Kesyahidan Imam Ali as
Kesyahidan Imam Ali as (bahasa Arab:استشهاد الإمام علي عليه السلام) merupakan salah satu peristiwa besar abad pertama Hijriah yang berdampak besar terhadap keadaan dan kondisi kaum Syiah. Kesyahidan Imam Ali as menyebabkan terjadinya pembunuhan dan penganiayaan terhadap kaum Syiah dan menyebabkan runtuhnya pasukan Imam Ali as. Dengan syahidnya Imam as, berbagai kecenderungan pandangan, perselisihan dan dendam di kalangan masyarakat Kufah menjadi nyata. Beberapa sahabat Imam Ali as mengibaratkan tentara Kufah, setelah syahidnya Imam as seperti kawanan kambing yang kehilangan gembalanya dan diserang oleh serigala dari segala arah.
Sekelompok kaum Khawarij berkumpul setelah upacara haji dan mengeluhkan kondisi umat Islam. Akhirnya tiga orang bersumpah akan membunuh Imam Ali as , Muawiyah dan Amru bin Ash. Ibnu Muljam mendapat bagian dan bersumpah akan membunuh Ali as. Imam Ali as menjadi tamu putrinya Ummu Kultsum pada malam tanggal 19 Ramadan. Dia pergi ke masjid sebelum azan subuh. Beliau membangunkan orang-orang yang tidur di masjid, termasuk Ibnu Muljam, dan berdiri di mihrab untuk melaksanakan salat.
Ibnu Muljam memukul kepala Imam as dengan pedang, saat Imam sujud atau bangun dari sujudnya. Imam as dibawa pulang dari masjid dan seorang tabib ahli bernama Âtsir bin Amr memeriksa Imam as. Âtsir adalah salah satu pengikut Imam as, dan setelah memeriksa pukulan keras yang menimpa kepala Imam as, ia menganjurkan Imam as untuk membuat wasiat. Karena kondisinya tidak akan bertahan lama. Sebelum syahid, Imam as kehilangan kesadaran berkali-kali. Imam as berdoa sambil duduk dan memberi wasiat yang ditujukan kepada anak-anaknya.
Imam Ali as dimandikan oleh Imam Hasan as, Imam Husain as, Muhammad Hanafiah dan Abdullah bin Jafar. Imam Hasan as mendoakan jenazah Imam as yang meninggal. Mereka menguburkan Imam Ali as pada malam hari. Tempat pemakaman Imam Ali as disembunyikan untuk mencegah penggalian kuburan oleh kaum Khawarij dan permusuhan Bani Umayyah, hingga Imam Shadiq as mengungkapkan tempat kuburan tersebut kepada semua orang pada masa pemerintahan Bani Abbasiah.
Pengaruh Kesyahidan Imam Ali as terhadap Keadaan Kaum Syiah
Imam Ali as syahid pada bulan Ramadan tahun 40 Hijriah.[1] Kesyahidan Imam as terjadi pada saat banyak permasalahan di tengah-tengah umat Islam pada waktu itu; Para prajurit tidak sepenuhnya menaati Imam as dan lalai dalam mendampinginya. Di sisi lain, pasukan negeri Syam di bawah komando Muawiyah telah memperoleh banyak kekuatan.[2] Pada periode ini, setelah mengetahui situasi tersebut, Muawiyah menyerang berbagai wilayah pemerintahan Imam Ali as dan membunuh pengikut dan Syiah Ali as serta menjarah wilayah tersebut.[3]
Imam Ali as sedang mempersiapkan pasukan untuk bergerak menuju Syam dan berperang bersama Muawiyah, ketika ia diserang oleh Ibnu Muljam.[4] Kesyahidan Imam Ali as menyebabkan perpecahan di kalangan tentara Kufah; Sedemikian rupa, Nauf Bikâli meriwayatkan dari para sahabat Imam Ali as bahwa pasukan Imam as ketika sedang bersiap untuk bergerak menuju Syam, karena pemukulan oleh Ibnu Muljam terjadi, maka pasukan kembali ke Kufah. Nauf mengibaratkan situasi pasukan Imam Ali as pada periode itu seperti kawanan domba yang kehilangan gembalanya dan serigala menerkam mereka dari segala arah.[5]
Setelah Imam Ali as syahid, masyarakat Kufah berjanji setia kepada Imam Hasan as; Namun menurut sebagian peneliti, realitas kaum Kufah tidak lain hanyalah terdiri dari orang-orang dengan berbagai kecenderungan pandangan, perbedaan pendapat dan adanya kebencian antar sesama. Oleh karena itu, pasukan Imam Hasan as tidak mampu melawan tentara Syam.[6] Ayatullah Subhani, Salah seorang ulama dan sejarawan Syiah, percaya bahwa kesyahidan Imam Ali as merupakan pukulan telak bagi tubuh masyarakat Islam dan menyebabkan dimulainya pembunuhan, penyerangan dan pelecehan terhadap kaum Syiah oleh musuh.[7] Dengan kesyahidan Imam as dan setelah berakhirnya periode singkat pemerintahan Imam Hasan as, dimulailah era kekuasaan Bani Umayyah, yang merupakan masa paling sulit bagi kaum Syiah.[8] Ibnu Abi al-Hadid meriwayatkan bahwa di mana pun kaum Syiah berada, mereka akan dibunuh, atau tangan dan kaki mereka dipotong, atau harta benda mereka dijarah dan mereka dipenjarakan.[9]
Kaum Syiah berduka atas kesyahidan Imam Ali as pada malam ke-21 Ramadan, yang mungkin merupakan malam Lailatul Qadar.[10][11] Di sebagian wilayah Iran, di malam tersebut, Sebagian masyarakat melaksanakan acara duka Qanbar (salah satu hamba sahaya Imam as) untuk Imam Ali as.[12] Selain itu, sebagian kaum Syiah membagikan nazar, makanan buka puasa, dan sahur pada malam ini.[13] Begitu juga salah satu amalan di malam ke 19 bulan Ramadan adalah membacakan seratus kali dzikir “Allahummah ‘an qatlata amîrul mu'minîn” artinya, Ya Allah, laknatlah para pembunuh Ali as.[14]
Tahukah Imam Ali as tentang Kesyahidannya?
Menurut beberapa riwayat, Imam Ali as mengetahui rincian kesyahidannya, seperti kapan dan bagaimana hal itu terjadi.[15] Dalam Al-Kafi, salah satu dari empat kitab induk hadis Syiah, terdapat bagian yang berjudul “Para Imam Mengetahui Kapan Mereka Syahid”.[16] Syekh Mufid, Allamah Hilli dan Sayid Murtadha juga telah membicarakan masalah ini dalam karya-karya mereka.[17] Menurut Syekh Mufid (w. 413 H), teolog Syiah, hadis tentang hal ini telah mencapai derajat mutawatir.[18] Syekh Mufid, dalam menjawab sebuah pertanyaan bahwa jika para Imam seperti Imam Ali as mengetahui kapan dirinya akan syahid, mengapa mereka tidak melindungi nyawa mereka, mengajukan dua kemungkinan:
- Mungkin pengetahuan mereka tentang waktu dan tempat kesyahidan serta pembunuhnya tidak rinci.
- Jika mereka mengetahui detail kesyahidan mereka, maka hal itu menjadi ujian kesabaran bagi mereka.[19]
Sayid Murtadha (w. 436 H), teolog Syiah lainnya, juga mengatakan bahwa Imam Ali as mengetahui bagaimana beliau menjadi syahid dan siapa pembunuhnya; Namun Imam as tidak mengetahui waktu kesyahidannya; Karena jika Imam as mengetahuinya, seharusnya Imam as menghindari terjadinya pembunuhan itu.[20]
Menurut penulis artikel Ilm e Imâm be Shahâdat va Shubheh Na Sazgâri e an Ba Eshmat (Ilmu Imam tentang Kesyahidan dan Ketidaksesuaiannya Dengan Kemaksumannya), menuliskan bahwa dalam hal penerimaan Imam as untuk menjadi syahid, tidaklah bertentangan dengan hukum kewajiban untuk hifzunnafs (menjaga nyawa). Menurut penulis ini, ilmu para imam as tidak dicapai melalui cara-cara biasa dan konvensional. Oleh karena itu, jenis ilmu tersebut belum tentu menjadi sebab untuk terkena taklif dan kewajiban, dan jika diasumsikan bahwa ilmu tersebut menyebabkan bagi mereka as sebuah taklif dan tugas, maka mungkin saja para imam as memiliki taklif lain yang lebih utama dan khusus, serta melaksanakannya demi keselamatan dan keberuntungan umat.[21]
Di nukil dari Imam Ridha as, bahwa malam ke-19, Imam Ali as menerima penyerahan dirinya pada takdir Ilahi.[22] Mullah Saleh Mazandarani adalah salah satu Syarih (Penulis syarah) Ushul Kafi dalam penjelasannya tentang pidato Imam Ridha as tentang Amirul Mukminin as menuliskan bahwa pada malam ke-19 Ramadhan, Imam Ali as memilih untuk bertemu dengan Tuhannya dari pada tinggal di dunia dan bertemu Tuhannya tidak lain adalah terlaksananya takdir Ilahi, dan jika hal itu atas perintah Tuhannya dan dengan persetujuan-Nya, maka memilih kesyahidan bukan hanya diperbolehkan tetapi juga wajib, karena Imam Husain as juga melakukan hal yang sama, begitu juga kita akan melakukan hal yang sama saat berjihad melawan musuh.[23]
Peran Qathâm dalam Kesyahidan Imam Ali
Menurut laporan sejarah, Qatham Binti Syajnah ikut terlibat dalam kesyahidan Imam Ali as. Menanggapi usulan Ibnu Muljam untuk menikahinya, ia menetapkan maharnya sebesar seribu dirham, seorang pelayan wanita, seorang budak, dan pembunuhan Imam Ali as.[24] Ibnu Muljam menerima persyaratan ini dan menikahi Qatham.[25] Perlu diketahui bahwa ayah[26] dan saudara Qatham[27]tewas terbunuh dalam perang Nahrawan.
Pada saat upacara manasik haji tahun 39 Hijriah, terjadi perselisihan antara wakil Imam Ali as dan wakil Muawiyah. Usai upacara haji, sekelompok Khawarij berkumpul di Makkah dan mengatakan bahwa mereka tidak menghormati Kakbah sedikitpun.[28] Mereka mengeluhkan kondisi umat Islam di masa itu dan menyebutkan kenangan kematian saudara-saudara mereka dalam perang Nahrawan.[29] Akhirnya, tiga orang disumpah untuk membunuh Imam Ali as, Muawiyah dan Amr bin ‘Ash. Ibn Muljam Murâdi bersumpah untuk membunuh Ali as.[30] Ibn Muljam memasuki Kufah pada tanggal 20 Sya'ban 40 Hijriah[31] dan bertemu Qatham di sana.[32]
Pemukulan terhadap Imam Ali as
Pada malam tanggal 19 Ramadhan, Imam Ali as menjadi tamu putrinya Ummu Kultsum.[33] Jafariyan, seorang sejarawan Syiah, bahwa banyak diriwayatkan hadis melalui jalur Ahlulbait as dan Ahlusunah yang menunjukkan keadaan ruh secara khusus dari Imam as pada malam pemukulan.[34]
Menurut riwayat sejarawan Sunni, Ibnu Atsir dalam Kitab al-Kâmil[35] dan riwayat dari Kitab al-Kafi,[36] pada malam pemukulan diceritakan bahwa ketika Imam as keluar rumah, angsa-angsa itu datang ke hadapannya dan ketika orang-orang mengusirnya, Imam as berkata agar mereka dibiarkan saja untuk tetap bisa meratapinya. Allamah Majlisi menganggap riwayat Al-Kafi ini adalah lemah.[37]
Menurut Allamah Majlisi dalam Bihar al-Anwar, Imam Ali as pergi ke masjid.[38] Imam as membangunkan orang-orang yang tidur di masjid untuk melaksanakan salat. Beliau pun membangunkan Ibnu Muljam yang sedang tidur tengkurap di masjid dan melarangnya tidur seperti itu.[39] Kemudian beliau berdiri di mihrab untuk melaksanakan salat. Ibnu Muljam memukul kepala Imam as dengan pedang ketika dia sedang sujud[40] atau ketika Imam bangkit dari sujud.[41] Tebasan pedang mengenai kepala Imam Ali as.[42]
Menurut beberapa riwayat, Imam as diserang ketika dia memasuki masjid.[43] Tetapi Riwayat yang masyhur dikatakan bahwa penyerangan terjadi di mimbar ketika Imam as dalam keadaan sujud, dimana Ibnu Muljam melakukan penyerangan bersamaan dengan Syabib bin Bajrah Asyja’i[44] dan Wardan.[45]
Setelah pemukulan itu, Ibnu Muljam berkata: Hukum hanya milik Allah dan bukan untuk kamu dan para sahabatmu.[46] Terdapat riwayat yang menyebutkan bahwa setelah Imam Ali as dipukul, Jibril bersumpah Demi Allah Swt bahwa pondasi hidayah telah hancur dan bintang-bintang di langit serta tanda-tanda ketakwaan telah mengering.[47] Riwayat-riwayat seperti ini tidak tertulis dalam sumber-sumber terdahulu[48] dan hanya ada dan dikutip dalam beberapa sumber-sumber masa kemudian.[49][catatan 1]
Fuztu wa Rabbil Ka'bah
Menurut laporan Ibnu Qutaiba Dinuri, seorang sejarawan abad ketiga, Imam Ali as setelah menerima pukulan, mengatakan fuztu wa rabbil ka’bah "Aku telah menang demi Tuhan Kabah";[50] Ulama dari Syiah seperti Sayyid Radhi,[51] Ibn Shahr Asyub[52] dan dari Sunni seperti Ibn Atsir[53] dan Baladzuri[54] meriwayatkan hal yang serupa.
Menurut Ibnu Abi al-Hadid, setelah imam menerima pukulan, para tabib Kufah berkumpul untuk memeriksa Imam as.[55] Setelah memeriksa luka di kepala Imam as, Atsir bin Amr sampai pada kesimpulan bahwa pukulan itu telah mencapai otak mulia Imam as. Oleh karena itu, beliau menyuruh Imam as untuk membuat wasiat; Karena dia tidak akan bertahan lama.[56]
Wasiat Imam Ali as Setelah Mendapatkan Pukulan
Kata-kata dan wasiat Imam Ali as sejak menerima pukulan keras sampai syahid telah banyak diriwayatkan. Imam Ali as, setelah menerima pukulan beberapa kali kehilangan kesadarannya hingga Imam as syahid.[57] Pada saat itu Imam as salat sambil duduk dan memberikan wasiat yang ditujukan kepada anak-anaknya.[58] Imam as juga mempunyai wasiat khusus yang ditujukan kepada Imam Hasan as dan Imam Husain as, yang tertulis di dalam Nahj al-Balâghah.[59] Imam as, pada masa -masa itu pun, berbicara mengenai kematian.[60] Imam Ali as syahid pada tanggal 21 Ramadhan 40 Hijriah,[61] Sebagian sumber sejarah menyebutkan tanggal kesyahidan Imam as yang berbeda.[62]
Wasiat Mengenai Qishash Ibnu Muljam
Beliau meninggal dunia, Seorang Imam alam dunia Abulhasan sungguh sangat sedih.
Di Kufah terbunuh tak berdaya, ya Husein, ya Hasan sungguh sangat sedih.[63]
Imam Ali as mewasiatkan untuk memberikan satu pukulan saja kepada Ibnu Muljam.[64] Jika dia terbunuh oleh pukulan itu, tubuhnya tidak boleh dimutilasi.[65] Menurut beberapa sumber, Imam as memerintahkan untuk memberikan makanan dan air dan memperlakukan Ibn Muljam dengan baik.[66] Tentu saja disebutkan dalam beberapa sumber lainnya bahwa setelah Ibn Muljam di qishash oleh Imam Hasan,[67] orang-orang membakar jenazahnya[68] begitu juga sebagian riwayat melaporkan bahwa orang-orang memutilasinya.[69]
Waktu fajar, mengerikan seperti hari pembalasan
Cincin pintu menghalanginya untuk pergi
(Depan pintu rumah) ia letakkan tangannya di pangkuan Maula Muttaqin
(Sambil berkata) Wahai Ali hindari untuk pergi (ke masjid) jangalah pergi dariku
Syal maula terbuka dan terbawa
Zainab menggapai jubah Imam (sambil berkata) janganlah pergi
Syal Imam terikat sudah dan mengikuti suara samar-samar
Bahwa sabuk kesyahidan telah diikat dengan kuat
Seorang pemimpin yang merindukan pertemuan (dengan-Nya)
Bahkan pembunuhnya pun beliau bangunkan[70]
Pemakaman dan Penguburan
Imam Ali as dimandikan oleh Imam Hasan as, Imam Husain as, Muhammad Hanafiah dan Abdullah bin Jafar.[71] Imam Hasan as melaksanakan salat jenazah untuk Imam as.[72] Mereka menguburkan Imam Ali as pada malam hari dengan menyiapkan beberapa tempat untuk menguburkannya agar tempat kuburnya tetap tidak diketahui dan tersembunyi.[73] Tempat pemakaman Imam Ali as disembunyikan untuk mencegah penggalian kubur oleh kaum Khawarij[74] dan permusuhan Bani Umayyah.[75] Sedikit saja dari orang Syiah mengetahui tempat pemakaman tersebut sampai Imam Sadiq as mengungkapkan tempat kuburan tersebut kepada semua orang pada masa pemerintahan Bani Abbasiah.[76] Tempat kuburan Imam as adalah di kota Najaf, Dimana sebagian sumber Sejarah menyebutkan tempat tersebut dengan nama yang berbeda-beda,[77] tempat tersebut sudah menjadi ijma di kalangan Syiah.[78]
Monografi
- Maqtal al-Imam Amir al-Muminin Ali bin Abi Thalib adalah kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh Ibnu Abi Al-Dunyâ (meninggal 281 H), salah satu ahli hadis Ahlusunnah[79] Dalam kitab ini, berita tentang kesyahidan Imam Ali as diriwayatkan dalam bentuk hadis. Kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa Farsi oleh Mahmoud Mahdavi Damghani.[80]
- Shahid Tanha “Syahid dalam kesendirian: (kitab maktal Amirul Mukminin as) ditulis oleh Sayyid Mohammad Reza Hosseini Mutlaq.[81]
Catatan Kaki
- ↑ Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, jld. 8, hlm. 130.
- ↑ Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, jld. 7, hlm. 323.
- ↑ Ja'fariyan, Hayat-e Siyasi va Fikr-e Imaman-e Syieh, hlm. 53-54.
- ↑ Ja'fariyan, Hayat-e Siyasi va Fikr-e Imaman-e Syieh, hlm. 11.
- ↑ Nahj al-Balaghah, hlm. 264.
- ↑ Nashiri Razhi, Tarikh-e Tahlili-e Shadr-e Eslam, hlm. 191.
- ↑ Subhani, al-Syiah fi Maukib al-Tarikh, jld. 1, hlm. 22.
- ↑ Nashiri Razhi, Tarikh-e Tahlili-e Shadr-e Eslam, hlm. 135.
- ↑ Ibnu Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah, jld. 11, hlm. 43.
- ↑ Majlisi, Mirāh al-'Uqul, jld. 16, hlm. 381.
- ↑ Majidi Khamneh, Syabha-e Qadr dar Iran, hlm. 19.
- ↑ Majidi Khamneh, Syabha-e Qadr dar Iran, hlm. 20.
- ↑ Majidi Khamneh, Syabha-e Qadr dar Iran, hlm. 21.
- ↑ Qummi, Mafatih al-Jinan, hlm. 226.
- ↑ Kulaini, al-Kafi, jld. 1, hlm. 530.
- ↑ Kulaini, al-Kafi, jld. 1, hlm. 258-260.
- ↑ Silakan lihat ke: Rabbani Gulpeighani & Rahmani Zadeh, Elm-e Emam be Syahadat va Syubhe-e Nasazgari-e Ān ba Esmat, hlm. 105.
- ↑ Syekh Mufid, al-Irsyad, jld. 1, hlm. 319.
- ↑ Syekh Mufid, al-Masail al-'Akbariyah, hlm. 69-72.
- ↑ Sayid Murtadha, Rasail al-Syarif al-Murtadha, jld. 3, hlm. 131.
- ↑ Rabbani Gulpeighani & Rahmani Zadeh, Elm-e Emam be Syahadat va Syubhe-e Nasazgari-e Ān ba Esmat, hlm. 111.
- ↑ Kulaini, al-Kafi, jld. 1, hlm. 259.
- ↑ Mazandarani, Syarh-e Ushul, jld. 6, hlm. 37.
- ↑ Syekh Mufid, al-Irsyad, jld. 1, hlm. 18.
- ↑ Ibnu Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, jld. 1, hlm. 180.
- ↑ Syekh Mufid, al-Irsyad, jld. 1, hlm. 18.
- ↑ Ibnu Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, jld. 1, hlm. 180.
- ↑ Ibnu Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, jld. 1, hlm. 179.
- ↑ Ibnu Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah, jld. 6, hlm. 113.
- ↑ Dzahabi, Tarikh al-Islam, jld. 3, hlm. 607.
- ↑ Ya'qubi, Tarikh al-Ya'qubi jld. 2, hlm. 212.
- ↑ Syekh Mufid, al-Irsyad, jld. 1, hlm. 18.
- ↑ Husaini Muthlaq, Syahid-e Tanha, hlm. 114.
- ↑ Ja'fariyan, Hayat-e Siyasi va Fikr-e Imaman-e Syieh, hlm. 111.
- ↑ Ibnu Atsir, al-Kāmil, jld. 3, hlm. 388.
- ↑ Kulaini, al-Kafi, jld. 1, hlm. 259.
- ↑ Majlisi, Mirāh al-'Uqul, jld. 3, hlm. 122.
- ↑ Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 42, hlm. 281.
- ↑ Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 42, hlm. 281.
- ↑ Syekh Thusi, al-Amāli, hlm. 365.
- ↑ Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 42, hlm. 281.
- ↑ Ibnu A'tsam Kufi, al-Futuh, jld. 4, hlm. 278.
- ↑ Thabari, Tarikh al-Thabari, jld. 5, hlm. 145.
- ↑ Ibnu Sa'ad, al-Thabaqat al-Kubra, jld. 3, hlm. 25-28.
- ↑ Ibnu Khaldun, Tarikh Ibnu Khaldun, jld. 2, hlm. 646.
- ↑ Ibnu Khaldun, Tarikh Ibnu Khaldun, jld. 2, hlm. 646.
- ↑ Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 42, hlm. 282.
- ↑ perlu sumber
- ↑ Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 42, hlm. 282.
- ↑ Ibnu Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, jld. 1, hlm. 180.
- ↑ Sayid Radhi, Khashaish al-Aimmah, hlm. 63.
- ↑ Ibnu Syahr Āsyub, Manaqib Āl Abi Thalib, jld. 2, hlm. 488.
- ↑ Ibnu Atsir, Usud al-Ghabah, jld. 3, hlm. 618.
- ↑ Ansab al-Asyraf, jld. 2, hlm. 488.
- ↑ Ibnu Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah, jld. 6, hlm. 119.
- ↑ Madani Syirazi, al-Thiraz al-Awal, jld. 7, hlm. 14.
- ↑ Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 42, hlm. 289.
- ↑ Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 42, hlm. 290.
- ↑ Nahj al-Balaghah, hlm. 421-422.
- ↑ Nahj al-Balaghah, khotbah: 149, hlm. 207.
- ↑ Syekh Mufid, al-Irsyad, jld. 1, hlm. 9.
- ↑ Ibnu Khaldun, Tarikh Ibnu Khaldun, jld. 2, hlm. 645.
- ↑ Washal Syirazi,Kuliyat Diwan Washal Syirazi, hlm. 894.
- ↑ Muqaddasi, al-Bad'u wa al-Tarikh, jld. 5, hlm. 233.
- ↑ Nahj al-Balaghah, hlm. 422.
- ↑ Fatal Neisyaburi, Raudhah al-Waizhin, jld. 1, hlm. 137.
- ↑ Khazaz Razi, Kifayah al-Atsar, hlm. 162.
- ↑ Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, jld. 7, hlm. 330.
- ↑ Ibnu Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, jld. 1, hlm. 181.
- ↑ Diwan Shahriar, jld. 2, hlm. 339.
- ↑ Ibnu Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, jld. 1, hlm. 181.
- ↑ Ibnu Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, jld. 1, hlm. 181.
- ↑ Qaidan, Atabat-e Aliyat-e Eraq, jld. 1, hlm. 32.
- ↑ Ibnu Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, jld. 1, hlm. 181.
- ↑ Syekh Mufid, al-Irsyad, jld. 1, hlm. 10.
- ↑ Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 42, hlm. 338.
- ↑ Qaidan, Atabat-e Aliyat-e Eraq, jld. 1, hlm. 32.
- ↑ Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 42, hlm. 338.
- ↑ Ibnu Abi al-Dunya, Maqtal al-Amir al-Muminin, hlm. 12-23.
- ↑ Ibnu Abi al-Dunya, Maqtal al-Amir al-Muminin, hlm. 23.
- ↑ Maqtal Ali (as): Syahid-e Tanha, site ketab.ir.
Catatan
- ↑
تهدمت والله أركان الهدى ، وانطمست والله نجوم السماء و أعلام التقى ، وانفصمت والله العروة والوثقى ، قتل ابن عم محمد المصطفى ، قتل الوصي المجتبى ، قتل علي المرتضى ، قتل والله سيد الاوصياء ، قتله أشقى الاشقياء
Demi Allah, tiang-tiang hidayah telah hancur, Demi Allah, bintang-bintang langit telah redup dan tanda-tanda ketakwaan mulai hilang, Demi Allah, pegangan yang paling dapat dipercaya telah patah, sepupu Muhammad al-Musthafa telah terbunuh, washi al-Mujtaba telah terbunuh, Ali al-Murthada telah terbunuh, Demi Allah, Pemimpin wara washi telah terbunuh, Ia telah dibunuh oleh paling celakanya manusia.
Daftar Pustaka
- Nahj al-Balaghah. Riset: Subhi Shalihi. Qom: Penerbit Hejrat, cet. 1, 1414 H.
- Dzahabi, Muhammad bin Ahmad. Tarikh al-Islam. Riset: Umar bin Abdus Salam Tarmudi. Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, cet. 2, 1409 H.
- Fatal Neisyaburi, Muhammad bin Ahmad. Raudhah al-Wa'izhin wa Bashirah al-Muta'azhin. Qom: Penerbit Razhi, cet. 1, 1375 HS.
- Ibnu Abi al-Dunya, Abdullah. Maqtal Ali. Penerjemah: Mahdawi Damaghani. Masyhad: Penerbit Tasu'a, 1379 HS.
- Ibnu Abi al-Dunya, Abdullah. Maqtal Amir al-Muminin. Qom: Majma Ihya al-Tsaqafah al-Islamiah, 1411 H.
- Ibnu Abi al-Hadid, Abdul Hamid bin Hibatullah. Syarh Nahj al-Balaghah. Editor: Muhammad Abu al-Fadhl Ibrahim. Qom: Perpustakaan Ayatullah Mar'asyi al-Najafi, cet. 1, 1404 H.
- Ibnu A'tsam Kufi, Ahmad bin A'tsam. al-Futuh. Riset: Ali Syiri. Beirut: Dar al-Adhwa, 1411 H.
- Ibnu Atsir, Ali bin Muhammad. al-Kamil fi al-Tarikh. Beirut: Dar Shadir, 1385 HS.
- Ibnu Katsir, Ismail bin Umar. al-Bidayah wa al-Nihayah. Beirut: Dar al-Fikr, 1407 H.
- Ibnu Khaldun, Abdul Rahman bin Muhammad. Tarikh Ibnu Khladun. Riset: Khalil Syahadah. Beirut: Dar al-Fikr, cet. 2, 1408 H.
- Ibnu Qutaibah, Abdullah bin Muslim. al-Imamah wa al-Siyasah. Riset: Ali Syiri. Beirut: Dar al-Adhwa, cet. 1, 1410 H.
- Ja'fariyan, Rasul. Hayat-e Siyasi va Fikr-e Imaman-e Syieh. Qom: Penerbit Anshariyan, 1381 HS.
- Khazaz Razi, Ali bin Muhammad. Kifayah al-Atsar fi al-Nash ala al-Aimmah al-Itsna 'Asyar. Riset dan editor: Abdul Lathif Husaini Kuhkamari. Qom: Penerbit Bidar, 1401 H.
- Kulaini, Muhammad bin Ya'qub. al-Kafi. Riset dan editor: Ali Akbar Ghafari dan Muhammad Akhundi. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiah, cet. 4, 1407 H.
- Madani Syirazi, Ali Khon bin Ahmad. al-Thiraz al-Awal wa al-Kinaz lima alaih min Lughah al-Arab al-Mu'awwal. Masyahd: Yayasan Āl al-Bait li Ihya al-Turats, cet. 1, 1484 HS.
- Majidi Khameneh, Farideh. Syabha-e Qadr dar Iran. Majalah Gulestan-e Quran, vol. 37, bulan Āzar, 1379 HS.
- Majlisi, Muhammad Baqir. Mirāh al-'Uqul fi Syarh Akhbar Āl al-Rasul. Riset dan editor: Sayid Hasyim Rasuli. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiah, cet. 2, 1404 H.
- Muqaddasi, Muthahar bin Thahir. al-Bad'u wa al-Tarikh. Perpustakaan al-Tsaqafah al-Diniah, Bur Sa'id, tanpa tahun.
- Nashiri Razhi, Muhammad. Tarikh Tahlili-e Eslam. Qom: Kantor penerbit Ma'arif, 1384 HS.
- Qummi, Abbas. Mafatih al-Jinan. Qom: Penerbit Usweh, tanpa tahun.
- Rabbani Gulpeighani, Ali dan Muhsin Rahmani Zadeh. Elm-e Emam be Syahadat va Syubhe-e Nasazgari-e Ān ba Esmat. Dalam majalah Kalam-e Eslami, vol. 11, bulan Tier 1398 HS.
- Sayid Murtada, Ali bin Hasan. Rasail al-Syarif al-Murtadha. mahdi Rajai dan Ahmad Husaini Asykuri. Qom: Dar al-Quran al-Karim, 1415 H.
- Site ketab.ir. Maqtal Ali (as): Syahid-e Tanha. Dilihat 3 Dey 1402 HS.
- Ste hawzah.net. Ali Ān Syir-e Khudā Syah-e Arab. Dar al-Turats, cet. 2, 1387 H.
- Subhani, Ja'far. al-Syiah fi Maukib al-Tarikh. Qom: Asisten Bidang Pendidikan dan Penelitian, 1413 H.
- Syekh Mufid, Muhammad bin Muhammad. al-Irsyad fi Ma'rifah Hujajillah ala al-Ibad. Qom: Kongres Syekh Mufid, cet. 1m 1413 H.
- Syekh Mufid, Muhammad bin Muhammad. al-Masail al-'Akbariyah. Ali Akbar Ilahi Khurasani. Qom: Kongres Internasional Syekh Mufid, 1413 H.
- Syekh Thusi, Muhammad bin Hasan. al-Amāli. Qom: Penerbit Dar al-Tsaqafah, cet. 1, 1414 H.
- Thabari, Muhammad bin Jarir. Tarikh Thabari (tarikh al-Umam wa al-Muluk). Riset: Muhammad Abu al-Fadhl Ibrahim. Beirut: Dar al-Turats, cet. 2, 1387 H.
- Ya'qubi, Ahmad bin Abi Ya'qub. Tarikh al-Ya'qubi. Beirut: Dar Shadir, cet. 1, tanpa tahun.