Syaikh Murtadha al-Anshari
Informasi Pribadi | |
---|---|
Terkenal dengan | Syaikh Anshari |
Lakab | Khatamul Fuqaha wal Mujtahidin |
Lahir | 1214 H/1800 |
Tempat lahir | Dezful, Iran |
Tempat tinggal | Irak: Najaf • Karbala • Iran: Isfahan |
Wafat/Syahadah | 1281 H/1864 |
Tempat dimakamkan | Haram Imam Ali as di Najaf |
Kerabat termasyhur | Jabir bin Abdullah al-Anshari |
Informasi ilmiah | |
Guru-guru | Sayid Muhammad Mujahid • Syariful 'Ulama Mazandarani • Mulla Ahmad Naraqi • Syaikh Muhammad Hasan Najafi, dll |
Murid-murid | Mirza Syirazi • Syaikh Ja'far Syusytari • Mirza Habibullah Rusti • Sayid Husain Kuhkamra'i |
Karya-karya | Kitab Rasail • Kitab Makasib al-Muharramah |
Kegiatan Sosial dan Politik | |
Sosial | Marja Umum Syiah dimasanya |
Syaikh Murtadha al-Anshari (bahasa Arab: الشیخ مرتضی الأنصاري) lebih dikenal dengan Syaikh Anshari ( الشیخ الأنصاري) adalah salah seorang fakih besar Syiah yang hidup pada kurun ke-19/13 Hijriah. Setelah Muhammad Hasan al-Najafi (penulis kitab Jawahirul Kalam) wafat, ia menduduki posisi marja umum.
Syaikh Anshari memiliki laqab Khatamul Fuqaha wal Mujtahidin. Dengan inovasinya dalam ilmu ushul ia membuka fase baru bagi dunia fikih. Kitab Rasail dan Makasib adalah diantara karyanya yang terpenting. Kitab-kitab tersebut digunakan sebagai kitab pelajaran di hauzah-hauzah ilmiah Syiah. Karya-karyanya sebagaimana karya Muhaqqiq al-Hilli, Allamah al-Hilli dan Syahid Awal mendapat perhatian besar dan banyak disyarah oleh para peneliti.
Ia meninggal dunia pada tahun 1281 H/1864 di Najaf dan dimakamkan di kota itu juga.
Nasab, Kelahiran dan Wafatnya
Murtadha bin Muhammad Amin lahir pada 18 Dzulhijjah pada hari Idul Ghadir tepatnya tahun 1214 H/1800 di Dezful, Iran. Oleh orangtuanya ia diberi nama Murtadha, disebabkan hari kelahirannya bertepatan dengan peringatan hari Ghadir. Nasabnya sampai ke Jabir bin Abdullah al-Anshari salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw.[1]
Ayahnya, Muhammad Amin (W. 1248 H/1832) adalah salah seorang ulama yang saleh dan penyebar Islam. Ibunya adalah putri Syaikh Ya'qub bin Syaikh Ahmad bin Syaikh Syamsuddin al-Anshari. Ibunya seorang perempuan yang salehah dan ahli ibadah yang tidak pernah meninggalkan salat malam sampai wafatnya. Diakhir-akhir usianya ia mengalami kebutaan sehingga Syaikh Anshari yang mempersiapkan peralatan tahajjud termasuk memanaskan air untuk wudhu ibunya. Ibu Syaikh Anshari sebelum kelahiran putranya bertemu dengan Imam al-Shadiq as dalam mimpi yang memberikan sebuah mushaf Al-Qur'an yang terbuat dari emas kepadanya. Ahli tafsir mimpi memberikan penafsiran mimpi tersebut, bahwa ia akan dikaruniai anak yang saleh dan memiliki derajat yang tinggi. Diriwayatkan dari lisan ibu Syaikh Anshari sendiri bahwa ia bersungguh-sungguh setiap menyusui anaknya dalam keadaan berwudhu. Ia wafat pada tahun 1279 H/1862 di kota Najaf.
Syaikh Anshari wafat pada 18 Jumadil Akhir tahun 1281 H/18 November 1864 di kota Najaf dan dimakamkan dalam Haram Imam Ali as.
Pendidikan
Syaikh Anshari sejak masa kecilnya mempelajari Al-Qur'an dan ilmu-ilmu Islam. Setelah mempelajari Al-Qur'an dan adabiyat Arab ia melanjutkan mempelajari fikih dan ushul dari sepupunya Syaikh Husain Anshari sampai ia mencapai derajat ijtihad. Pada usia 20 tahun bersama dengan ayahnya ia menziarahi makam-makam suci Ahlulbait as di Irak. Di Karbala ia diminta Allamah Mujahid untuk menetap di kota tersebut untuk lebih memperdalam ilmunya. [2]
Syaikh Anshari menimba ilmu selama 4 tahun dengan hadir dalam kelas pelajaran yang diasuh Allamah Mujahid dan Syariful 'Ulama. Dikarenakan adanya serangan penguasa Baghdad ke Karbala, Syaikh Anshari menuju ke Iran. [3] Hanya menetap kurang lebih 1 tahun di Iran, Syaikh Anshari kembali ke Karbala dan kembali menimba ilmu selama 2 tahun dalam didikan Syariful 'Ulama. Setelah itu ia melanjutkan pendidikannya ke Najaf dengan hadir dalam kelas yang diasuh oleh Syaikh Musa Kasyful Githa selama 1 tahun untuk kemudian ia kembali menuju Iran.
Selama 3 atau 4 tahun Syaikh Anshari belajar dari ulama besar Mulla Ahmad Naraqi di Kasyan, Iran. Pada masa itu ia juga melakukan perjalanan ke Esfahan dan bertemu dengan Hujjatul Islam Syafti. Syaikh Anshari kembali ke Najaf pada tahun 1249 H/1833-34 dan beberapa tahun menjadi murid Syaikh Ali Kasyif al-Githa. Dengan semua perjalanan menuntut ilmu yang ditempuhnya membuat keilmuan Syaikh Anshari meningkat pesat dan memiliki kedudukan tinggi dari segi keilmuan. [4]
Para Guru
Syaikh Anshari menimba ilmu dari banyak ulama besar. Berikut ini diantara nama-nama guru Syaikh Anshari yang terkenal:
- Sepupunya sendiri, Syaikh Hasan Anshari al-Dezfuli (murid Shahib Riyadh) sampai usia 17 tahun [5]
- Sayid Muhammad Mujahid (murid Wahid al-Bihbahani). Syaikh Anshari dalam usia 18 tahun 2 tahun belajar darinya. [6]
- Syariful 'Ulama al-Mazandarani. [7]
- Mulla Ahmad Naraqi (penulis Mustanad al-Syi'ah) selama 4 tahun di Kasyan. [8]
- Syaikh Musa Kasyiful Githa selama 1 tahun.
- Syaikh Ali Kasyiful Githa, selama 5 tahun.
- Syaikh Muhammad Hasan al-Najafi penulis Jawahirul Kalam. [9]
Para Murid
Syaikh Anshari memiliki banyak murid. Antara 500 sampai 3000 orang tercatat sebagai muridnya. Diantaranya yang terkenal:
|
Kemarjaan
Dari tahun 1262 H/1845 kedudukan marja umum berada di tangan Ayatullah Syaikh Muhammad Hasan penulis kitab Jawahir. Pada tahun 1266 H/1849 diakhir-akhir usianya, ia mengumpulkan ulama dan pembesar-pembesar Syiah yang juga menghadirkan Syaikh Anshari. Kepada mereka yang hadir, ia berkata sambil memperkenalkan Syaikh Anshari, "Ini adalah marja kalian setelah aku." [11]
Setelah Syaikh Ali Kasyful Githa, saudaranya Syaikh Hasan Kasyful Githa dan juga Syaikh Muhammad Hasan penulis Jawahir, kepemimpinan dan pengelolaan Hauzah Ilmiah Najaf dari tahun 1266 H/1849 sampai 1281 H/1864 selama 15 tahun menjadi tanggungjawab Syaikh Anshari dan umat Islam Syiah sedunia bertaklid kepadanya.
Inovasi-inovasi Pemikirannya
Kepopuleran Syaikh Anshari disebabkan inisiatif dan inovasi pemikirannya dalam bidang ushul fiqh dan fikih. Melalui tulisan-tulisan karyanya dan ketelitian analisanya ilmu fikih memasuki fase baru. Diantara teori-teori barunya dalam dunia fikih dan ushul fiqh adalah menolak teori insidad bab al-ilm (tertutupnya pintu ilmu), teori maslahat sulukiyah, teori hukumah dan wurud dan juga memperkokoh serta menciptakan perubahan dalam beberapa kajian terkait otoritas-otoritas (hujjah) dalam ushul fiqh. [12] [13]
Kepribadian dan Akhlak
Syaikh Anshari tidak hanya dikenal karena keluasan ilmunya khususnya dalam bidang fikih dan ushul fiqh namun juga penguasan ilmunya dalam cabang keilmuan lainnya. Ia dikenal memiliki kedudukan dan posisi yang tinggi dalam bidang akhlak, irfan dan ketakwaan. Ia juga dikenal dengan kehati-hatian dan ketawadhuannya.
Penolakan Kemarja'an
Diriwayatkan bahwa meskipun Syaikh Anshari telah mendapat rekomendasi langsung dari Ayatullah Syaikh Muhammad Hasan Najafi untuk menjadi penggantinya pada posisi kemarjaan dan semua pihak menyepakati hal itu, namun ia memberikan penolakan dan dengan penuh ketawadhuan ia memberikan alasannya bahwa Sayid al-Ulama al-Mazandarani jauh lebih alim darinya dan lebih pantas mendapatkan kedudukan terhormat tersebut. Oleh karena itu, ia menulis surat kepada Sayid al-Ulama dan menceritakan penunjukan tersebut. Ia menulis, "Saya menghadiri kelas-kelas dan mengikuti pelajaran anda dan saya mengetahui pemahaman dan keilmuan anda jauh lebih mendalam. Oleh karena itu anda yang seharusnya mendapat posisi terhormat untuk memegangan kedudukan marja umum."
Sayid al-Ulama membalas surat tersebut dengan menulis, "Meskipun sekiranya pada waktu itu pemahaman saya lebih kuat namun seiring perjalanan waktu saya semakin menjauh dari pembahasan keilmuan sementara anda sebaliknya, anda melanjutkan penelitian keilmiahan sehingga anda saat ini lebih layak."
Setelah mendapat penjelasan, Syaikh Anshari akhirnya menerima amanah marja'iyat tersebut. [14]
Istikharah Ibu Syaikh Anshari
Sewaktu Syaikh Anshari kembali dari Irak ke Iran, ia memutuskan untuk memanfaatkan keilmuaan ulama-ulama di Iran dengan melakukan perjalanan ke beberapa kota di Iran untuk menemui mereka. Namun ibu Syaikh Anshari setelah putranya beberapa lama bersamanya tidak memberikan izin kepada Syaikh Anshari untuk melakukan perjalanan. Syaikh Anshari pun karena penghormatan dan ketaatan pada ibunya, memilih untuk menunda rencananya sampai ibunya ridha dengan keinginannya. Setelah beberapa lama, ibunya memutuskan untuk melakukan istikharah dan mushaf Al-Qur'an yang digunakan untuk istikharah menunjukkan ayat ini:
"Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya Maka jatuhkanlah Dia ke sungai (Nil). dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena Sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari Para rasul." (QS. Al-Qashash: 7)
Dengan hasil istikharah tersebut, hati ibu Syaikh Anshari menjadi tenang dan akhirnya memberikan izin kepada putranya itu untuk melanjutkan perjalanan keilmuannya.
Kezuhudan Syaikh Anshari
Meskipun Syaikh Anshari saat itu memegang posisi dan kedudukan penting sebagai marja umum dengan hampir mencapai 40 juta muqallid dari umat Syiah serta dana-dana mereka dari semua penjuru dunia dikirimkan kepadanya, namun ia tetap hidup sederhana dan menjalaninya dengan penuh qana'ah. Sumbangan-sumbangan yang diberikan kepadanya yang gunakan untuk mengelola hauzah-hauzah ilmiah, disumbangkan kepada kaum fakir miskin, dan ia tetap hidup layaknya seorang miskin. Dari awal usianya sampai hari dimana ia meninggal dunia, keadaan hidupnya tidak ia ubah sama sekali, tetap dalam keadaan zuhud dan hidup dalam kesederhanaan. Banyak kisah-kisah yang diceritakan mengenai kezuhudannya.
Ia tidak mewariskan sedikitpun uang dan di hari wafatnya hanya memiliki beberapa Toman (17 Toman) dan itupun dibayarkan untuk pinjaman peribadinya dan pembiayaan untuk mengadakan majlis duka tidak ada, sehingga ada seorang kaya yang bersedia menanggung biaya penyelenggaraan majelis duka untuknya.
Karya-karyanya
|
Wafat
Syaikh Murtadha Anshari meninggal dunia pada 18 Jumadil Akhir 1281 H/18 November 1864 di kota Najaf dan dimakamkan di dalam Haram Imam Ali as.
Catatan Kaki
- ↑ Gulsyan-e Abrar, hlm. 332.
- ↑ Gulsyan-e Abrar, hlm. 332.
- ↑ Anshari,Murtadah, Zendegi Nameh Syaikh Anshari (Riwayat Hidup Syaikh Anshari), hlm. 84-86.
- ↑ A'yan al-Syi'ah, hlm. 455-456.
- ↑ Zendegi wa Syakhshiat-e Syaikh Anshari (Kehidupan dan Biografi Syaikh Anshari), hlm. 179.
- ↑ Zendegi wa Syakhshiat-e Syaikh Anshari (Kehidupan dan Biografi Syaikh Anshari), hlm. 190.
- ↑ Zendegi wa Syakhshiat-e Syaikh Anshari (Kehidupan dan Biografi Syaikh Anshari), hlm. 182.
- ↑ Zendegi wa Syakhshiat-e Syaikh Anshari (Kehidupan dan Biografi Syaikh Anshari), hlm. 197.
- ↑ Zendegi wa Syakhshiat-e Syaikh Anshari (Kehidupan dan Biografi Syaikh Anshari), hlm. 188.
- ↑ Agha Buzurgh, Tabaqat, jld. 1, hlm. 805; Amin, A'yanul Syi'ah, jld. 7, hlm. 167.
- ↑ Fuqahai Namdar-e Syieh (Ulama-ulama terkemuka Syiah), hlm. 341-342.
- ↑ Lih. Ali Pur, Mahdi, Dar Madi bar Tarikh 'Ilm Ushul (Sejarah Ilmu Ushul), hlm. 375 dst.
- ↑ Rasail, jld. 3, hlm. 233-245 dan hlm. 394-396.
- ↑ A'yanul Syi'ah, hlm. 455-456.
Daftar Pustaka
- Ali Pur, Mahdi, Dar Amadi bar Tarikh-e Ilm-e Ushul, Markaz Jahani Ulum Islami Daftar Tadwin Mutun Darsi, Qom, 2003.
- Amin, Muhsin, A'yan al-Syi'ah, Darul Ta'aruf, Beirut.
- Anshari, Murtadha, Zendegi wa Syakhshiat-e Syaikh Anshari (Kehidupan dan Biografi Syaikh Anshari), Konferensi Internasional Mengenang 250 tahun Lahirnya Syaikh Anshari.
- Aqiqi Bakhsyayisyi, Fuqahai Namdar-e Syieh (Ulama-ulama terkemuka Syiah), Qom, Perpustakaan Ayatullah Mara'asyi.
- Muthahari, Murtadha, Majmu'e Atsar, jld. 4, Tehran, Shadra, 1998
- Rafi'i Pur Alawi Alawijeh, Sayid Abbas, Syaikh Anshari dar Gulsyan-e Abrar, cet. III, penerbit: Ma'ruf, 2006.
- Syaikh Murtadha Anshari, Kitab Khane Thuhur.