Hasan bin Ali bin Muhammad (bahasa Arab: حسن بن علي بن محمد) yang masyhur dengan Imam Hasan Askari (232-260 H) adalah Imam kesebelas bagi para pengikut Syiah Itsna Asyariyah yang memimpin selama 6 tahun. Dia adalah anak Imam Hadi as dan ayah Imam Zaman as.

Hasan bin Ali bin Muhammad
Imam kesebelas
Askari
kunyahAbu Muhammad
Lahir10 Rabiul Tsani 232 H
Tempat lahirMadinah
Imamah6 tahun (254-260)
Waktu syahiddi
Tempat dimakamkanSamarra, Irak (Haram Askariyain)
Imam sebelumnyaAli bin Muhammad al-Hadi
Imam setelahnyaImam Mahdi af
AyahImam Hadi as
IbuHudaits atau Salil
PasanganNarjis
PutraImam Mahdi
Imam-Imam Syiah
Ali, al-Hasan, al-Husain, al-Sajjad, al-Baqir, al-Shadiq, al-Kazhim, al-Ridha, al-Jawad, al-Hadi, al-Askari, al-Mahdi

Lakab paling terkenalnya adalah "Askari" yang mengisyaratkan kepada kepemimpinan yang dipaksakan di Samarra. Dia di Samarra berada di bawah tekanan pemerintah dan menghadapi berbagai keterbatasan dalam menjalankan aktifitas-aktifitasnya. Imam Askari as menjalin ikatan dan hubungan dengan para pengikutnya melalui wakil-wakilnya dan korespondensi. Utsman bin Said adalah wakil khusus Imam Zaman af yang pertama dan termasuk dari perwakilan khusus Imam Askari as.

Imam Askari mati syahid pada tanggal 8 Rabiul Awal tahun 260 H pada usia 28 tahun di Samarra dan dimakamkan di samping pusara ayahandanya. Pusara mereka berdua terkenal dengan Haram Askariyain dan menjadi tempat ziarah orang Syiah di Irak.

Banyak hadis yang telah dikutip dari Imam Askari as tentang berbagai masalah, termasuk penafsiran Alquran, etika, fikih, akidah (teologi), doa, ziarah.

Biografi

Nasab: Nasab Imam Hasan Askari as dengan delapan perantara menyambung kepada Ali bin Abi Thalib as, imam pertama Syiah. Ayahnya Imam Hadi as adalah imam kesepuluh bagi pengikut Syiah dua belas imam.

Menurut kutipan beberapa sumber, ibunya adalah seorang budak wanita dengan sebutan "Hudaits" atau "Haditsah".[1] Beberapa sumber lain juga menyebutkan bahwa nama ibunya adalah Susan,[2]'Asfan[3] dan Salil.[4]Imam Askari as mempunyai saudara bernama Ja'far yang di kalangan Syiah dikenal dengan Ja'far Kadzdzab.

Pasca kesyahidan Imam Askari as, ia mengklaim diri sebagai imam dan dengan mengingkari bahwa beliau tidak memiliki anak, ia pun mengklaim diri sebagai satu-satunya pewaris yang akan mewarisi beliau.[5]Sayid Muhammad dan Husain adalah saudara lain dari Imam Askari as.[6]

Gelar-gelar: Para sejarawan menyebutkan gelar-gelarnya adalah Hadi, Naqi, Zaki, Rafiq dan Shamit. Sebagian dari para sejarawan mengatakan bahwa beliau juga bergelar Khalis[7]Ibnu al-Ridha adalah sebuah gelar yang terkenal bagi Imam Jawad as, Imam Hadi as dan Imam Askari as. [8]Gelar Askari adalah gelar yang dimiliki oleh Imam Hadi as dan Imam Hasan Askari as, sebab mereka berdua hidup secara terpaksa di Samarra. Askari adalah nama yang tidak masyhur bagi Samarra.[9]Demikian juga karena nama Hasan dimiliki oleh Imam Askari as dan Imam Hasan Mujtaba as, maka para sejarawan menyebut beliau dengan Hasan Akhir.[10]

Julukan: Dia dijuluki dengan panggilan Abu Muhammad. [11]Dalam beberapa sumber digunakan pula julukan-julukan lain untuknya seperti Abu al-Hasan[12], Abu al-Hujjah[13] dan Abu al-Qaim.[14]

Kelahiran: Sumber-sumber muktabar menyebutkan tempat kelahiran Imam Hasan Askari as di Madinah.[15]Namun ada pula yang menyebutkan tempat lahir beliau di Samarra.[16]Kulaini dan mayoritas sumber-sumber terdahulu Imamiyah meyakini kelahirannya terjadi pada bulan Rabiul Awal tahun 232 H.[17]Dalam sebuah riwayat juga disebut tanggal ini.[18] Beberapa sumber terdahulu dari Imamiyah dan Ahlusunnah juga menuliskan kelahiran beliau pada tahun 231 H.[19]Syaikh Mufid di dalam buku Masār al-Syiah menyebutkan kelahiran Imam Askari as pada tanggal 10 Rabiul Tsani.[20]Pada kurun keenam Hijriah, pendapat ini tersingkirkan dan kelahiran beliau pada tanggal 8 Rabiul Tsani menjadi mayshur[21]dimana hal ini menjadi pendapat yang masyhur dikalangan Imamiyah.

Kesyahidan: Imam Askari as syahid pada hari ke-8 bulan Rabi' al-Awal tahun 260 H pada masa pemerintahan Mu'tamad Abbasi di usia 28 tahun.[22]Terdapat juga beberapa laporan tentang kesyahidan beliau pada bulan Rabiul Tsani dan Jumadil Awal.[23]Menurut pernyataan Fadhal bin Hasan Thabrisi di dalam buku I'lam al-Wara, banyak dari ulama Imamiyah meyakini bahwa Imam Askari as syahid akibat terkena racun. Landasan mereka adalah riwayat yang dinukil dari Imam Shadiq as: و الله ما منّا الا مقتول شهيد;"Demi Allah tak seorangpun dari kami kecuali mati syahid."[24]Dari sebagian laporan historis dapat disimpulkan bahwa dua khalifah sebelum Mu'tamad berupaya untuk membunuh Imam Askari as. Dalam sebuah riwayat dimuat bahwa Mu'taz Abbasi memerintahkan Hajib (Said bin Shaleh) untuk membunuh Imam pada perjalanan menuju Kufah, namun karena masyarakat tahu, ia tidak berhasil.[25]Menurut laporan lain, Muhtada Abbasi juga berniat untuk membunuh Imam as dalam penjara, namun niatnya tidak terealisasikan dan masa pemerintahannya berakhir.[26]Imam Hasan Askari as dimakamkan di rumahnya sendiri di Samarra, dimana sebelumnya Imam Hadi as telah dimakamkan di sana.[27]Menurut penukilan Abdullah Khaqan (salah satu menteri Mu'tamad Abbasi),[28] setelah kesyahidan Imam Askari as semua pasar libur dan Bani Hasyim, para pembesar, para politikus dan masyarakat turut serta dalam mengantarkan jenazahnya.[29]

Istri: Menurut kutipan yang masyhur adalah sebenarnya Imam Hasan Askari as sama sekali tidak pernah memilih seorang wanita untuk dijadikannya sebagai istri dan generasinya hanya berlangsung melalui seorang hamba sahaya yang mana itu adalah ibu Imam Mahdi as.[30] Terdapat banyak sumber yang menyebutkan bahwa nama ibu Imam Mahdi as bervariasi. Disebutkan dalam beberapa sumber bahwa Imam Hasan Askari as banyak mempunyai pembantu dan hamba sahaya wanita dari berbagai negara seperti Romawi, Sisilia dan Turki.[31] Dan mungkin perbedaan yang terjadi dalam penamaan ibu Imam Mahdi ini, dari satu sisi adalah karena banyaknya para budak yang ada dan yang lainnya adalah karena untuk menjaga rahasia kelahiran Imam Mahdi as.[32]

Keturunan: Berdasarkan mayoritas sumber-sumber Syiah, satu-satunya anak Imam Hasan Askari as adalah Imam Zaman as yang bernama "م ح م د" (Muhammad).[33]Dari kalangan ulama Ahlusunnah terdapat pula beberapa sosok seperti Ibnu Atsir, Syablanji dan Ibnu Shabbagh Maliki mnyebutkan bahwa nama "Muhammad" adalah nama untuk putra Imam Askari as.[34]

Mengenai anak keturunan beliau, banyak pendapat yang diutarakan. Sebagian mengatakan bahwa Imam memiliki 3 anak laki-laki dan 3 anak perempuan, [35] Khosaibi menambahkan bahwa selain Imam Mahdi as, Imam juga memiliki dua orang putri bernama Fatimah dan Dalalah. [36] dan Ibnu al-Tsalj juga menambahkan bahwa selain Imam Mahdi as, Imam juga memiliki seorang putra bernama Musa dan dua orang putri bernama Fatimah dan Aisyah (atau Ummu Musa), [37] namun dalam sebagian buku Ansāb, nama-nama yang disebutkan di atas tadi adalah nama-nama saudara laki-laki dan saudara perempuan Imam Hasan Askari as [38] yang ada kemungkinan terbaur dengan nama anak keturunannya. Sebaliknya, beberapa sumber Ahlusunnah mengingkari adanya keturunan bagi Imam Askari as.[39]Ada kemungkinan bahwa pendapat ini muncul karena tersembunyinya kelahiran imam yang kedua belas dan ketidaktahuan mereka atas kelahiran tersebut.[40]

Pindah ke Samarra: Ketika Imam Hasan Askari masih kanak kanak, ayahnya Imam Hadi as diundang secara paksa ke Irak dan hidup di Samarra (ibu kota dinasti Abbasiyah) di bawah pengawasan mereka. Dalam perjalanan ini, Imam Askari juga bersama sang ayah. Mas'udi menyebut zaman perjalanan ini pada tahun 236 H[41] sementara Naubakhti menyebut tahun 233 H.[42]Imam Hasan Askari as lebih banyak menghabiskan masa hidupnya di Samarra, dan diketahui secara masyhur bahwa beliau adalah satu satunya Imam yang tidak pernah naik haji, namun di dalam buku Uyun Akhbar al-Ridha dan Kasyf al-Ghummah dikutip satu riwayat dimana rawi mendengar riwayat tersebut dari Imam Hasan Askari as di Mekah.[43]Selain perjalanan ke Mekah ini, dilaporkan pula bahwa Imam as pernah melakukan perjalanan ke Jurjan.[44]

Dalil-dalil Imamah dan Masa Imamah

Akidah Syiah
‌Ma'rifatullah
TauhidTauhid DzatiTauhid SifatTauhid Af'alTauhid Ibadah
FurukTawasulSyafa'atTabarruk
Keadilan Ilahi
Kebaikan dan keburukanBada'Amrun bainal Amrain
Kenabian
KeterjagaanPenutup KenabianNabi Muhammad SawIlmu GaibMukjizatTiada penyimpangan Alquran
Imamah
Keyakinan-keyakinanKemestian Pelantikan ImamIsmah Para ImamWilayah TakwiniIlmu Gaib Para ImamKegaiban Imam Zaman asGhaibah SughraGhaibah KubraPenantian Imam MahdiKemunculan Imam Mahdi asRaj'ah
Para Imam
  1. Imam Ali
  2. Imam Hasan
  3. Imam Husain
  4. Imam Sajjad
  5. Imam Baqir
  6. Imam al-Shadiq
  7. Imam al-Kazhim
  8. Imam al-Ridha
  9. Imam al-Jawad
  10. Imam al-Hadi
  11. Imam al-Askari
  12. Imam al-Mahdi
Ma'ad
Alam BarzahMa'ad JasmaniKebangkitanShirathTathayur al-KutubMizanAkhirat
Permasalahan Terkemuka
AhlulbaitEmpat Belas Manusia SuciTaqiyyahMarja' Taklid


Dalil utama untuk keimamahan Hasan bin Ali Askari as pasca kesyahidan Imam Hadi as adalah wasiat dan hadis-hadis yang menjelaskan bahwa Imam Askari as menjadi penggati dan penerusnya.[45]Syaikh Mufid di dalam buku al-Irsyad menyebutkan lebih dari 10 riwayat dan surat terkait hal ini. Mayoritas orang Syiah dan sahabat Imam Hadi as pasca kesyahidan beliau juga merujuk kepada Imam Hasan Askari as sebagai seorang imam.[46]Namun segelintir orang meyakini Ja'far bin Ali (yang terkenal dengan Jakfar al-Kadzdzab), putra lain dari Imam Hadi as, sebagai imamnya. Dan sekelompok orang juga percaya terhadap kepemimpinan Sayid Muhammad tatkala Imam Hadi as wafat.[47]

Imam Askari as memegang tampuk kepemimpinan selama 6 tahun (254-260 H).

Kondisi Politik

Masa keimamahan Imam Askari as bertepatan dengan tiga khalifah Abbasi: Mu'taz Abbasi (252-255 H), Muhtada (255-256 H) dan Mu'tamad (256-279 H).

Pada periode kehidupan Imam Askari as, sistem dinasti Abbasi berubah menjadi senjata dan sarana untuk para penguasa rival, khususnya para penguasa dinasti Turki mempunyai peran dan pengaruh besar dalam sistem pemerintahan. Barangkali sikap politis pertama yang terekam dalam kehidupan Imam Hasan Askari as adalah berkaitan dengan satu masa dimana Imam berusia 20 tahun dan ayahnya masih hidup. Beliau dalam sepucuk surat kepada Abdullah bin Abdullah bin Thahir (termasuk menteri dinasti Abbasiyah yang berpengaruh dan menjadi musuh Musta'in, khalifah pada masa itu) menyebut khalifah seorang yang lalim dan beliau memohon kepada Allah supaya kekuasaannya dihancurkan. Surat ini beliau tulis beberapa hari sebelum lengsernya Musta'in dari kekuasaan.[48]

Pasca terbunuhnya Musta'in, Mu'taz (musuh dari Musta'in) memegang kekuasaan. Mengingat bahwa dia mengetahui secara global tentang sikap Imam Hasan Askari as terhadap khalifah yang terbunuh, maka pada awal pemerintahannya (minimal secara zahir) ia tidak bersikap keras kepada beliau dan ayahnya. Pasca kesyahidan Imam Hadi as dan setelah Imam Askari as menjadi penggantinya juga terdapat bukti-bukti bahwa dengan adanya pembatasan-pembatasan dari pihak pemerintahan terhadap kegiatan-kegiatannya, Imam masih relatif bebas. Beberapa pertemuan Imam dengan para pengikutnya menjadi bukti atas hal tersebut. Namun setelah berlalu satu tahun, sang khalifah berburuk sangka kepada Imam dan pada tahun 255 H beliau dijebloskan ke dalam penjara. Imam as pada periode satu tahun khalifah berikutnya (Muhtada) pun masih berada dalam penjara.

Dengan dimualinya kekhilafahan Mu'tamad (256 H) yang berhadap-hadapan dengan kebangkitan-kebangkitan Syiah, maka Imam terbebaskan dari penjara dan sekali lagi beliau mendapat kesempatan untuk mengatur dengan serius kondisi sosial dan ekonomi Imamiyah. Peran aktif Imam ini, itupun di ibu kota dinasti Abbasi, sekali lagi mengancam badan kekhilafahan. Pada bulan Shafar tahun 270 H, Imam masuk penjara lagi atas perintah Mu'tamad dan khalifah sendiri mengontrol setiap hari semua berita yang berkaitan dengan Imam.[49] Satu bulan setelahnya, Imam dibebaskan dari penjara, namun dipindahkan ke rumah Hasan bin Sahl (menteri Ma'mun) di dekat kota Wasit dan masih berada dalam pengawasan khalifah.[50]

Beberapa Kebangkitan dan Pemberontakan

Pada zaman Imam Hasan Askari as muncul dan terjadi pergerakan-pergerakan anti pemerintahan yang sebagiannya dilakukan oleh orang-orang Syiah dan sebagian lagi dilakukan oleh kelompok lain dengan memanfaatkan nama kelompok Alawi.

  • Kebangkitan Ali bin Zaid dan Isa bin Ja'far: Dua sosok ini berkebangsaan Alawi dan dari keturunan Imam Hasan Mujtaba as. Pada tahun 255 H mereka melakukan kebangkitan di Kufah. Mu'taz mengirim bala tentara besar dengan dikomandani oleh Said bin Shaleh yang terkenal dengan nama "Hajib" kepada mereka dan berhasil menaklukan kebangkitan tersebut.[51]
  • Kebangkitan Ali bin Zaid bin Husain: Dia adalah termasuk dari cucu Imam Husain as dan pada masa Muhtada Abbasi melakukan kebangkitan di Kufah. Syah bin Maikal bersama pasukan tentara besar bertempur dengannya tapi mengalami kekalahan. Ketika Mu'tamad Abbasi memegang kekuasaan, ia mengirim Kaijur Turki untuk melawannya. Setelah Ali bin Zaid beberapa lama berada dalam pengejaran dan pelarian, maka akhirnya terbunuh pada tahun 257 H.[52]
  • Kebangkitan Ahmad bin Muhammad bin Abdullah: Ia pada masa Mu'tamad Abbasi melakukan kebangkitan di Mesir di antara Barqah dan Iskandariah, dan dengan dukungan para pengikutnya yang berjumlah banyak ia mengklaim diri sebagai khalifah. Ahmad bin Thulun, pejabat kekhilafahan Turki pada saat itu, mengutus satu pasukan kepada Ahmad bin Muhammad untuk memporak-porandakan para pendukungnya dan mereka berhasil membunuhnya setelah sebelumnya ia berusaha melakukan perlawanan.[53]
  • Pemberontakan Shahib Zanj: Ali bin Muhammad Abdul Qaisi pada tahun 255 H pada masa pemerintahan Mu'tamad melakukan pemberontakan. Imam Hasan Askari as secara tegas mengumumkan bahwa Shahib Zanj bukan termasuk dari Ahlulbait as.[54]

Hubungan Imam dengan Orang-orang Syiah

Mengingat bahwa komunitas mazhab-mazhab di tengah masyarakat terbentuk dari mayoritas penduduk Ahlusunah, dan ditambah lagi adanya tekanan-tekanan dinasti Abbasiah atas orang-orang Syiah, maka komunitas Syiah hidup dalam kondisi taqiyah. Pun demikian Imam Hasan Askari as berupaya keras mengatur urusan orang-orang Syiah, mengumpulkan kewajiban-kewajiban harta (seperti zakat, khumus, kaffarah dll) dan mengutus perwakilan-perwakilan ke berbagai daerah.[55]

Pertemuan dengan Imam as

Dari laporan sejarah dapat dipahami bahwa pada fase kehidupan Imam Askari as terdapat keterbatasan-keterbatasan bagi Imam untuk mengadakan ikatan secara langsung dengan para pengikutnya.[56]

“ Ibadah bukan dinilai dari banyaknya puasa dan salat, akan tetapi dinilai dari banyaknya berfikir tentang perkara Ilahi.”
Ibnu Syu'bah Harrani, Tuhaf al-Uqul, hlm. 488.

Oleh karena itu, tatkala Imam as dibawa ke istana khilafah,[catatan 1]para pengikutnya mengambil kesempatan berjumpa beliau ditengah perjalanan menuju Istana.[57] Syaikh Thusi menukil sebuah berita yang menceritakan tentang perkumpulan masyarakat disaat Imam Askari as melintas dan juga penghormatan mereka kepadanya.[58]Namun karena penjagaan ketat pemerintahan, terkadang Imam as melarang untuk mengadakan hubungan kontak semacam ini dengan dirinya. Ali bin Ja'far Halabi menukilkan: pada suatu hari Imam as dijadwalkan hadir di istana khilafah, kami berkumpul menunggu pertemuan dengannya, dalam kondisi demikian datang sepucuk surat dari beliau kepada kami dengan konten berikut: "Jangan ada seorang pun dari kalian memberikan salam bahkan isyarat kepadaku, sebab kalian tidak akan berada dalam kondisi aman."[59]

Wakil-wakil Imam

Imam Askari as sebagaimana imam-imam sebelumnya memilih beberapa orang wakil untuk mengadakan ikatan kontak dengan para pengikutnya. Salah seorang di antara mereka ini adalah Aqid, pembantu khusus Imam dimana beliau mengasuhnya semenjak ia masih kecil dan ia juga menjadi pembawa sekian banyak dari surat-surat beliau untuk orang-orang Syiah.[60] Demikian juga seorang yang mempunyai julukan Gharib Abul Adyan, pembantu Imam dan yang bertugas mengirim sejumlah suratnya.[61] Namun, orang yang dikenal secara pasti sebagai pintu gerbang (wakil dan penghubung Imam dengan masyarakat) dalam sumber-sumber Imamiyah adalah Utsman bin Said. Pasca kesyahidan Imam Askari as dan pada masa ghaibah kecil, Utsman bin Said juga memainkan perannya sebagai wakil dan duta pertama Imam Zaman as.[62]

Korespondensi

Salah satu jalan orang-orang Syiah untuk mengadakan hubungan kontak dengan Imam as adalah korespondensi. Sebagai contoh bisa disebutkan surat-surat beliau kepada Ali bin Husain Babawaih.[63] dan surat kepada penduduk Qom dam Abeh (Aveh)[64] Di dalam buku Kamāluddin dimuat bahwa Imam Askari as beberapa saat sebelum kesyahidannya menulis banyak surat dengan tangannya sendiri kepada penduduk Madinah.[65] Orang-orang Syiah melayangkan surat dalam berbagai permasalahan dan tema kepada beliau dan menerima jawabannya.

Pengajaran Ilmu-ilmu Agama

“Tanda-tanda orang mukmin ada lima:
  • Melaksanakan salat 51 rakaat (17 rakaat salat wajib (salat harian) dan 34 rakaat salat nafilah harian) dalam sehari semalam,
  • Melakukan Ziarah Arbain,
  • Mengenakan cincin di tangan kanan,
  • Meletakkan dahi saat sujud di atas tanah,
  • mengeraskan bacaan Basmalah.”
Thusi, Tahdzib al-Ahkām, jld.6, hlm. 52.

Ajaran Syiah

Mengingat adanya kerumitan dan ketidakjelasan terkait penentuan Imam pada masa itu, maka kita menemukan dalam ucapan-ucapan dan surat-surat Imam Hasan Askari as pelajaran ini bahwa, bumi tidak akan kosong dari hujjah Allah [66] dan bahwa jika keimamahan terputus niscaya urusan-urusan Tuhan akan terbengkalai[67]dan bahwa hujah Allah di muka bumi merupakan nikmat yang dianugerahkan Allah kepada orang-orang yang beriman, yang dengan petunjuk ini Ia memuliakan mereka.[68]

Pelajaran lain yang berulang kali dapat disaksikan dalam ucapan-ucapan Imam pada kondisi dimana orang-orang Syiah berada dalam tekanan, adalah seruan beliau untuk bersabar dan percaya pada kemenangan serta menanti kemenangan tersebut.[69] Begitu juga dalam hadis-hadis beliau ditemukan penekanan-penekanan khusus untuk mengatur hubungan interen diantara komunitas Syiah dan pergaulannya dengan saudara-saudara seagamanya.[70]

Tafsir Alquran

Tafsir Alquran adalah salah satu lahan yang mendapat perhatian khusus Imam Hasan Askari as sehingga ada satu matan terperinci dalam Tafsir Alquran (yang dinilai sebagai karya terkuno tafsir Imamiyah) dinisbatkan kepadanya. Bahkan jika penisbahan ini tidak benar sekalipun, maka harus diperhatikan bahwa ketenaran Imam as dalam kajian-kajian tafsir dapat mendukung penisbatan tersebut.

Teologi dan Akidah

Imam Hasan Askari memegang tampuk kepemimpinan Imamiyah pada satu kondisi dimana perbedaan-perbedaan akidah dan kayakinan muncul di barisan-barisan Imamiyah dan juga muncul beberapa perbedaan pandangan pada periode keimamahan beliau saat itu. Salah satu contoh dari permasalahan-permasalahan tersebut adalah pembahasan mengenai "peniadaan kebendaan Tuhan" yang telah muncul dari tahun-tahun sebelumnya dan perbedaan pendapat di antara dua orang dari sahabat menonjol para Imam yakni Hisyam bin Hakam dan Hisyam bin Salim. Pada masa Imam Hasan Askari perbedaan pendapat ini sedemikian banyak dimana Sahl bin Ziyad Adami sampai menulis surat kepada Imam dan memohon petunjuk darinya.

Dalam jawabannya, Imam malarang untuk masuk dalam pembahasan "dzat" kemudian dengan menyinggung beberapa ayat Alquran bersabda:

Allah satu dan Maha Esa, tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, tiada sekutu bagi-Nya, Dialah Pencipta bukan diciptakan. Segala sesuatu yang dikehendaki dari benda dan selainnya pasti diciptakannya sementara Dia sendiri bukanlah benda. Tiada sesuatu yang serupa dengan-Nya dan Dia lah Maha Mendengar dan Melihat.[71]

Fikih

Dalam ilmu hadis, salah satu gelar yang disandangkan kepada Imam Hasan Askari as adalah gelar "faqih".[72] Hal ini menunjukkan bahwa Imam dikenal secara khusus oleh para sahabatnya karena alasan tersebut. Sebagian hadis-hadisnya berkaitan khusus dengan kajian fikih dan beragam bab-babnya. Mengingat bahwa pembentukan mazhab fikih Imamiyah terlebih dahulu dilakukan oleh Imam Shadiq as dan kemudian tahap-tahap penyempurnaannya dilalui pada masa Imam Kazhim as dan Imam Ridha as, maka Imam Hasan Askari lebih banyak mengutarakan masalah-masalah furu' yang baru muncul di zamannya atau masalah yang karena faktor tertentu menjadi ramai dibicarakan pada zaman tersebut seperti masalah permulaan bulan Ramadhan dan pembahasan khumus.[73]

Haram

Imam Hasan Askari as setelah syahid dikuburkan di rumahnya di sisi ayahnya Imam Hadi as.[74] Kemudian dibangunlah di tempat ini sebuah tempat untuk berziarah yang masyhur dengan Haram Askariyain. Haram Askariyain pada tahun 2005[75]dan 2007 dihancurkan oleh kelompok teroris takfiri.[76] Pemulihan dan perenovasian Haram dimulai pada tahun 2010[77] dan selesai pada tahun 2015.[78]

Lihat Juga

Pranala Luar

Situs Haram Askariyain(berbahasa Arab)

Didahului oleh:
Imam Ali al-Hadi as
Imam ke-11 Syiah Imamiyah
254 H-260 H
Diteruskan oleh:
Imam Mahdi as

catatan

  1. Sesuai kutipan dari salah seorang pembantu Imam, beliau dipaksa hadir setiap hari Senin dan Kamis di Istana. Thusi, al-Ghaibah, hlm.215

Catatan Kaki

  1. Kulaini, Kafi, jld.1, hlm. 503; Syaikh Mufid, al-Irsyād, jld.2, hlm.212
  2. Ibnu Thalhah, Mathālib al-Suāl, jld.2, hlm.78; Sibth ibn Jauzi, Tadzkirah al-Khawāsh, hlm.362. Tentu saja, nama Susan di beberapa sumber dikatakan nama ibu Imam Hadi as (Naubakhti, Firaq al-Syiah, hlm.93) dan pada nukilan lain dikatakan nama ibu Imam Zaman af.(Ibnu Abi Tsalj, Tarikh al-Aimmah, hlm.26)
  3. Naubakhti, Firaq al-Syiah, hlm. 96; dikatakan bahwa nama ini awalnya 'Asfan dan Imam Hadi menamainya dengan Hudaits
  4. Husain bin Abdul Wahab, Uyun al-Mu'jizāt, hlm.144
  5. Thabasi, Hayāt al-Imam al-Askari, hlm.320-324
  6. Mufid, al-Irsyād, jld.2, hlm.311-312
  7. Ibnu Rustam Thabari, Dalāil al-Imamah, hlm. 425.
  8. Ibnu Syahr Asyub, Manāqib Al Abi Thalib, jld. 4, hlm. 524.
  9. Ibnu Khallakan, Wafyāt al-A'yān, jld.2, hlm.95
  10. Ibnu Syahrasyub, Manāqib Al Abi Thalib, jld.3, hlm.526
  11. Ibnu Rustam, Thabari, Dalāil al-Imamah, hlm.424
  12. Ibnu Rustam,Dalāil al-Imamah, hlm.424
  13. Khaz Ali, Mausu'ah al-Imam al-Askari, jld.1, hlm.32
  14. Khaz Ali, Mausu'ah al-Imam al-Askari, jld.1, hlm.32
  15. Syaikh Mufid, al-Irsyād, jld.2, hlm.313; Syaikh Thusi, Tahdzib al-Ahkām, jld.6, hlm.92
  16. Ibnu Hatim, al-Durr al-Nazhim, hlm.737
  17. Lihat: Naubakhti, Firaq al-Syiah, hlm.95; Kulaini, Kāfi, jld.1, hlm.3-5; Syaikh Mufid, al-Irsyād, jld.2, hlm. 313
  18. Ibnu Rustam, Thabari, Irsyād al-Imamah, hlm. 423
  19. Lihat: Ibnu Abi Tsalj, Tarikh al-Aimmah, hlm. 14; Mas'udi, Itsbāt al-Washiyah, hlm. 258
  20. Syaikh Mufid, Masar al-Syiah, hlm. 52; Ibnu Thawus, al-Iqbal, jld.3, hlm. 149; Syaikh Thusi, Mishbāh al-Mujtahid, hlm. 792
  21. Lihat: Ibnu Syahrasyub, Manāqib Al Abi Thalib, jld.3, hlm. 533; Thabrisi, Taj al-Mawalid, hlm. 57
  22. Kulaini, Kāfi, jld.1, hlm. 503; Syaikh Mufid, al-Irsyād, jld.2, hlm. 214
  23. Lihat: Muqaddasi, Bazpazuhi Tarikh Wiladat wa Syahadate Ma'shuman, hlm. 530-533
  24. Thabrisi, I'lam al-Wara, jld.2, hlm. 131
  25. Syaikh Thusi, al-Ghaibah, hlm. 208; Atharidi, Musnad al-Imam al-Askari as, hlm. 92
  26. Mas'udi, Itsbāt al-Washiyah, hlm. 268; Kulaini, Kāfi, jld.1, hlm.329
  27. Syaikh Mufid, al-Irsyād, jld.2, hlm. 313
  28. Amin, A'yān al-Syiah, jld. 1, hlm. 103
  29. Naubakhti, Firaq al-Syiah, hlm. 96; Kulaini, al-Kāfi, jld. 1, hlm. 505, dinukil dari Paketchi, Hasan Askari as, Imam, hlm. 619
  30. Paketci, Hasan Askari, Imam, hlm. 618
  31. Masudi, Itsbāt al-Washiyah, hlm.266, dikutip oleh Paketchi, Hasan Askari as, Imam, hlm. 618.
  32. Muhammadi, Ray Syahri, Danesynameh Imam Mahdi, jld.2, hlm. 194
  33. Ibnu Syahrasyub, Manāqib Al Abi Thalib, jld. 3, hlm. 523; Thabrisi, Tāj al-Mawālid, hlm. 59
  34. Ibnu Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh, jld.7, hlm. 274; Ibnu Shabbagh, al-Fushul al-Muhimmah, hlm. 278; Syablanji, Nur al-Abshār, hlm. 183, dikutip dari Paketchi, Hasan Askari, Imam, hlm. 618
  35. Zarandi, Ma'ārij al-Wushul ila Ma'rifat Fadhli Āli al-Rasul, hlm.176, dikutip oleh Paketchi, Hasan Askari as, Imam, hlm. 618-619.
  36. Khoshaibi,al-Hidāyah al-Kubrā, hlm. 328;.
  37. Ibnu Abi al-Tsalj, Tarikh al-Aimmah, Majmu'atu Nafisah, hlm.21-22; lihat: Fakhruddin Razi, al-Syajarah al-Mubārakah, hlm. 79, dikutip oleh Paketchi, Hasan Askari as, Imam, hlm. 619.
  38. Lihat seperti: Fakhruddin Razi, al-Syajarah al-Mubārakah, dikutip oleh Paketchi, Hasan Askari as, Imam, hlm. 619.
  39. Lihat: Ibnu Hazm, Jamharah Ansāb al-Arab, hlm.61; Dzahabi, Siyar 'Alām al-Nubalā, jld. 13, hlm.121, dikutip oleh Paketchi, Hasan Askari as, Imam, hlm. 617.
  40. Sulaiman, Darsnameh Mahdawiyat, hlm. 184
  41. Mas'udi, Itsbāt al-Washiyah, hlm. 259
  42. Naubakhti, Firaq al-Syiah, hlm. 92
  43. Syaikh Shaduq, Uyun Akbār al-Ridha, jld. 2, hlm. 135; Arbili, Kasyf al-Ghummah, jld. 2, hlm. 198
  44. Quthbuddin Rawandi, al-Kharāij wa al-Jarāih, jld. 1, hlm. 425-426; Arbili, Kasyf al-Ghummah, jld. 2, hlm. 427-428; Ibnu Hamzah Thusi, al-Tsaqib fi al-Manāqib, hlm. 215
  45. Syaikh Thusi, al-Ghaibah, hlm. 120-122; Arbili, Kasyf al-Ghummah, jld. 2, hlm. 404-4-7
  46. Ja'fariyan, Hayat Fikri wa Siyasi Imaman Syiah, hlm. 537
  47. Asy'ari, al-Maqālāt wa al-Firaq, hlm. 101
  48. Ibnu Atsir, al-Kāmil fi al-Tarikh, jld.7, hlm.151
  49. Mas'udi, Itsbāt al-Washiyah, hlm. 268
  50. Masudi, Itsbāt al-Washiyah, hlm.269
  51. Masudi, Muruj al-Dzahab, jld.4, hlm.94
  52. Ibnu Atsir, al-Kāmil fi Tarikh, jld.7, hlm.239
  53. Masudi, Muruj al-Dzahab, jld.4, hlm.108
  54. Ibnu Syahrasyub, Manāqib Āl Abi Thalib, jld.3, hlm.529
  55. Masudi, Itsbāt al-Washiyah, hlm.270; Kasyi, Rijal Kasyi, hlm.560
  56. Paketchi, Hasan Askari, Imam, hlm.626
  57. Arbili, Kasyf al-Ghummah, jld.2, hlm.930
  58. Thusi, al-Ghaibah, hlm.215-216
  59. Rawandi, al-Kharāij wa al-Jarāih, jld.1, hlm.439
  60. Syaikh Thusi, al-Ghaibah, hlm.272, dikutip dari Paketchi, Hasan Askari, Imam, hlm.626
  61. Syaikh Shaduq, Kamāluddin, hlm.475
  62. Paketchi, Hasan Askari, Imam, hlm. 626
  63. Ibnu Syahrasyub, Manāqib Āl Abi Thalib, jld.3, hlm.527; Khunsari, Raudhāt al-Jinan, jld.4, hlm.233-274
  64. Ibnu Syahrasyub, Manāqib Āl Abi Thalib, jld.3, hlm.526
  65. Shaduq, Kamāluddin, jld.2, jlm.474
  66. Sebagai contoh lihatlah: Masudi, Itsbāt al-Washiyah, hlm.271
  67. Sebagai contoh lihatlah: Syaikh Shaduq, Kamāluddin, hlm.222
  68. Sebagai contoh: Kasyi, Rijal Kasyi, hlm.541
  69. Sebagai contoh: Ibnu Syahrasyub, Manāqib Al Abi Thalib, jld.3, hlm.527
  70. Ibnu syahrasyub, Manāqib Āl Abi Thalib, jld.3, hlm.526
  71. Kulaini, al-Kafi, jld.1, hlm.103
  72. Sebagai contoh: Thuraihi, Jāmi al-Maqāl, hlm.185
  73. Paketchi, Hasan Askari, Imam, hlm.630
  74. Syaikh Mufid, al-Irsyād, jld.2, hlm. 313
  75. Khamehyar, Takhribe Ziyāratgahhaye Islami dar Kesywarhaye Arabi, hlm. 29 dan 30
  76. Khamehyar, Takhribe Ziyāratgahhaye Islami dar Kesywarhaye Arabi, hlm. 30
  77. Kantor Berita ABNA. Kondisi akhir pembuatan Dharih Haram Askariyain
  78. Kantor berita ILNA. Kegitan perenovasian kubah Haram Askrariyain telah selesai

Daftar Pustaka

  • Abu al-Ma'ali Balkhi, Muhammad. Bayān al-Adyān. Riset: Muhammad Taqi Danesh Pazuh. Teheran: Ruzneh, 1376 HS.
  • Ahmad Khameyar. Takhrib Ziyaratgah Islami dar Kisywarhaye Arabi. Qom: Darul I’lam li Madrasati Ahlul Bait as, 1393 HS.
  • Amin, Muhsin. A'yān asy-Syiah. Beirut: Dar al-Ta'aruf, 1403 H.
  • Arbili, Ali bin Isa. Kasyfu al-Ghummah fi Ma’rifati al-Aimmah. Tabriz: Penerbit Bani Hasyimi, cet. I, 1381 H.
  • Arbili, Ali bin Isa. Kasyfu al-Ghummah fi Ma’rifati al-Aimmah. Beirut: Darul Adhwa’, 1405 H.
  • Arbili, Ali bin Isa. Kasyfu al-Ghummah fi Ma’rifati al-Aimmah. Qom: Radhi, 1421 H.
  • Asyari, Saad bin Abdullah. Al-Maqālāt wa al-Firaq. Editor: Muhammad Jawad Masykur, Teheran: penerbitan Ilmi wa farhanggi, 1360 HS.
  • Dzahabi, Muhammad bin Ahmad. Siyar A'lām an-Nubala. Riset: Syuaib Arnauth dkk. Beirut: muassasah al-Risalah, 1405 H/1985.
  • Fakhruddin Razi, Muhammad bin Umar. Asy-Syajarah al-Mubarakah. Qom: Maktabah Ayatullah Mar'asyi, 1409 H.
  • Husain bin Abdul Wahab. Uyun al-Mu'jizāt. Najaf: Penerbitan Al-Haidariyah, 1369 H.
  • Ibnu Abi as-Tsalj. Tārikh al-Aimmah, dalam sekumpulan mulia. Qom: 1396 H.
  • Ibnu Atsir, Ali bin Abi al-Karim. Al-kāmil fi at-Tārikh. Riset: Carlos Johannes Tornberg. London: tanpa penerbit, 1851-1871.
  • Ibnu Hamzah Thusi, Muhammad bin Ali. Ats-Tsāqib fi al-Manāqib. Qom: penerbit Anshariyan, cet. III, 1419 H.
  • Ibnu Hatim Amili, Yusuf. Ad-Durr an-Nazhim. Qom: Muassasah al-Nasyr al-Islami, tanpa tahun.
  • Ibnu Hazm. Jamharah Ansāb al-'Arab. Riset: Abdus Salam Muhammad Harun. Kairo: tanpa penerbit, 1982.
  • Ibnu Khallakan, Syamsuddin Ahmad bin Muhammad. Wafayāt al-A'yān wa Anbāu Abnāi az-Zamān. Riset: Ihsan Abbas. Beirut: Dar Shadir, 1971-1972.
  • Ibnu Rustam Thabari, Muhammad bin Jarir. Dalāil al-Imāmah. Qom: Bi’tsat, 1413 H.
  • Ibnu Shabbagh, Ali. Al-Fushul al-Muhimmah. Riset: Sami Azizi. Qom: tanpa penerbit, 1379 H.
  • Ibnu Shabbagh, Ali. Al-Fushul al-Muhimmah. Riset: Sami Ghariri. Qom: 1379 H.
  • Ibnu Syahr Asyub. Manāqib Al Abi Thālib. Najaf: tanpa penerbit, 1376 H.
  • Ibnu Syu’bah Harrani, Hasan. Tuhaful Uqul an Ali Rasul saw. Editor dan marginal: Ali Akbat Ghaffari. Qom: Muassasah an-Nasyr al-Islami, 1404 H/ 1363 HS.
  • Ibnu Thalhah, Muhammad. Mathālib as-Suāl. Najaf: tanpa penerbit, 1371 H/ 1951.
  • Ja'fariyan, Rasul. Hayate Fikri Siāsi Imamān Syieh. Qom: penerbit Anshariyan, 1379 HS.
  • Kasyi, Muhammad bin Umar. Rijal Kasyi (Ikhtiyar Marifatu al-Rijal). Masyhad: Danesyghah Masyhad, 1348 HS.
  • Khaz Ali. Al-Imam al-Askari as. Qom: Muassasah Wali al-Ashr Ajjalallahu Ta'ala Farajahu al-Syarif, cet. I, 1426 H.
  • Khoshaibi, Husain bin Hamdan. Al-Hidāyah al-Alkubrā. Beirut: Muassasah al-Balagh, 1419 H.
  • Kulaini, Muhammad bin Ya'qub. Ushul al-Kāfi. Riset: Ali Akbar Ghaffari dan Muhammad Akhundi. Teheran: Intisyarat Islamiyah, 1391 H.
  • Mas'udi, Ali bin Husain. Itsbāt al-Washiyah li al-Imam Ali bin Abi Thalib. Beirut: Dar al-Adhwa, 1409 H.
  • Mas'udi, Ali bin Husain. Itsbāt al-Washiyah li al-Imam Ali bin Abi Thalib'. Qom: Anshariyan, 1426 H.
  • Masudi, Ali bin Husain. Muruj adz-Dzahab. Qom: Dar al-Hijrah, cet. II, 1363 H.
  • Muqaddasi, Yadullah. Bazpazuhi Tarikhe Wiladat wa Syahadate Ma'shuman. Qom: Pazuheshgah Ulum wa Farhangge Islami, 1391 HS.
  • Naubakhti, Hasan bin Musa. Firaq asy-Syiah. Editor: Sayid Muhammad Shadiq Al Bahrul Ulum, Najaf: al-Maktabah al-Murtadhawiyah, 1355 H.
  • Paketchi. Hasan Askari As, Imam, dalam Dairatu al-Ma'arif Buzurg Islami (Ensiklopedia besar Islam) jld. 20. Teheran: Markaz Dairatu al-Ma'arif Buzurg Islami, 1391 HS.
  • Pur Sayid Aghai dkk. Tarikh Asr Ghaibat. Qom: Muasseseh Farhanggi Iintisyarati Hudhur, cet.1, 1379 HS.
  • Quthbuddin Rawandi, Said bin Abdullah. Al-Kharāij wa al-Jarāih. Qom: Muassasah Imam Mahdi, cet. I, 1409 H.
  • Sam’ani, Abdul Karim bin Muhammad. Al-Ansāb. Riset: Abdurrahman bin Yahya, Haidar Abad, Majlis Dairatul Ma’arif al-Ustsmaniyah, 1382 H/1962.
  • Sayid Ibnu Thawus, Ali bin Musa. Al-Iqbāl bi al-A'māl al-Hasanah. Riset: Jawad Qayyumi, Qom: Maktabah al-A'lam al-Islami, 1414 H.
  • Sibth bin Jauzi. Tadzkirat al-Khawās. Najaf: tanpa penerbit, 1383 H/ 1964.
  • Sulaiman, Khuda Murad. Darsnameh Mahdawiyat: Hazrate Mahdi az Wiladat ta Imamat. Qom: Bonyad Farhanggi Mahdi Mau'ud, 1389 HS.
  • Syablanji, Mukmin bin Hasan. Nur al-Abshār fi Manāqib Al Bait an-Nabi al-Mukhtār. Riset: Abdul Aziz Salman. Kairo: Maktabah al-Taufiqiyah, tanpa tahun.
  • Syahristani, Muhammad bin Abdul Karim. Al-Milal wan Nihal. Qom: As-Syarif ar-Radhi, 1364 HS.
  • Syaikh Mufid, Muhammad bin Muhamamd. Masār asy-Syiah. Riset: Mahdi Najaf. Beirut: Dar al-Mufid, cet. I, 1414 H.
  • Syaikh Mufid. Al-Irsyād fi Ma’rifati Hujajillah ala al-Ibād. Qom: Muassasah Ahlil Bait li Ihya at-Turast, 1414 H.
  • Syaikh Shaduq. Kamāluddin wa Tamām an-Ni'mah. Riset: Ali Akbar Ghaffari. Teheran: tanpa penerbit, 1390 H.
  • Syaikh Shaduq, Muhammad bin Ali. Uyun Akhbār ar-Ridha as. Teheran: penerbit Jahan, 1378 HS.
  • Syaikh Thusi, Muhammad bin Hasan. Ikhtiyār Ma'rifatu al-Rijāl (Rijāl al-Kasyi). Masyhad: Yayasan Penerbitan Universitas Masyhad, 1409 H.
  • Syaikh Thusi, Muhammad bin Hasan. Al-Ghaibah. Riset: Ibadullah Tehrani, dan Ali Ahmad Nasih. Qom; Muassasah al-Ma’arif al-Islamiyah, 1411 H.
  • Syaikh Thusi, Muhammad bin Hasan. Al-Ghaibah. Teheran: Perpustakaan Nainawa, 1398 H.
  • Syaikh Thusi, Muhammad bin Hasan. Al-Ghaibah. Qom: Darul Ma’arif al-Islamiyah, 1411 H.
  • Syaikh Thusi, Muhammad bin Hasan. Mishbāh al-Mutahajjid. Teheran: tanpa penerbit, 1339 H.
  • Syaikh Thusi, Muhammad bin Hasan. Tahdzib al-Ahkām. Teheran: Darul Kutub al-Islamiyah, 1407 H.
  • Thabari, Muhammad bin Jarir. Tārikh al-Umam wa al-Muluk. Riset: Muhammad Abu al-Fadhl Ibrahim. Beirut: Rawa'iu al-Turats al-Arabi, 13897 H.
  • Thabarsi, Fadhl bin Hasan. Ilām al-Warā bi 'Alāmi al-Hudā. Qom: Alul Bait, 1417 H.
  • Thabarsi, Fadhl bin Hasan. Tāj al-Mawālid, Majmuatu Nafisah. Qom: 1396 H.
  • Thabasi, Muhammad Jawad. Hayatul Imam al-Askari as. Yayasan Bustane Kitab, cet:III, 1382 HS.
  • Thabasi, Muhammad Jawad. Hayat al-Imam al-Askari as. Qom: Muassasah Bustan Kitab, cet. III, 1382 HS.
  • Thuraihi, Fakhruddin. Jāmi' al-Maqāl fima Yata'allaq bi Ahwāl al-Hadits wa ar-Rijal. Riset: Muhammad kazhim Thuraihi. Teheran: 1355 HS.
  • Zarandi, Jamaluddin Muhammad bin Yusuf. Ma'ārij al-Wushul ila Ma'rifati Fadhli Al ar-Rasul. Riset: Majid Athiyah. Qom: intisyarat Amiri, tanpa tahun.