Syekh al-Thusi

Prioritas: a, Kualitas: b
Dari wikishia
(Dialihkan dari Syeikh Thusi)
Pusara Syekh Thusi berada di dalam Masjid Syekh Thusi di Najaf
Pusara Syekh Thusi berada di dalam Masjid Syekh Thusi di Najaf
Informasi Pribadi
Nama LengkapMuhammad bin Hasan bin Ali bin Hasan
Terkenal denganSyekh Thaifah• Syekh Thusi
LakabAbu Ja'far
Lahir385 H/995
Tempat lahirThus, Iran
Tempat tinggalKhurasan, Iran• Bagdad, Irak • Najaf
Wafat/Syahadah460 H/1067
Tempat dimakamkanNajaf
Kerabat termasyhurHasan bin Muhammad al-Thusi
Informasi ilmiah
Guru-guruSyekh MufidSayid Murtadha• Ibnu Hasyir• Ibnu Shalt al-Ahwazi• Husain bin 'Ubaidillah bin al-Ghada'iri
Murid-muridAbu al-Shalah al-Halabi• Abul Fath al-Karajuki• Mansur bin Husain al-Abi
Tempat pendidikanBagdad
Karya-karyaTahdzib al-AhkamAl-IstibsharIkhtiyar al-rijalal-Tibyan fi tafsir al-Qurānal-Khilaf fi al-ahkam
Kegiatan Sosial dan Politik
SosialMendirikan Hauzah Ilmiah Najaf•


Muhammad bin Hasan bin Ali bin Hasan (bahasa Arab:محمد بن الحسن بن علي بن الحسن) dikenal dengan Syekh al-Thusi (الشيخ الطوسي), juga sering dikenal dengan nama Syekh al-Thaifah (yang bermakna pembesar kaum/pemuka Syiah) adalah seorang ahli hadis dan faqih umat Syiah paling terkemuka. Ia adalah penulis 2 kitab dari 4 kitab utama umat Syiah yaitu kitab At-Tahdzib dan Al-Istibshar. Ketika berusia 23 tahun ia berpindah dari Khurasan ke Irak dan menuntut ilmu pada Syekh Mufid, Sayid Murtadha dan ulama-ulama lainnya. Khalifah Abbasiyah saat itu menjulukinya dengan ulama Kalam Bagdad. Setelah terjadi kebakaran pada perpustakaan Syapur, Syekh Thusi pergi ke Najaf dan disana beliau mendirikan Hauzah ilmiah. Setelah wafatnya Sayid Murtadha, Syekh Thusi bertanggung jawab menjadi Ulama penerus mazhab Ja'fari.

Beragam pemikiran dan hasil tulisan beliau seperti An-Nihāyah, al-Kitābul Khilāf, dan Mabsuth telah menjadi perhatian dan rujukan para ahli fikih ulama Syiah. Al-Tibyān merupakan salah satu kitab tafsir terpenting yang beliau tulis. Syekh Thusi menyumbang banyak pemikiran serta pendapat dalam beberapa cabang Ilmu Islam seperti rijal, kalam, dan ushul fiqh, bahkan kitab-kitab beliau menjadi salah satu kitab rujukan utama para marja' dalam ilmu-ilmu agama. Syekh Thusi juga ulama yang membidangi serta memulai ijtihad di Syiah yang kemudian cukup memberi pengaruh pada ijtihadnya Ahlusunnah. Adapun muridnya yang paling terkenal adalah Abu Shalah Halabi.

Riwayat Hidup

Muhammad bin Hasan lahir pada bulan Ramadhan tahun 385 H/995 di Khurasan, tepatnya 4 tahun setelah wafatnya Syekh Shaduq dan bertepatan dengan tahun wafatnya Harun bin Musa Talakbari[1]Gelarnya adalah Abu Ja'far, seperti halnya Syekh Kulaini dan Syekh Shaduq dimana gelar keduanya adalah Abu Ja'far, maka Syekh Thusi kerap dijuluki sebagai Abu Ja'far ketiga.

Ia pada tahun 408 H/1017 saat berusia 23 tahun melakukan perjalanan menuju Irak, dan selama 5 tahun menjadi murid Syekh Mufid (W. 413 H/1022) selama 3 tahun pula menjadi murid Ibnu Ghazairi (W. 411 H/1020), Ibnu Hasir Bazaz, Ibnu Abi Jayyid dan Ibn Shalat. Adapun sebagian masyayikh (ustad dalam menukil hadits) beliau sama dengan Syekh Najasyi (372-450 H/982-1058) dan sezaman dengan Sayid Murtadha (436 H/1044) [2]

Khalifah Abbasi Al-Qaim Biamrillah Abdullah bin Qadir Billahi Ahmad memberikan posisi tertinggi sebagai ulama kalam Bagdad padanya. Syekh Thusi tetap dalam posisinya (sebagai guru) ditengah-tengah 300 orang muridnya yang merupakan ulama-ulama terkemuka saat itu, sampai akhirnya Bagdad jatuh ke tangan Turkan Saljuki. Pada Tahun 447 H/1056 Tughral memasuki Bagdad dan membakar Perpustakaan Syapur.

Tahun 448 H/1057 terjadi pertikaian antara Syiah dan Sunni, hal ini dijelaskan oleh Ibnu Jauzi (dalam kitabnya) tentang peristiwa perampasan dan perusakan Rumah Abu Ja'far Thusi pada tahun 449 H/1058. Setelah peristiwa ini Syekh Thusi hijrah ke Najaf dan disana beliau membangun Hauzah Najaf, dan sebagian menyatakan bahwa Hauzah Najaf sudah ada sebelum kedatangan beliau disana[3]. Syekh Thusi menghabiskan 12 tahun sisa umurnya di Najaf . [4]

Keluarga Syekh Thusi

Hasan makni bin Abu Ali, putera Syekh Thusi setelah wafatnya sang ayah tinggal dan menetap di Najaf hingga sampai ke derajat marja'iyat Syiah. Syekh dikaruniai seorang cucu laki-laki dari anaknya Hasan bernama Muhammad, gelarnya Abu Hasan. Dia juga salah satu Marja' terkemuka Syiah di Najaf. Ia wafat pada tahun 540 H/1145. [5]

Derajat Keilmuan Syekh Thusi

Syekh Thusi adalah seorang pemuka ahli fikih Syiah. Ia juga merupakan penggagas teknik Ijtihad dalam bidang fikih dan Ushul. Dalam ilmu fikih, saat julukan Syekh digunakan maka yang dimaksud disini adalah Syekh Thusi. Ia adalah penulis 2 kitab dari Kutub Arba'ah (4 kitab utama umat Syiah) yaitu kitab Al-Istibshar dan At-Tahdzib. [6]

Setelah Syekh Thusi, tidak ada seorang pun yang berhasrat mengkritisi pemikiran-pemikirannya terkecuali Ibnu Idris (W. 597 H/1201) yang pertama kali mengajukan kritikan atasnya. Kitab Al-Nihāyah karya Syekh Thusi merupakan sumber utama pengajaran saat itu. Namun, ketika Muhaqqiq Hilli (W. 676 H/1277) menulis kitab Syari' al-Islam, kitab tersebut digunakan untuk mengajar murid-muridnya sebelum memberikan pelajaran dari kitab milik Syekh. Syekh Thusi memiliki karya dalam semua cabang masalah fikih, sehingga kitab-kitabnya menjadi rujukan utama ulama-ulama kontemporer. Hal ini disebabkan juga karena banyak referensi dan kitab-kitab rujukan yang telah terbakar saat peristiwa pembakaran Perpustakaan Syapur. [7]

Posisi Pemikiran Syekh Thusi

Syekh Thusi termasuk pelopor aliran rasionalisme Bagdad dan melanjutkan metode guru-gurunya Sayid Murtadha dan Syekh Mufid serta menyempurnakannya. Syekh Thusi mampu menulis buku dalam berbagai bidang ilmu agama. Melalui pengaruh yang dimiliki di dalam dunia keilmuan Syiah dan murid-murid yang didiknya, ia mampu memberikan pegaruh kuat terhadap pemikiran ulama Syiah. Atas jerih payah Syekh Thusi, ijtihad dan rasionalitas dalam fikih dan akidah Syiah dapat berkuasa di kalangan Syiah dan mampu melumpuhkan metode Akhbari untuk beberapa abad.

Mendirikan Hawzah Ilmiah Najaf

Pasca serangan Turkan Saljuki ke Bagdad dan insiden-insiden setelahnya seperti kebakaran di perpustakaan Syapur dan pertikaian Syiah-Sunni di Bagdad, Syekh Thusi akhirnya hijrah ke Najaf dan memulai aktivitas keilmuannya di kota ini dan berdiri Hauzah Ilmiah Najaf merupakan hasil jerih payahnya. Syekh Thusi mampu mengatur kondisi pendidikan Najaf yang problem dan tidak rapi serta membentuk halaqah-halaqah pelajaran. Segelintir orang yang hijrah bersama Syekh dari Bagdad ke Najaf atau mereka yang pernah mendengar ketenarannya, bergabung dengannya. Tidak lama kota Najaf menjadi pusat keilmuan dan pemikiran Syiah. Tentunya sebagian orang yakin bahwa sebelum kedatangan Syekh di Najaf juga sudah berdiri halaqah-halaqah ilmiah dan pembelajaran dan peran Syekh adalah mengokohkan dan mengatur Hauzah Najaf menjadi lebih rapi.

Peran Syekh Thusi Dalam Pengembangan Fikih Syiah

Kitab al-Tibyan fi Tafsir al-Qurān

Masuknya metode rasional dan argumentatif dalam pendeduksian hukum-hukum fikih lebih dikenal sebagai gebrakan-gebrakan menonjol Syekh Thusi dalam sejarah fikih Syiah. Sebelum Syekh Thusi metode hadis adalah metode yang lebih dominan dalam pemikiran fikih Syiah. Syekh Thusi dalam kitab al-Mabsuth dengan mengaplikasikan metode ijtihad, mampu menyimpulkan hukum-hukum dari riwayat-riwayat berdasarkan kaidah-kaidah Ushul. Metode ijtihad Syekh memiliki sangat berpengaruh terhadap perjalanan sejarah fikih Syiah. Metode ini selama sekian waktu dan tanpa saingan diterapkan di kalangan fukaha Syiah. [8] Setelah masanya banyak kalangan ulama yang menerima pendapat-pendapat Syekh berkenaan dengan fikih dan tak seorangpun berani mengkritisi pandangan-pandangannya, hingga Ibnu Idris (W. 597 H/1201) membuka pintu kritikan atasnya. [9]

Persoalan yang mengganjal dalam benak Syekh Thusi adalah bagaimana memberikan solusi atas pertentangan berbagai riwayat yang berasal dari para Imam as. Dengan menulis kitab Tahdzib al-Ahkām dan al-Istibshār fi ma Ikhtalafa min al-Akhbar ia menghimpun riwayat-riwayat yang saling kontradiksi serta berusaha mentakwail dan menjustifikasi berbagai kontradiksi tersebut dan memberikan metode solutifnya serta mendeduksi hukum-hukum dari riwayat-riwayat tersebut.

Pemerhatian kepada fikih komparatif termasuk ciri khas pemikiran fikih Syaih Thusi. Karya pentingnya dalam hal ini adalah kitab al-Khilaf fi al-Ahkam.

Gagasan Dalam Penulisan Tafsir

Syekh Thusi penulis kitab al-Tibyan fi Tafsir al-Qurān. Kitab ini menjadi contoh bagi kitab-kitab tafsir Syiah setelah Syekh. Kitab al-Tibyan merupakan kitab pertama tafsir Alquran yang lengkap yang ditulis oleh seorang alim Syiah dan mencakupi seluruh surah-surah Alquran. Pemerhatian Syekh kepada pandangan-pandangan para ilmuwan Syiah dan Sunni, pengkritikan dan pemeriksaan pandangan-pandangan para mufassir yang lain, penggunaan matan-matan sastra Arab pra Islam, pemaparan informasi-informasi tentang bahasa asing Alquran, perbedaan bacaan, persoalan-persoalan fikih, teologi dan balghah ayat-ayat Alquran termasuk dari karakteristik-karateristik kitab al-Tibyan yang membedakannya dengan kitab-kitab sebelumnya. Kitab-kitab tafsir Syiah sebelum Syekh Thusi hanya sekedar menukil riwayat-riwayat yang berkaitan dengan tafsiran ayat-ayat Alquran. [10] Ciri khas terpenting metode tafsir Syekh Thusi adalah cara pandang ijtihadi dan rasionalnya dalam tafsir Alquran, yang hal ini berbeda dengan cara pandang riwai/hadisi para mufassir sebelumnya. Syekh Thusi dengan bersandar kepada ayat-ayat Alquran berkeyakinan bahwa Alquran adalah sebuah matan yang dapat dicerna oleh akal manusia dan ia menolak pendapat yang mengatakan, bahwa satu-satunya jalan untuk memahami Alquran adalah merujuk kepada hadis-hadis. [11]

Guru Syekh Thusi

Para Syekh yang mengajar Syekh Thusi jumlahnya banyak sekali. Mirza Husain Nuri dalam kitab Mustadrak Wasail al-Syiah (Jilid 3, hal 509) menyebutkan 37 orang guru Syekh Thusi. Beberapa diantara mereka yang kerap menjadi sosok penukilan hadis adalah 5 orang. [12]

  • Syekh Abu Abdullah Ahmad bin Abdul Wahid bin Ahmad Bazaz, terkenal dengan Ibnu Hasyir atau Ibnu Abdun, wafat pada tahun 423 H/1032.
  • Syekh Ahmad bin Muhammad bin Musa, terkenal dengan Ibnu Salt Ahwazi, wafat pada Tahun 408 H/1017.
  • Syekh Abu Abdillah Husain bin Ubaidillah bin Ghadhairi, wafat pada tahun 411 H/1020.
  • Syekh Abu Husain Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Abi Jayyid, wafat pada tahun 408 H/1017.
Kitab Misbah al-Mutahajjad
  • Abu Abdullah bin Muhammad bin Nu'man yang terkenal dengan Syekh Mufid, wafat pada tahun 413 H/1022.

Murid-murid Syekh Thusi

Syekh Thusi memiliki lebih dari 300 murid yang berhasil menjadi mujtahid Syiah. Selain itu murid-murid beliau juga berasal dari kalangan Ahlusunnah[13] Beberapa diantara muridnya yang terkenal adalah :

Karya Syekh Thusi

Syekh Thusi memiliki banyak karya berharga dalam bidang agama seperti fikih, kalam, tafsir, rijal dan lain-lain, sayangnya sebagian besar karyanya telah musnah, dan beberapa karyanya yang penting sebagai berikut:

  • Al-Istibshār fimā Ikhtilaf min al-Akhbār, kitab ini adalah salah satu dari Kutub Arba'ah. Kitab ini merupakan kumpulan hadis yang dijadikan sebagai sumber rujukan utama untuk menyimpulkan berbagai hukum syar'i hingga hari ini.
  • Al-Tibyan fi Tafsir Al-Quran, kitab ini adalah kitab tafsir pertama yang ditulis dalam bidang ulumul qur'an.
  • Tahdzib al-Ahkām, kitab ini adalah salah satu dari kitab Arba'ah. Syekh menyatakan bahwa isi kitab ini dapat dipercaya dan diyakini isinya. Ia sejak masuk Bagdad tahun 408 H/1017 sampai kepergiannya ke Najaf pada tahun 448 H/1056 menggunakan isi kitab ini dalam berbagai ceramahnya. Ia telah mensyarah semua kitab milik gurunya Syekh Mufid (W. 413 H/1022) seperti kitab Thaharah hingga kitab shalat, bahkan beliau terus melanjutkannya setelah Syekh Mufid meninggal dunia.
Masjid Syekh Thusi di Najaf, tempat dimakamkannya Syekh Thusi
  • Mishbāh al-Mutahajjid, sebuah kitab utama tentang amalan tahunan. Kitab ini termasuk kitab terpenting dalam hal ibadah dan doa-doa. Banyak kitab lain setelahnya mengambil rujukan pada kitab ini.
  • Al-‘Uddah fi Ushūl, kitab ini terdiri dari 2 bagian, yaitu ushuluddin dan ushul fiqh. Kitab ini adalah kitab terlengkap dalam kedua tema tersebut dibandingkan dengan kitab-kitab terdahulu.

Wafat

Syekh Thusi tinggal di Najaf selama 12 tahun. Ia wafat pada malam senin tanggal 22 Muharram tahun 460 H/1068. murid-muridnya yang masyhur diantaranya adalah Hasan bin Mahdi Saliqi, Hasan bin Abdul Wahid Ain Zarabi, dan Abul Hasan Lauluyi. Keempat muridnya itu memandikan jenazah beliau dan menguburkannya di rumah. [14]

Sesuai wasiat dari Syekh Thusi bahwa, rumah yang ditinggalinya agar dibangun menjadi masjid. Masjid Syekh Thusi sampai saat ini menjadi masjid paling terkenal di Najaf. Masjid ini terletak di sebelah timur wilayah Irak telah mengalami beberapa kali renovasi penting di beberapa bagian utamanya. [15]

Catatan Kaki

  1. Agha Bazarg, Tabaqāt A'lām al-Syi'ah, hal. 161.
  2. Agha Bazarg, Tabaqāt A'lām al-Syi'ah, hal. 161.
  3. Agha Bazarg, Tabaqāt A'lām al-Syi'ah, hal. 161-162.
  4. Dawāni, Seire dar Zendegi Syekh Thusi, Hezoreh Syekh Thusi, hal. 20.
  5. Al-Amin, I'yān al-Syiah, jld. 9, hal. 160.
  6. Agha Bazarg, Tabaqāt A'lām al-Syi'ah, hal. 162.
  7. Agha Bazarg, Tabaqāt A'lam al-Syi'ah, hal. 162.
  8. Ridha Zadeh Askari, Naqsye Syekh Thusi dar Ijāde Nehdhate Ilmi, hlm.424
  9. Agha Buzurg, Thbaqāt A'lām al-Syiah, Ismailiyan, hlm.162
  10. Ghulami, Nigahi bi Nakhustin Tafsir Jami' wa Kamil Jahane Syiah, hlm.85-86
  11. Ghulami, Negahi be Nakhustin Tafsir Jami' wa Kamil Jahane Tasyayyu, hlm.86
  12. Syekh Thusi, Nihāyah, Muqaddimah Agha Bazarg, hal. 31-32.
  13. Syekh Thusi, Nihāyah, Muqaddimah Agha Bazarg, hal. 36-39.
  14. Agha Bazarg, Tabaqāt A'lām alSyi'ah, hal. 162.
  15. Alawi, Rahnema'i Masir_e Safar Ziyarati, Irak, hal. 150.

Daftar Pustaka

  • Amin, Sayid Muhsin, A'yān al-Syiah, Haqiqah wa Akhrajah: Hasan al-Amin, jld.9, Beirut: 1406 H/1986 M.
  • Tehrani, Agha Bazarg, Tabaqāt A'lām al-Syi'ah, jld. 2, Qum, Isma'iliyan, tanpa tahun.
  • At-Thusi, al-Nihāyah fi Mujarradi Fiqh wa al-Fatwa, Beirut, Dar-Andalus, Qom, Quds, tanpa tahun.
  • Garchi, Abul-Qaseem, Tārikh Fiqh wa Fuqahā, Teheran, Samt, 1385 S.
  • Alawi, Sayyid Ahmad, Rahnemai Masir_e Safar Ziyarat Irak, Qom, Ma'ruf, 1389 S