Macam-macam Mandi Wajib
Artikel ini merupakan artikel deskriptif umum tentang masalah fikih. |
Salat Wajib: Salat Jumat • Salat Id • Salat Ayat • Salat Mayit Ibadah-ibadah lainnya Hukum-hukum bersuci Hukum-hukum Perdata Hukum-hukum Keluarga Hukum-hukum Yudisial Hukum-hukum Ekonomi Hukum-hukum Lain Pranala Terkait |
Macam-macam mandi Wajib adalah mandi yang menghilangkan hadas besar serta mandi yang diwajibkan karena nazar, sumpah, atau semacamnya. Pelaksanaan enam jenis mandi wajib diperlukan untuk keabsahan beberapa ibadah seperti salat. Mandi-mandi tersebut meliputi mandi junub, mandi mayit, mandi menyentuh mayat, serta tiga mandi khusus wanita yaitu mandi haid, nifas, dan istihadhah.
Menurut pendapat ulama fikih, melaksanakan mandi wajib tidak bersifat wajib secara intrinsik, melainkan menjadi wajib ketika hendak mengerjakan amalan-amalan yang mensyaratkan kesucian. Mandi karena nazar, janji, atau sumpah hanya wajib dipenuhi sebagai kewajiban syar'i untuk menepati komitmen dan bukan sebagai syarat ibadah.
Mayoritas fukaha Syiah berpendapat bahwa jika seseorang terkena beberapa kewajiban mandi, ia dapat melaksanakan satu kali mandi dengan niat mencakup semua kewajiban tersebut. Seluruh fuqaha Syiah sepakat bahwa setelah mandi junub, wudu tidak diperlukan—banyak di antara mereka yang menyatakan ijma (konsensus) dalam hal ini. Namun, terdapat perbedaan pendapat terkait mandi wajib lainnya.
Pengenalan dan Urgensi Mandi Wajib
Mandi wajib adalah mandi yang diwajibkan karena hadas besar dan menyebabkan kesucian. Urgensi fikih mandi wajib terletak pada fatwa ulama bahwa -kecuali mandi nazar- keabsahan ibadah seperti salat, puasa, dan sebagian ritual haji bergantung pada pelaksanaannya. Selain itu, memasuki masjid, makam para imam Syiah, atau menyentuh ayat Al-Qur'an juga tidak diperbolehkan tanpa mandi wajib. Terkait tiga mandi khusus wanita, menurut pendapat mayoritas fuqaha, mandi tersebut wajib dilakukan sebelum berhubungan suami-istri.
Jenis-Jenis Mandi Wajib
Dalam fikih Syiah, terdapat enam mandi wajib ditambah mandi nazar dan sumpah:[1]
Enam mandi wajib tersebut adalah:
- Mandi junub
- Mandi Menyentuh Mayit
- Mandi mayit
- Tiga mandi khusus wanita akibat tiga jenis darah: (mandi haid, mandi nifas, mandi istihadhah).
Mandi juga menjadi wajib karena nazar, janji, atau sumpah; misalnya, seseorang yang bernazar untuk mandi sebelum ziarah.[2] Menurut pandangan mayoritas fuqaha, hanya mandi mayit dan mandi nazar yang bersifat wajib nafsi (wajib intrinsik). Sementara mandi wajib lainnya bersifat wajib ghayri (wajib non-intrinsik), artinya pelaksanaannya tidak wajib secara independen, melainkan menjadi wajib ketika hendak mengerjakan amalan yang mensyaratkan kesucian.[3]
Hukum Mandi Wajib
Dalam teks-teks fikih Syiah, terdapat hukum-hukum yang berkaitan dengan mandi-mandi wajib:
- Cara melaksanakan mandi bisa dilakukan secara tertib (berurutan) atau idtirab (tanpa urutan).[4]
- Waktu pelaksanaan mandi yang merupakan syarat ibadah (seperti mandi junub) bergantung pada waktu pelaksanaan ibadah tersebut; misalnya, seseorang yang ingin berpuasa harus sudah mandi sebelum terbit fajar.[5] Atau untuk salat, mandi menjadi wajib pada saat shalat dilakukan.[6]
Hukum wudu Setelah Mandi Wajib
Para fuqaha Syiah menganggap bahwa mandi junub dapat menggantikan wudu, dan tentang hal ini telah diklaim adanya ijmak.[7] Bahkan, pandangan umum fuqaha menyatakan bahwa wudu setelah mandi junub adalah tidak sah;[8] meskipun Syekh Thusi memberikan fatwa tentang disunnahkannya wudu bersamaan dengan mandi junub.[9]
Terkait kecukupan mandi-mandi wajib lainnya sebagai pengganti wudu, para marja' taklid memiliki pandangan yang berbeda-beda, dan pandangan yang populer di antara mereka adalah teori ketidakcukupan.[10]
Di antara marja' abad ke-14 dan ke-15 Hijriyah, seperti Khui, Sistani, dan Syubairi Zanjani, mereka percaya bahwa dengan mandi-mandi wajib selain mandi istihadhah mutawassitah, seseorang dapat melaksanakan shalat tanpa wudu.
Melaksanakan Satu Mandi untuk Menggantikan Beberapa Mandi
Jika seseorang memiliki beberapa kewajiban mandi, baik wajib maupun sunnah (atau kombinasi keduanya), dan ia berniat untuk melaksanakan semua mandi tersebut dalam satu kali mandi, maka mandinya dianggap sah untuk semua kewajiban tersebut.[11] Jika semua mandi tersebut adalah sunnah, atau sebagian wajib dan sebagian sunnah, menurut pandangan mayoritas fuqaha, satu kali mandi sudah cukup.[12]
Lihat Juga
Catatan Kaki
- ↑ Bahrani, Al-Hada’iq al-Naḍhirah, Mu’assasat al-Nashr al-Islami, jilid 4, hlm. 182; Hamadani, Misbah al-Faqih, 1419 H, jilid 3, hlm. 219; amuli, Misbah al-Huda, 1380 H, jilid 4, hlm. 70.
- ↑ Bahrani, Al-Hada’iq al-Naḍhirah, Mu’assasat al-Nashr al-Islami, jilid 4, hlm. 182; Hamadani, Misbah al-Faqih, 1419 H, jilid 3, hlm. 219; amuli, Misbah al-Huda, 1380 H, jilid 4, hlm. 70.
- ↑ Khomeini, Ta‘liqah dalam Kitab al-‘Urwah al-Wutsqa, 1421 H, jilid 1, hlm. 466; Thabathabai Hakim, Mustamsak al-‘Urwah, Dar Ihya’ al-Turats al-‘Arabi, jilid 3, hlm. 68, 72, dan 341.
- ↑ Thabathabai Yazdi, Al-'Urwah al-Wutsqa, 1417 H, Jilid 1, Hal. 522.
- ↑ Hakim, Mustamsak al-'Urwah al-Wutsqa, Dar Ihya At-Turats Al-Arabi, Jilid 3, Hal. 38.
- ↑ Risalah Taudhih al-Masail Ayatullah Makarim Syirazi, Bagian Mandi, Masalah 373.
- ↑ Syeikh Thusi, Al-Khilaf, Lembaga Penerbitan Islam, Hal. 131, Masalah 74; Allamah Hilli, Mukhtalaf al-Syi'ah, 1413 H, Jilid 1, Hal. 339; Najafi, Jawahir al-Kalam, 1362 Sy, Jilid 3, Hal. 240.
- ↑ Najafi, Jawahir al-Kalam, 1362 Sy, Jilid 3, Hal. 240.
- ↑ Allamah Hilli, Mukhtalaf al-Syi'ah, 1413 H, Jilid 1, Hal. 340.
- ↑ Najafi, Jawahir al-Kalam, 1362 Sy, Jilid 3, Hal. 240; Hakim, Mustamsak al-Urwah, Dar Ihya At-Turats Al-Arabi, Jilid 3, Hal. 345.
- ↑ Hakim, Mustamsak al-'Urwah al-Wutsqa, Dar Ihya At-Turats Al-Arabi, Jilid 3, Hal. 137.
- ↑ Naraqi, Mustanad al-Syi'ah, Lembaga Ahlul Bait, Jilid 2, Hal. 367; Najafi, Jawahir al-Kalam, 1362 Sy, Jilid 2, Hal. 114 dan 137; Thabathabai Yazdi, Al-'Urwah al-Wutsqa, 1421 H, Jilid 1, Hal. 522 dan 525; Hakim, Mustamsak Al-Urwah, Dar Ihya At-Turats Al-Arabi, Jilid 3, Hal. 137 dan 140.
Daftar Pustaka
- Amuli, Mirza Muhammad Taqi. Misbah Al-Huda. Teheran: Bina, 1380 H.
- Bahrani, Yusuf bin Ahmad. Al-Hadaiq An-Nadhira. Qom: Lembaga Penerbitan Islam berafiliasi dengan Kelompok Pengajar, Tanpa Tahun.
- Risalah Taudhih Al-Masail Ayatullah Makarim Syirazi. Qom: Madrasah Al-Imam Ali bin Abi Thalib, Cetakan Kelima Puluh Dua, 1429 H.
- Hakim, Sayid Muhsin. Mustamsak al-Urwah. Beirut: Dar Ihya At-Turats Al-Arabi, Tanpa Tahun.
- Khomeini, Sayid Ruhullah. Ta'liqah. dalam kitab Al-Urwa' Al-Wutsqa, karya Sayid Muhammad Kazhim Thabatabai Yazdi, Qom: Lembaga Penerbitan Islam berafiliasi dengan Kelompok Pengajar, 1421 H.
- Syeikh Thusi, Muhammad bin Hasan. Al-Khilaf. Tanpa Tempat, Lembaga Penerbitan Islam, Tanpa Tahun.
- Thabatabai Yazdi, Sayid Muhammad Kazhim. Al-Urwa' Al-Wutsqa. Qom: Lembaga Penerbitan Islam berafiliasi dengan Kelompok Pengajar, 1421 H.
- Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf. Mukhtalaf al-Syi'ah Fi Ahkam al-Syari'ah. Qom: Kantor Penerbitan Islam berafiliasi dengan Kelompok Pengajar Hawzah Ilmiyah Qom, Cetakan Kedua, 1413 H.
- Najafi, Muhammad Hasan. Jawahir al-Kalam. Beirut: Dar Ihya al-Turats, 1362 Sy.
- Naraqi, Ahmad bin Muhammad Mahdi. Mustanad al-Syi'ah. Masyhad: Lembaga Ahlul Bait Alaihimus Salam untuk Menghidupkan Warisan, Tanpa Tahun.
- Hamdani, Aqa Ridha. Misbah Al-Faqih. Qom: Lembaga Ja'fariyah untuk Menghidupkan Warisan, 1419 H.