Macam-macam Mandi Wajib
Artikel ini merupakan artikel deskriptif umum tentang masalah fikih. |
| Salat Wajib: Salat Jumat • Salat Id • Salat Ayat • Salat Mayit Ibadah-ibadah lainnya Hukum-hukum bersuci Hukum-hukum Perdata Hukum-hukum Keluarga Hukum-hukum Yudisial Hukum-hukum Ekonomi Hukum-hukum Lain Pranala Terkait |
Macam-macam Mandi Wajib (bahasa Arab: الغُسُلُ الوَاجِبَة) adalah mandi yang dilakukan untuk menghilangkan hadas besar atau memenuhi kewajiban tertentu seperti nazar dan sumpah. Macam-macam mandi wajib ini sangat penting dalam Islam karena menjadi syarat sahnya berbagai ibadah, terutama salat. Beberapa contoh mandi wajib antara lain, mandi janabah, mandi mayat dan mandi menyentuh mayat. Selain itu, terdapat tiga jenis mandi wajib khusus bagi wanita, yaitu mandi haid, mandi nifas, dan mandi istihadhah.
Menurut pandangan fukaha, pelaksanaan macam-macam mandi wajib pada dasarnya tidak bersifat wajib secara mutlak, melainkan menjadi kewajiban ketika seseorang hendak melakukan ibadah-ibadah tertentu yang mensyaratkan kesucian, seperti salat, thawaf, atau membaca Al-Qur'an. Di sisi lain, mandi yang diwajibkan karena nazar, janji, atau sumpah memiliki status hukum yang berbeda, kewajibannya bersifat syar'i sebagai bentuk pemenuhan komitmen, bukan sebagai syarat kesucian dalam ibadah.
Menurut mayoritas fukaha Syiah, jika seseorang memiliki beberapa kewajiban mandi sekaligus, cukup baginya untuk melaksanakan satu kali mandi saja dengan niat yang mencakup seluruh kewajiban tersebut. Selain itu, para fukaha Syiah sepakat bahwa setelah melakukan mandi janabah, seseorang tidak perlu berwudu lagi, bahkan banyak di antara mereka yang menyatakan hal ini sebagai ijma'. Namun, terkait mandi wajib selain janabah, seperti mandi haid, nifas, atau menyentuh mayat, masih terdapat perbedaan pendapat di kalangan fukaha mengenai apakah wudu tetap diperlukan atau tidak setelah melakukan mandi-mandi tersebut.
Pengenalan dan Urgensi Mandi Wajib
Mandi wajib adalah mandi yang diwajibkan dalam Islam setelah terjadinya hadas besar, dan dengan melakukannya seseorang dikatakan suci. Menurut fatwa fukaha, mandi wajib -kecuali mandi nazar- menjadi syarat sahnya berbagai ibadah seperti salat, puasa, dan beberapa ritual haji. Selain itu, seseorang yang belum melaksanakan mandi wajib juga dilarang memasuki masjid, mengunjungi makam para imam Syiah, atau menyentuh ayat Al-Qur'an. Khusus bagi wanita, terdapat tiga jenis mandi wajib (haid, nifas dan istihadhah) yang menurut pendapat mayoritas fukaha harus dilaksanakan sebelum berhubungan suami-istri.
Macam-macam Wajib
Dalam fikih Syiah, terdapat enam macam mandi wajib, ditambah dua, mandi nazar dan mandi sumpah: [1]
Enam mandi wajib tersebut adalah:
- Mandi janabah
- Mandi Menyentuh Mayit
- Mandi mayit
- Tiga mandi khusus wanita yang disebabkan oleh, tiga jenis darah: (mandi haid, mandi nifas, mandi istihadhah).
Mandi juga menjadi wajib karena nazar, janji, atau sumpah; misalnya, seseorang yang bernazar untuk mandi sebelum ziarah.[2] Menurut pandangan mayoritas fukaha, hanya mandi mayit dan mandi nazar yang bersifat wajib nafsi (wajib intrinsik). Sementara mandi wajib lainnya bersifat wajib ghayri (wajib non-intrinsik), artinya pelaksanaannya tidak wajib secara independen, melainkan menjadi wajib ketika hendak mengerjakan amalan yang mensyaratkan kesucian.[3]
Hukum Mandi Wajib
Dalam teks-teks fikih Syiah, terdapat hukum-hukum yang berkaitan dengan mandi-mandi wajib:
- Cara melaksanakan mandi bisa dilakukan secara mandi tartibi (membasuh tubuh secara berurutan) atau mandi irtimasi (menyelam sekaligus).[4]
- Waktu pelaksanaan mandi yang merupakan syarat sahnya ibadah (seperti mandi junub) bergantung pada waktu pelaksanaan ibadah tersebut; misalnya, seseorang yang ingin berpuasa harus sudah mandi sebelum terbit fajar.[5] Atau untuk salat, mandi menjadi wajib pada saat salat hendak dilakukan.[6]
Hukum Wudu setelah Mandi Wajib
Menurut pandangan para fukaha Syiah, mandi janabah sudah mencukupi dari wudu dalam hal kesucian untuk melaksanakan ibadah, dan mereka menyatakan bahwa hal ini telah disepakati (ijma') di kalangan ulama mazhab Syiah.[7] Menurut pandangan mayoritas fukaha Syiah, melakukan wudu setelah mandi janabah dianggap tidak sah dan bahkan bertentangan dengan ketentuan syar'i;[8] Meskipun mayoritas fukaha Syiah berpendapat bahwa wudu setelah mandi janabah tidak diperlukan, Syekh Thusi dalam sejumlah fatwanya justru menganjurkan untuk melakukan wudu bersamaan dengan pelaksanaan mandi janabah.[9]
Mengenai apakah mandi-mandi wajib selain mandi janabah (seperti mandi haid, nifas, atau istihadhah) dapat menggantikan wudu, para marja' taklid memiliki perbedaan pendapat yang cukup beragam. Pandangan yang lebih populer di kalangan mereka cenderung pada teori tidak mencukupi dari wudu, sehingga seseorang tetap harus berwudu jika hendak melaksanakan ibadah-ibadah yang mensyaratkan kesucian dari hadas kecil, seperti salat. [10]
Di antara marja' abad ke-14 dan ke-15 Hijriyah, seperti Khui, Sistani, dan Syubairi Zanjani, mereka berpendapat bahwa dengan melakukan mandi-mandi wajib selain mandi istihadhah mutawassitah, seseorang dapat melaksanakan salat tanpa terlebih dahulu berwudu.
Melaksanakan Satu Mandi untuk Menggantikan Beberapa Mandi
Dalam fikih Syiah, jika seseorang memiliki beberapa kewajiban mandi -baik yang bersifat wajib seperti mandi junub, haid, atau menyemtuh mayit, maupun yang sunnah seperti mandi Jum'at atau mandi ihram- seseorang dapat menggabungkan niat untuk seluruh mandi tersebut dalam satu kali pelaksanaan mandi, dan mandinya dianggap sah untuk memenuhi semua kewajiban itu sekaligus.[11] Jika semua mandi tersebut adalah sunnah, atau sebagiannya wajib dan sebagiannya sunnah, menurut pandangan mayoritas fukaha, satu kali pelaksanaan mandi sudah mencukupi dari semuanya.[12]
Lihat Juga
Catatan Kaki
- ↑ Bahrani, Al-Hada’iq al-Naḍhirah, Mu’assasat al-Nashr al-Islami, jld. 4, hlm. 182; Hamadani, Misbah al-Faqih, 1419 H, jld. 3, hlm. 219; amuli, Misbah al-Huda, 1380 H, jld. 4, hlm. 70.
- ↑ Bahrani, Al-Hada’iq al-Naḍhirah, Mu’assasat al-Nashr al-Islami, jld. 4, hlm. 182; Hamadani, Misbah al-Faqih, 1419 H, jld. 3, hlm. 219; amuli, Misbah al-Huda, 1380 H, jld. 4, hlm. 70.
- ↑ Khomeini, Ta‘liqah dalam Kitab al-‘Urwah al-Wutsqa, 1421 H, jld. 1, hlm. 466; Thabathabai Hakim, Mustamsak al-‘Urwah, Dar Ihya’ al-Turats al-‘Arabi, jld. 3, hlm. 68, 72, dan 341.
- ↑ Thabathabai Yazdi, Al-'Urwah al-Wutsqa, 1417 H, jld. 1, hal. 522.
- ↑ Hakim, Mustamsak al-'Urwah al-Wutsqa, Dar Ihya At-Turats Al-Arabi, jld. 3, hal. 38.
- ↑ Risalah Taudhih al-Masail Ayatullah Makarim Syirazi, Bagian Mandi, Masalah 373.
- ↑ Syekh Thusi, Al-Khilaf, Lembaga Penerbitan Islam, hal. 131, Masalah 74; Allamah Hilli, Mukhtalaf al-Syi'ah, 1413 H, jld. 1, hal. 339; Najafi, Jawahir al-Kalam, 1362 S, jld. 3, hal. 240.
- ↑ Najafi, Jawahir al-Kalam, 1362 Sy, jld. 3, hal. 240.
- ↑ Allamah Hilli, Mukhtalaf al-Syi'ah, 1413 H, jld. 1, hal. 340.
- ↑ Najafi, Jawahir al-Kalam, 1362 Sy, jld. 3, hal. 240; Hakim, Mustamsak al-Urwah, Dar Ihya At-Turats Al-Arabi, jld. 3, hal. 345.
- ↑ Hakim, Mustamsak al-'Urwah al-Wutsqa, Dar Ihya At-Turats Al-Arabi, jld. 3, hal. 137.
- ↑ Naraqi, Mustanad al-Syi'ah, Lembaga Ahlul Bait, jld. 2, hal. 367; Najafi, Jawahir al-Kalam, 1362 Sy, jld. 2, hal. 114 dan 137; Thabathabai Yazdi, Al-'Urwah al-Wutsqa, 1421 H, jld. 1, hal. 522 dan 525; Hakim, Mustamsak Al-Urwah, Dar Ihya At-Turats Al-Arabi, jld. 3, hal. 137 dan 140.
Daftar Pustaka
- Amuli, Mirza Muhammad Taqi. Misbah Al-Huda. Teheran: Bina, 1380 H.
- Bahrani, Yusuf bin Ahmad. Al-Hadaiq An-Nadhira. Qom: Lembaga Penerbitan Islam berafiliasi dengan Kelompok Pengajar, Tanpa Tahun.
- Risalah Taudhih Al-Masail Ayatullah Makarim Syirazi. Qom: Madrasah Al-Imam Ali bin Abi Thalib, Cetakan Kelima Puluh Dua, 1429 H.
- Hakim, Sayid Muhsin. Mustamsak al-Urwah. Beirut: Dar Ihya At-Turats Al-Arabi, Tanpa Tahun.
- Khomeini, Sayid Ruhullah. Ta'liqah. dalam kitab Al-Urwa' Al-Wutsqa, karya Sayid Muhammad Kazhim Thabatabai Yazdi, Qom: Lembaga Penerbitan Islam berafiliasi dengan Kelompok Pengajar, 1421 H.
- Syeikh Thusi, Muhammad bin Hasan. Al-Khilaf. Tanpa Tempat, Lembaga Penerbitan Islam, Tanpa Tahun.
- Thabatabai Yazdi, Sayid Muhammad Kazhim. Al-Urwa' Al-Wutsqa. Qom: Lembaga Penerbitan Islam berafiliasi dengan Kelompok Pengajar, 1421 H.
- Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf. Mukhtalaf al-Syi'ah Fi Ahkam al-Syari'ah. Qom: Kantor Penerbitan Islam berafiliasi dengan Kelompok Pengajar Hawzah Ilmiyah Qom, Cetakan Kedua, 1413 H.
- Najafi, Muhammad Hasan. Jawahir al-Kalam. Beirut: Dar Ihya al-Turats, 1362 Sy.
- Naraqi, Ahmad bin Muhammad Mahdi. Mustanad al-Syi'ah. Masyhad: Lembaga Ahlul Bait Alaihimus Salam untuk Menghidupkan Warisan, Tanpa Tahun.
- Hamdani, Aqa Ridha. Misbah Al-Faqih. Qom: Lembaga Ja'fariyah untuk Menghidupkan Warisan, 1419 H.