Tragedi Kamis Kelabu

Prioritas: aa, Kualitas: b
Dari wikishia
(Dialihkan dari Peristiwa Dawat dan Qalam)

Tragedi hari Kamis kelabu (bahasa Arab: رزية يوم الخميس) adalah sebuah tragedi yang berkenaan dengan pena dan kertas yang diminta oleh Nabi Muhammad saw ketika beliau terbaring sakit di atas ranjang, guna menuliskan suatu wasiat bagi kaum Muslimin yang nantinya dapat mencegah mereka dari ketersesatan sepeninggalnya. Menurut riwayat, Permintaan Nabi saw ini tidak terpenuhi karena berhadapan dengan penentangan Umar bin Khattab yang mana dengan mengatakan sebuah kalimat: "Orang ini sedang mengigau" telah mencegah penulisan pesan dan wasiat Nabi tersebut.

Reaksi khalifah kedua ini diyakini telah bertentangan dengan sebagian ayat-ayat Alquran dan telah menimbulkan kritik beberapa penulis muslim.

Kejadian ini—yang digambarkan sebagai musibah besar—telah dinukil dalam sumber-sumber riwayat dan sejarah Syiah dan Ahlusunah. Menurut kalangan Syiah, maksud Nabi saw adalah menegaskan dan menekankan kepemimpinan Imam Ali as setelah beliau.

Deskripsi Kejadian

Menurut sumber-sumber sejarah dan riwayat, Ketika Nabi Islam di hari-hari terakhir kehidupannya (pada 25 Safar tahun ke-11 H/632) terbaring di atas ranjang menderita sakit, beliau meminta pena dan kertas supaya ia tuliskan suatu pesan yang akan mencegah umat Islam dari ketersesatan sepeninggalnya. [catatan 1] Permintaan ini terbentur dengan penolakan dan penentangan salah seorang sahabat yang hadir di hadapannya dan wasiat Nabi akhirnya tidak tersampaikan, salah seorang yang hadir "Nabi sedang mengigau dan kita cukup dengan Kitab Allah". menurut sebagian konteks penukilan ditambahkan: "Alquran ada di sisi kalian dan Kemudian diantara sahabat terjadi perselisihan. Nabi saw dengan menyaksikan perselisihan para sahabat tersebut meminta mereka untuk pergi dari hadapannya.

Begitu juga di sebagian literatur diyakini bahwa, orang yang menentang hal itu adalah Umar bin Khattab tetapi di sebagian lain namanya tidak disebutkan. [catatan 2] Kemudian diantara sahabat terjadi perselisihan dan ikhtilaf di antara para sahabat. Nabi dengan menyaksikan perselisihan diantara mereka lalu meminta mereka untuk pergi keluar dari hadapannya. Kebanyakan sumber menjelaskan bahwa orang yang menentang nabi adalah khalifah kedua [1] namun sebagian sumber lainnya tidak menyebutkan namanya.[2]

Menurut pandangan ulama Syiah, Nabi saw dengan Hadis Dawat ingin menekankan suksesi Imam Ali as sepeninggalnya. Namun beberapa orang yang hadir saat itu memahami hal ini dan kemudian mencegahnya.[3] Khalifah kedua juga dalam percakapan antara dia dan Ibnu Abbas telah dinukil dengan jelas bahwa: Nabi saw berkehendak menerangkan bahwa nama Ali as akan disebutkan untuk menjadi khilafah setelahnya akan tetapi aku dikarenakan belas kasihku telah menghalangi hal itu demi Islam dan menjaganya. [4]

Sumber-sumber Hadis

Kejadian ini telah diterangkan secara rinci dengan berbagai ungkapan dan frasa dalam sumber-sumber sejarah dan periwayatan Syiah dan Ahlusunah. Buku-buku Sahih al-Bukhari[5], Sahih Muslim[6], Musand Ahmad[7], Sunan al-Baihaqi[8] dan Thabaqat Ibnu Sa'ad[9] dari sumber-sumber Sunni, al-Irsyad[10], dan Awa'il al-Maqalat[11], al-Ghaibah [12], dan al-Manaqib[13] dari sumber-sumber Syiah.

Posisi-posisi

Posisi Syiah

Ulama Syiah menganggap hal ini adalah sebuah musibah besar, karena mencegah tindakan Nabi saw dalam menulis sebuah wasiat guna menghindari kesesatan umat Islam. [14] Dalam beberapa versi penukilan riwayat dalam sumber-sumber Ahlusunah dimuat bahwa Ibnu Abbas menyebut pencegahan atas tindakan Nabi saw yang hendak menulis wasiat adalah sebuah musibah dan tragedi besar dan ia menangisi hal itu.[15]

Syarafuddin Amili dalam al-Muraji'at, dengan bersandar kepada Alquran, telah memasukan beberapa protes atas Umar bin Khattab dalam peristiwa tersebut, diantaranya: [16]

  1. Tidak mengikuti perintah Rasulullah saw dan bertentangan dengannya.
  2. Peristiwa ini menunjukkan seolah-olah dia (Umar) lebih tahu dan pintar tentang Alquran dan berbagai keutamaannya dibandingkan Nabi saw.
  3. Menyandarkan pengigauan kepada Nabi saw.

Dalam pandangan Syiah, tindakan dan perbuatan Umar bin Khattab, sangat bertentangan dengan ayat-ayat mulia Alquran, yang mana diantaranya adalah:

وَمَا آتَاکمُ الرَّ‌سُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاکمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
Apa yang dibawa Rasul kepadamu maka ambillah itu dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah
  • Juga dalam Surah Al-Najm ayat 2-5 Allah berfirman:
مَا ضَلَّ صَاحِبُکمْ وَمَا غَوَیٰ ﴿۲﴾ وَمَا ینطِقُ عَنِ الْهَوَیٰ ﴿۳﴾ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْی یوحَیٰ ﴿۴﴾ عَلَّمَهُ شَدِیدُ الْقُوَیٰ ﴿۵﴾
Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu (Alquran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat,.

Posisi Ahlusunah

Sebagian dari ulama Ahlusunah berusaha untuk membenarkan peristiwa ini yang mana salah satunya adalah:

  • Sebagian menganggap riwayat ini lemah dan tidak valid (meskipun yang dikutip ada dalam sumber-sumber asli Ahlusunah).
  • Sebagian berkata; ungkapan hadis dimaknakan dengan cara lain, seperti Hajara diartikan meninggalkan dan berkata; maksud Umar adalah Nabi saw meninggalkan kita atau bahwa perkataan Umar adalah penolakan interogatif bahwa Nabi saw tidak mengigau.
  • Perkataan Umar tentang cukup Alquran di sisi kita (tidak butuh kepada wasiat Nabi), menunjukkan pemahamannya yang kuat dan pandangannya yang teliti.
  • Di dalam sebagian penukilan, orang yang mengungkapkannya tidak jelas dan dijelaskan dengan kata ganti jamak.

Sebab Keenganan Nabi saw Menuliskan Wasiat

Menurut keyakinan sebagian ulama Syiah, alasan yang menyebabkan Nabi saw tidak mau lagi menuliskan wasiat, adalah karena perkataan yang dilontarkan di hadapannya; karena tulisan tersebut tidak lagi memeiliki efek, malah justru akan menimbulkan fitnah dan pertikaian pasca kepergiannya. Dengan demikian, jika Nabi saw menulis wasiat tersebut, bisa jadi akan dikatakan kembali apakah tulisan itu hasil dari igauan Nabi atau bukan? [17]

catatan

  1. Peristiwa ini dengan rincian dan frase yang berbeda telah dijelaskan dalam beberapa sumber literatur. penukilan-penukilan yang dimuat dalam beberapa referensi tentang ucapan Rasul saw dalam hal ini adalah sebagai berikut:
    • ائتونی بدواة و كتف أكتب لكم كتابا لا تضلّوا بعده أبدا : Bawakan kepadaku tinta dan tulang sayap supaya aku tuliskan sesuatu untuk kalian yang mana setelahnya kalian tidak akan tersesat. (Mufid, al-Irsyad, jld.1, hlm.184; Shahih al-Bukhari, jld.4, hlm.66; Shahih Muslim, jld.5, hlm.76.)
    • هلُمّ اکتب لکم کتابا لا تضلون بعده: Jika demikian, biarkan aku menulis untuk kalian sebuah tulisan yang kalian tidak akan tersesat setelahku. (Muslim, Shahih Muslim, jld.5, hlm.76.)
    • ائتونی بدواة وصحیفة أکتب لکم کتابا لا تضلوا بعده أبدا Bawakan kepadaku tinta dan sebuah lembaran supaya aku tuliskan sesuatu untuk kalian yang mana setelahnya kalian tidak akan tersesat. (Ibnu Sa'ad, al-Thabaqat al-Kubra, jld.2, hlm.242.)
    • ائتونی بالکتف والدواة أکتب لکم کتابا لا تضلوا بعده أبدا (Ibnu Sa'ad, al-Thabaqat al-Kubra, jld.2, hlm.243.)
  2. Reaksi khalifah kedua diterangkan dalam berbagai ungkapan diantaranya adalah sebagai berikut:
    • إن نبی الله ليهجر Sesungguhnya Nabi Allah benar-benar sedang mengigau: (Ibnu Sa'ad, al-Thabaqat al-Kubra, jld.2, hlm.187.)
    • إن رسول الله یهجر Sesungguhnya Rasulullah sedang mengigau. (Muslim, Shahih Muslim, jld.5, hlm.76.)
    • ان الرجل لیهجر Sesungguhnya orang ini sedang mengigau. (Irbili, Kasyf al-Gummah, jld.1, hlm.402; Ibnu Taimiyah, Minhaj al-Sunnah, jld.6, hlm.19.)
    • أهجر رسول الله؟ Apakah Rasulullah saw sedang mengigau? (Ibnu Taimiyah, Minhaj al-Sunnah, jld.6, hlm.19; Bukhari, Shahih al-Bukhari, kitab al-Jihad wa al-Sair, bab, 175 hadis 1.)
    • ما شأنه؟ أهجر؟ استفهموه Apa yang terjadi dengannya? Apakah sedang mengigau? Tanyakanlah kepadanya? (Bukhari, Shahih al-Bukhari, jld.6, hlm.9; Nawawi, Shahih Muslim Bisyarhi an-Nawawi, jld.11, hlm. 93.)
    • إنّ النّبى (رسول الله) قد غلب عليه (غلبه) الوجع و عندکم القرآن حسبنا کتاب الله Sesungguhnya Nabi telah diliputi rasa sakit sementara Alquran di sisi kalian cukuplah kami dengan kitabullah. (Rujuk: Bukhari, Shahih al-Bukhari, jld.6, hlm.9, jld.7, hlm.120; Nawawi, Shahih Muslim Bi-syarh al-Nawawi, jld.11, hlm. 90.)

Catatan Kaki

  1. Bukhari, Shahih al-Bukhari, jld.1, hlm.37, jld.4, hlm.66; jld.5, hlm.137-138, jld.7, hlm.9; Muslim, Shahih Muslim, jld.5, hlm. 75-76; Ibnu Sa'ad, al-Thabaqat al-Kubra, jld.2, hlm.187.
  2. Ibnu Hanbal, Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, jld.2, hlm.45; Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, jld.9, hlm.207.
  3. Syarafuddin, al-Muraji'at, hlm.527.
  4. Ibnu Abil Hadid, Syarah Nahjul Balaghah, jld.12, hlm.20-21.
  5. Bukari, Shahih al-Bukhari, jld.1, hlm.37, jld.4, hlm.66, jld.7, hlm.9.
  6. Shahih Muslim,jld.5, hlm.75-76.
  7. Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, jld.2, hadis 1963, hlm.45.
  8. Al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, jld.9, hlm.207.
  9. Ibnu Sa'ad, al-Thabaqat al-Kubra, jld.2, hlm.242-245.
  10. Syaikh Mufid, al-Irsyad, jld.1, hlm.184.
  11. Syaikh Mufid, Awa'il al-Maqalat, hlm.406.
  12. Nu'mani, al-Ghaibah, hlm.81-82.
  13. Ibnu Syhar Asyub, al-Manaqib, jld.1, hlm.236.
  14. Jauhari, Muqtadhab al-Atsar, hlm.1.
  15. Shahih al-Bukhari, jld.5, hlm.137-138; Shahih Muslim,jld.5, hlm.76.
  16. Syarafuddin, al-Muraja'at, hal. 242; terjemah Bahasa Persia: Munazhirat, hal. 435.
  17. Syarafuddin, al-Muraja'at, hal. 245; terjemah Bahasa Persia: Munazhirat, hal. 436-437.

Daftar Pustaka

  • Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, periset: Muhammad Abdul Qadir 'Atha, jilid 2. Beirut: Dār al-Kutub al-'Ilmiyah, 2008 M.
  • Al-Baihaqi, Ahmad bin Al-Husain, al-Sunan al-Kubrā. Beirut: Dār al-Fikr, Tanpa Tanggal.
  • Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail, Sahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Fikr, 1401 H/ 1981 M.
  • Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail, Sahih al-Bukhari. Beirut: Darut Thauqun Najah, 1422 H.
  • An-Nawawi, Yahya bin Syaraf, Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi. Beirut: Darul Kutub al-Arabi, 1407 H.
  • An-Naisyaburi, Muslim bin Hajjaj, al-Jāmi' al-Shahīh (Sahih Muslim). Beirut: Dar al-Fikr, Tanpa Tanggal.
  • Irbili, Ali bin Isya, Kasf al-Gummah. Qom: al-Syarif al-Radhi, Tanpa Tanggal.
  • Ibnu Abi al-Hadid, Syarah Nahj al-Balaghah, riset: Muhammad Abul Fadhl Ibrahim. Dār Ihyā al-Kutub al-'Arabiyah, 1378 H- 1959 M.
  • Ibnu Sa'ad, al-Thabaqāt al-Kubrā, Beirut: Dār Shādir, Tanpa Tanggal.
  • Ibnu Syahr Asyub, Muhammad bin Ali, Manaqib Al Abi Thalib, Qom, Allamah, Tanpa Tanggal.
  • Ibnu Taimiyah, Ahmad bin Abdul Halim, Minhajus Sunnah an-Nabawiyah, riset: Muhammad Rasyad Salim, Riyadh, Jamiah al-Imam Muhammad bin Saud al-Islamiyah, 1406 H.
  • Jauhari, Ahmad bin Muhammad, Muqtadhabul Atsar fi Nasshil Aimmatil Itsna 'Asyar, riset: Lutfullah shafi. Qom: Maktabah al-Thabathabai, Tanpa Tanggal.
  • Nukmani, Muhammad bin Ibrahim, al-Ghaibah. Tehran: Maktabah al-Shaduq 1399 H.
  • Syaikh Mufid, Muhammad bin Muhammad, al-Irsyad fi Ma'rifati Hujajullah alal Ibad, Qom, al-Mu'tamar Li Alfiyat al-Syaikh al-Mufid, 1372HS.
  • Syaikh Mufid, Muhammad bin Muhammad, Awail al-Maqalat,riset: Ibrahim Ansari Zanjani. Qom: al-Mu'tamar li Alfiyat al-Syaikh al-Mufid, Tanpa Tanggal.
  • Syarafuddin Amili, al-Murāji'āt, Abdul Husein. Qom: al-Mu'tamar li Alfiyat al-Syaikh al-Mufid, Tanpa Tanggal.