Lompat ke isi

Amru bin Qais bin Zaidah

Prioritas: b, Kualitas: b
Dari wikishia
(Dialihkan dari Ibnu Ummi Maktum)
Ibnu Ummi Maktum
Info pribadi
Nama lengkapAbdullah atau Amru bin Qais bin Zaidah
Garis keturunanBani Amir bin Lu'ai
Kerabat termasyhurSayidah Khadijah
Muhajir/AnsharMuhajirin
Tempat TinggalMakkahMadinah
Informasi Keagamaan
Terkenal sebagaiAyat pertama dan kedua Surah 'Abasa turun mengenai dia • Pengganti Rasulullah saw di Madinah dalam beberapa peperangan


Abdullah atau Amru bin Qais bin Zaidah (bahasa Arab: عبد الله أو عمرو بن قيس بن زائدة) [1] adalah seorang tokoh mulia dari kabilah bani Amir bin Lu'ai.[2] Amru bin Qais bin Zaidah memegang beberapa peran yang sangat istimewa dalam sejarah awal Islam. Pertama, ia adalah seorang sahabat Nabi yang setia. Kedua, ia dipercaya sebagai muazin tuna netra Nabi Muhammad saw. Di samping itu, ia juga memiliki ikatan keluarga yang dekat sebagai paman dari Sayidah Khadijah.

Kepercayaan Nabi Muhammad saw kepadanya sangatlah besar. Dalam banyak kesempatan ketika Nabi saw harus pergi berperang, dia ditunjuk untuk menggantikan posisi beliau memimpin di Madinah. Menurut para mufasir, ayat-ayat awal Surah 'Abasa turun berkenaan dengan dirinya, yang menggambarkan betapa Nabi saw pernah ditegur karena sempat mengabaikannya demi membujuk seorang pembesar Quraisy. Dedikasinya dalam menyebarkan Islam juga telah dimulai sangat awal. Ia tercatat sebagai salah satu orang pertama yang dikirim ke Yasrib (nama Madinah sebelum hijrah) atas perintah Nabi Muhammad saw untuk membimbing dan mengajarkan Islam kepada penduduknya, jauh sebelum peristiwa hijrah bersejarah terjadi.

Nama, Nasab dan Kunyah

Disebutkan bahwa nama asli beliau sebelum memeluk Islam adalah Hashin. Setelah memeluk Islam, Nabi Muhammad saw sendiri yang menganugerahkannya nama baru, yaitu Abdullah.[3] Dari garis keturunan ayahnya, ia memiliki hubungan keluarga yang sangat dekat dengan Sayidah Khadijah, istri tercinta Nabi Muhammad saw, di mana ayahnya adalah paman dari Sayidah Khadijah.[4]

Sementara dari garis ibu, silsilahnya juga mulia. Ibunya bernama Atikah binti Abdullah bin Ankatsah bin Amir bin Makhzum. Sang ibu lebih dikenal dengan kunyah-nya, Ummu Makthum, dan nama Abdullah pun dinisbatkan kepada ibunya ini, sehingga ia sering dipanggil Abdullah bin Ummi Maktum.

Kehilangan Penglihatan

Tidak ada catatan sejarah yang secara pasti mengungkapkan tanggal kelahiran, detil masa kecil, atau kronologi pasti bagaimana Ibnu Ummi Maktum kehilangan kemampuan penglihatannya. Meski demikian, berdasarkan konteks dan sebutan yang melekat padanya, segala indikasi mengarah pada kesimpulan bahwa ia telah kehilangan penglihatannya sejak usia yang sangat belia.[5]

Ketertarikan pada Islam

Ibnu Ummi Maktum telah hadir di Makkah sejak masa-masa awal kenabian. Hatinya begitu tertarik dan tergerak oleh cahaya Islam. Suatu ketika, dalam sebuah momen yang penting, ia mendatangi Nabi Muhammad saw yang saat itu sedang berusaha mendakwahi para pembesar Quraisy, seperti Walid bin Mughirah, dengan harapan mereka mau menerima Islam dan berharap mereka masuk Islam- untuk membacakan Al-Qur'an kepadanya.

Turunnya Ayat Mengenai Dirinya

Ayat «(عَبَسَ وَتَوَلَّىٰ ﴿١﴾ أَن جَاءَهُ الْأَعْمَىٰ ﴿٢» turun berkenaan dengannya.[6] Tampaknya tidak lama setelah itu, dia masuk Islam.

Tanggung Jawab

Wakil Nabi saw di Madinah

Disebutkan bahwa Ibnu Ummi Makthum bersama Mush'ab bin Umair merupakan para mubalig perintis yang pertama kali diutus atas perintah langsung Nabi Muhammad saw untuk membimbing dan mengajarkan Islam kepada penduduk Yatsrib, jauh sebelum peristiwa hijrah terjadi. [7] Namun, terdapat pula pendapat lain yang menyatakan bahwa kedatangannya di Madinah baru berlangsung beberapa waktu setelah Perang Badar usai. [8] Setibanya di Yatsrib, awalnya ia tinggal di Suffah (sebuah area khusus di Masjid Nabawi yang menjadi tempat tinggal para sahabat yang hijrah. Kemudian, sebagai bentuk perhatian dan penghormatan, Nabi Muhammad saw sendiri menempatkannya di rumah Makhramah bin Naufal.[9]

Muazin Nabi saw

Makam yang diyakini milik Abdullah bin Umm Makthum di Bab as-Saghir Suriah.

Ibnu Umm Makthum, seperti Bilal Al-Habasyi, adalah muazin bagi Nabi Muhammad saw.[10] Ya'qubi menyebutkan bahwa siapa pun di antara Bilal dan Ibnu Ummi Maktum yang lebih dulu sampai di masjid, dia akan mengumandangkan azan, dan yang lainnya akan mengumandangkan iqamah.[11]

Pengganti Nabi saw di Madinah

Berdasarkan kepercayaan yang sangat tinggi dari Nabi Muhammad saw, Ibnu Ummi Maktum ditunjuk setidaknya tiga belas kali untuk memegang tampuk kepemimpinan di Madinah, menggantikan posisi Nabi saat beliau harus meninggalkan kota. Penunjukan strategis ini mencakup berbagai peristiwa besar, seperti saat Nabi berangkat menuju Perang Uhud, menghadapi pengepungan dalam Perang Khandaq, hingga ekspedisi militer ke bani Nadhir dan bani Qurayzhah. Setiap kali Nabi saw. keluar untuk berjihad, kepercayaan untuk menjaga pusat pemerintahan dan komunitas Muslim di Madinah sering kali dipercayakan kepadanya.[12]

Setelah Perang Tabuk berakhir, turunlah Ayat 95 Surah An-Nisa' yang dengan tegas menegur orang-orang yang enggan turut berjihad dan mengutamakan kedudukan para mujahidin dibandingkan dengan mereka yang hanya duduk di rumah tanpa uzur. Namun, dalam ayat yang sama, Ibnu Ummi Maktum yang menyandang tuna netra beserta orang-orang dengan keterbatasan fisik lainnya justru mendapatkan pengecualian dan maaf dari Allah Swt: «لَّا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّـهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ ۚ فَضَّلَ اللَّـهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً ۚ وَكُلًّا وَعَدَ اللَّـهُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَفَضَّلَ اللَّـهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا» [catatan 1][13]

Meskipun demikian, setelah itu dia tetap hadir dalam peperangan dan berkata, "Berikan padaku panji perang, karena aku buta dan tidak bisa melarikan diri."[14]

Kehadiran di Perang Qadisiyah dan Wafatnya

Dikatakan bahwa Ibnu Umm Makthum hadir dalam Perang Qadisiyah dan membawa bendera hitam. Mengenai akhir perjalanan hidupnya, terdapat dua versi yang berbeda. Satu riwayat menyebutkan bahwa setelah perang usai, ia kembali ke Madinah dan wafat di sana dengan tenang.[15] Sementara riwayat lain yang lebih heroik menyatakan bahwa ia justru gugur sebagai syahid dalam perang Qadisiyah tersebut.[16] Sebuah makam di pemakaman Bab al-Shaghir diyakini sebagai miliknya.[17]

Tautan Eksternal

• Sumber artikel: Ensiklopedia Besar Islam *Ensiklopedia Haji; Ibnu Umm Makthum

Catatan

  1. "Orang-orang mukmin yang duduk tanpa alasan sah tidak sama derajatnya dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwa mereka satu derajat di atas orang-orang yang duduk. Dan kepada masing-masing Allah menjanjikan pahala yang baik, tetapi Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang duduk dengan pahala yang besar."

Catatan Kaki

  1. Ibnu Hisyam, "Al-Sirah al-Nabawiyyah", jld. 1, hal. 390; Lihat juga: Ibnu Abdul Barr, "Al-Isti'ab fi Ma'rifat al-Ashab" , jld. 3, hal. 997-998
  2. Zubairi, "Nasab Quraisy", hal. 343; Lihat juga: Ibnu Hibban, "Masyahir Ulama al-Amshar", hal. 16
  3. Zubairi, "Nasab Quraisy", hal. 343; Lihat juga: Ibnu Hibban, "Masyahir Ulama al-Amshar", hal. 16
  4. Ibnu Hazm, "Jamharat Ansab al-'Arab , hal. 171.
  5. Dzahabi, "Siyar A'lam an-Nubala", jld. 1, hal. 362
  6. Ibnu Hisyam," As-Sirah an-Nabawiyyah", jld. 1, hal. 389-390; Sayid Murtadha, "Tanziyah an-Anbiya'", hal. 118-119; Thabarsi, "Majma' al-Bayan", jld. 9, hal. 663-664
  7. Ibnu Sa'ad, "Al-Tabaqat al-Kubra", jld. 1, hlm. 234
  8. Ibnu Qutaibah, "Al-Ma'arif", hlm.. 290
  9. Abu Nu'aim, "Hilyatul Auliya' wa Thabaqat Al-Ashfiya'", jld. 2, hlm.. 4
  10. Ibnu Sa'ad, "Al-Tabaqat al-Kubra", jld. 8, hlm.. 364.
  11. Ahmad bin Ya'qub, "Tarikh Ya'qubi", jld. 2, hlm. 42
  12. Khalifah bin Khayyat, "Tarikh" , jld. 1, hal. 71; Waqidi, Al-Maghazi , berbagai tempat
  13. Thabarsi, Majma' al-Bayan , jld. 2, hlm. 96
  14. Dzahabi, Siyar A'lam al-Nubala' , jld. 1, hlm. 364
  15. Ibnu Qutaibah, "Al-Ma'arif" , hlm.. 290
  16. Dzahabi, "Al-'Ibar", hlm.. 15
  17. Qaidan, Asghar, "Amakin Siyahi wa Ziayrati Damasyq", Perpustakaan Elektronik Anhar.</http://elib.anhar.ir/pageview.asp?ID=37647#link48

Daftar Pustaka

  • Abu Nu'aim, Ahmad bin Abdullah. "Hilyat al-Auliya' wa Thabaqat al-Asfiya'". Beirut: Dar al-Kitab al-'Arabi, 1967 M.
  • Adz-Dzahabi, Muhammad bin Ahmad. "Al-'Ibar fi Khabar man Ghabar". Ditahqiq oleh: Muhammad Sa'id bin Basyuni Zaghlul. Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyah, 1405 H.
  • Adz-Dzahabi, Muhammad bin Ahmad. "Siyar A'lam an-Nubala'". Ditahqiq oleh: Syu'aib al-Arna'uth. Beirut: Mu'assasah ar-Risalah, 1985 M.
  • Al-Ya'qubi, Ahmad bin Ishaq. "Tarikh al-Ya'qubi". Beirut: Dar Sadir, 1415 H.
  • Al-Zubairi, Mush'ab bin Abdullah. "Nasab Quraisy". Ditahqiq oleh: Levi Provençal. Kairo: Dar al-Ma'arif, 1951 M.
  • Ibnu Abdil Barr, Yusuf bin Abdullah. "Al-Isti'ab fi Ma'rifat al-Ashab". Ditahqiq oleh: Ali Muhammad al-Bajawi. Kairo: Maktabah Nahdhah Mesir, Tanpa Tahun.
  • Ibnu Habban, Muhammad. "Masyahir 'Ulama' al-Amshar". Kairo: Dar al-Ma'arif, 1959.
  • Ibnu Hazm, Ali bin Ahmad. "Jamharah Ansab al-'Arab". Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyah, 1983 M.
  • Ibnu Hisyam, Abdul Malik. "As-Sirah an-Nabawiyyah". Ditahqiq oleh: Mustafa as-Saqa, dkk. Beirut: Dar Ihya' at-Turats al-'Arabi, Tanpa Tahun.
  • Ibnu Qutaibah, Abdullah bin Muslim. "Al-Ma'arif". Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyah, 1960 M.
  • Ibnu Sa'd, Muhammad. "Ath-Thabaqat al-Kubra". Beirut: Dar Shadir, Tanpa Tahun.
  • Asy-Syabab, Khalifah bin Khayyath. "Tarikh Khalifah bin Khayyath". Ditahqiq oleh: Suhail Zakar. Kairo: Dar al-Ma'arif, 1967 M.
  • Sayid al-Murtadha, Ali bin Husain. "Tanzih al-Anbiya'". Qom: Mansyurat asy-Syarif ar-Radhi, Tanpa Tahun.
  • Thabarsi, Fadhl bin Hasan. "Majma' al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an". Sidon: Maktabah al-'Ashriyah, 1935 M.
  • Waqidi, Muhammad bin Umar. "Al-Maghazi". Ditahqiq oleh: Marsden Jones. London: Oxford University Press, 1966 M.