Asy-Syarif al-Murtadha

Prioritas: a, Kualitas: b
Dari wikishia
(Dialihkan dari Syarif Murtadha)
Asy-Syarif al-Murtadhahttp://en.wikishia.net
Kuburan yang dinisbatkan kepada Sayid Murtadha di Kazimain
Informasi Pribadi
Nama LengkapAli bin Husain bin Musa bin Muhammad bin Musa bin Ibrahim bin Imam Musa al-Kazhim as
Terkenal denganSayid Murtadha Syarif Murtadha Alamul Huda
LakabAbu al-Qasim • Dzul Majdain • Abu al-Tsamanîn • Dzu al-Tsamanîn
Lahirtahun 355 H/966
Tempat tinggalBaghdad
Wafat/Syahadah436 H/1045
Tempat dimakamkanKazimain • menurut pendapat yang lain adalah di Karbala
Kerabat termasyhurSyarif ar-Radhi
Informasi ilmiah
Guru-guruHusain bin Ali bin Babawaih (saudara Syekh ash-Shaduq) • Sahal bin Ahmad Dibaji • Ibnu Jundi al-Baghdadi • Ali bin Muhammad Katib • Ahmad bin Muhammad bin Imran Katib
Murid-muridSyekh ath-ThusiSallar al-DaylamiIbnu Barraj • Muhammad bin Ali Karajaki
Tempat pendidikanBaghdad, Irak
Kegiatan Sosial dan Politik

Ali bin Husain bin Musa (bahasa Arab:علی بن حسین بن موسی) (l. 355 H/966 - w. 436 H/1044-45), masyhur dengan Sayid Murtadha (سید المرتضی), Syarif Murtadha (شریف المرتضی) dan Alamul Huda adalah seorang fakih, teolog Imamiah dan termasuk tokoh masyrakat Syiah yang sangat berpengaruh pada periode Alu Bawaih. Sebagaimana ayah dan saudaranya, Sayid Murtadha pada beberapa waktu menjadi pembesar kelompok Thalibiyan (keluarga Abu Thalib), pemimpin haji dan ketua dewan pemberantas kezaliman. Ia hidup di Bagdad dan mendapat penghormatan khusus dari para khalifah Abbasiyah dan para penguasa Alu Bawaih.

Sayid Murtadha sangat menekankan kehujahan akal dalam kajian-kajian akidah dan teologi. Dan selain itu, dalam pemikiran-pemikiran fikihnya ia pun condong pada pendekatan rasional. Ia termasuk dari pelopor metode ijtihad dalam fikih Syiah yang dalam pengistimbatan hukum menggunakan dalil-dalil rasional, tidak sebagaimana kaum Akhbari.

Ia banyak menorehkan karya dalam bidang fikih, ushul fikih dan tafsir Alquran. Sebagaimana gurunya Syekh Mufid, ia mengingkari kehujahan khabar wahid. Menurutnya, berpegang pada khabar wahid bukan hanya tidak boleh dalam tema-tema akidah, bahkan dalam pengistimbatan hukum-hukum fikih pun tidak dibenarkan.

Biografi

Ali bin Husain bin Musa bin Muhammad bin Musa bin Ibrahim bin Imam Musa al-Kazhim as lahir tahun 355 H/966 di Bagdad.[1]Gelarnya adalah Abu al-Qasim dan masyhur dengan Sayid Murtadha.[2] Ayahnya, Husain bin Musan Alawi termasuk dari ulama tersohor Syiah dan punya hubungan dekat dengan kekhilafan dan para penguasa Al Bawaih dan memegang kepemimpinan kaum Alawi, ketua dewan pemberantasan kezaliman dan ketua haji.[3] Ibu Sayid Murtadha, Fatimah binti Husian adalah termasuk dari cucu-cucu Imam Sajjad as.[4]

Lakab

Sayid Murtadha banyak memiliki lakab yang terkenal. Mengingat bahwa nasabnya, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu, adalah husaini, maka ia disebut "Syarif". Begitu juga ia terkenal dengan "Alamul Huda". Menurut sebuah laporan, salah seorang pembesar yang semasa dengan dengan Sayid Murtadha melihat Imam Ali as dalam mimpinya bahwa Sayid Murtadha dipanggil dengan lakab "Alamul Huda" dan orang itu pun memanggil Sayid Murtadha dengan lakab ini.[5] Lakab lainnya adalah "Dzul Majdain" yang diberikan kepadanya atas perintah Bahauddaulah Bawaih.[6]

Wafat

Menurut penukilan Najasyi, Sayid Murtadha meninggal tahun 436 H/1045, dan anaknya yang mensalatinya. Ia dikuburkan di rumahnya yang terletak di Karkh, Baghdad (Kazhimain).[7]

Dalam beberapa sumber abad ke-11 dan ke-12 H disebutkan bahwa jasad Sayid Murtadha dan saudaranya Sayid Radhi setelah beberapa waktu dikubur di Karkh, Bagdad, dipindah ke Karbala dan dikuburkan di Haram Imam Husain as.[8] Ibnu Maitsam dari ulama abad ke-7 juga meyakini bahwa tempat penguburan Sayid Radhi dan Sayid Murtadha adalah di samping makan Imam Husain as.[9]

Dewasa ini, di Kazhimain ada satu pusara yang disandarkan kepada Sayid Murtadha, akan tetapi di Karbala tidak ditemukan nama dan tanda-tanda dari makam yang disandarkan kepadanya.[10]

Makam Sayid Murtadha di Kazimain

Pendidikan

Sayid Murtadha bersama saudaranya Syarif Radhi, sedari kecil belajar bahasa dan pelajaran-pelajaran dasar kepada Ibnu Nabatah, seorang pujangga dan sastrawan. Dan, belajar fikih dan ushul fikih kepada Syekh Mufid. Dalam bidang syair dan sastra, Sayid Murtadha berguru kepada Abu Ubaidillah Marzbani, dan dalam kitab Amali ia banyak menukil riwayat darinya.[11]

Diantara guru-gurunya yang lain adalah: Husain bin Ali bin Babawaih, saudara Syekh Shaduq, Sahl bin Ahmad Dibaji, Ibnu Jundi Baghdadi dan Ahmad bin Muhammad bin Umar Katib.[12]

Murid-Murid

Pada masa hidupnya, Sayid Murtadha sangat terkenal dan dikatakan memiliki majelis-majelis ta'lim yang ramai. Dan, beberapa sosok terkenal saat itu seperti Abu al-Ala' Muarra, Abu Ishak Shabi dan Usman bin Jana menghadiri majelis-majelis ta'limnya.[13] Menurut beberapa riwayat, ia mempunyai rumah yang besar yang diubah menjadi sekolah yang di dalamnya para pelajar belajar fikih, teologi, tafsir, bahasa, syair dan ilmu-ilmu lain seperti ilmu astronomi dan akutansi.[14]

Diantara murid-murid Sayid Murtadha adalah: Syekh Thusi, Sallar al-Dailami, Abu al-Shalah Halabi, Abdul Aziz Halabi dan Abu al-Fath Karajiki.[15]

Kehidupan Sosial dan Politik

Sayid Murtadha memiliki hubungan dekat dengan para penguasa Alu Bawaih dan para khalifah Abbasiyah. Dalam bait-bait syairnya, ia memberikan pujian kepada Khalifah al-Qaim dan sejumlah orang dari khalifah Abbasiyah.[16]

Syarif Murtadha dari tahun 406 H diangkat sebagai pemimpin kaum Alawi, pemimpin haji dan ketua dewan pemberantasan kezaliman oleh Sultan Alu Bawaih dan khalifah Abbasiyah. Jabatan-jabatan tersebut sebelumnya dipegang oleh ayah dan saudaranya, Sayid Radhi.[17]

Bekerjasama dengan Para Penguasa

Sayid Mutadha dalam sebuah buku yang berjudul Fi al-'Amal ma'a al-Sulthan (Bekerjasama dengan penguasa) menjawab pertanyaan tentang legalitas bekerjasama dengan pihak pemerintahan.[18] Bekerjasama dengan penguasa adil yaitu Imam maksum tidak masalah dan masalah pokok yang dilontarkan oleh para fukaha Syiah termasuk Sayid Murtadha adalah bekerjasama dengan penguasa lalim pada masa kegaiban Imam dan menerima tanggung jawab/jabatan pada pemerintahan seperti ini apakah dibenarkan? Menurut Sayid Murtadha, bekerjasama dengan penguasa lalim adalah boleh dan benar bila memiliki fungsi-fungsi rasional dan syar'i, yakni seseorang dalam tanggung jawabnya mampu mengangkat kezaliman dan menegakkan keadilan atau menjalankan hukum-hukum Ilahi.[19]

Beberapa penulis Syiah menjelaskan bahwa bekerjasamanya Sayid Murtadha dengan dinasti Abbasiyah dan Alu Bawaih adalah didasari oleh landasan ini. Dan, kedekatan dia dengan para khalifah dan pemujian mereka adalah untuk menggapai tujuannya supaya bisa bertahan delam pemerintahan dan bisa berkhidmat kepada komunitas Syiah.[20]

Pemikiran dan Karya-Karya

Sayid Murtadha telah menjadi salah satu ulama terbesar dari Syiah Imamiyah dan telah menulis karya dalam banyak ilmu pada masanya, termasuk teologi, fikih, ushul fikih, tafsir, filsafat dan berbagai ilmu sastra.[21] Isu sentral dalam pemikiran Sayid Murtadha adalah keikutannya dari mazhab rasionalisme, yang telah mempengaruhi berbagai aspek pemikiran teologis dan fikihnya dan membawa ide-idenya lebih dekat ke pemikiran gurunya, Syekh Mufid.

Rasionalisme dan Pemikiran Teologis

Sayid Murtadha adalah seorang pemikir rasional. Dari sudut pandang Sayid Murtadha, pencarian rasional dan argumentatif adalah wajib dalam hal-hal yang berkaitan dengan pengenalan Tuhan, karena pengetahuan tentang Tuhan tidak jelas, dan dalam pengetahuan tentang Tuhan tidak bisa bersandar pada dalil-dali sam'i (riwayat dan teks-teks keagamaan) karena validitas teks-teks agama dihasilkan dari kepercayaan pada keberadaan Tuhan dan pengetahuan kepada-Nya. Menurut Sayid Murtadha, kepercayaan pada Tuhan tidak dapat diterima berdasarkan pengikutan (taklid) dan penerimaan kata orang lain tanpa alasan dan argumen.[22]

Sayid Murtadha menekankan pada validitas akal di bidang akidah dan kajian-kajian teologis, dan menganggap segala sesuatu yang bertentangan dengan akal tidak sah. Karena itu, ketika dia berhadapan dengan konflik riwayat dengan akal, dia berpihak kepada akal dan percaya bahwa semua riwayat yang terkandung dalam teks-teks itu tidak benar. Misalnya, ia tidak menerima riwayat-riwayat yang mengantarkan kepada tasybih (penyerupaan Tuhan dengan makhluk), diterminisme, penglihatan Tuhan dan dan ke-qadim-an sifat-sifat-Nya. Dan, ia tidak menerima riwaya-riwayat yang menegaskan beberapa takhayul seperti ke-malaikatan petir dan guntur. Ia berusaha mentakwil ayat-ayat yang menurutnya bertentangan dengan dasar-dasar rasional. [23]

Sayid Murtadha dan Mu'tazilah: Pemikiran Sayid Murtadha dilihat dari pendekatan rasionalistik dekat dengan Mu'tazilah sebagaima beberapa orang Ahlusunnah menganggapnya sebagai Mu'tazilah. Dalam masa hidup Sayid Murtadha, pemikiran Mu'tazilah di Baghdad, yang merupakan tempat hidup Sayid, sangat menonjol dan Sayid Murtada dipengaruhi oleh kondisi-kondisi ini. [24] Namun, sebagai pemikir Syiah, ia menentang beberapa dasar-dasar pemikiran Mu'tazilah, dan dalam buku Al-Syafi mengkritik pemikiran Qadhi Abdul Jabbar dari Mu'tazilah dan tidak sepekat dengan Mu'tazilah dalam beberapa kepercayaan seperti Imamah, kemaksuman para Nabi, manzilah bainal manzilatain dan kehendak Ilahi.[25]

Dalam pemikiran Sayid Murtada, teks-teks naqli dan riwayat-riwayat keagamaan tidak sepenuhnya tidak digunakan dalam tema-tema teologi, dan pada keyakinan-keyakinan yang diperoleh hanya melalui akal, beberapa keyakinan teologis dapat diterima melalui dalil tekstual dan akal, seperti Imamah. Dalam segelintir pemikiran teologis pun hanya teks yang dapat dijadikan dalil. Sebagai contoh, menurut Sayid Murtadha, keabadian pahala dan hukuman (iqab) tidak dapat dibuktikan melalui akal, dan referensi kepercayaan ini hanyalah teks (naql).[26]

Karya-karya Teologis: Karya-karya Teologi Sayid Murtadha adalah termasuk dari karya-karya terpentingnya:

  • Al-Syafi fi al-Imamah: mengkritisi buku al-Mughni karya Qadhi Abdul Jabbar tentang tema Imamah.
  • Tanzih al-Anbiya: buku ini hendak membuktikan kemaksuman para Nabi.
  • Al-Mukhallas fi Ushuluddin.
  • Al-Fushul al-Mukhtarah: hendak membuktikan akidah-akidah Syiah dengan penjelasan argumentatif dan besandar pada akal, Alquran dan riwayat-riwayat Ahlulbait as.
  • Al-Dzakhirah fi Ilm al-Kalam.
  • Al-Muwadhdhih an Jihat I'jaz Alquran.
  • Jamal al-Ilm wa al-Amal: meliputi pembahasan-pembahsan akidah dan fikih.
  • Al-Muqni' fi al-Ghaibah: mengenai Imam Zaman af dan masalah kegaiban.

Pemikiran Fikih

Sayid Murtadha tidak hanya dalam pemikiran teologisnya, tetapi juga dalam bidang pemikiran fikihnya, memiliki pendekatan rasionalistik dan percaya pada validitas akal dalam menyingkap hukum-hukum syariat jika tidak ada indikasi-indikasi tekstual. Dia juga salah satu pelopor metode ijtihadi dalam fikih Syiah. [27] Dalam menyimpulkan hukum-hukum, ia menggunakan argumen prinsip-prinsip lapal dan rasional dan tidak setuju dengan para muhaddis dan Akhbari. [28] Pada sebagian masalah-masalah fikih yang menurut dia bisa diambil dari prinsip-prinsip rasional, maka tidak perlu didasarkan lagi pada dalil-dalil sam'i (tekstual) meskipun dia percaya pada bolehnya penggunaan tekstual dalam furu'uddin. Dan, dia percaya bahwa pembuktian beberapa hukum-hukum fikih dan bahkan akidah hanya mungkin melalui dalil naql (tekstual). Misalnya, ia percaya bahwa amar makruf dan nahi mungkar adalah wajib sacara syar'i bukan secara rasional. [29]

Non Validitas Khabar Wahid

Sayid Murtadha, seperti gurunya Syekh Mufid, tidak menerima validitas (hujjiyah) khabar wahid. Menurutnya, bersandar pada khabar wahid tidak hanya tidak diperbolehkan dalam masalah akidah dan kepercayaan[30] bahkan dalam fikih pun tidak boleh juga.[31] Menurutnya, keadilan seorang perawi dalam validitas khabar wahid merupakan syarat, dan salah satu syarat keadilan adalah bahwa perawi bukanlah dari sekte-sekte Syiah yang sesat, sementara banyak riwayat-riwayat fikih telah diriwayatkan oleh kelompok perawi ini, termasuk perawi kelompok Waqifi dan Ghulat. Dengan demikian, kondisi untuk mempercayai khabar wahid tidak terpenuhi. [32] Para peneliti berpendapat bahwa penolakan validitas khabar wahid telah memaksa Sayid Murtada untuk berpegang pada Ijma' secara berlebihan dalam menyimpulkan hukum-hukum fikih. [33]

Buku al-Intishar termasuk dari karya-karya fikih Sayid Murtadha yang meliputi hukum0hukum yang khusus untuk kaum Syiah. Karya ini adalah salah satu contoh pertama buku fikih yang membahas masalah perbedaan Syiah dan Ahlusunnah. Karya lain Sayid Murtadha dalam fikih adalah buku Al-Nashiriyat. Sayid Murtadha menulis buku ini dalam rangka menjelaskan pandangan-pandangan fikih kakeknya Hasan Athrusy. Bagian lain dari pandangan-pandangan fikihnya Sayid Murtadha dijelaskan dalam beberapa risalah yang ia tulis sebagai tanggapan terhadap surat-surat dan pertanyaan-pertanyaan. [34]

Sayid Murtadha juga telah menulis dalam ilmu ushul fikih, yang terpenting adalah al-Dzari'ah ila Ushul al-Syari'ah. Ini adalah buku Syiah terperinci dan komprehensif pertama dalam ilmu ushul. [35] Dalam buku ini, Sayid Murtadha mengungkapkan dan mengomentari pendapat Ahlusunnah dan melontarkan pandangannya sendiri. Oleh karena itu, buku ini adalah awal dari pembentukan ilmu ushul Syiah dan kemandiriannya dari ilmu ushul Ahlusunnah. [36]

Tafsir Alquran

Sayid Murtadha memiliki risalah-risalah dan buku-buku tentang masalah yang berkaitan dengan ilmu-ilmu Alquran, seperti buku tentang kemukjizatan Alquran dengan judul al-Muwadhdhih an Wajhi I'jaz al-Quran. Selain itu, beberapa kajian dalam tafsir Alquran dari Sayid Murtadha telah tercatat secara terpisah-pisah dalam karya-karyanya. Selain diktat-diktat pendek Sayid Murtadha dalam penafsiran beberapa ayat Alquran, sebagian besar dari tafsir-tafsirnya telah dikumpulkan dalam buku al-Amali, yang menjelaskan dan menafsirkan sekitar 140 ayat Alquran. Dia juga menafsirkan ayat-ayat Alquran seputar para Nabi dalam kitab Tanzih al-Anbiya. [37] Dalam karya-karya lain Sayid Murtadha, termasuk beberapa karya teologisnya, seperti al-Syafi, beberapa ayat telah bahas dan dikaji. [38]

Sayid Murtadha, seperti pendekatan rasionalnya pada kajian-kajian teologis dan fikih, ia pun memiliki pendekatan rasional dalam tafsir Alquran, dan menginterpretasi ayat-ayat yang tampaknya bertentangan dengan prinsip-prinsip rasional berdasarakan prinsip-prinsip rasional .[39] Dalam tafsir Alquran, ia juga memiliki pendekatan teologis dan lebih sering menafsirkan ayat-ayat yang berkiatan dengan akidah. Penafsiran ayat-ayat dalam karya-karyanya bertujuan memperkuat ide-ide teologis Syiah. [40] Karakteristik lain dari tafsir Sayid Murtadha adalah pendekatan sastranya dan merujuk pada bentuk-bentuk bahasa dan deskripsi Arab serta pembahasan linguistik secara luas untuk memahami makna Alquran. [41]

Karya-Karya Sastra

Sayid Murtadha adalah seorang sastrawan ternama dan tersohor. [42]Ia telah meninggalkan banyak karya sastra. Puisi-puisinya dalam enam jilid dan buku terkenalnya, Al-Durar wa al-Ghura mencakupi pembahasan-pembahasan sastra dan linguistic. [43]Selain itu, Sayid Murtadha telah menulis beberapa buku dalam mengkritik karya-karya sastra sebelumnya. [44]

Catatan Kaki

  1. Agha Bozorg, Bi Ta, hlm. 120-121.
  2. Agha Bozorg, Bi Ta, hlm. 120-121.
  3. Ibnu Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh, jld. 9, hlm. 182; Dzahabi, Tarikh al-Islam, jld. 21, hlm. 19
  4. Muhami, Tarjumah al-Syarif al-Murtadha, hlm. 11-14
  5. Khansari, Raudhat al-Jannat, jld. 4, hlm. 295
  6. Ibnu Jauzi, al-Muntazham, jld. 15, hlm. 54
  7. Najasyi, 1365, hlm. 271.
  8. Qazwini, Kitab al-Mazar, hlm. 253-254
  9. Ibnu Maitsam al-Bahrani, Syarh Nahjul Balaghah, jld. 1, hlm. 89.
  10. Qazwini, Kitab al-Mazar, hlm. 254
  11. Agha Buzurg Tehrani, Thabaqat A'lam al-Syiah, jld. 3, hlm. 120-121
  12. Muhami, Tarjumah al-Syarif al-Murtadha, hlm. 24
  13. As'adi, Mutakallimane Syiah, hlm. 52-53
  14. Muhami, Tarjumah al-Syarif al-Murtadha, hlm. 22
  15. Muhami, Tarjumah al-Syarif al-Murtadha, hlm. 47-48
  16. Nashr, Tahlil Fiqhi Rabithe-e Sulthan wa Ulam-e Din az Didgahe Alamul Huda, hlm. 172-173
  17. Ibnu Jauzi, al-Muntazham, jld. 15, hlm. 112; Ibnu Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh, jld. 9, hlm. 263
  18. Sayid Murtadha, Risalah fi la-'Amal ma'a al-Sulthan
  19. Alikhani Dkk, Andisyeh Siyasi-e Mutafakkirane Musalman (Pemikiran politik para cendikiawan muslim), jld. 2, hlm. 1554-155, 160-161
  20. Nashr, Tahlil Fiqhi Rabethe-e Sulthan wa Ulama-e Din az Didgahe Alamul Huda (Analisa fikih tentang hubungan penguasa dengan ulama agama menurut Alamul Huda), hlm. 173
  21. Thusi, al-Fihrist al-Maktabah al-Radhawiyah, hlm. 99; Najasyi, Rijal, hlm. 270
  22. As'adi, Mutakallimone Syiah: Sayid Murtadha, bagian mukaddimah
  23. Syariati, Aql wa Naql dar Didgahe Sayid Murtadha, hlm. 76 da 81-83
  24. Syariati, Aql wa Naql dar Didgahe Sayid Murtadha, hlm. 75
  25. As'adi, Mukallimone Syiah, hlm. 91-94
  26. Berinjkar dan Hasyimi, 'Aqlgirai dar Madrasah Imamiyah Bagdad wa Mu'tazilah, hlm. 70-71
  27. As'adi, Mukallimone Syiah: Sayid Murtadha, hlm. 50 dan 90
  28. Gurji, Tarikh Fiqh wa Fuqaha, hlm. 148-149
  29. Syariati Niyasir, Aql wa Naql dar Didgahe Sayid Murtadha, hlm. 84-87
  30. Jabraili, Saire Tathawwure Kalame Syiah (Sejarah perkembangan teologi syiah),hlm. 100
  31. Ja'fari, Muqayeseh-i Miyane Du Maktabe Fikri dar Qom wa Bagdad (perbandingan diantara dua pemikiran syiah di Qom dan Bagdad), hlm. 22-23
  32. Dhamiri, Daneshnameh Ushuliyane Syiah (Inseklopedia pakar ushul syiah), hlm. 152
  33. Dhamiri, Daneshnameh Ushuliyane Syiah (Inseklopedia pakar ushul syiah), hlm. 152
  34. Gurji, Tarikh Fiqh wa Fuqaha, hlm. 165-168
  35. Dhamiri, Daneshnameh Ushuliyane Syiah (Inseklopedia pakar ushul syiah), hlm. 120
  36. Gurji, Tarikh Fiqh wa Fuqaha, hlm. 173
  37. Qurbani Zarin, Mabani Adabi-Kalami Sayid Murtadha dar Tafsir Quran Karim (Dasar-dasar satra dan teologis Sayid Murtadha dalam tafsir Alquran), hlm. 19
  38. Syukrani, Muqaddameh-i bar Mabahits Tafsiri Sayid Murtadha (Sebuah pengantar atas kajian-kajian tafsir Sayid Murtadha), hlm. 51-52
  39. Syukrani, Muqaddameh-i bar Mabahits Tafsiri Sayid Murtadha (Sebuah pengantar atas kajian-kajian tafsir Sayid Murtadha), hlm. 58
  40. Syukrani, Muqaddameh-i bar Mabahits Tafsiri Sayid Murtadha (Sebuah pengantar atas kajian-kajian tafsir Sayid Murtadha), hlm. 51-52; Qurbani Zarin, Mabani Adabi-Kalami Sayid Murtadha dar Tafsir Qurane Karim, hlm. 22
  41. Qurbani Zarin, Mabani Adabi-Kalami Sayid Murtadha dar Tafsir Qurane Karim, hlm. 20-22
  42. Ibnu Jauzi, al-Muntazham, jld. 15, hlm. 294
  43. Amin, A'yan al-Syiah, jld. 8, hlm. 213
  44. Muhaddisi, Syakhshiyate Adabi Sayid Murtadha, hlm. 61-63

Daftar Pustaka

  • Agha Bozorg Tehrani, Muhammad Muhsin. Thabaqāt A'lām al-Syiah. Qom: Ismailiyan, tanpa tahun.
  • Alikhani Dkk. Andisye-e Siyasi Mutafakkirane Musalman. Teheran: Pazuhesygah Muthalaati Farhanngi wa Ijtimai, 1390 HS.
  • Al-Syarif al-Murtadha, Ali bn Husain Musawi, al-Intishār fi Infiradāt al-Imāmiah, Qom, Daftar Intisyarat Islami, yang berafiliasi dengan Jamiah Mudarrisin Hauzah Ilmiah Qom, 1415 H.
  • Amin, Muhsin. A'yan al-Syiah. Beirut: Dar al-Ta'aruf li al-Mathbu'at, 1403 H.
  • As'ad Ali Ridha. Mutakallimone Syiah: Sayid Murtadha. Qom: Pazuhisygah Ulum wa Farhangge Islami, 1391 HS.
  • Berenjkar, Ridha dan Raihanah Hasyimi. Aql Girai dar Madrasah Imamiyah Bagdad wa Mu'tazilah. Majalah Falsafe-e Din. Bahar, 1393 HS.
  • Dhamiri, Muhammad Ridha. Ushuliyane Syiah. Qom: Bustan Kitab, 1384 HS.
  • Gorji, Abu al-Qasim. Tārikh Fiqh wa Fuqahā. Teheran: Samt, 1385 HS.
  • Ibnu Atsir, Izzuddin Ali. Al-Kamil fi al-Tarikh. Beirut: Dar Shadir-Dar Beirut, 1385 H.
  • Ibnu Jauzi, Abdurrahman. Al-Muntazham. Riset: Muhammad Abdur Qadir Atha dan Musthafa Abdur Qadir Atha. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, cet. I, 1412 H.
  • Ibnu Maitsam Bahrani. Syarh Nahjul Balaghah. Qom: Markas al-Nasyr Maktab al-A'lam al-Islami, 1362 HS.
  • Jabraili, Muhammad Shafar. Sair Tathawwur Kalame Syiah: Daftar Duwwum az Ashr Ghaibat ta Khajah Nashiruddin Thusi. Tehran: Sazman Intisyarat Pazuhisygah Farhang wa Andisyeh Islami, 1389 HS.
  • Ja'fari, Sayid Muhammad Mahdi. Sayid Radhi. Teheran: Tharhe Nu, 1375 HS.
  • Ja'fari, Ya'qub. Muqayeseh-i Miyane Du Maktab Fikri Syiah dar qom wa Bagdad. Qom: Kongres Internasional Syekh Mufid, 1413 H.
  • Muhaddistsi, Jawad. Syakhshiate Adabi Sayid Murtadha. Majalah Aineh Pazuhisy, no. 19, Khurdad da Tir, 1379 HS.
  • Muhami, Rasyid al-Shaffar. Tarjumah al-Syarif al-Radhi. tanpa tempat, 1415 H.
  • Najasyi, Ahmad bin Ali. Rijāl al-Najasyi. Qom: Muassasah al-Nasyr al-Islami, 1365 HS.
  • Nashr Ali. Tahlil Fiqhi Rabithe Sultan wa Ulama-e Din az Didgah Alml Huda. Majalah Pazuhisynameh Inqilabe ISlami. Isfahan: Danisygahe Isfahan, no. 4, musim panas, 1379 HS.
  • Qazwini Zarin, Baqir. Mabani Adabi-Kalami Sayid Murtadha darTafsir Qurane Karim. Majalah Shahifah Mubin, no. 51, musim semi dan musim panas, 1391 HS.
  • Sayid Murtadha. Risalah fi al-Amal m'a al-Sulthan. Jurnal Ulume Siyasi, terjemahan Mahmud Syafii, no. 14, musim panas 1380 HS.
  • Syariati Niyasir, Hamid, Majid Ma'arif dan Muhammad Ridha Syahrdui. Aql wa Naql dar Didgah Sayid Murtadha. Majalah Pazuhisyha-e Quran wa Hadits. Teheran: Danisygah Tehran, no. 1, musim semi dan panas, 1393 HS.
  • Syukrani, Ridha. Muqaddimeh-i bar Mabahets Tafsiri Sayid Murtadha. Majalah Kayhan Andisyhe, no. 59, Farwardin dan Urdibehesyt, 74.