Mandi Haid
Artikel ini merupakan artikel deskriptif umum tentang masalah fikih. |
Salat Wajib: Salat Jumat • Salat Id • Salat Ayat • Salat Mayit Ibadah-ibadah lainnya Hukum-hukum bersuci Hukum-hukum Perdata Hukum-hukum Keluarga Hukum-hukum Yudisial Hukum-hukum Ekonomi Hukum-hukum Lain Pranala Terkait |
Mandi haid (bahasa Arab: غُسل الحيض) adalah salah satu jenis mandi wajib bagi kaum wanita, yang wajib dilakukan setelah berakhirnya masa haid untuk melakukan sebagian pekerjaan wajib. Mandi haid ini sama dengan mandi-mandi wajib yang lain dan hanya berbeda dalam niatnya. Menurut fatwa mayoritas Marja' Taklid tidak sah menunaikan salat dengan mandi ini.
Waktu Wajib Mandi Haid
Pada kondisi biasa dan normal, mandi haid seperti mandi janabah hukumnya sunah (mustahab)[1]dan menjadi wajib pada kasus-kasus berikut:[2]
- Untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang disyaratkan bersuci seperti salat lima waktu dan tawaf wajib di ka'bah.
- Untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang diharamkan bagi wanita haid dan orang janabah, misalnya menyentuh tulisan ayat-ayat Alquran, berhenti di dalam masjid, meletakkan sesuatu di dalam masjid, melintas dari Masjidil Haram atau Masjid Nabi.
Apabila di bulan Ramadhan darah haid berhenti sebelum terbit fajar (Azan subuh), menurut fatwa mayoritas Marja' Taklid wajib mandi sebelum dikumandangkan azan subuh dan jika tidak melakukannya maka puasanya batal dan wajib diganti (qadha) tanpa harus membayar kafarah. [3]
Cara Melakukan Mandi Haid
Sebagaimana mandi-mandi wajib lainnya, mandi haid dapat dilakukan dengan cara tartibi dan irtimasi[4].Semua jenis mandi wajib tetapi berbeda dalam niatnya saja.
Apabila seseorang tidak yakin darah haidnya berhenti atau tidak, maka wajib memasukkan sedikit kapas dan semacamnya ke dalam vagina, setelah menunggu sebentar maka kapas tersebut dikeluarkan, jika kapas tidak terlumuri darah maka seseorang tersebut harus mandi.[5]
Hubungan Badan Sebelum Mandi Haid
Hubungan badan dengan istri setelah suci dari darah haid dan sebelum melakukan mandi, hukumnya boleh tetapi makruh.[6]
Kecukupan Mandi Haid dari Wudu
Sesuai fatwa mayoritas Marja' Taklid, mandi haid tidak mencukupkan dari berwudhu, maka untuk melakukan salat selain wajib mandi haid juga harus mengambil wudu. [7]
Catatan Kaki
Daftar Pustaka
Disadur dari: Farhangge Fiqh Muthabeqe Mazhab Ahlibait as. jld. 5, hlm. 559. Di nukil dari makalah "Mandi Haid"
- Bahrani, Yusuf. Al-Hadāiq al-Nādhirah fi Ahkām al-Itrah al-Thahirah. Riset: Ali Akhundi. Qom: penerbit Islami, 1363 S.
- Najafi, Muhammad Hasan. Jawāhir al-Kalām. Dairah al-Ma'ārif Fiqh Islami.
- Taudhih al-Masāil Marāji'. Daftar Intisyarat Islami.
- Thabthbai Yazdi, Sayid Kazim Yazdi. Al-Urwah al-Wutsqa. Qom: Muassasah al-Nasyr al-Islami.