Umar bin Abdul Aziz
Umar bin Abdul Aziz bin Marwan (bahasa Arab: عمر بن عبد العزيز) adalah khalifah kedelapan dinasti Umayyah yang berkuasa sejak tahun 99 hingga 101 Hijriah. Metode pemerintahannya berbeda dengan khalifah-khalifah bani Umayyah yang lain. Oleh karena itu, dalam riwayat-riwayat para Imam Syiah ia dikenang dengan baik; meskipun menurut satu riwayat ia terkutuk di langit karena telah menempati posisi yang merupakan hak Imam-imam Syiah.
Dia menjabat khalifah selama dua tahun setengah dan diantara pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan selama menjabat khalifah ialah melarang pencacian Ali as, mengembalikan tanah Fadak kepada anak keturunan Fatimah sa, mencabut pelarangan pembukuan hadis dan mengembalikan harta-harta yang diambil secara tidak sah oleh keluarganya kepada masyarakat. ٍSebelum menjabat sebagai khalifah, ia pernah menjabat sebagai gubernur Madinah di masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik. Di masa itu ia mengembangkan Masjid al-Nabawi dan menempatkan kamar Istri-istri Nabi saw di dalam masjid.
Umar bin Abdul Aziz meninggal pada tahun 101 H di Khunasirah dan dikuburkan di Dair Sam'an. Makamnya berada di Suriah.
penguasa | |
Nama pengguasa Muawiyah bin Abu Sufyan |
masa pemerintahan 41 - 60 |
penguasa dan menteri terkenal | |
Mughirah bin Syu'bah | |
kejadian | |
Perjanjian Damai Imam Hasan as | |
Keluarga
Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam lahir pada tahun 61 H[1] atau 62 H[2] atau tahun 63 H.[3] Ia bergelar Abu Fahsh.[4]Ayahnya adalah Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam dan ibunya, Ummu Ashim putri Ashim bin Umar bin Khattab.[5] Abdul Malik bin Marwan, khalifah saat itu (65 H-86 H) dan paman Umar bin Abdul Aziz, memanggilnya dari Madinah dan menikahkan putrinya kepadanya. Hal ini terjadi pada akhir masa kekhalifahannya pada tahun 85 H dan setelah kematian ayah Umar.[6]
Sebelum Kekhalifahan
Abdul Malik bin Marwan pada tahun 85 H menyerahkan pemerintahan Khunasirah, satu kawasan di Halab (Aleppo), kepada Umar bin Abdul Aziz.[7][8] Walid bin Abdul Malik pada tahun 87 H menyerahkan pemerintahan Madinah kepada Umar bin Abdul Aziz[9] dan mengangkat dia sebagai Amir al-Hajj,[10] akan tetapi pada tahun 93 H ia turun dari pemerintahan Madinah atas tuntutan Hajjaj bin Yusuf.[11]Dalam sebuah surat, Hajjaj mengingatkan Walid bahwa orang-orang yang tidak beragama, para pencari perbedaan dan pemberontak Irak akan berlindung ke Madinah dan Mekah dari Irak, dan perkara ini menimbulkan kehinaan.[12]
Pada periode kekuasaannya di Madinah, ia merenovasi Masjid Nabawi dan mengembangkannya. [13]Pada tahun 88 H, Walid bin Abdul Aziz memerintahkan Umar bin Abdul Aziz untuk memperluas Masjid Nabawi dan meletakkan kamar istri-istri Nabi di dalam masjid.[14]
Setelah kematian Walid bin Abdul Malik pada tahun 97 H, Umar bin Abdul Aziz menyolati jenazahnya.[15] Pada masa Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H), Umar menjadi penasehatnya.[16] dan setelah meninggalnya Sulaiman ia menyolati jenazahnya.[17]
Kekhalifahan
Umar bin Abdul Aziz pada tahun 99 H menjabat sebagai khalifah menggantikan Sulaiman bin Abdul Malik, dan hingga tahun 101 H ia memegang tampuk kekuasaan selama dua tahun setengah.[18]Sulaiman bin Abdul Aziz, sesuai pernyataannya sendiri, mengangkat Umar bin Abdul Aziz sebagai penggantinya untuk mengantisipasi terjadinya fitnah[19] dan setelah itu Yazid bin Abdul Aziz menjadi Khalifah.[20]Menurut Thabari, setelah Yazid menjabat khalifah, ia mengucapkan ayat Istirja' (inna lillahi wa inna ilaihi rajiun).[21] Dan pada permulaan kekhalifahannya ia berkata: "Setelah Al-Qur'an dan Nabi Muhammad tidak ada kitab lain dan nabi lagi. Saya bukan hakim tetapi pelaksana, saya bukan pembuat bid'ah tapi pengikut".[22]
Tindakan-tindakan
- Mencegah pencacian Ali as: Umar bin Abdul Aziz mengeluarkan perintah, tak seorang pun berhak mencaci Imam Ali as.[23] Sebelum itu, Imam Ali as, sahabat dan imam pertama Syiah itu dicaci maki di mimbar-mimbar selama 60 tahun atas perintah Muawiyah bin Abi Sufyan.[24] Dikatakan bahwa Umar bin Abdul Aziz di masa mudanya dan masa hidup ayahnya, mengolok-olok Imam Ali as, namun setelah itu atas larangan gurunya, Ubaidillah bin Abdullah, menyebut dan mengenang Imam Ali as dengan baik.[25]
- Mengembalikan Fadak: Umar bin Abdul Aziz mengembalikan tanah Fadak kepada anak-anak keturunan Fatimah sa,[26] yang mana tanah itu sebelumnya telah diberikan Muawiyah kepada Marwan bin Hakam dan dia menghadiahkannya kepada putranya Abdul Aziz, dan Umar mewarisi tanah itu.[27] Fadak adalah satu desa yang subur yang terletak didekat Khaibar[28] di kawasan Hijaz dengan jarak 160 Km dari Madinah[29]yang mana orang-orang Yahudi hidup di sana. Kawasan ini berada dalam kepemilikan Nabi saw tanpa melalui perang dan beliau menghadiahkannya kepada putrinya, Fatimah sa.[30]Abu Bakar merampas Fadak dari Fatimah sa dan menyitanya demi kekhilafahan.[31]Umar bin Abdul Aziz juga memberikan khumus kepada Bani Hasyim.[32]
- Mencabut pelarangan pembukuan hadis: Umar bin Abdul Aziz dalam sebuah surat kepada Abu Bakar bin Hazm, gubernur Madinah memerintahkan supaya hadis-hadis Nabi saw dibukukan.[33] Sebelumnya, sejak masa kekhalifahan Abu Bakar, kebijakan pelarangan hadis telah diterapkan dan penulisan hadis Nabi saw telah dicegah.[34]
- Menghapus uang pajak dan jizyah: Umar bin Abdul Aziz dalam satu surat kepada Abdul Hamid bin Abdurrahman, pejabat di Kufah, selain berpesan pada keadilan dan berbuat baik serta pemakmuran, juga memerintahkan supaya tidak mengambil pajak dari kaum muslimin.[35] Dia juga memerintahkan para pejabatnya untuk tidak mengambil jizyah[catatan 1]. dari orang-orang yang baru masuk Islam.[36]
- Dialog dengan Khawarij: Umar bin Abdul Aziz berdialog dengan khawarij dan berhasil membujuk mereka untuk menghentikan pertumpahan darah.[37]Dia mengundang Syudzab Khariji yang menentang pemerintah untuk berdialog. Syudzab mengutus dua orang khawarij kepadanya untuk mengadakan dialog.[38]
- Mengembalikan harta yang diambil secara tidak sah: Dikatakan bahwa Umar bin Abdul Aziz pada periode kekhalifahannya mementingkan masalah pengembalian harta-harta masyarakat yang diambil secara zalim.[39]
Sikap Imam Baqir as
Mengingat bahwa periode pemerintahan Umar bin Abdul Aziz (99-101 H) semasa dengan periode keimamahan Imam Baqir as (95-114 H), maka dalam sumber-sumber sejarah dinukil laporan tentang relasi Imam keempat Syiah dengan Umar bin Abdul Aziz.[40] Sebagian peneliti menilai bahwa Imam Baqir as bersikap sebagai penasehat terhadap Umar bin Abdul Aziz.[41] Imam Baqir as dengan niat baik senantiasa memberikan nasehat kepadanya dan mengingatkan akibat dari kezaliman dan penindasan, dan dia menilai nasehat-nasehat ini sesuai dengan semangat Umar bin Abdul Aziz yang hendak bersikap adil.[42]
Dalam beberapa riwayat dimuat bahwa Imam Baqir as menyebut dia sebagai orang yang mulia dari Bani Umayyah.[43] Namun demikian beliau yakin bahwa Umar bin Abdul Aziz sekalipun mengedepankan keadilan, setelah kematiannya akan dikutuk di langit, sebab dia duduk di satu posisi yang merupakan hak para Imam padahal ia tidak punya hak sama sekali di dalamnya.[44]
Wafat
Umar bin Abdul Aziz meninggal dunia pada usia 39 tahun di bulan Rajab tahun 101 H di Khunasirah dan dikuburkan di Dair Sam'an.[45] Dair Sam'an terletak di daerah Homs di Suriah.[46] Makamnya berada di 6 km Ma'marat Al Nu'man (kota bagian timur Suriah) dan pada masa pemerintahan Ayyubi abad ke-6 H dibuat dharih diatasnya.[47] Sebagian peneliti percaya bahwa keluarga Bani Umayyah meracuni Umar bin Abdul Aziz karena takut kehilangan kekhalifahan.[48]
catatan
- ↑ Jizyah adalah pajak yang dibayarkan oleh kaum non-Muslim dari Ahli Kitab yang tinggal di wilayah Islam kepada pemerintah Islam sebagai ganti jaminan keamanan dalam memelihara agama mereka serta untuk mendapatkan dukungan dan perlindungan dari pemerintah Islam
Catatan Kaki
- ↑ Ibnu Katsir, al-Bidāyah wa al-Nihāyah, jld. 9, hlm. 192
- ↑ Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 6, hlm. 427
- ↑ Ibnu Saad, al-Thabaqāt al-Kubra, jld. 5, hlm. 253
- ↑ Ibnu Saad, al-Thabaqāt al-Kubra, jld. 5, hlm. 253
- ↑ Ibnu Saad, al-Thabaqāt al-Kubra, jld. 5, hlm. 253
- ↑ Ibnu Katsir, al-Bidāyah wa al-Nihāyah, jld. 9, hlm. 193
- ↑ Yaqut Hamawi, Mu'jam al-Buldān, jld. 2, hlm. 314
- ↑ Thaqusy, Daulat-e Umayiyan, hlm. 142
- ↑ Ibnu Saad, al-Thabaqāt al-Kubra, jld.5, hlm. 255; Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 6, hlm. 427
- ↑ Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 6, hlm. 343
- ↑ Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 6, hlm. 481
- ↑ Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld.6, hlm. 481-482
- ↑ Ya'qubi, Tarikh al-Ya'qubi, Dar Shadir, jld. 2, hlm. 284
- ↑ Ya'qubi, Tarikh al-Ya'qubi, jld.2, hlm. 284; Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 6, hlm. 436
- ↑ Thabari Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 6, hlm. 495
- ↑ Turkamani Azar, Tarikhe Siyasi-e Syiayan Itsna Asyari dar Iran, hlm. 56
- ↑ Ibnu Saad, al-Thabaqāt al-Kubra, jld.5, hlm. 260
- ↑ Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 6, hlm. 566
- ↑ Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld.6, hlm. 550
- ↑ Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld.6, hlm. 578
- ↑ Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld.6, hlm. 552
- ↑ Ibnu Saad, al-Thabaqāt al-Kubra, jld. 5, hlm. 262
- ↑ Ya'qubi, Tarikh al-Ya'qubi, jld. 2, hlm. 305
- ↑ Ibnu Khaldun, Tarikh ibni Khaldun, jld.3, hlm. 94
- ↑ Ibnu Katsir, al-Bidāyah wa al-Nihāyah, jld.9, hlm. 193
- ↑ Baladzuri, Futuh al-Buldān, hlm. 41; Amini, al-Ghadir, jld. 7, hlm. 264; Ya'qubi, Tarikh al-Ya'qubi, jld. 2, hlm. 305
- ↑ Ibnu Abil Hadid, Syarh Nahju al-Balaghah, jld. 16, hlm. 216; Ya'qubi, Tarikh al-Ya'qubi, jld. 2, hlm. 305-306
- ↑ Yaqut Hamawi, Mu'jam al-Buldān, jld. 4, hlm.238
- ↑ Yaqut Hamawi, Mu'jam al-Buldān, jld. 4, hlm. 238
- ↑ Subhani, Furughe wilayat, hlm. 219; Thabrisi, Majma' al-Bayān, jld. 8, hlm. 478
- ↑ Syekh Mufid, al-Muqni'ah, hlm. 289 dan 290
- ↑ Ya'qubi, Tarikh al-Ya'qubi, jld. 2, hlm. 305
- ↑ Bukhari, Shahih Bukhari, jld. 1, hlm. 33
- ↑ Dzahabi, Tadzkirah al-Huffāzh, jld. 1, hlm. 11-12
- ↑ Tahabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 6, hlm. 569
- ↑ Ibnu Saad, al-Thabaqāt al-Kubra, jld. 5, hlm. 301, 275; Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 6, hlm. 599
- ↑ Masudi, Muruj al-Dzahab, jld. 2, hlm. 190-192.
- ↑ Ibnu Khaldun, Tarikh Ibnu Khaldun, jld. 3, hlm. 203
- ↑ Ibnu Saad, al-Thabaqāt, jld. 5, hlm. 263; Ya'qubi, Tarikh Ya'qubi, jld. 2, hlm. 205
- ↑ Sebagai contoh silakan lihat: Ya'qubi, Tarikh al-Ya'qubi, jld. 2, hlm. 305
- ↑ Silakan lhat: Dailami, Syakhshiyat va 'Amalkerde Umar bin Abdul Aziz va Didgāhe Imam Baqer as dar bore-e u
- ↑ Silakan lihat: Ya'qubi, Tarikh al-Ya'qubi, jld. 2, hlm. 305
- ↑ Dzahabi, Tadzkirah al-Huffāzh, jld. 1, hlm. 119
- ↑ Rawandi, al-Kharāij wa al-Jarāih, jld. 1, hlm. 276
- ↑ Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 6, hlm. 566
- ↑ Mas'udi, al-Tanbih wa al-Isyraf, hlm. 276
- ↑ Dharih al-Khalifah Umar bin Abdul Aziz
- ↑ Ya'qubi, 'Tarikh al-Ya'qubi', jld. 2, hlm. 308
Daftar Pustaka
- Ibnu Abil Hadid, Abul Hamid bin Hibatullah. Syarhu Nahji al-Balaghah. Riset: Muhammad Ibrahim Abul Fadhl. Qom: perpustakaan Ayatullah al-Uzma al-Mar'asyi al-Najafi, tanpa tahun.
- Ibnu Khaldun, Abdurrahman bin Muhammad. Diwān al-Mubtada' wa al-Khabar fi Tarikh al-Arab wa al-Barbar wa man 'Asharahum min Dzawi al-Sya'n al-Akbar (tarikh Ibni Khaldun). Riset: Khalil Syahhadah. Beirut: Dar al-Fikr, cet. II, 1408 H.
- Ibnu Saad, Muhammad bin Saad. Al-Thabaqāt al-Kubra. Peneliti: Muhammad Abdul Qadir Atha. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1410 H/1990.
- Ibnu Katsir Dimasyqi, Isail bin Umar. Al-Bidāyah wa al-Nihāyah. Beirut: Dar al-Fikr, 1407 H/1968.
- Amini, Abdul Husain. Al-Ghadir. Qom: Markas al-Ghadir, 1349 H.
- Bukhari, Muhammad bin Ismail. Shahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Fikr, 1410 H.
- Baladzuri, Ahmad bin Yahya. Futuh al-Buldān. Beirut; Dar wa Maktabah al-hilal, 1988.
- Dailami, Ahmad. Syakhshiyat va 'Amalkerde Umar bin Abdul Aziz va Didgāhe Imam Baqer as dar bare-e u, majalah Tarikh Islam, vol. 31, 1386 HS.
- Turkamani Azar, Parvin. Tarikh Siyasi-e Syiiyan Itsna Asyari dar iran: az Wurude musalman be Iran ta Tasykile Hukumate Shafawiyah. Qom; Syiah Syinasi, 1390 HS.
- Dzahabi, Muhammad bin Ahmad. Tadzkirat al-Huffāzh. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1419 H.
- Rawandi, Quthbuddin Said. Al-Kharāij wa al-Jarāih. Qom: yayasan Imam Mahdi as, 1409 H.
- Subhani, Jakfar. Furughe Velayat: Tarikhe Tahlili Zendegi Amir Mukminan Ali as. Qom: Yayasan Imam Shadiq as, cet. VI, 1380 S.
- Syekh Mufid, Muhammad bin Muhammad bin Nukman. Al-Muqni'ah. Qom: Yayasan Penerbit Islami, cet. II, 1410 H.
- Dharih al-Khalifah Umar bin Abdul Aziz [1], wizarah al-Siyahah, tanggal kunjung 20 Farwardin 1398 HS.
- Thabrisi, Fadhl bin Hasan. Majma' al-Bayan fi Tafsir al-Quran. Teheran: Nasir Khosru, 1372 HS.
- Thabari, Muhammad bin Jarir. Tarikh al-Umam wa al-Muluk. Peneliti: Muhamad Abul Fadhl Ibrahim. Beirut: Dar al-Turats, 1387 H/1967.
- Thuqusy, Muhammad Suhail. Daulate Umawiyan. Penerjemah: Judaki. Qom: Pazuhesykadeh Hawzeh va Daneshgah, cet. I, 1380 HS.
- Mas'udi, Ali bin Husain. Al-Tanbih wa al-Isyraf. Editor; Abdullah Ismail al-Shawi. Kairo: Dar al-Shawi, tanpa Tahun.
- Mas'udi, Ali bin Husain. Muruj al-Dzahab wa Ma'ādin al-Jauhar. Peneliti: As'ad Daghir. Qom; Dar al-Hijrah, 1409 H.
- Yaqut Hamawi, Yaqut bin Abdullah. 'Mu'jam al-Buldān'. Beirut: Dar Shadir, 1995.
- Ya'qubi, Ahmad bin Abi Ya'qub. Tarikh al-Ya'qubi. Beirut: dar Shadir, tanpa tahun.