • Qazwini, Abd al-Nabi bin Muhammad Taqi. Tatmim Amal al-Āmal. Qom: Cet. Amhad Husaini, 1407 H.
  • Qummi, Abbas, Kitab al-Kuna wa al-Alqab. Shida, 1357-1358, cet. Offset, Qom.
  • Reza Nejad , Izzuddin. Salat al-Jum'at: Dirasatun Fiqhiyyah wa Tarikhiyyah. Qom: 1415 H.
  • Ruzha wa Ruidadha. Penyusun dan penyunting, Daftar Aqidati Sisasi Farmandahi Mu'adzdzam Kulli Quwa. Teheran: Nashre Ramin, 1378 S, jild. 3. Teheran: Zuhd, 1377 HS.
  • Sallar Dailami, Hamzah bin Abdul Aziz. Al-Marasim al-'Alawiyyah fi al-Ahkam al-Nabawiyyah. Beirut: Cet. Muhsin Husaini Amini, 1414 H/1994.
  • Sarakhsi, Muhammad bin Ahmad Syamsul Aimmah. Kitab al-Mabsuth. Kairo: 1324-1331 H, cet. Offset, Istanbul, 1403/1983.
  • Sayid Murtadha, Ali bin Husain. Rasail al-Syarif al-Murtadha. Qom: Cet. Mahdi Raja'i, 1405-1410 H.
  • Sayid Murtadha, Ali bin Husain. Masail al-Nashiriyyat. Teheran: 1417 H/1997.
  • Syafi'i , Muhammad bin Idris. Al-Umm. Beirut: Cet. Muhammad Zuhri Najjar.
  • Syahid Awal, Muhammad bin Makki. Al-Durus al-Syar'iyah fi Fiqhi al-Imamiyah. Qom: 1412-1414 H.
  • Syahid Tsani, Zainuddin bin Ali. Al-Raudhah al-Bahiyyah fi Syarh al-Lum'ah al-Damisqiyyah. Beirut: Muhammad Klanter, 1403 H/ 1983.
  • Syahid Tsani, Zinuddin bin Ali. Rasail al-Syahid al-Tsani. Qom: 1379-1380 HS.
  • Syaikh Shaduq. Al-Amali. Qom: 1417 H.
  • Syaikh Shaduq. Al-Muqni'. Qom: 1415 H.
  • Syaikh Shaduq. Man La Yahduruhu al-Faqih. Qom: Cet, Ali Akbar Ghaffari, 1404 H.
  • Syaikh Thusi, Muhammad bin Hasan. Al-Khilaf fi al-Hukkam. Qom: 1407-1417 H.
  • Syaikh Thusi, Muhammad bin Hasan. Al-Mabsuth fi Fiqh al-Imamiyyah. Teheran: cet. Muhammad Taqi Kasyfi, 1387 HS.
  • Syaikh Thusi, Muhammad bin Hasan. Tahdzib al-Ahkam. Beirut: Cet, Hasan Musawi Khursan, 1404 H
  • Syaukani , Muhammad. Nail al-Authar, Syarh Muntaqi al-Akhbar min Ahadis Sayid al-Akhbar. Mesir: Syirkah Maktabah wa Mathba'ah Mushtafa al-Bani al-Halabi.
  • Taudhih al-Masail Maraji', Muthabiq fh Fatwaye Dawozdah Nafar az Maraji'. Pengumpul, Muhammad Hasan bani Hasyim Khomeini. Qom: Daftar Intisyarate Islami, 1378 HS.
  • Thabari, Muhammad bin Jarir. Tarikh al-Thabari: Tarikh al-Umam wa al-Muluk. Beirut: Cet. Muhamamd Abul Fadhl Ibrahim, 1378-1382 H.
  • Thabathabai, Ali bin Muhammad.Riyadh al-Masail fi Bayan al-Ahkam bi al-Dalail. Beirut: 1412-1414 H/ 1992-1993.
  • Thabrani , Sulaiman bin Ahmad. Al-Mu'jam al-Kabir. Beirut: Cet. Hamdi Abdul Majid Salafi.
  • Yazdi , Muhammad Muqim bin Muhammad Ali. Al-Hujjah fi Wujub Shalat al-Jum'at fi Zaman al-Ghaibah. Cet. Jawab Mudarrisi.
  • Yazdi, Muhammad. Wazhaife Ruhaniyat dar Naqsye Ruhaniyat dar Nizham Islami. Teheran: Syuraye Siayasatguzari Aimmah Jum'ah, 1375 HS.
  • Zuhaili , Wahbah Mushtafa. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu. Damaskus: 1404 H/1984.
  • Zurari, Ahmad Muhammad. Tarikh Ali Zurarah. Isfahan, tanpa tahun.