Menghadap Kiblat

Prioritas: c, Kualitas: b
Dari wikishia

Furu'uddin

Salat

Wajib: Salat JumatSalat IdSalat AyatSalat Mayit


Ibadah-ibadah lainnya
PuasaKhumusZakatHajiJihadAmar Makruf dan Nahi MungkarTawalliTabarri


Hukum-hukum bersuci
WudhuMandiTayammumNajasatMuthahhirat


Hukum-hukum Perdata
PengacaraWasiatGaransiJaminanWarisan


Hukum-hukum Keluarga
PerkawinanPerkawinan TemporerPoligamiTalakMaharMenyusuiJimakKenikmatanMahram


Hukum-hukum Yudisial
Putusan HakimBatasan-batasan hukumKisas


Hukum-hukum Ekonomi
Jual Beli (penjualan)SewaKreditRibaPinjaman


Hukum-hukum Lain
HijabSedekahNazarTaklidMakanan dan MinumanWakaf


Pranala Terkait
BalighFikihHukum-hukum SyariatBuku Panduan Fatwa-fatwaWajibHaramMustahabMubahMakruhDua Kalimat Syahadat

Menghadap Kiblat (bahasa Arab:استقبال القبلة) berarti menghadap Ka'bah sambil menunaikan sebagian perintah wajib. Melaksanakan banyak amalan ibadah atau selain ibadah bagi umat Islam, seperti salat, haji, adab penguburan, dan penyembelihan hewan secara syar'i yang ada hubungannya dengan kiblat.

Syarat sahnya beberapa ibadah seperti salat, harus dilaksanakan dengan menghadap kiblat. Selain itu, ketika menyembelih hewan, hewan tersebut wajib dihadapkan ke arah kiblat; jika tidak dilaksanakan, maka dagingnya dihukumi haram untuk dimakan.Sebaliknya, dilarang melakukan hal-hal seperti takhalli (buang air kecil atau besar) sambil menghadap kiblat.

Selain itu, dianjurkan membaca Al-Qur'an sambil menghadap kiblat, disunnahkan juga untuk menghadap kiblat ketika wudu dan makan, namun melakukan beberapa hal seperti berhubungan badan sambil menghadap kiblat dianggap makruh.

Urgensitas dan Kedudukan

Para fukaha telah banyak membahas masalah syariat menghadap kiblat dalam berbagai tugas syariat Islam, seperti salat, haji, menyembelih, hukum takhalli (buang air besar/kecil) dan hukum mengurus jenazah. Menghadap kiblat meliputi empat aturan yaitu hukum wajib, haram, makruh dan mustahab (sunnah).[1]

Dalam beberapa ajaran islam, menghadap kiblat dianggap sebagai sebsb diberikannya pahala atas suatu perbuatan tertentu. Disebutkan dalam sejarah, bahwa Nabi saw selalu duduk menghadap kiblat[2] dan pahala duduk menghadap kiblat selama satu jam dihitung sebagai pahala jamaah haji dan umrah.[3]

Makna Menghadap Kiblat

Menurut para fukaha (ahli fiqih) Syiah, menghadap kiblat berarti menghadap Ka'bah bagi orang yang berada di dalam Masjidil Haram.[4] Bagi orang yang tidak berada di dalam Masjidil Haram dan tidak melihat Ka'bah, maka secara umum hendaknya[5] menghadap ke arah Ka'bah.[6] Namun tidak harus dengan ketelitian yang rasional dan nyata (hakiki); Karena hal ini mustahil. [7]

Cara Mengidentifikasi Kiblat

Menurut para (fuqaha) ahli fiqih Syiah, arah kiblat dapat ditentukan jika ia benar-benar tahu dan yakin, dan jika cara tersebut tidak memungkinkan, hendaknya salat ke empat arah jika ada waktu, dan jika waktu sedikit, ke arah yang kemungkinannya paling dekat.[8]

Hikmah Dari Menghadap Kiblat

Para ulama berpendapat bahwa menghadap kiblat saat menunaikan amal ibadah, selain menjalankan sesuai perintah Allah swt, juga memiliki manfaat seperti menciptakan persatuan antar umat Islam.[9] Menurut Allamah Thabathabai, posisi umat Islam yang berfokus terhadap Ka'bah, meskipun terdapat perbedaan keyakinan, merupakan rohani paling lembut dan positif yang dapat dihembuskan ke dalam tubuh manusia dan memberi mereka kesatuan.[10] Menurut beliau, perhatian hati terhadap satu tempat akan menimbulkan kesatuan intelektual dan spiritual umat Islam.[11]

Dalam suatu riwayat disebutkan falsafah menghadapkan orang yang sedang sakaratul maut ke arah kiblat, diungkapkan bahwasanya malaikat memberi perhatian khusus kepada orang tersebut dan sebagai tanda perhatian orang yang akan sedang sakaratul maut kepada Allah swt hingga akhir hayatnya.[12]

Kewajiban Menghadap kiblat

Menghadap kiblat dianggap wajib dalam beberapa taklif syariah, seperti salat, hukum mengurus jenazah, dan penyembelihan:

Salat

  • Salat wajib : Menurut fatwa para fukaha (ahli fikih) Syiah, keshahihan salat wajib (salat harian, salat ayat, salat jenazah) dan beberapa yang hukumnya mengikuti salat, seperti salat ihitiyath dan qadha bagian salat yang terlupakan yang harus dipenuhi juga, diwajibkan menghadap kiblat.[13] Dalil dari hukum tersebut meliputi Ayat-ayat Al-Qur'an,[14] hadits[15] dan ijma'.[16] Jika jamaah tidak bisa menghadap kiblat, misalnya orang tersebut sedang sakit, maka sebisa mungkin syarat ini harus diperhatikan.[17]
  • Salat mustahab : Dalam salat mustahab, jika salat dilakukan dalam keadaan diam, maka dilakukan dengan menghadap kiblat.[18] Sebagian ulama fiqih merujuk pada ayat 115 Surah Al-Baqarah dan beberapa riwayat[19] tidak menganggap perlu menghadap kiblat dalam salat mustahab yang dilakukan sambil bergerak.[20]
  • Salat jenazah: Menurut sebagian besar ulama fikih, wajib menghadap kiblat ketika melakukan salat jenazah.[21] Namun ada sebagian ulama yang mempermasalahkan tidak wajibnya menghadap kiblat karena syarat berdiri saja sudah cukup.[22]
  • Tata cara pelaksanaan salat dengan menghadap kiblat: Menurut fatwa para fukaha, orang yang berdiri bagian depan badannya harus menghadap kiblat,[23] orang yang salat dengan keadaan duduk wajah, dada dan kedua lututnya harus menghadap kiblat, dan orang yang salat dengan keadaan berbaring menghadap kiblat. miring ke kanan atau ke kiri, hendaknya ia tidur dengan posisi badan bagian depan menghadap kiblat, dan jika tidak bisa, sebaiknya tidur telentang dengan telapak kaki menghadap kiblat.[24]

Penyembelihan

Menurut fatwa ulama fikih Syiah,[25] ketika menyembelih hewan, tempat penyembelihan dan bagian depan tubuh hewan harus menghadap kiblat. Dalil keputusan ini adalah riwayat.[26] dan ijma'.[27] Tentu saja, jika hewan tersebut tidak disembelih sesuai arah kiblat karena lupa atau tidak tahu atau tidak mengetahui arah kiblat, maka penyembelihannya dihukumi shahih (benar).[28]

Sakaratul maut

Sebagian besar ulama fikih Syiah menganggap wajib menghadap kiblat seorang Muslim yang sedang sakaratul maut.[29] Sebaliknya beberapa ulama' fikih menganggap hal ini mustahab.[30]

  • Cara menghadapkan orang yang akan meninggal ke arah kiblat: Dalam kitab fikih disebutkan bahwa orang yang akan meninggal harus berbaring telentang dengan telapak kaki menghadap ke arah kiblat; sehingga ketika dia duduk, dia menghadap kiblat.[31]
  • Menghadap kiblat ketika mandi jenazah dan menguburkan jenazah: Ada dua pendapat mengenai jenazah yang dihadapkan ke arah kiblat jenazah saat dimandikan: sebagian besar ulama' fikih berpendapat bahwa hal itu mustahab (Sunnah),[32] dan sebagian ulama' lain berpandangan bahwa hal itu wajib.[33] Menurut fatwa ulama' fikih, jenazah yang dimakamkan wajib menghadap kiblat; Sedemikian rupa sehingga mereka membuatnya tidur miring diatas tangan kanan, sehingga bagian depan tubuhnya menghadap kiblat.[34]

Hal-Hal Yang Haram Dan Makruh Dilakukan Sambil Menghadap Kiblat

Menurut fatwa ulama' fikih Syiah, dilarang menghadap kiblat dan membelakangi kiblat pada saat buang air besar atau kecil.[35] Menurut mayoritas marja' Taklid, anak tidak boleh ditempatkan menghadap kiblat atau membelakangi kiblat untuk takhalli (buang air besar/kecil); Namun jika anak duduk sendiri, tidak perlu menghentikannya.[36]

Para ulama' fikih Syiah mengatakan bahwasanya menghadap kiblat dalam melakukan segala sesuatu yang bertentangan dengan keagungan kiblat adalah pekerjaan yang makruh;[37] Seperti hubungan intim sambil menghadap kiblat.[38]

Hal-Hal Yang Disunahkan Menghadap Kiblat

Sesuai dengan apa yang tercantum dalam kitab-kitab fikih, dianjurkan menghadap kiblat dalam pekerjaan apa pun dan dalam sunnah-sunnah apa pun; Kecuali dalam pekerjaan yang diharamkan dan dimakruhkan menghadap kiblat.[39] Namun dalam buku-buku fikih disebutkan bahwa sunnah/mustahab melakukan beberapa perbuatan dengan menghadap kiblat, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

  • Sebagian manasik haji , seperti Halq,[40] wukuf di Arafah dan membaca doa khusus;[41]
  • Berwudu dan membaca Al-Qur'an;[42]
  • berdoa dan berdzikir;[43]
  • duduk di masjid;[44]
  • Saat membaca doa setelah salat;[45]
  • Ketika makan[46]
  • Saat melakukan sujud syukur, sujud wajib atau mustahab Al-Qur'an;[47]
  • Tidur miring ke arah kanan, sehingga wajah dan badan menghadap kiblat.[48]

Catatan Kaki

  1. Yazdi, al-Urwah al-Wutsqa, jld. 2, hlm. 310-313; Misykini, Musthalahat al-Fiqh, hlm. 414.
  2. Kulaini, Ushul al-Kafu, jld. 2, hlm. 661.
  3. Nuri, Mustadrak al-Wasail, jld. 8, hlm. 406.
  4. Thusi, al-Mabsuth, jld. 1, hlm. 77; Sarkhasi, al-Mabsuth, jld. 10, hlm. 190; Hakim, Mustamsik al-Urwah, jld. 5, hlm. 176-179.
  5. Naraqi, Mustanad al-Syiah, jld. 4, hlm. 152; Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 7, hlm. 329; Ruhani, Fiqh al-Shadiq, jld. 4, hlm. 90; Hilli, Irsyad al-Adzhan, jld. 1, hlm. 244; Ardabili, Majma' al-Faidah, jld. 2, hlm. 57; Hilli, al-Mu'tabar, jld. 2, hlm. 65.
  6. Thusi, al-Khilaf, jld. 1, hlm. 295; Naraqi, Mustanad al-Syiah, jld. 4, hlm. 151; Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 7, hlm. 328; Hakim, Mustamsik al-Urwah, jld. 5, hlm. 176-179.
  7. Naraqi, Mustanad al-Syiah, jld. 4, hlm. 152; Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 7, hlm. 329; Ruhani, Fiqh al-Shadiq, jld. 4, hlm. 90; Hilli, Irsyad al-Adzhan, jld. 1, hlm. 244; Ardabili, Majma' al-Faidah, jld. 2, hlm. 57; Hilli, al-Mu'tabar, jld. 2, hlm. 65.
  8. Thusi, al-Mabsuth, jld. 1, hlm. 77; Samarqandi,Tuhfah al-Fuqaha, jld. 1, hlm. 119-120; Khomeini, Tahrir al-Wasilah, jld. 1, hlm. 148; Jawahir al-Kalam, jld. 7, hlm. 386 & 389; Yazdi, al-Urwah al-Wutsqa, jld. 2, hlm. 296 & 298; Bani Hasyimi Khomeini, Taudhih al-Masail Maraji. jld. 1, hlm. 433, kasus 792.
  9. Thabathabai, Tafsir al-Mizan, jld. 337; Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 1, hlm. 415.
  10. Thabathabai, Tafsir al-Mizan, jld. 337.
  11. Thabathabai, Tafsir al-Mizan, jld. 507.
  12. Hur 'Āmili, Wasail al-Syiah, jld. 2, hlm. 453.
  13. Thusi, al-Nihayah, hlm. 62-63; Hilli, Mukhtalaf al-Syiah, jld. 2, hlm. 60-61; Yazdi, al-Urwah al-Wutsqa, jld. 2, hlm. 295; Khomeini, Tahrir al-Wasilah, jld. 1, hlm. 148; Bani Hasyimi Khomeini, Tahrir al-Wasilah Maraji, jld. 1, hlm. 675, kasus 1251.
  14. QS. Al-Baqarah [2]: 144 & 150.
  15. Hur 'Āmili, Wasail al-Syiah, jld. 3, hlm. 214.
  16. Isfahani, Kasyf al-Litsam, jld. 3, hlm. 150; Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 8, hlm. 2.
  17. Thusi, al-Mabsuth, jld. 1, hlm. 80; Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 7, hlm. 425 & jld. 8, hlm. 19.
  18. Thusi, al-Mabsuth, jld. 1, hlm. 77; Yazdi, al-Urwah al-Wutsqa, jld. 1, hlm. 62; Isfahani, Kasyf al-Litsam, jld. 3, hlm. 150; Hilli, Syara'i al-Islam, jld. 1, hlm. 52; Hilli, Qawaid al-Ahkam, jld. 1, hlm. 252.
  19. Kulaini, Ushul al-Kafi, hlm. 440-441; Thusi, Tahdzib al-Ahkam, jld. 3, hlm. 229.
  20. Hilli, Irsyad al-Adzhan, jld. 1, hlm. 244; Ardabili, Majma' al-Faidah, jld. 2, hlm. 62; Syahid Tsani, Masalik al-Afham, jld. 1, hlm. 159; Muhaqiq Karaki, Jami' al-Maqashid, jld. 2, hlm. 60; Ardabili, Majma' al-Faidah, jld. hlm. 60.
  21. Untuk contoh silakan lihyat ke: Syahid Awal, al-Durus, jld. 1, hlm. 158; Syhahid Tsani, Masalik al-Afham, jld. 1, hlm. 159; Ardabili, Majma' al-Faidah, jld. 2, hlm. 57.
  22. Bani Hasyimi Khomeini, Taudhih al-Masail maraji (al-Muhassya li al-Imam al-Khomeini), jld. 1, hlm. 431, kasus 777.
  23. Bani Hasyimi Khomeini, Taudhih al-Masail maraji (al-Muhassya li al-Imam al-Khomeini), jld. 1, hlm. 432, kasus 779.
  24. Mufid, al-Muqniah, hlm. 419; Sayid Murtadha, al-Intishar, hlm. 505; Bani Hasyimi Khomeini, Taudhih al-Masail Maraji, jld. 2, hlm. 573, kasus 2594; Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 35, hlm. 110.
  25. Hur 'Āmili, Wasail al-Syiah, jld. 14, hlm. 152-153.
  26. Thusi, al-Khilaf, jld. 6, hlm. 50; Isfahani, Kasyf al-Litsam, jld. 3, hlm. 154; Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 36, hlm. 110.
  27. Thusi, al-Nihayah, jld. 1, hlm. 583; Hilli, Irsyad al-Adzhan, jld. 2, hlm. hlm. 108; Syahid Tsani, Masalik al-Afham, jld. 1, hlm. 160; Thabathabai, Riyadh al-masail, jld. 12, hlm. 100; Thusi, al-Khilaf, jld. 8, hlm. 319; Bani Hasyimi Khomeini, Taudhih al-Masail Maraji, jld. 2, hlm. 573, kasus 2594; Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 36, hlm. 111 & 112.
  28. Thusi, al-Nihayah, hlm. 62; Hilli, Syara'i al-Islam, jld. 1, hlm. 53; Hilli, Irsyad al-Adzhan, jld. 1, hlm. 229; Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 4, hlm. hlm. 6.
  29. Thusi, al-Khilaf, jld. 1, hlm. 691; Hakim, Mustamsik al-Urwah, jld. 4, hlm. 16-17; Hilli, al-Sarair, jld. 1, hlm. 158.
  30. Shaduq, al-Hidayah, hlm. 105; Thusi, Mishbah al-Mutahajjid, hlm. 18; Hilli, al-Mu'tabar, jld. 1, hlm. 259.
  31. Halabi, Ghunayah al-Nuzu' , hlm. 101; hilli, Tahrir al-Ahkam, jld. 1, hlm. 114.
  32. Hilli, Tadzkirah al-Fukaha, jld. 1, hlm. 345.
  33. Thusi, al-Mabsuth, jld. 1, hlm. 77; Hilli, Qawaid al-Ahkam, jld. 1, hlm. 230.
  34. Thusi, al-Nihayah, jld. 1, hlm. 9 & 10; Hilli, al-Muhadzab, jld. 1, hlm. 41; Hilli, Qawaid al-Ahkam, jld. 1, hlm. 180; Syahid Tsani, Masalik al-Afham, jld. hlm. 28; Thusi, al-Mabsuth, jld. 1, hlm. 16.
  35. Bani Hasyimi Khomeini, Taudhih al-Masail Maraji (al-Muhassya li al-Imam al-Khomeini), hlm. 58, kasus 63.
  36. Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 29; Kasyif al-Ghitha, Kasyf al-Ghitha, jld. 1, hlm. 219; Thusi, al-Nihayah, hlm. 482; Yazdi, al-Urwah al-Wutsqa, jld. 1, hlm. 548.
  37. Yazdi, al-Urwah al-Wutsqa, jld. 2, hlm. 313.
  38. Ibnu Hamzah, al-Wasilah, hlm. 85; Thusi, al-Nihayah, jld. 1, hlm. 286.
  39. Babawaih, Fiqh al-Ridha, hlm. 225; Mufid, al-Muqni'ah, hlm. 419; Thusi, al-Mabsuth, jld. 1, hlm. 369; Hilli, al-Sarair, jld. 1, hlm. 591.
  40. Shaduq, al-Muqni' ,hlm. 258-259.
  41. Yazdi, al-Urwah al-Wutsqa, jld. 2, hlm. 312-313.
  42. Thusi, al-Mabsuth, jld. 8, hlm. 90; Hur 'Amili, Wasail al-Syiah, jld. 3, hlm. 236.
  43. Hilli, Qawaid al-Ahkam, jld. 1, hlm. 252.
  44. Ibnu Hamzah, al-Wasilah, hlm. 85; Thusi, al-Nihayah, jld. 1, hlm. hlm. 286.
  45. Ibnu Hamzah, al-Wasilah, hlm. 85; Thusi, al-Nihayah, jld. 1, hlm. hlm. 286.
  46. Ibnu Hamzah, al-Wasilah, hlm. 85; Thusi, al-Nihayah, jld. 1, hlm. hlm. 286.
  47. Ibnu Hamzah, al-Wasilah, hlm. 85; Thusi, al-Nihayah, jld. 1, hlm. hlm. 286.
  48. Shaduq, al-Khishal, hlm. 263; Nuri, Mustadrak al-Wasail, jld. 6, hlm. hlm. 86; Bhai, Miftah al-Falah, hlm. 281.

Daftar Pustaka

  • Al-Quran al-Karim
  • Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf. Qawaid al-Ahkam fi Ma'rifah al-Halal wa al-Haram. Qom: Yayasan Penerbit Islami, 1413 HS.
  • Ardabili. Majma' al-Faidah wa al-Burhan. Qom: Penerbit Islami, 1416 HS.
  • Bani Hasyimi Khomeini, Sayid Muhammad Husain. Taudhih al-Masail Maraji Mutabiq ba Fatawa Syondah Nafar az maraji Muazzam Taqlid. Qom: Penerbit Jamiah Mudarrisin Hauzah Ilmiah Qom, 1376 S.
  • Hakim, Sayid Muhsin. Mustamsik al-Urwah al-Wutsqa. Qom: Perpustakaan Ayatullah Marasyi Najafi, 1404 HS.
  • Halabi, Ibnu Zahrah. Ghunayah al-Nuzu' . Qom: Yayasan Imam Shadiq (as), 1417 HS.
  • Hilli, Hasan bin Yusuf bin Muthahar. Irsyad al-Adzhan. Qom: Penerbit Islami, 1410 HS.
  • Hilli, Hasan bin Yusuf bin Muthahar. Mukhtalaf al-Syiah. Qom: Penerbit Islami, 1412 HS.
  • Hilli, Hasan bin Yusuf bin Muthahar. Tadzkirah al-Fuqaha. Qom: Ālulbait, 1414 HS.
  • Hilli, Hasan bin Yusuf bin Muthahar. Tahrir al-Ahkam al-Syar'iyah. Qom: Yayasan al-Imam al-Shadiq (as), 1429 HS.
  • Hilli, Ibnu Idris. al-Sarair. Qom: Yayasan Nashr Islami, 1411 HS.
  • Hilli, Ja'far bin Hasan. Syara'i al-Islam. Qom: Penerbit Ismailiyan, 14-8 HS.
  • Hur 'Āmili, Muhammad bin Hasan. Wasail al-Syiah. Qom: Ālulbait, 1412 HS.
  • Ibnu Hamzah, al-Wasilah. Qom: Perpustakaan Ayatullah Mar'asyi Najafi, 1408 HS.
  • Isfahani, Fadhil Hindi, Muhammad bin Hasan. Kasyf al-Litsam wa al-Ibham an Qawaid al-Ahkam. Qom: Jamiah Mudarrisin, 1416 HS.
  • Kasyif al-Ghitha, Ja'far. Kasyf al-Ghitha. Qom: Bustan-e Kitab, 1387 S.
  • Khomeini, Ruhullah. Tahrir al-Wasilah. Teheran: Yayasan Tanzim va Nashr Asar-e Imam Khomeini, 1434 HS.
  • Kulaini, Muhammad bin Ya'qub. Ushul al-Kafi. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiah, 1375 S.
  • Makarim Syirazi, Nashir. Tafsir Nemuneh. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiah, 1374 S.
  • Misykini, Ali. Musthalahat al-Fiqh. Qom: Dar al-Hadis, 1392 S.
  • Mufid. al-Muqni'ah. Yayasan penerbit Islami, 1410 HS.
  • Muhaqiq Hilli, Ja'far bin Hasan. al-Mu'tabar. Qom: Yayasan Sayidu al-Syuhada, 1363 S.
  • Muhaqiq Karaki, Ali bin Husain. Jami' al-Maqashid. Qom: Ālulbait, 1411 HS.
  • Najafi, Muhammad Hasan. Jawahir al-Kalam. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, 1362 S.
  • Naraqi, Ahmad. Mustanad al-Syiah. Qom: Ālulbait, 1415 HS.
  • Nuri, Husain. Mustadrak al-Wasail. Beirut: Ālulbait, 1408 HS.
  • Ruhani, Muhammad Shadiq. Fiqh al-Shadiq (as). Qom: Dar al-Kitab, 1413 HS.
  • Samarqandi, Alauddin. Tuhfah al-Fuqaha. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1414 HS.
  • Sarkhasi, Muhammad bin Ahmad Abu Sahl. al-Mabsuth. Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1406 HS.
  • Shaduq, Muhammad bin Ali. al-Hidayah. Qom: Yayasan al-Imam al-Hadi (as), 1418 HS.
  • Shaduq, Muhammad bin Ali. al-Khishal. Qom: Yayasan Penerbit Islami, 1416 HS.
  • Shaduq, Muhammad bin Ali. al-Muqni' . Qom: Yayasan al-Imam al-Hadi (as), 1415 HS.
  • Syahid Awal, Muhammad bin Makki. al-Durus al-Syar'iyah. Qom: Yayasan Penerbit Islami, 1412 HS.
  • Syahid Tsani, Zainuddin bin Ali. Masalik al-Afham ila Tanqih Syara'i al-Islam. Qom: Penerbit Ma'arif Islami, 1416 HS.
  • Syekh Bahai. Miftah al-Falah. Beirut: Dar al-Adhwa, 1405 S.
  • Thabathabai, Sayid Ali. Riyadh al-Masail. Qom: Ālulbait, 1418 HS.
  • Thabathabai, Sayid Muhammad Husain. al-Mizan fi Tafsir al-Quran. Qom: Kantor penerbit Islami, 1417 HS.
  • Thusi, Muhammad bin Hasan. al-Khilaf. Qom: Penerbit Islamu, 1418 HS.
  • Thusi, Muhammad bin Hasan. al-Mabsuth fi Fiqh al-Imamiah. Teheran: Perpustakaan al-Murtadhawiyah, 1387 S.
  • Thusi, Muhammad bin Hasan. al-Nihayah. Beirut: Dar al-Kutub al-Arabi, 1400 HS.
  • Thusi, Muhammad bin Hasan. Mishbah al-Mutahajjid. Beirut: Fiqh al-Syiah, 1411 HS.
  • Thusi, Muhammad bin Hasan. Tahdzib al-Ahkam. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiah, 1365 S.
  • Yazdi, Sayid Muhammad Kazhim. al-Urwah al-Wutsqa. Yayasan penerbit Islami, 1420 HS.