Riasan Perempuan

Prioritas: b, Kualitas: b
Dari wikishia

Riasan Perempuan (bahasa Arab: زينة المرأة) adalah menghiasi wajah, rambut, atau kuku pada perempuan yang memiliki hukum tersendiri dalam fikih. Secara umum merias wajah pada perempuan diperbolehkan, namun jika diinginkan oleh suami maka hukumnya wajib, dan sunnah hukumnya berhias untuk suami, meski tidak diinginkan. Hukum berhias pada perempuan menjadi tidak dibolehkan dalam keadaan ihram dan masih menjalani masa iddah.

Fukaha Syiah menyebutkan menyembunyikan hiasan untuk perempuan di hadapan non mahram hukumnya wajib. Mengambil honor dari merias wajah perempuan dalam perkara yang dihalalkan, diperbolehkan. Menutup hiasan untuk mendirikan salat tidak diperlukan, bahkan menurut fatwa sejumlah fukaha, perempuan berhias untuk salat hukumnya disunnahkan.

Defenisi dan Kedudukan

Merias adalah menghias wajah (berdandan) dengan menggunakan bahan-bahan hias, atau mencukur rambut yang berlebih, atau merapikan alis dan bulu mata, serta menghias kuku. [1]

Kata merias dalam kitab-kitab fikih berasal dari kata زینة [2] Namun arti zainah lebih luas dari berhias dan mencakup segala bentuk memperindah diri. [3] Pada kamus bahasa, zainah artinya adalah setiap sesuatu yang darinya digunakan untuk berhias diri. [4]

Dalam sejumlah riwayat dianjurkan kepada perempuan muslimah untuk berhias. [5] Sebagai contoh, sesuai dengan salah satu riwayat dari Imam Baqir as, yang menyebutkan tidak semestinya seorang perempuan membiarkan tangan-tangannya tanpa dihiasi dengan hana (pacar kuku). [6] Menurut riwayat yang lain, salah satu ciri perempuan yang baik adalah berhias untuk suamianya dan menutup perhiasannya dari pandangan non mahram. [7]

Dalam kitab fikih, berhias pada perempuan dibahas dalam bab pembahasan yang beragam seperti nikah [8], haji [9], salat [10] dan hal-hal yang diharamkan [11].

Contoh

Dalam kitab fikih Syiah, bentuk-bentuk berhias seperti mengoles wajah agar tampak kemerahan, mewarnai alis [12], menyambungkan rambut dengan rambut lain [13], bertato, [14] mengenakan pakaian berwarna [15], menggunakan parfum [16] dan semua bentuk berhias pada wajah [17] diketahui sebagai zainat. Pada berhias diri seperti mengenakan rambut palsu (wig) [18] dan pakaian berwarna [19] terkait hukumnya terdapat pandangan yang berbeda dari para ulama.

Menurut penulis kitab Shahib Jauhar, fakih Syiah pada abad 13 H, kategori berhias diri sesuai dengan pemahaman umum masyarakat pada waktu itu. Seperti misalnya ia mencontohkan mengenakan pakaian berwarna pada masanya, tidak termasuk sebagai bentuk berhias. [20] Demikian pula penulis kitab 'Urwah (w. 1337 H), seorang fakih Syiah pada abad 13 dan 14 H juga menyebut kategori berhias bergantung pada pribadi, waktu dan tempat seseorang berada, sehingga hukum yang berlaku berbeda-beda sesuai konteksnya. [21]

Menurut fatwa Sayid Ali Khamanei, marja taklid Syiah berhias seperti membuat tato alis, bergantung pada adat setempat. [22]

Hukum Fikih

Berdasar pada surah al-'Araf ayat 22, fukaha Syiah menghukumi segala bentuk berhias dan berdandan pada dasarnya boleh. [23] Namun kemudian sesuai dengan kondisinya, berhias pada perempuan bisa menjadi wajib, sunnah atau haram.

Berhias yang Wajib

Sesuai fatwa fukaha Syiah, seorang perempuan yang berhias atau berdandan untuk suaminya yang itu dikehendaki oleh suaminya, maka hukumnya wajib [24]. Dalil pewajbannya adalah wajibnya taat pada suami dan penunaian hak suami atas istri. [25]

Berhias yang Sunnah

Menurut para fakih, berdandannya seorang perempuan untuk suaminya yang itu tidak atas permintaan suami, hukumnya adalah sunnah. [26]

Berhiasnya perempuan pada masa iddah dengan talak raj'i hukumnya sunnah [27] dan hikmahnya sesuai riwayat adalah menarik perhatian mantan suami agar kembali untuk menjadi suaminya dengan melakukan rujuk kembali. [28]

Berhias yang Haram

Sesuai fatwa fukaha Syiah, berhias pada perempuan dalam kondisi ihram [29] dan dalam keadaan iddah yang dikarenakan suaminya wafat, maka tidak diperbolehkan. [30]

Fakish Syiah seperti Syaikh Mufid (w. 413 H) dan penulis kitab Jauhar (w. 1266 H) berpendapat berhias dengan maksud menarik perhatian lawan jenis yang bukan mahram, hukumnya haram. [31]

Berhias dengan maksud melakukan penipuan pada saat proses lamaran juga menurut fatwa masyhur fukaha Syiah adalah haram. [32]

Riasan yang Ringan

Menurut fatwa Ayatullah Nashir Makarim Shirazi salah seorang ulama marja taklid Syiah, merias wahag, tangan dan pergelangan tangan dengan cara yang ringan dan tidak menimbulkan kerusakan, maka diperbolehkan. [33]

Sementara menurut Ayatullah Sayid Ali Khamanei, menyembunyikan atau menutup riasan ringan di hadapan bukan mahram namun dalam pandangan umum setempat itu termasuk zinat dan berhias hukumnya wajib. [34] Ayatullah Ja'far Subhani berpendapat, di hadapan bukan mahram menutup semua yang termasuk riasan adalah hukumnya wajib. [35]

Muhammad Shadiq Ruhani berpendapat berhias secara ringan jika itu menarik perhatian bukan mahram maka tidak diperbolehkan. [36]

Sayid Ali Sistani [37], Sayid Abul Qasim Khui dan Mirza Jawad Tabrizi [38] yang kesemuanya adalah marja taklid berpendapat menutup riasan dari pandangan non mahram walaupun itu riasab ringan hukumnya wajib.

Hal-hal yang Berkaitan dengan Riasan

Mendapat Penghasilan dari Pekerjaan Merias

Mengambil upah dari pekerjaan merias, jika dalam urusan halal seperti perempuan yang merias diri untuk suaminya, maka diperbolehkan. [39] Menurut fatwa Sayid Ali Khamanei, ulama marja taklid Syiah, merias seorang perempuan dengan tujuan yang haram (seperti menampakkan riasan tersebut di hadapan yang bukan mahram) maka tidak diperbolehkan. Sesuai fatwanya, merias dengan model rambut kelompok-kelompok yang sesat juga tidak diperbolehkan termasuk mengambil upah dari hasil merias tersebut. [40]

Wudhu dan Salat dengan Riasan

Menurut fatwa para ulama marja taklid, bahan riasan yang memiliki berat, menghalangi wudhu sehingga sebelum mengambil wudhu harus dibersihkan terlebih dahulu. [41] Riasan yang hanya berupa warna dan tidak memiliki massa [42] atau berada di bawah kulit tidak menghalangi wudhu, sehingga meskipun riasan itu masih ada, wudhunya tetap sah. [43]

Pada saat salat, menggunakan riasan pada wajah [44] mengenakan perhiasan dan rambut palsu (yang tidak dilihat oleh non mahram) tidak mengapa [45] bahkan menggunakan perhiasan dan hana pada saat salat justru dianjurkan untuk perempuan. [46]

Memperlihatkan Riasan pada Orang lain

Pada ayat وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا (dan jangan menampakkan perhiasanmu kecuali kepada…) [47] yang dikenal dengan ayat Abda al-Zainah [48] adalah pelarangan menampakkan perhiasan perempuan pada mereka yang bukan mahram. Menurut Fatwa fukaha Syiah yang berdalil dengan ayat Abda al-Zainah, wajib hukumnya bagi perempuan untuk tidak menampakkan perhiasaannya dihadapan yang bukan mahram. [49] Dalam kitab-kitab fikih, tindakan sengaja menampakkan perhiasan kepada laki-laki yang bukan mahram disebut dengan nama tabarruj. [50]

Demikian pula dalam riwayat, disebutkan dikutuknya perempuan yang menampakkan perhiasannya dihadapan yang bukan mahram. [51] Dalam sebuah riwayat dalam kitab Tadzib al-Ahkam, salah satu syarat diterimanya kesaksian seorang perempuan adalah tidak menampakkan perhiasan-perhiasan khusus perempuan dan tidak memamerkan dirinya (tabarruj) dalam majelis laki-laki. [52]]

Catatan Kaki

  1. Anwari, Farhang Buzurg Sukhan, jld. 1, hlm. 77
  2. Sebagai contoh lih. Syaikh Thusi, al-Mabsuth, jld. 5, hlm. 264
  3. Najafi, Jauhar al-Kalam, jld. 29, hlm. 76
  4. Farahidi, Kitab al-'Ain, item: زین; Shahib, al-Muhith fi al-Lughah, item: زین
  5. Kulaini, al-Kafi, jld. 13, hlm. 141; Hurr Amili, Wasail al-Syiah, jld. 2, hlm. 97
  6. Kulaini, al-Kafi, jld. 5, hlm. 509
  7. Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 100, hlm. 235
  8. Bahrani, Sanad al-'Urwah al-Wutsqa (nikah), jld. 1, hlm. 89
  9. Najafi, Jauhar al-Kalam, jld. 18, hlm. 373
  10. Najafi, Jauhar al-Kalam, jld. 8, hlm. 175
  11. Syaikh Anshari, Makasib, jld. 2, hlm. 159
  12. Syaikh Thusi, al-Mabsuth, jld. 5, hlm. 264
  13. Najafi, Jauhar al-Kalam, jld. 8, hlm. 175
  14. Mufid, Ahkam al-Nisa, hlm. 57
  15. Ibn Baraj, al-Muhdzab, jld. 2, hlm. 330
  16. Syaikh Thusi, al-Mabsuth, jld. 5, hlm. 264; Bahrani, Sanad al-'Urwah al-Wutsqa (al-Nikah), jld. 1, hlm. 93
  17. Syaikh Thusi, al-Mabsuth, jld.5, hlm. 264
  18. Thabathabai Yazdi, al-'Urwah al-Wutsqa, jld. 2, hlm. 317
  19. Ibn Baraj, al-Muhdzab, jld. 2, hlm. 330; Najafi, Jauhar al-Kalam, jld. 22, hlm. 280
  20. Najafi, Jauhar al-Kalam, jld. 22, hlm. 280
  21. Thabathabai, Yazdi, al-'Urwah al-Wutsqa, jld. 6, hlm. 98
  22. Libas Syahrat wa Ahkam Pusyesy, Daftar Hafzh wa Nasyr Atsar Hadhrat Ayatullah al-Uzhma Khamanei
  23. Sebagai contoh lih. Syaikh Thusi, al-Khalaf, jld. 5, hlm. 73; Allamah Hilli, Tadzkirah al-Fuqaha, jld. 5, hlm. 133
  24. Sebagai contoh lih. Sabzwari, Muhdzab al-Ahkam, jld. 25, hlm. 218; Imam Khumaini,Tahrir al-Wasilah, jld. 2, hlm. 328; Sistani, Minhaj al-Shalihin, jld.3, hlm. 106; Lankarani, Jami' al-Masail, hlm. 428
  25. Fallah, Hukm Arayesy Zanan dar Fiqh Syi'i, hlm. 121 dan 122
  26. Sebagai contoh lih. Ibn Abi Jumhur, al-Aqthab al-Fiqhiyah, hlm. 100; Hakim, al-Fatawa, hlm. 291
  27. Sebagai contoh lih. Bahrani, al-Hadaiq al-Nazharag, jld. 25, hlm. 476; Khui, Minhaj al-Shalihin, jld. 2, hlm. 303
  28. Najafi, Jauhar al-Kalam, jld. 32, hlm. 354
  29. Najafi, Jauhar al-Kalam, jld. 18, hlm. 373
  30. Syaikh Thusi, al-Mabsuth, hlm. 263 dan 264; Ibn Baraj, al-Muhdzab, jld. 2, hlm. 330; Najafi, Jauhar al-Kalam, jld. 22, hlm, 276; Thabathabai Yazdi, al-'Urwah al-Wutsqa, jld. 6, hlm. 99
  31. Sebagai contoh lih. Najafi, Jauhar al-Kalam, jld. 29, hlm. 75; Mufid, Ahkam al-Nisa, hlm. 57; Ahkam Arayesy Zananeh, Paigah Ittila' Resani Ayatullah Khamanei
  32. Syaikh Anshari, Makasib, hlm. 159; Ruhani, Minhaj al-Fuqahah, jld. 1, hlm. 242
  33. Hukm Arayesy Zanan dar Maqabil Na Mahram, Paigah Ittila' Resani Daftar Hadhrat Ayatullah al-Uzhma Makarim Syirazi
  34. Arayesy Malayim ba Hafzh Hijab, Paigah Ittilah' Resani Daftar Maqam Mu'zham Rahbari
  35. Arayesy Shurat dar Maqabil Na Mahram, Paigah Ittila' Resani Daftar Ayatullah al-'Uzhma Ja'far Subhani
  36. Ruhani, Istiftaat, hlm. 202
  37. Zainat wa Arayesy Kardan, Situs resmi Daftar Marja' 'Ali Qadr Agha Sayid Husaini Sistani
  38. Khui, Ahkam Syar'i Banwan, hlm. 439
  39. Sabzwari, Muhdzab al-Ahkam, jld. 16, hlm. 77; Bani Hasyimi Khumaini, Taudhih al-Masail Maraji' Mathabiq ba Fatawai Sizdah Marja', hlm. 1941
  40. Ahkam Arayesy Zananeh, Paigah Ittila' Resani Ayatullah Khamanei
  41. Sebagai contoh lih. Bani Hasyimi Khumaini, Taudhih al-Masail Maraji' Mathabiq ba Fatawai Sizdah Marja', hlm. 1941; Bahjat, Istiftaat, jld. 1, hlm. 173; Pursesy wa Pasukh, Gusl, Paigah Ittila' Resani Daftar Marja' 'Ali Qadr Agha Sayid Ali Husaini Sistani
  42. Sebagai contoh lih. Bani Hasyimi Khumaini, Taudhih al-Masail Maraji' Mathabiq ba Fatawai Sizdah Marja', hlm. 1941; Bahjat, Istiftaat, jld. 1, hlm. 173; Pursesy wa Pasukh, Gusl, Paigah Ittila' Resani Daftar Marja' 'Ali Qadr Agha Sayid Ali Husaini Sistani
  43. Sebagai contoh lih. Bahjat, Istiftaat, jld. 1, hlm. 173; Ahkam Wudhu, Paigah Ittila' Resani Ayatullah Khamanei
  44. Thabathabai Yazdi, al-'Urwah al-Wutsqa, jld. 2, hlm. 319
  45. Najafi, Jauhar al-Kalam, jld. 8, hlm. 175
  46. Thabathabai Yazdi, al-'Urwah al-Wutsqa, jld. 2, hlm. 614
  47. Qs. Nur: 31
  48. Thabathabai Yazdi, al-'Urwah al-Wutsqa, jld. 5, hlm. 492
  49. Kasyif al-Ghitha', Kasyf al-Githa', Mahdawi, hlm. 198; Thabathabai Yazdi, al-'Urwah al-Wutsqa, jld. 2, hlm. 319
  50. Bahrani, Sanad al-'Urwa wa al-Wutsqa (nikah), jld. 1, hlm. 89
  51. Lih. Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 100, hlm. 235
  52. Syaikh Thusi, Tahdzib al-Ahkam, jld. 6, hlm. 242

Daftar Pustaka

  • Ahkam Arayesy Zananeh, site Ayatullah Khamanei
  • Ahkam Wudhu, site Ayatullah Khamanei
  • Anwari, Hasan, Farhang Buzurgh Sukhan, Tehran, Sukhan, 1381 HS
  • Arayesy Malayem ba Hafzh Hijab, Site resmi Rahbar
  • Arayesy Shurat dar Muqabel Namahram, Site resmi Ayatullah Ja'far Subhani
  • Azhari, Muhammad bin Ahmad, Tahdzib al-Lughah, Beirut, Dar Ahya al-Turats al-'Arabi, 1421 H
  • Bahjat, Muhammad Taqi, Istiftaat, Qom, Daftar Hadhrat Ayatullah al-Uzhma Bahjat, 1386 H
  • Bahrani, Muhammad Sanad, Sanad al-'Urwah al-Wutsqah (al-Nikah), Qom, Baqiyat, 1429 H
  • Bahrani, Yusuf bin Ahmad, al-Hadaiq al-Nadhirah fi Ahkam al-'Itrah al-Thahirah, Qom, Jami'ah al-Mudarrisin fi al-Hauzah al-'Alamiah bi Qum, 1363 HS
  • Bani Hasyimi Khumaini, Sayid Muhammad Hasan, Taudhih al-Masail Maraji' Mathabiq ba Fatawai Sizdah Nafar az Maraji' Mu'azham Taqlid, Qom, Daftar Intisyarat Islami, 1385 HS
  • Ibn Abi Jumhur, Muhammad bin Zainal Abidin, al-Iqthab al-Fiqhiyah, Qom, Perpustakaan Umum Hadhrat Ayatullah al-Uzhma Mara'asyi Najafi, 1410 H
  • Ibnu Baraj, Abdul Aziz bin Nahrir, al-Mazhab, Qom, Jami'ah Mudarrisin Hauzah Ilmiah Qom, 1406 H
  • Imam Khumaini, Sayid Ruhullah, Tahrir al-Wasilah, Tehran, Muassasah Tanzhim wa Nasyr Atsar al-Imam al-Khumaini, 1392 HS
  • Pursyesy wa Pasukh Ghusl, site resmi Ayatullah al-Uzhma Sayid Ali Husaini Sistani
  • Ruhani, Muhammad Shadiq, Istiftaat, Hadis Del, Qom, 1382 HS