Lompat ke isi

Mandi Ziarah

Prioritas: b, Kualitas: b
Dari wikishia

Furu'uddin

Salat

Wajib: Salat JumatSalat IdSalat AyatSalat Mayit


Ibadah-ibadah lainnya
PuasaKhumusZakatHajiJihadAmar Makruf dan Nahi MungkarTawalliTabarri


Hukum-hukum bersuci
WudhuMandiTayammumNajasatMuthahhirat


Hukum-hukum Perdata
PengacaraWasiatGaransiJaminanWarisan


Hukum-hukum Keluarga
PerkawinanPerkawinan TemporerPoligamiTalakMaharMenyusuiJimakKenikmatanMahram


Hukum-hukum Yudisial
Putusan HakimBatasan-batasan hukumKisas


Hukum-hukum Ekonomi
Jual Beli (penjualan)SewaKreditRibaPinjaman


Hukum-hukum Lain
HijabSedekahNazarTaklidMakanan dan MinumanWakaf


Pranala Terkait
BalighFikihHukum-hukum SyariatBuku Panduan Fatwa-fatwaWajibHaramMustahabMubahMakruhDua Kalimat Syahadat

Mandi Ziarah (bahasa Arab:غسل الزيارة) adalah mandi yang dilakukan saat berziarah ke makam para Imam Maksum as. Dalam tradisi Syiah, praktik ini dipandang sebagai amalan sunah (mustahab) oleh sebagian fukaha, sementara sebagian lainnya berpendapat bahwa mandi ini hanya sah dilakukan dengan niat raja’ (mengharap ridha Allah) atau sebagai bentuk ikhtiar untuk meraih pahala.

Definisi

Mandi ziarah adalah mandi yang dilakukan ketika seseorang hendak berziarah ke makam para Imam Maksum as.[1] Menurut penjelasan Kasyif al-Ghitha, praktik ini tidak hanya terbatas pada ziarah ke makam imam, melainkan juga berlaku ketika mengunjungi makam para nabi.[2] Beberapa riwayat dari Imam Ja'far al-Shadiq as juga menyebutkan anjuran untuk melakukan mandi sebelum melaksanakan ziarah ke Ka'bah.[3]

Pandangan Fikih

Sejumlah fukaha menganggap bahwa mandi ziarah, hukumnya adalah mustahab.[4] Ibnu Zuhrah bahkan mengklaim adanya ijma' tentang kesunnahannya.[5] Dan Muhammad Hasan Najafi, seorang faqih Syiah lainnya, juga menganggapnya masyhur dalam Jawahir.[6] Dalam riwayat, untuk ziarah ke makam beberapa orang maksum as seperti, Nabi Muhammad saw, Imam Husain as dan Imam Ridha as, secara khusus dianjurkan untuk melakukan mandi. Wahid Behbahani, salah seorang marja' taklid berpendapat bahwa karena para Imam Maksum as berasal dari cahaya yang sama, mandi ziarah berlaku untuk semua makam mereka.[7] Beberapa ulama juga membolehkan mandi ziarah bagi mereka yang berziarah dari jarak jauh.[8]

Beberapa marja' ternama - seperti Ayatullah Khu'i, Ayatullah Sistani, dan Ayatullah Makarim Syirazi - tidak mengakui status kesunnahan mandi ziarah dalam pandangan fikih mereka. Menurut ketiga ulama besar ini, praktik mandi ziarah sebaiknya dilakukan dengan niat mengharap pahala (raja') saja, tanpa diyakini sebagai ibadah yang secara pasti disyariatkan.[9] Menurut sejumlah fukaha, mandi ziarah juga termasuk amalan yang mustahab ketika seseorang memasuki haram (kompleks suci pemakaman) para Imam Maksum, sekalipun tanpa berniat secara khusus untuk melakukan ziarah.[10]


Apakah Boleh Salat setelah Mandi Ziarah?

Dalam fatwa sebagian fukaha, seluruh jenis mandi - baik yang bersifat wajib maupun sunah (mustahab) - dapat dijadikan sebagai pengganti wudu untuk melaksanakan salat, dengan pengecualian pada mandi istihadhah sedang. Meskipun demikian, mereka menganjurkan sikap kehati-hatian (ihtiyat mustahab) dengan tetap berwudu terlebih dahulu jika mandi yang dilakukan bukan termasuk mandi janabah. [11]

Pranala Terkait

Catatan Kaki

  1. Kasyif al-Ghitha, Kasyf al-Ghitha, jld. 2, hlm. 309; Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 5, hlm. 45; Syekh Ansari, Kitab al-Thaharah, jld. 3, hlm. 64-67.
  2. Kasyif al-Ghitha, Kasyf al-Ghitha, jld. 2, hlm. 309.
  3. Kulaini, Al-Kafi, jld. 3, hlm. 40; Shaduq, Al-Tahdzib, jld. 1, hlm. 104 & 114; Hurr al-Amili, Wasail al-S'yiah, jld. 3, hlm. 304.
  4. Kasyif al-Ghitha, Kasyf al-Ghitha, jld. 2, hlm. 309; Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 5, hlm. 45.
  5. Ibnu Zuhrah, Ghunyat al-Nuzu', hlm. 62.
  6. Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 5, hlm. 46.
  7. Behbahani, Mashabih al-Zhalam, jld. 4, hlm. 88-90.
  8. Yazdi, Al-Urwah al-Wutsqa, jld. 2, hlm. 154.
  9. Rasyidi, Risalah Taudhih al-Masa'il 9 Marja', hlm. 367-368.
  10. Yazdi, Al-Urwah al-Wutsqa, jld. 1, hlm. 462; Thabathaba'i Hakim, Mustamsak al-Urwah, jld. 4, hlm. 281; Hamadani, Mishbah al-Fiqh, jld. 6.
  11. Ayatullah Tabrizi, Nuri dan Wahid: Rasyidi, Risalah Taudhih al-Masa'il 9 Marja', masalah 391 & 646.

Daftar Pustaka

  • Al-Bahbahani, Muhammad Baqir. Masabih al-Zhulam. Qom: Lembaga Al-Mu'addal Al-Wahid Al-Bahbahani, 1424 H/1382 S.
  • Al-Halabi, Ibnu Zuhrah. Ghaniyah al-Nuzu' ila 'Ilmi al-Ushul wa al-Furu'. Qom: Imam Shadiq, 1417 H.
  • Al-Hamadani, Ridha. Misbah al-Faqih. Qom: Lembaga Al-Ja'fariyah li Ikhya' al-Turats, 1376 S.
  • Al-Hurr al-Amili, Muhammad bin Hasan. Wasail al-Syiah. Qom: Ali al-Bait, 1414 H.
  • Al-Kasyifi al-Ghita', Ja'far. Kasyf al-Ghita' 'an Mubhamat al-Syari'ah al-Gharra'. Qom: Penerbitan Kantor Dakwah Islamiah Hawzah Ilmiah Qom, 1422 H.
  • Al-Kulaini, Muhammad bin Ya'qub. Al-Kafi. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1363 S.
  • Al-Najafi, Muhammad Hasan. Jawahir al-Kalam fi Syarh Syara'i' al-Islam. Qom: [Penerbit tidak disebutkan], 1417 H.
  • Al-Syekh al-Ansari, Murtadha. Al-Taharah. Qom: Kongres Dunia Peringatan Syekh A'zham Ansari, 1415 H.
  • Ar-Rasyidi, Latif dan Sa'id Rasyidi. Risalah Taudhih al-Masa'il Marja'. Qom: Penerbitan Payam-e Adalat, cet. 1, 1385 S.
  • At-Thabatabai Al-Hakim, Sayid Muhsin. Mustamsik al-Urwah al-Wutsqa. Qom: Dar al-Tafsir, 1374 S.
  • Al-Yazdi, Muhammad Kazhim. Al-Urwah al-Wutsqa. Qom: Penerbit Davari, 1414 H.