Memiliki Anak
Memiliki Anak (bahasa Arab: إنجاب الأطفال) dalam Al-Qur'an dan hadis para Imam dianggap sebagai pertkara yang terpuji. Doa Nabi Ibrahim as dan Zakaria as untuk mendapatkan keturunan di usia tua serta kabar gembira dari Allah swt atas terkabulnya doa mereka menunjukkan pentingnya masalah ini. Selain itu, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad saw disebutkan bahwa beliau akan bangga dengan banyaknya umatnya di hari kiamat.
Dengan berkurangnya angka kelahiran menimbulkan dampak-dampak yang tidak dapat diperbaiki, di antaranya adalah penurunan pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja serta masalah budaya dan politik. Kekhawatiran akan ekonomi dan pendidikan serta perubahan gaya hidup masyarakat, dianggap sebagai salah satu hambatan terpenting untuk melahirkan anak. Para penentang hal ini mengatakan bahwa dalam budaya agama, rezeki anak-anak dijamin oleh Allah swt. Mereka juga berpendapat bahwa jika banyaknya anak menjadi masalah, seharusnya keluarga dengan satu anak mampu mendidik anak-anak terbaik.
Kedudukan Pembahasan
Dalam Al-Qur'an, anak disebutkan dengan sifat dan ungkapan seperti nikmat,[1] hiasan kehidupan,[2] cahaya mata[3] dan sebagai penyebab pertolongan Ilahi.[4] Deskripsi-deskripsi ini menunjukkan bahwa Kelahiran anak dipandang baik menurut Al-Qur'an.[5] Selain itu, doa Nabi Ibrahim as[6] dan Zakaria as[7] untuk mendapatkan keturunan di usia tua serta kabar gembira dari Allah atas terkabulnya doa mereka,[8] juga dianggap sebagai tanda pentingnya masalah kelahiran anak menurut Al-Qur'an.[9]
Di antara riwayat-riwayat, terdapat banyak hadis dari para Imam as yang menunjukkan bahwa kelahiran anak dan peningkatan populasi keluarga adalah hal yang diinginkan.[10] Dalam kitab Al-Kafi, yang merupakan salah satu sumber hadis yang terpercaya, terdapat berbagai riwayat dari Nabi Muhammad saw yang menekankan pentingnya menikahi wanita yang dapat melahirkan anak dan beliau menyatakan bahwa ia akan bangga dengan banyaknya umatnya di hari kiamat.[11] Dalam sebuah hadis lain yang sanadnya diterima,[12] Nabi secara tegas menganjurkan untuk memperbanyak kelahiran anak.[13]
Dampak Penurunan Angka Kelahiran
Dalam beberapa penelitian, "penuaan populasi" dinyatakan sebagai konsekuensi negatif utama dari penurunan kelahiran anak dan dikatakan bahwa peristiwa ini akan memiliki dampak yang tidak dapat diperbaiki; di antaranya:
- Masalah ekonomi: Penurunan produksi dan pertumbuhan ekonomi, biaya asuransi yang tinggi serta pelaksanaan program dukungan untuk pensiunan yang akan menyebabkan krisis ekonomi di negara.
- Masalah tenaga kerja: Dengan berkurangnya tenaga kerja, untuk mencegah penutupan pabrik dan bahkan untuk posisi penting, harus menggunakan tenaga kerja asing.
- Risiko politik dan keamanan: Perubahan dalam struktur demografis masyarakat dan penurunan jumlah pemuda untuk mempertahankan keamanan dan kedaulatan negara.[14]
Masalah dan Kekhawatiran dalam Memiliki Anak
Berbagai masalah dan hambatan telah diidentifikasi, dimana hal itu menyebabkan orang-orang enggan untuk memiliki anak.[15] Beberapa masalah ini antara lain:
Masalah Ekonomi
Ketakutan akan ketidakmampuan finansial untuk memenuhi kebutuhan anak-anak adalah salah satu kekhawatiran yang selalu ada bagi orang tua terkait dengan memiliki anak;[16] sementara dalam budaya Islam, rezeki anak-anak dijamin oleh Allah swt.[17] Dalam Al-Qur'an, Allah mengkategorikan tindakan orang-orang pada masa Jahiliyah yang membunuh anak-anak mereka karena takut akan kemiskinan sebagai dosa-dosa besar dan dijelaskan dalam firman Allah swt: "Kami memberikan rezeki kepada mereka dan kepada kalian."[18] Selain itu, dalam kitab Al-Kafi, terdapat riwayat di mana salah satu sahabat Imam Kazhim as bertanya melalui surat mengenai pandangannya tentang orang yang enggan memiliki anak karena kesulitan dalam pendidikan dan kekurangan finansial. Imam menjawab: "Berusahalah untuk memiliki keturunan; karena rizki mereka Allah azza wa jalla yang akan menyediakannya."[19]
Kekhawatiran Pendidikan
Beberapa orang menganggap bahwa banyaknya anak sebagai penghalang untuk mendidik mereka dengan baik dan oleh karena itu, mereka tidak tertarik untuk memiliki banyak anak.[20] Sebagai tanggapan, pertama, menurut beberapa ayat Al-Qur'an,[21] urusan pendidikan dan hidayah manusia berada di tangan Allah. Kedua, jika masalah pendidikan benar-benar merupakan salah satu masalah utama dalam hal ini, maka keluarga dengan satu anak seharusnya dapat mendidik anak-anak terbaik. Ketiga, jika fokus pendidikan anak-anak adalah cinta dan wilayah Ahlulbait as, banyak kekhawatiran terkait pendidikan akan hilang.[22]
Perubahan Gaya Hidup
Salah satu hambatan dalam memiliki anak adalah perubahan gaya hidup yang dipengaruhi oleh keinginan untuk hidup nyaman dan egoisme beberapa keluarga;[23] yaitu, egoisme sebagian orang tua dan kurangnya semangat pengorbanan di mana membuat mereka tidak memperhatikan keadaan anak tunggal mereka dan lebih fokus pada kenyamanan pribadi; karena mereka menganggap memiliki anak akan mengganggu kenyamanan mereka.[24] Sementara itu, dalam gaya hidup Islam, kenyamanan dan kemakmuran tidak dianggap sebagai tujuan utama dalam hidup, baik kenyamanan maupun kesulitan, jika merupakan hasil dari penghambaan kepada Allah, merupakan sesuatu hal yang diinginkan.[25]
Monografi
- Risalah-ye Nikahiyah; Kahesy-e Jam'iyat, Dharbe-i Sahmghin bar Paikar-e Muslimin (Risalah Pernikahan; Penurunan Populasi, Sebuah Serangan Berat terhadap Umat Islam), karya Sayid Muhammad Husain Tehrani: Buku ini merupakan kumpulan dari ceramah-ceramah penulis pada bulan Ramadan tahun 1390 H di Masjid Qaim di Teheran, yang disunting dan dilengkapi oleh penulis pada tahun 1373 S dan diterbitkan sebagai sebuah karya protes di tengah upaya pelaksanaan kebijakan pengendalian populasi.[31]