Ayat-Ayat Nusyuz

Prioritas: b, Kualitas: b
tanpa foto
Dari wikishia
(Dialihkan dari Ayat-ayat Nusyuz)
Informasi Ayat
Namaayat Nusyuz
SurahSurah An-Nisa
Ayat34 dan 128
Juz5
Informasi Konten
Tempat
Turun
Madinah
TentangFikih
DeskripsiNusyuz

Makalah ini membahas tentang nusyuz dalam Quran. Untuk mengenal konsep nusyuz itu sendiri beserta hukumnya, silahkan merujuk pada artikel nusyuz.

Ayat-ayat Nusyuz (bahasa Arab: آية النشوز ) yang disebut sebagai ayat Nusyuz adalah penggalan dari ayat 34 dan ayat 128 Surah An-Nisa yang mana ayat-ayat tersebut menjelaskan apa itu konsep nusyuz berikut hukumnya. Nusyuz sendiri diartikan sebagai pembangkangan terhadap pasangan dalam mengerjakan perintah syariat. Adapun ayat 34 memuat tentang Nusyuz istri terhadap suaminya, sedangkan ayat 128 membahas nusyuz suami terhadap istrinya. Selain menjadi bahan kajian dalam kitab-kitab tafsir, ayat-ayat diatas juga dibahas secara detail dalam kitab-kitab fikih.

Para Fukaha dengan bersandar kepada ayat 34 Surah An-Nisa berpendapat bahwa dalam menyikapi nusyuznya istri, pertama-tama sang suami harus mengingatkan dan menasehatinya terlebih dahulu. Namun apabila nasehatnya tak membuahkan hasil, suami boleh membelakanginya di tempat tidur atau bahkan pisah ranjang bila diperlukan. Namun apabila tindakan tersebut pun tak membawa perubahan pada si istri, suami boleh memberinya hukuman fisik itupun dengan kadar yang sangat ringan.

Berdasarkan ayat 128, dalam menyikapi nusyuznya suami, istri boleh merelakan sebagian hak-haknya atas suami dalam upaya menciptakan perdamaian dan menarik perhatian sang suami demi melanjutkan kehidupan yang harmonis.

Redaksi dan Terjemahan

Konsep nusyuz dibahas dalam ayat 34 dan 128 Surah An-Nisa yang mana ayat 34 tentang nusyuz istri terhadap suami sedangkan ayat 128 tentang nusyuz suami terhadap istri:

  • Ayat 34 Surah An-Nisa:
وَاللَّـاتِی تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُ‌وهُنَّ فِی الْمَضَاجِعِ وَاضْرِ‌بُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّـهَ كَانَ عَلِيّاً كَبِيرً‌ا
Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggakanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar[1]
  • Ayat 128 Surah An-Nisa:
وَ إِنِ امْرَ‌أَةٌ خَافَتْ مِن بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَ‌اضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيهِمَا أَن يصْلِحَا بَينَهُمَا صُلْحًا وَالصُّلْحُ خَيرٌ وَأُحْضِرَ‌تِ الْأَنفُسُ الشُّحَّ وَ إِن تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّـهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرً‌ا
Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiaatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap acuh tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.[2]

Asbabun Nuzul

Masing-masing dari ayat 34 dan 128 di atas mempunyai Asbabun Nuzul, berikut penjelasannya:

Asbabun Nuzul ayat 34 Surah An-Nisa

Menurut para mufasir, turunnya ayat 34 surah an-Nisa terkait dengan salah satu sahabat Nabi Muhammad saw yang bernama Saad bin Rabi' dan istrinya.[3] Saad memukul istrinya yang saat itu membangkang terhadapnya. Oleh karenanya dia menghampiri nabi saw ditemani ayahnya dengan tujuan mengadukan perbuatan saad terhadapnya. Kemudian nabi saw memerintahkan agar Saad dikenakan hukuman qisas, akan tetapi dia mengabaikan qisas dan turunlah ayat ini.[4]

Asbabun Nuzul Ayat 128 Surah An-Nisa

Berdasarkan riwayat yg dinukil dari kitab tafsir Qummi terkait dengan Asbabunnuzul ayat ini dijelaskan bahwa salah satu sahabat nabi saw yang bernama Rafi' bin Khadij mempunyai dua istri yang salah satunya sudah tua renta dan yang lainnya masih belia. Karena adanya perselisihan, dia mentalak istri tuanya dan dalam masa iddahnya dia berkata pada istrinya bahwa dia mau berdamai dengan istrinya tapi dengan syarat saat dia mendahulukan istrinya lain daripada dirinya, dia tidak berhak protes ataupun menuntutnya. Maka jika istrinya tidak bersedia menerima syarat itu untuk berdamai dan kembali membina rumah tangga bersama, dia akan menunggu istrinya sampai iddahnya selesai dan berpisah dengannya. Akan tetapi istrinya memilih saran pertama suaminya untuk berdamai dan rujuk dan turunlah ayat ini.[5]

Penerapannya Terhadap Fikih

Pranala Terkait: Nusyuz

Para ulama fikih memaparkan hukum-hukum nusyuz dengan memanfaatkan kandungan ayat 34 dan 128 surah an nisa.[6] Nusyuz bisa diartikan sebagai mengabaikan perintah syariat terhadap pasangan.[7] Ayat 34 terkait tentang pembangkangan istri dan penyikapan suami terhadapnya. Dengan bersandar pada ayat ini para ulama fikih memberi fatwa bahwa langkah pertama yang harus diambil suami dalam menyikapi nusyuz istri adalah menasihatinya. Dan jika nasihat tersebut tak memberi pengaruh pada istri, suami boleh membelakanginya di tempat tidur atau bahkan pisah ranjang dengannya jika diperlukan. Namun jika sikap-sikap di atas tak membawa perubahan baik pada istri, maka suami boleh menghukumnya secara fisik dengan kadar yang sangat ringan.[8]

Ayat 128 terkait tentang pembangkangan suami terhadap istrinya. Para ulama fikih bersandar pada ayat ini dan berpendapat bahwa jika istri melihat adanya tanda-tanda nusyuz dari suaminya, dalam menyikapi nusyuz suaminya dia bisa menasihati suaminya dan bahkan merelakan sebagian dari hak nya terhadap suaminya dengan tujuan menghindari perceraian, mengupayakan perdamaian dan menarik perhatian suaminya untuk rujuk dan kembali membina bahtera rumah tangga.[9]

Arti kata Pukulan

Menurut pendapat para mufasir dan para Fukaha baik dari kalangan Syiah maupun Ahlusunah, maksud dari hukuman fisik pada ayat 28 Surah An-Nisa adalah pukulan pada badan istri.[10]

Perlu diperhatikan bahwa pukulan disini memiliki syarat dan ketentuan serta batasan tertentu; sebagai contoh, hukuman fisik disini hanya boleh dilakukan dengan motif dan tujuan perbaikan tanpa ada niat balas dendam sedikitpun[11] dan harus dengan kadar seringan-ringannya.[12] Dengan begitu, ayatullah Ma'rifat, sarjana quran kontemporer berpendapat bahwa ayat ini termasuk ayat yang dihapus dan tidak dapat diberlakukan lagi, dan beliau bersandar kepada bukti dan rekam jejak seperti hukuman fisik terhadap istri sebatas dengan pegangan sikat gigi, larangan dalam memukul wanita dan anjuran dalam menjaga harkat martabat wanita.[13] Menurut beliau, ayat ini dihapus dengan memanfaatkan metode naskh tamhidi.[14]

Dalam metode ini, langkah awal yang diambil oleh syariat dalam membasmi beberapa kebiasaan jahiliyah adalah menerapkan hukum yang senada dengan masyarakat zaman itu yang kemudian seiring berjalannya waktu, izin penerapan hukum tersebut dicabut dan tidak diberlakukan lagi.[15]

Catatan Kaki

  1. QS. an-Nisā':34.
  2. QS. an-Nisā':128.
  3. Thabrasi, Majma' al-Bayān, jld. 3, hlm. 68.
  4. Syekh Thusi, at-Tibyān, jld. 3, hlm. 189; Thabrasi, Majma' al-Bayān, jld. 3, hlm. 68.
  5. Qummi, Tafsīr Qummī, jld. 1, hlm. 154.
  6. Lihat: Muhaqqiq Ardabili, Zubdah al-Bayān, hlm. 536-538; Najafi, Jawāhir al-Kalām, jld. 31, hlm. 205-208; Shaduq, Man Lā Yahdhuruh al-Faqīh, jld. 3, hlm. 520-521; Syahid Tsani, Masālik al-Afhām, jld. 8, hlm. 355-363.
  7. Syahid Tsani, ar-Raudhah al-Bahiyyah, jld. 5, hlm. 427; Muhaqqiq Hilli, Mukhtashar an-Nāfi', hlm. 191.
  8. lihat: Najafi, Jawāhir al-Kalām, jld. 31, hlm. 205-207; Syahid Tsani, Masālik al-Afhām, jld. 8, hlm. 356-357.
  9. Lihat: Najafi, Jawāhir al-Kalām, jld. 31, hlm. 207-208; yahid Tsani, Masālik al-Afhām, jld. 8, hlm. 363.
  10. Lihat: Thabrasi, Majma' al-Bayān, jld. 2, hlm. 69; Abul Futuh Razi, Raudh al-Jinān, jld. 5, hlm. 350; Thabathaba'i, al-Mīzān, jld. 4, hlm. 345; Makarim Syirazi, Tafsir-e Nemune, jld. 3, hlm. 372; Fakhrurrazi, Tafsīr al-Kabīr, jld. 10, hlm. 72; Shaduq, Man Lā Yahdhuruh al-Faqīh, jld. 3, hlm. 521; Syahid Tsani, Masālik al-Afhām, jld. 8, hlm. 356.
  11. Najafi, Jawāhir al-Kalām, jld. 31, hlm. 207; Khansari, Jāmi' al-Madārik, jld. 4, hlm. 437; Imam Khomeini, Tahrīr al-Wasīlah, jld. 2, hlm. 273.
  12. makarim Syirazi, Ahkam-e Khanewade, hlm. 219.
  13. Ma'rifah, Syubhāt Wa Rudūd Haul al-Qur'ān al-Karīm, hlm. 158.
  14. Ma'rifah, Syubhāt Wa Rudūd Haul al-Qur'ān al-Karīm, hlm. 158.
  15. Ahamdi Nejad, Fatimah & Tim, Ma'na Syenasi-e Naskh-e Tadriji. Masyrut Wa Tamhidi Az Manzar-e Ayatullah Ma'refat, Majalah Tahqiqat-e Ulum-e Quran Wa Hadits, vol. 1, hlm. 18.

Daftar Pustaka

  • Al-Qur'an
  • Abul Furuh Razi, Husain bin Ali. Raudh al-Jinān Wa Rūh al-Jinān Fī Tafsīr al-Qur'ān. Teheran: Bunyad-e Pazuhesyha-e Eslami, 1408 H.
  • Ahmadi Nejad, Fateme & Tim. Ma'na Syenasi-e Naskh-e Tadriji. Masyrut Wa Tamhidi Az Manzar-e Ayatullah Ma'refat. Majalah Tahqiqat-e Ulum-e Quran Wa Hadits. Vol: 1, 1397 HS/2019.
  • Fakhrurrazi, Muhammad bin Umar. Tafsīr al-Kabīr. Beirut: Dar Ihya' at-Turats al-'Arabi, 1420 H.
  • Imam Khomeini, Sayyid Ruhullah, Tahrīr al-Wasīlah. Najaf: Percetakan al-Ādab. Cet. 2, 1390 H.
  • Khansari, Sayyid Ahmad. Jāmi' al-Madārik. Teheran: Perpustakaan ash-Shaduq, 1405 H.
  • Makarim Syirazi, Nashir. Ahkam-e Khanewade. Qom: Emam Ali bin Abi Thalib (as). Cet. 2, 1389 HS/2011.
  • Makarim Syirazi, Nashir. Tafsir-e Nemune. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, 1374 HS/1996.
  • Ma'rifah, Muhammad Hadi. Syubhāt Wa Rudūd Haul al-Qur'ān al-Karīm. Yayaysan at-Tamhid, 1388 HS/2010.
  • Muhaqqiq Ardabili, Ahmad bin Muhammad. Zubdah al-Bayān Fī Ahkām al-Qur'ān. Teheran: Perpustakaan al-Murtadhawiyah Li Ihya' al-Ātsar al-Ja'fariyyah.
  • Najafi, Muhammad Hasan. Jawāhir al-Kalām. Qom: Yayasan Nasyr-e Eslami, 1417 H.
  • Qummi, Ali bin Ibrahim. Tafsīr Qummī. Qom: Dar al-Kitab, 1404 H.
  • Syahid Tsani, Zainuddin bin Ali. Masālik al-Afhām. Qom: Yayasan al-Ma'arif al-Islamiyyah, 1413 H.
  • Syekh Thusi, Muhammad bin Hasan. At-Tibyān Fī Tafsīr al-Qur'ān. Beirut: Dar at-Turats al-'Arabi.
  • Sykeh Shaduq, Muhammad bin Ali. Man Lā Yahdhuruh al-Faqīh. QOm: Entesyarat-e Eslami, 1413 H.
  • Thabathaba'i, Sayyid Muhammad Husain. Al-Mīzān Fī Tafsīr al-Qur'ān. Beirut: Yayasan al-A'lami Li al-Mathbu'at, 1390 H.
  • Thabrasi, Fadhl Bin Hasan. Majma' al-Bayān Fī Tafsīr al-Qur'ān. Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1408 H.