Mukhtar al-Tsaqafi

Prioritas: b, Kualitas: b
Dari wikishia
(Dialihkan dari Mukhtar Tsaqafi)
Sahabat Imam
Mukhtar al-Tsaqafi
Pusara Mukhtar di Kufah
Nama LengkapMukhtar bin Abi 'Ubaid bin Mas'ud bin Amr bin Umair bin 'Auf bin 'Uqdah bin Ghirah bin 'Auf bin Tsaqif al-Tsaqafi.
Sahabat dariImam Husain as
JulukanAbu Ishak
Garis keturunanKabilah Tsaqif
Lahirtahun pertama Hijriah
Tempat TinggalThaifMadinahKufah.
Wafat/Syahadah14 Ramadhan tahun 67 H di Kufah, Irak.
Penyebab
Wafat / Syahadah
Dibunuh oleh Mush'ab bin Zubair
Tempat dimakamkandi samping masjid Kufah, di dalam ruang Rawaq Muslim bin Aqil.
AktivitasIkut serta dalam kebangkitan Muslim bin Aqil, membalas dendam darah para syuhada Karbala.


Mukhtar bin 'Ubaid al-Tsaqafi (1 H - 67 H) (bahasa Arab: مختار بن عبيد الثقفي) adalah tabi'in dari penduduk Thaif yang masyhur dengan kebangkitannya demi membalas dendam darah Imam Husain as. Dia menjadi tuan rumah Muslim bin Aqil di Kufah dan bekerja sama denganya hingga akhir pergerakan. Tetapi saat terjadi peristiwa Karbala ia berada dalam penjara Ubaidillah bin Ziyad.

Pada peristiwa kebangkitan Mukhtar, sejumlah besar dari para algojo dan pembunuh dalam peristiwa Asyura mati terbunuh. Sebagian ahli sejarah meyakini bahwa kebangkitan Mukhtar diizinkan oleh Imam Ali Zainal Abidin as. Setelah Mukhtar berkuasa selama 18 bulan di Kufah, ia gugur di tangan Mush'ab bin Zubair. Kuburannya terletak di samping masjid Kufah di dekat makam Muslim bin Aqil.

Nasab dan Lakab

Mukhtar adalah putra Abi 'Ubaid bin Mas'ud bin Amr bin Umair bin 'Auf bin 'Uqdah bin Ghirah bin 'Auf bin Tsaqif al-Tsaqafi. Nama panggilannya Abu Ishak[1] dan lakabnya Kisan.[2]

Sebagian ahli sejarah mengatakan bahwa kelompok Kisaniyah dinisbahkan kepada Mukhtar.[3] Kisan bermakna pandai dan cerdas. Menurut penukilan Asbagh bin Nubatah, pada suatu hari ketika Mukhtar masih kanak-kanak Imam Ali as mendudukkannya di lututnya dan memanggil Mukhtar dengan Kisan.[4] Karena Imam Ali as memanggailnya dua kali dengan Kisan, maka ia dikenal dengan panggilan Kisan. Sebagian yang lain mengatakan bahwa lakab Kisan diambil dari nama salah seorang penasehat dan pemimpin pasukannya yang mempunyai nama panggilan Abu Umrah Kisan.[5]

Mukhtar berasal dari Thaif[6] dan dari kabilah Tsaqif. Kakeknya, Mas'ud Tsaqafi termasuk pembesar Hijaz yang diberi lakab 'Azhimul Qaryatain' (Pemuka dua desa).[7]

Ayahnya, Abu 'Ubaid al-Tsaqafi termasuk dari pembesar sahabat Nabi saw[8] yang setelah Nabi wafat, ia terbunuh pada perang Jisr, salah satu perang Qadisiyah di zaman Umar bin Khattab.[9]

Ibunya adalah Dumah binti Amr bin Wahab yang disebut oleh Ibnu Thaifur sebagai ahli retorika dan bahasa.[10]

Pamannya, Sa'ad bin Mas'ud al-Tsaqafi diangkat menjadi gubernur Madain oleh Imam Ali as.[11]

Saudara-saudaranya, Wahab bin Abu 'Ubaid, Malik bin Abu 'Ubaid[12] dan Jabr bin Abu 'Ubaid yang mati terbunuh bersama ayah mereka di perang Jisr.[13]

Biografi dan Kegiatan

Mukhtar lahir pada tahun 1 H.[14][15] Tidak ada informasi akurat mengenai masa kecil Mukhtar dan kebanyakan informasi yang berkenaan dengannya berhubungan dengan masa kebangkitan dan peristiwa balas dendam darah Imam Husain as. Oleh karenanya, jarang dinukil riwayat tentang realita-realita yang bersifat pribadi.

Hadir dalam Perang

Diterangkan bahwa Mukhtar pada umur 13 tahun, pernah ikut serta dalam peristiwa Jisr. Pada peristiwa ini dia kehilangan ayah dan saudara-saudaranya. Meskipun pada waktu ini dia berusia muda dan bersikeras terjun ke medan laga, tetapi pamannya, Sa'ad bin Mas'ud mencegahnya.[16]

Hadir di Madain

Sa'ad bin Mas'ud Tsaqafi paman Mukhtar diangkat menjadi hakim Madain oleh Imam Ali as. Ketika Sa'ad berseteru dengan Khawarij ia mengangkat Mukhtar sebagai penggantinya di Madain dan keluar berperang melawan Khawarij.[17] [18]

Pasca syahadah Imam Ali as, Imam Hasan as dalam satu peperangan melawan Muawiyah dan pengkhianatan sebagian sahabatnya, beliau berlindung ke Madain. Imam Hasan as pergi ke rumah Sa'ad bin Mas'ud al-Tsaqafi (paman Mukhtar). Sa'ad mendapatkan pemerintahan Madain dari pihak Imam as. Menurut sebuah penukilan, Mukhtar berkata kepada Sa'ad: -Apakah Anda ingin kekayaan dan kemuliaan? -Bagiamana caranya? -Tangkaplah Hasan as dan serahkan kepada Muawiyah, saat itu ambillah segala apa yang Anda inginkan. -Semoga Allah mengutukmu! Kau lelaki macam apa, bagaimana mungkin aku menyerahkan putra dari putri Muhammad saw kepada musuhnya?[19]

Ayatullah Khui meyakini bahwa riwayat ini tidak bisa diterima disebabkan riwayat tersebut dinukil secara mursal. Dia menambahkan, dengan asumsi kesahihan sanadnya juga dapat dikatakan bahwa Mukhtar tidak serius dalam ucapannya, hanya dia ingin mengetahui pandangan pamannya.[20] Sayid Muhsin al-Amin juga berkeyakinan bahwa Mukhtar bermaksud menguji pamannya.[21]

Masa Muawiyah

Muhammad bin Ahmad al-Dzahabi dalam kitab Siar A'lām al-Nubala menerangkan kegiatan Mukhtar pada masa khilafah Muawiyah yang menguntungkan Imam Husain as. Dalam keterangan ini dimuat bahwa Mukhtar pada masa Muawiyah pergi ke Basrah dan mengajak masyarakat kepada Imam Husain as. Pada waktu ini Ubaidillah bin Ziyad yang diangkat sebagai hakim Basrah oleh Muawiyah menangkap Mukhtar dan mencambuknya 100 kali. Setelah itu Mukhtar diasingkan ke Thaif.[22]

Revolusi Imam Husain as

Literatur-literatur historis melaporkan ketidakhadiran Mukhtar dalam peristiwa Karbala. Ketidakhadiran ini tidak disengaja (diluar ikhtiyar). Pada mulanya dia menjalin kerja sama dengan utusan Imam Husain as ke Kufah dan mengadakan pergerakan-pergerakan melawan bani Umayyah.

  • Muslim di Rumah Mukhtar: Mukhtar termasuk di antara orang-orang yang segera membantu Muslim bin Aqil, [23] dan Muslim saat memasuki Kufah pergi ke rumah Mukhtar.[24] Setelah Ubaidillah bin Ziyad mengetahui tempat Muslim, Muslim pindah tempat ke rumah Hani bin Urwah.[25]
  • Bersama Muslim: Laporan-laporan historis melaporkan bahwa Mukhtar berupaya membantu Muslim. Tetapi pada hari kesyahidan Muslim dia pergi ke Khatharniyah, sebuah daerah di luar Kufah untuk mengumpulkan pasukan, dan tatkala sampai di Kufah, Muslim dan Hani telah gugur sebagai syahid.[26][27]
  • Hari Asyura dalam penjara: Setelah kesyahidan Muslim, Ibnu Ziyad hendak membunuh Mukhtar yang atas perantara Amr bin Harits dia mendapat perlindungan. Seketika itu Ibnu Ziyad memukuli mata Mukhtar dan melukainya serta menjebloskan ke dalam penjara. Mukhtar berada dalam penjara hingga akhir kebangkitan Imam Husain as.[28][29]
  • Melihat Kepala Imam Husain as: Tatkala para tawanan masuk Kufah, Ibnu Ziyad menghadirkan para tahanan termasuk di dalamnya Mukhtar untuk melihat para tawanan. Saat itu di antara Mukhtar dan Ibnu Ziyad terjadi perkelahian mulut. Setelah itu, dengan melihat kepala Imam Husain as Mukhtar menangis dan berduka serta memukuli kepala dan wajahnya.[30]

Pasca peristiwa Karbala, atas perantara Abdullah bin Umar di sisi Yazid dia dibebaskan. Sebab, saudari Mukhtar, yakni Shafiyah binti Abu 'Ubaid menjadi istri Abdullah bin Umar.[31] Tentu, Ubaidillah saat Mukhtar dibebaskan memberi syarat padanya supaya tidak menetap di Kufah lebih dari 3 hari, dan jika setelah 3 hari masih terlihat di Kufah maka darahnya akan ditumpahkan.[32]

Baiat Kepada Abdullah bin Zubair

Pertama Mukhtar berbaiat kepada Abdullah bin Zubair dengan syarat bermusyawarah dengannya dalam semua pekerjaan dan jangan bertindak sendirian, [33] dan tidak boleh menentangnya.[34]

Dalam penyerangan pasukan Yazid ke Mekah dan pengepungan Abdullah bin Zubair, Mukhtar berada di sisinya berperang melawan bala tentara Yazid. Saat Abdullah bin Zubair mendakwakan kekhilafahan, Mukhtar melepas diri darinya dan pergi ke Kufah serta menyiapkan kebangkitannya.[35]

Masuknya Mukhtar ke Kufah 6 bulan setelah kebinasaan Yazid pada pertengahan bulan suci Ramadhan.[36]

Ibnu Zubair mengutus Abdullah bin Muthi' ke Kufah sebagai gubernur. Mukhtar berperang dengannya dan berhasil mengalahkannya.[37]

Mukhtar dan Pergerakan Tawwabin

Dalam pergerakan Tawwabin Mukhtar tidak ikut, sebab dia memandang pergerakan ini tidak bermanfaat dan menilai Sulaiman bin Shurad al-Khuzai tidak tahu strategi dan taktik-taktik perang.[38]

Atas ketidakhadiran Mukhtar, 4000 orang dari 16000 orang yang telah berbaiat kepada Sulaiman menarik kembali baiatnya sebab mereka melihat dia tidak pandai dalam taktik-taktik perang.[39]

Tentu saja, saat terjadi pergerakan Tawwabin dia masuk penjara dan setelah kekalahan pergerakkan Tawwabin, dari dalam penjara dia menulis surat kepada mereka yang masih hidup dan memberikan semangat. Para pemimpin Tawwabin bermaksud membebaskan dia dari penjara tapi Mukhtar mencegah mereka dan berkata bahwa ia akan cepat bebas dari penjara.[40] Kali ini dia dibebaskan atas perantara Abdullah bin Umar pula.[41]

Laporan Tentang Pergerakan Mukhtar

Pada 14 Rabiul Awal 66 H Mukhtar bangkit demi balas dendam darah Imam Husain as[42] dan orang-orang Syiah Kufah menyertai dia dalam kebangkitan ini. Dia berulang kali berkata: "Demi Tuhan, jika aku bunuh dua pertiga dari orang Quraisy maka satu jari dari Imam Husain pun belum terbalaskan."[43]

Dalam kebangkitan ini dia membunuh Syimr bin Dzil Jausyan, Khuli bin Yazid, Umar bin Sa'ad dan Ubaidillah bin Ziyad.[44]

Dalam kebangkitan ini Ibrahim bin Malik Asytar menjadi pemimpin pasukan dan dialah yang membunuh Ubaidillah bin Ziyad di Mosul.[45]

Ketika Mukhtar mengirim kepala Ubaidullah bin Ziyad kepada Muhammad bin Hanafiyah, ia sedang makan dan berkata: Syukur kepada Allah ketika kepala al-Husain as dibawa ke Ibnu Ziyad ia sedang makan, dan kami dalam kondisi ini pula saat kepala Ibnu Ziyad dibawa kepada kami.[46]

Slogan-slogan

Mukhtar dalam kebangkitan ini menggunakan dua slogan; "Ya Latsārātil Husain" (demi darah al-Husain) dan "Ya Manshural Ummah" (demi yang ditolong umat). Saat dia memakai pakaian perang, ia memberi aba-aba para pengikutnya akan permulaan kebangkitannya dengan dua slogan ini. [47] Slogan "Ya Manshural Ummah" pertama kali digunakan di perang Badar dan slogan "Ya Latsārātil Husain" di pergerakan Tawwabin.[48] Saat Umar bin Sa'ad mati terbunuh, orang-orang Kufah menyiarkan slogan "Ya Latsārātil Husain" juga.[49]

Akhir Perjuangan Mukhtar

Setelah 18 bulan Mukhtar berkuasa dan berperang melawan tiga kelompok, yakni pasukan Marwan di Syam, Āl Zubair di Hijaz dan para bangsawan Kufah, akhirnya ia terbunuh di tangan Mush'ab bin Zubair [50] [51] pada 14 Ramadhan [52] tahun 67 H pada usianya yang ke-67. Tangan Mukhtar diputus atas perintah Mush'ab dan digantung di dinding masjid Kufah. Ketika Hajjaj bin Yusuf menguasai Kufah, karena mereka berdua berasal dari kabilah Tsaqif, ia menyuruh supaya tangan itu dipendam.[53]

Setelah Mukhtar wafat, para pendukungnya yang berjumlah 6000 orang, yang diblokade di istana menyerahkan diri. Akan tetapi Mush'ab mengeluarkan perintah eksekusi untuk mereka semua.[54] Tindakan ini begitu menyeramkan sehingga Abdullah bin Umar bin Khattab berkata kepada Mush'ab saat melihatnya: "Seandainya 6000 orang ini kambing-kambing ayahmu, maka engkau tidak boleh melakukan ini".[55]

Terbunuhnya Istri Mukhtar

Mush'ab membuat sulit 'Amrah binti Nu'man bin Basyir, istri Mukhtar bin Abi Ubaidah supaya benci pada Mukhtar tapi dia menolak dan Mush'ab membunuhnya.

Abdurrahman bin Hassan mengenai wanita ini berkata : Membunuh dan terbunuh, mereka tulis di kepala kami. Mereka rampas kebahagiaan dua mempelai menawan[56]

Dalam sebuah laporan dimuat bahwa Mush'ab berkata pada 'Amrah, apa pendapatmu mengenai Mukhtar? Ia menjawab: "Dia orang yang bertakwa dan setiap hari berpuasa". Lalu Mush'ab memberi perintah supaya dia dibunuh. Dia wanita pertama dalam Islam yang dipenggal lehernya.[57]

Motivasi Kebangkitan Mukhtar

Meskipun slogan Mukhtar dalam kebangkitan ini "Ya Latsārātil Husain" dan hendak balas dendam darah syuhada Karbala tapi sebagian orang meyakini bahwa slogan ini sekedar alasan yang dibuat-buat dan menuduhnya telah memanfaatkan slogan ini. Hubungan Mukhtar dengan Ahlulbait dan pandangan Ahlulbait mengenai Mukhtar dapat menepis tuduhan ini.

Hubungan Mukhtar Dengan Imam Sajjad as

Terkait hubungan Mukhtar dengan Imam Sajjad as terdapat beragam keterangan. Sebagian keterangan menunjukkan tidak adanya respon dari Imam as dan sepertinya beliau mengembalikan hadiah-hadiah yang diberikan Mukhtar kepadanya.[58][59] dan sebaliknya, sebagian keterangan menunjukkan respon dan dukungan Imam as kepada Mukhtar. Namun mengingat kondisi mencekik yang dibuat oleh pasukan Marwan dan Āl Zubair, Imam as tidak bisa mengintervensi secara langsung. Oleh sebab itu, beliau mengumumkan bahwa Muhammad bin Hanafiyah sebagai wakil beliau dalam kebangkitan Mukhtar dan memerintahkan Mukhtar untuk merujuk kepada Ibnu Hanafiyah.

Sesuai dengan keterangan ini, Mukhtar mengirim 20000 Dinar kepada Imam as dan beliau menerimanya. Dengan uang ini beliau merehab rumah Aqil bin Abi Thalib dan rumah seluruh bani Hasyim yang sudah rusak.[60]

Dia juga menghadiahkan budak perempuan yang dibelinya seharga 30000 Dirham kepada Imam as. Dan Zaid bin Ali lahir dari budak ini.[61]

Dimuat dalam sebuah keterangan bahwa ketika sekelompok pemuka Kufah datang kepada Imam Sajjad as dan menanyakan soal tugas Mukhtar, beliau memberitahu kepada mereka supaya merujuk kepada Muhammad bin Hanafiyah seraya berkata: "Wahai pamanku, jika ada budak hitam fanatik terhadap kami Ahlulbait, maka masyarakat wajib menolongnya. Dalam hal ini lakukan apa saja yang engkau inginkan. Aku mengangkatmu sebagai wakil dalam urusan ini".[62][63]

Ayatullah Khui[64] dan Abdullah al-Mamaqani[65] meyakini bahwa kebangkitan Mukhtar mendapat izin khusus dari Imam Ali Zainal Abidin as.

Hubungan Mukhtar Dengan Muhammad bin Hanafiyah

Dari lahiriyah dan dasar teks sebagian riwayat dapat disimpulkan bahwa Mukhtar menyeru masyarakat pada kepemimpinan Muhammad bin Hanafiyah dan menamainya dengan Mahdi. Namun Ali bin Isa Arbili dalam kitab Kasyfu al-Ghummah fi Ma'rifah al-Aimmah meyakini bahwa hubungan ini bersifat lahiriyah dan menilai Muhammad bin Hanafiyah menerima mandat menjadi komandan kebangkitan tersebut dikarenakan posisi Imam as.[66]

Muhammad bin Ismail al-Mazandarani al-Hairi penulis kitab Muntaha al-Maqāl fi Ahwāl al-Rijāl tidak menerima keyakinan Mukhtar pada keimamahan Muhammad bin Hanafiyah dan menilai bahwa Mukhtar meyakini keimamahan Imam Sajjad as. [67]

Keselamatan Muhammad bin Hanafiyah

Abdullah bin Zubair setelah tahu akan kebangkitan Mukhtar, menekan Muhammad bin Hanafiyah dan kerabat-kerabatnya supaya berbaiat kepada dirinya dan mengancam membakar mereka. Ibnu Hanafiyah menulis surat untuk Mukhtar dan minta pertolongan darinya[68] Mukhtar mengirim 4000 pasukan ke Mekah dan menyelamatkan mereka.[69]

Pandangan-pandangan

Mukhtar dalam Perspektif Riwayat

Ada dua bentuk hadis mengenai Mukhtar. Sebagian hadis menyanjung Mukhtar dan sebagian lagi mencelanya.

Hadis-hadis Yang Memuji Mukhtar

  • Dinukil dari Imam Sajjad as bahwa Allah membalas kebaikan kepada Mukhtar.[70][71]
  • Imam Baqir as dalam pertemuannya dengan Abul Hakam putra Mukhtar, setelah menyambutnya dengan baik, juga menyanjung Mukhtar dan berkata: "Semoga Allah merahmati ayahmu".[72] Al-Mamaqani menilai kasih sayang Imam kepada Mukhtar sebagai dalil atas kebenaran akidahnya. Ia berkata: "Penampakan kerelaan dan kesenangan para Imam as mengikuti kesenangan Tuhan. Jadi, dapat dimaklumi bahwa Mukhtar ditinjau dari sisi akidah, dia tidak menyimpang sehingga para Imam as merasa senang." [73]
  • Imam Shadiq as menganggap pengiriman kepala Ubaidillah bin Ziyad dan Umar bin Sa'ad ke Madinah oleh Mukhtar sebagai penyebab kesenangan Ahlulbait dan beliau berkata:

"Pasca peristiwa Asyura tak seorang pun dari wanita kami yang berhias diri sampai Mukhtar mengirim kepala terputus Ubaidillah bin Ziyad dan Umar bin Sa'ad kepada kami". [74]

Hadis-hadis Yang Mencela Mukhtar

  • Dilaporkan dari Imam Baqir as bahwa Imam Sajjad as tidak menerima para utusan Mukhtar dan mengembalikan hadiah-hadiahnya serta menyebut dia pembohong. Riwayat ini tertuduh dhaif. [75]
  • Dinukil dari Imam Shadiq as bahwa Mukhtar berbohong kepada Imam Sajjad as. [76]. Hadis ini lemah sanadnya.[77]
  • Di saat Imam Hasan as ada di Sabath, Mukhtar kepada pamannya mengusulkan supaya Imam as diserahkan kepada Muawiyah sehingga posisi kami tidak goncang. [78]. Ayatullah Khui menolak riwayat ini dikarenakan kemursalannya. Ia juga menambahkan, anggaplah riwayat ini shahih namun dapat dikatakan bahwa Mukhtar dalam pernyataannya tidak serius tapi bermaksud menyingkap pandangan pamannya.[79]. Sayid Muhsin al-Amin juga berkeyakinan bahwa Mukhtar hendak menguji pamannya.[80]
  • Dalam riwayat lain dimuat bahwa Mukhtar termasuk penghuni neraka. Tapi atas perantara Imam Husain as mendapatkan syafaat.[81]. Riwayat ini menurut pakar ilmu Rijāl dhaif juga. [82]

Mukhtar dalam Pandangan Ulama Imamiyah

Ulama yang Pro

sebagian ulama Imamiyah menyanjungnya dan sebagian lagi tidak memberikan komentar mengenai Mukhtar.

Ibnu Nama al-Hilli meyakini bahwa ucapan-ucapan para Imam Syiah memuji dan meyanjungnya. Untuk akidah ini dia berdalil dengan doa kebaikan Imam Sajjad as untuk Mukhtar dimana di sisi beliau dia termasuk orang bersih dan baik. [83].

Abdullah al-Mamaqani juga meyakini Mukhtar orang yang yakin kepada keimamahan imam-imam maksum, dan meyakini bahwa pemerintahannya direstui oleh Imam as sekalipun kredibilitasnya belum terbuktikan. Menurut al-Mamaqani permohonan rahmat Imam Baqir as untuk Mukhtar sebanyak 3 kali dalam satu doa sudah cukup untuk dijadikan bukti akan baiknya kepribadian Mukhtar.[84]

Allamah al-Hilli juga memandang positif Mukhtar sebab dalam bagian pertama kitabnya ia menyebut Mukhtar. Mengingat bahwa dia di dalam kitabnya tidak membawa (menyebut) seseorang selain Imamiyah sekalipun orang itu dari sisi kredibilitasnya mencapai derajat tinggi dan disanjung luar biasa, maka dari sini ada kemungkinan bahwa Mukhtar dalam pandangan Allamah al-Hilli termasuk Syiah Imamiyah. [85] Sayid Ibnu Thawus juga mengutamakan riwayat-riwayat yang memuji Mukhtar atas riwayat-riwayat yang mencelanya. [86]

Di antara fukaha dan ulama kontemporer Syiah yang menyanjung Mukhtar adalah Ayatullah Khui dan Allamah Amini. Ayatullah al-Khui dengan menyebut riwayat-riwayat yang memuji dan mencela Mukhtar menguatkan riwayat-riwayat yang memuji.[87] Dia meyakini kebangkitan Mukhtar diizinkan oleh Imam Sajjad as.[88] Allamah Amini mengkategorikan Mukhtar di antara para pemuka agama, orang yang mendapat petunjuk dan tulus. Dia berkeyakinan bahwa Imam Sajjad as, Imam Baqir as dan Imam Shadiq as menyampaikan permohonan rahmat kepada Mukhtar. Dia juga meyakini bahwa di antara para Imam as, Imam Baqir as yang sedemikian indah telah memuji Mukhtar.[89]

Ulama yang Tidak Memberi Komentar

Mirza Muhammad Astarabadi berkeyakinan bahwa Mukhtar tidak boleh dikenang buruk, namun disaat yang sama dia yakin bahwa riwayat-riwayatnya tidak dapat dijadikan sandaran. Dan akhirnya dia tidak memberikan komentar (tawaqquf) mengenai Mukhtar.[90] Di antara orang-orang yang tidak memberi komentar adalah Allamah al-Majlisi. Dia menilai bahwa keimanan dan keyakinan Mukhtar tidak sempurna dan langkah-langkahnya dilakukan tanpa seizin Imam as. Di saat yang sama dia yakin bahwa Mukhtar memiliki akhir hayat yang baik karena telah melakukan kebajikan yang banyak. Akhirnya Allamah al-Majlisi secara tegas tidak komentar dalam hal memuji atau mencela Mukhtar.[91]

Pandangan Sejarawan Kontemporer Syiah

Perselisihan pendapat mengenai Mukhtar di kalangan para sejarawan kontemporer Syiah juga terlihat.

Kelompok yang Pro

Di antara para pakar sejarah nampak sosok-sosok seperti Abdurrazzaq Muqarram membersihkan Muhktar dari tuduhan-tuduhan yang dilontarkan padanya dan meyakini semua tuduhan itu bohong. [92] Baqir Syarif Qurasyi juga menilai kebangkitan Mukhtar sebagai jihad yang suci dan berkeyakinan bahwa kekuasaan yang dicari Mukhtar bukan karena dia senang kedudukan atau pun riya, melainkan untuk balas dendam darah Ahlulbait Nabi saw dan para pembunuhnya. [93] Dalam hal ini, Najmuddin Thabasi, dari sejarawan kontemporer juga membela Mukhtar dan meyakini bahwa tuduhan-tuduhan yang dilemparkan kepadanya adalah hasil kondisi dan opini yang dibuat kaum Umawi untuk menjatuhkan Mukhtar. Dia sangat menilai akurat riwayat yang berisi tentang permohonan rahmat Imam Baqir as untuk Mukhtar, dan riwayat ini dia yakini sebagai persetujuan Imam as terhadap perbuatan Mukhtar dalam membunuh para pembantai Imam Husain as. [94]

Pandangan sebagian ahli sejarah merupakan paduan antara dua pandangan positif dan negatif. Sebagai contoh, Mahdi Pisywai yakin bahwa keyakinan Mukhtar kepada para Imam as lebih besar dari keyakinan Syiah politik, dan dia menilai bahwa kebangkitannya merupakan kebangkitan Syiah. Dia bangkit atas dasar akidah ini. Namun, pada saat yang sama dia tidak yakin bahwa kepribadian Mukhtar kosong dari kehausan pada kedudukan dan bahkan pada sebagian langkah-langkahnya terlalu berlebih-lebihan.[95] Ya'qubi Jakfari juga mengikuti pandangan ini dan meyakini bahwa Mukhtar orang Syiah tulen yang dasar tujuan dan akidahnya baik, tapi terlalu berlebihan dalam balas dendam. Keberlebih-lebihanya ini muncul dari jiwa dan sikap kerasnya. [96] Muhammad Hadi Yusufi Gharawi juga memperkenalkan Mukhtar sebagai orang muslim yang mencari kekuasaan dan berpolitik. Dan sepak terjangnya tidak direstui. Tapi karena para Imam as memohonkan rahmat untuk Mukhtar maka tidak bisa dikatakan bahwa dia akan mendapatkan azab. [97]

Kelompok yang Kontra

Dari sejumlah indikasi dan masa lalu Mukhtar, kelompok ini yakin bahwa dia bukan pribadi yang positif dan pergerakannya demi mencari kekuatan dan kekuasaan.[98] Mereka yakin bahwa kebangkitan Mukhtar untuk tujuan-tujuan politik dan kerja samanya dengan Muslim karena memiliki tujuan yang sama bukan karena memiliki kesamaan dalam akidah. Menurut mereka, Mukhtar bukan tolok ukur Syiah dalam akidah. Oleh karenanya, kebangkitan Mukhtar bukan kebangkitan Syiah. [99] Menurut keyakinan sebagian peneliti sejarah, mukhtar adalah tokoh cerdas yang memiliki kecenderungan politik dan haus kekuasaan, serta mencintai Ahlulbait as. Atas dasar ini, Mukhtar tidak menerima Imam Sajjad as sebagai imam dan mengetengahkan Muhammad bin Hanafiyah sebagai manusia penyelamat dan imam politik. Dengan kata lain, Mukhtar memperalat Ahlulbait as untuk sampai kepada tujuan-tujuannya. [100]

Mukhtar Dalam Pandangan Ulama Ahlusunah

Ibnu Atsir dalam kitab Usd al-Ghābah mencela Mukhtar dan tidak menerima riwayat-riwayatnya. [101] Bahkan dibuatkan satu hadis dari Nabi saw yang mendiskreditkannya, dimana beliau bersbada: "Tsaqif pembohong dan pelaku kriminal akan muncul. [102] Perawi hadis ini Asma' putri Abu bakar, ibunya Abdullah bin Zubair. [103] Menurut penuturan Asma', maksud pembohong dalam riwayat buatan ini adalah Mukhtar.[104] Tampaknya, sebutan 'pembohong' pertama kali digunakan oleh Hajjaj bin Yusuf untuk Mukhtar dan dia menyuruh masyarakat untuk mengutuk Imam Ali as dan Mukhtar. [105] Taqiyuddin Ahmad al-Muqrizi memandang Mukhtar bagian dari Khawarij.[106]

Tuduhan-tuduhan

Pemerintahan Mukhtar berpusat di Kufah. Dan di sebelah utaranya, yakni Syam (Suriah sekarang) Āl Marwan berkuasa. Di sebelah selatannya, yakni Hijaz dikuasai oleh Āl Zubair. Dua kelompok ini menganggap dirinya khalifah dan memandang Mukhtar sebagai pemecah sebagian daerah kekhilafahannya. Oleh karenanya, sebisa mungkin dua kelompok ini berusaha menyingkirkan Mukhtar dan membuat hadis palsu serta kebohongan atas Mukhtar. selain itu, ulama penentang Syiah juga membuat-buat kebohongan dalam sepanjang sejarah. Di antara kebohongan-kebohongan itu adalah:

Klaim Kenabian

Abdurrahman bin Muhammad Khaldun mengklaim bahwa Mukhtar mengaku Nabi.[107] Masalah ini dapat dikuatkan dengan kata-kata puitis Mukhtar.[108] Akan tetapi, mengingat dia menetap di Kufah, membentuk pemerintahan, dan melindungi kaum muslimin dan hadis-hadis Ahlulbait as, maka masalah ini tidak dapat dibenarkan. Faktor lain tuduhan ini adalah surat yang ia tulis untuk Ahnaf bin Qais.[109] Karena Ahnaf pendukung keluarga Zubair maka dia menjadikan surat ini sebagai alasan untuk klaim kenabian Mukhtar, bahkan sepeninggal Mukhtar pun ia masih menyebarkan tuduhan ini.[110] Ketidaksukaan Muhammad bin Hanafiyah terhadap tuduhan 'pembohong' kepada Mukhtar, itu pun di sisi Abdullah bin Zubair pasca terbunuhnya Mukhtar [111] menjadi dalil akan ketidakbenaran tuduhan ini kepada Mukhtar.

Pendiri Kisaniyah

Sebagian orang meyakini Mukhtar sebagai pendiri Kelompok Kisaniyah. Mereka mengatakan, karena Mukhtar punya gelar Kisan maka para pengikutnya disebut Kisaniyah.[112]

Al-Mamaqani dengan menjelaskan beberapa dalil tidak menerima pendapat ini dan menolak ke-Kisaniyahan Mukhtar.[113]

Ayatullah Khui memandang tuduhan itu sebagai buatan ulama-ulama mazhab lain selain Syiah yang sandaran mereka riwayat-riwayat buatan dan tertolak. Dia memandang penbentukan mazhab Kisaniyah terjadi setelah terbununya Mukhtar dan meninggalnya Muhammad bin Hanafiyah.[114]

Allamah Amini juga tidak menerima ke-Kisaniyahan Mukhtar.[115]

Istri-istri dan Anak-anak

Istri-istri

  • Istri pertama: Ummu Tsabit binti Samurah bin Jundab, darinya lahir 2 putra Mukhtar dengan nama Muhammad dan Ishak. [116]
  • Istri kedua: 'Amrah binti Nukman bin Basyir yang terbunuh di tangan Mush'ab setelah Mukhtar terbunuh. [117]
  • Istri ketiga: Ummu Zaid binti Zaid bin Sa'id, putri Said bin Zaid bin Amr.[118]
  • Istri keempat: Ummul Walid binti 'Umair bin Riyah [119] Dia ibu Ummu Salamah binti Mukhtar. Putri Mukhtar ini menikah dengan Abdullah bin Abdullah bin Umar bin Khattab.[120]

Anak-anak

  • Muhammad bin Mukhtar: ibunya Ummu Tsabit.[121]
  • Ishak bin Mukhtar: ibunya Ummu Tsabit.[122]
  • Ummu Salamah yang ibunya bernama Ummul Walid.[123]
  • Umar bin Mukhtar yang termasuk Syiah Rey dan bekerja di sana sebagai penjual kain. Ketika Abu Muslim Khurasani berkuasa, ia mengangkat Umar bin Mukhtar sebagai gubernur Rey.[124]
  • Abul Hakam bin Mukhtar.[125]
  • Jabr bin Mukhtar.[126]
  • Umayyah bin Mukhtar.[127]
  • Bilal bin Mukhtar. Syaikh Thusi menyebut seseorang bernama Bilal bin Mukhtar yang nama putra Bilal ini juga bernama Mukhtar.[128] Terkadang dia disebut dengan nama Hilal.[129]

Film Serial Mukhtar Nameh

Mukhtar Nameh adalah nama salah satu serial TV tentang biografi dan kebangkitan Mukhtar bin 'Ubaid Tsaqafi dengan sutradara Daud Mir Baqiri. Serial ini ditayangkan di stasiun TV IRIB dalam 40 episode berdurasi 60 menit.

Episode pertama serial ini ditanyangkan di chanel 1 pada 1 Oktober 2010 M dan episode terkahirnya ditanyangkan pada 29 Juli 2011 M. "Mukhtar Nameh", Film, 24 November 2010 M. Dalam serial ini Fariburz Arab Niya sebagai peran utama yang memerankan Mukhtar.

Galeri

Artikel Terkait

Catatan Kaki

  1. Usdu al-Ghābah, jld.4, hlm. 436
  2. Tārikh Thabari, jld.6, 7
  3. Wafayātu al-A'yān Ibnu Khallakan, jld.4, hlm.172
  4. Mu'jam al-Rijal jld. 18, hlm.102
  5. Rijal Kasysyi, hlm.128
  6. Al-Thabaqāt al-Kubrā, hlm.79
  7. Al-Ma'ārif, hlm.400
  8. Usdu al-Ghābah, jld.4, hlm.347
  9. Tārikh Ibnu Khaldun, jld.1, hlm.356
  10. Riyāhin al-Syariah, jld.4, hlm.245
  11. Tārikh Ibnu Khaldun, jld.1, hlm.616; dan al-Ishābah, jld.1, hlm.561
  12. Al-Futuh, jld.1, hlm.134
  13. Al-Ishābah, jld.1, hlm.561
  14. Usdu al-Ghābah, jld.4, hlm.348
  15. al-Kāmil, jld.2, hlm.111
  16. Bihār al-Anwār, jld.45, hlm.350
  17. Akhbār al-Thiwāl, terjemahan, hlm.250
  18. Tārikh Ibni Khaldun, terjemahan teks, hlm.629
  19. Syahidi, Tārikh Tahlili Islām, hlm.159, dinukil dari Thabari, Tārikh al-Rusul wa al-Muluk, jld.7, hlm.2 dan Ibnu Atsir, al-Kāmil fi al-Tārikh, jld.3, hlm.404
  20. Mu'jam al-Rijal, jld.18, hlm.97
  21. A'yān al-Syiah, jld.7, hlm.230
  22. Al-Dzahabi, Siar A'lām al-Nubala, jld.3, hlm.544
  23. Al-Kamil, jld.4, hlm.36
  24. Akhbār al-Thiwāl, hlm.231, Ibnu Qutaibah al-Dinawari
  25. Al-Dinawari, hlm.233 dan Mas'udi, jld.3, hlm.252
  26. Ansāb al-Asyrāf, jld.6, hlm.376
  27. Tārikh Thabari, jld.5, hlm.569
  28. Ansāb al-Asyrāf, jld.6, hlm.377
  29. Al-Muntazham, jld.6, hlm.29
  30. Ba Karavāne Husaini (Bersama rombiongan kafilah Imam Husain as), jld.5, hlm.140
  31. Al-Muntazham, jld.6, hlm.29
  32. Al-Muntazham, jld.6, hlm.29
  33. Affarinesy wa Tārikh, jld.2, hlm.907
  34. Tārikh Ibni Khaldun, jld.2, hlm.37
  35. Affarinesy wa Tārikh, jld.2, hlm.910
  36. Tārikh Ibni Khaldun, jld.2, hlm.43
  37. Affarinesy wa Tārikh, jld.2, hlm.911
  38. Al-Muntazham, jld.6, hlm.29
  39. Tārikh Ibni Khaldun, jld.2, hlm.43
  40. Tārikh Ibni Khaldun, jld.2, hlm.44
  41. Tārikh Ibni Khaldun, jld.2, hlm.44
  42. Tārikh Ibni Khaldun, jld.2, hlm.44
  43. al-Fakhri, hlm.122
  44. Usd al-Ghābah, jld.4, 347
  45. Usdu al-Ghābah, jld.4, hlm.347
  46. Affarinesy wa Tārikh, jld.2, 913
  47. Ansāb al-Asyrāf, jld.6, hlm.390; Tārikh Thabari, jld.6, hlm.20; al-Futuh, jld.6, hlm.233
  48. Ansāb al-Asyrāf, jld.6, hlm.370
  49. Ansāb al-Asyrāf, jld.6, hlm.407
  50. Usdu al-Ghābah, jld. 4, hlm.347
  51. Al-Makrifah wa al-Tārikh, jld.3, hlm.330
  52. Al-Muntazham, jld.6, hlm.68
  53. Al-Kāmil, jld.4, hlm.275
  54. Akhbār al-Thiwāl, hlm.182
  55. Ansāb al-Asyrāf, jld.6, hlm.445
  56. Affarinesy wa Tārikh, jld.2, hlm.913
  57. Tārikh al-Ya'qubi, jld.2, hlm.246
  58. Bihār al-Anwār, jld.45, hlm.344
  59. Mu'jam al-Rijāl, jld.18, hlm.96
  60. Mu'jam al-Rijāl, jld.18, hlm.96
  61. Maqātil al-Thālibiyyin, hlm.124
  62. Bihār al-Anwār, jld.45, hlm.365
  63. Riyādh al-Abrār, jld.1, hlm.297
  64. Mukjam al-Rijal, jld.18, hlm.100
  65. Tanqih al-Maqāl, jld.3, hlm.206
  66. Kasyfu al-Guhmmah, hlm.254
  67. Muntaha al-Maqāl
  68. Akhbār al-Daulah al-Abbasiyah, hlm.100
  69. Affarinesy wa Tārikh, jld.2, hlm.911
  70. Rijāl Kasyi, hlm.127
  71. Tanqīh al-Maqāl, jld.3, hlm.204
  72. Tanqīh al-Maqāl, jld.3, hlm.205
  73. Tanqihul Maqāl, jld.3, hlm.205
  74. Rijāl Kasyi, hlm.127
  75. Mu'jam al-Rijāl, jld.18, hlm.96
  76. Rijāl Kasyi, hlm.125, hadis no.197
  77. Mu'jam al-Rijāl, jld.18, hlm.96
  78. Ilal al-Syarāyi, jld.1, hlm.221
  79. Mu'jam al-Rijāl, jld.18, hlm.97
  80. A'yān al-Syiah, jld.7, hlm.230
  81. Tahdzib al-Ahkam, riset: Khurasan, jld.1, hlm.466
  82. Mu'jam al-Rijāl, jld.18, hlm.97
  83. Bihār al-Anwār, jld.45, hlm.346
  84. Tanqih al-Maqāl, jld.3, hlm. 206
  85. Tanqih al-Maqāl, jld.3, hlm.206
  86. Tanqih al-Maqāl, jld.3, hlm.206
  87. Mu'jam al-Rijāl al-Hadits, jld.18, hlm.94
  88. Mu'jam al-Rijāl, jld.18, hlm.100
  89. Al-Ghadir, jld.2, hlm.343
  90. Jami' al-Ruwāt, jld.2, hlm.221
  91. Bihar al-Anwār, jld.45, hlm.339
  92. Peyamadha-ye Asyura, hlm.135
  93. Peyamadha-ye Asyura, hlm.133
  94. Situs Syaik Najmuddin Thabasi
  95. Kamaluddin Nushrati,Didgahe Muarrikhin Mu'ashire Syi'i Darbare-i Mukhtar, Danesygahe Adyan wa Madzahib
  96. Kamaluddin Nushrati, Didgahe Muarrikhine Mu'ashire Syi'i Darbare-ye Mukhtar, Danesygahe Adyan wa Madzaheb
  97. Didgahe Muarrikhin Mu'ashir Syi'i Darbare-i Mukhtar, Danesygahe Adyan wa Madzaheb
  98. Kamaluddin Nuahrati, Didgahe Muarrikhine Mu'ashire Syi'i Darbarei Mukhtar; pandangan Muhsin al-Wiri, Danesygahe Adyan wa Madzaheb
  99. Kamaluddin Nushrati, Didgahe Muarrikhine Mu'ashire Syi'i Darbare-i Mukhtar, Danesygahe Adyan wa Madzaheb; pandangan Muhammad Ridha Barani
  100. Kamaluddin Nushrati, Didgahe Muarrikhine Mu'ashir Syi'i Darbare-i Mukhtar; pandangan Nikmatullah Shafari Furusyani, Danesygahe Adyan wa Madzaheb
  101. Usd al-Ghābah, jld.4, hlm.347
  102. Ansāb al-Asyrāf, jld.3, hlm.140
  103. Usd al-Ghābah, jld.3, hlm.141; al-Isti'āb, jld.3, hlm.909.
  104. Tārikh al-Islam, jld.5, hlm.226; al-Thabaqāt al-Kubrā, jld.8, hlm.200
  105. Al-Ma'rifah wa al-Tārikh, jld.2, hlm.618; al-Thabaqāt al-Kubrā, jld.6, hlm.168
  106. Al-Asma', jld.14, hlm.147
  107. Tārikh Ibni Khaldun, matan jld.1, hlm.356
  108. Ansāb al-Asyrāf, jld.6, hlm.403
  109. Ansāb al-Asyrāf, jld.6, hlm.418
  110. Ansāb al-Asyrāf, jld.6, hlm.418
  111. Ansāb al-Asyrāf, jld.3, hlm.287
  112. Affarinesy wa Tārikh, jld.2, hlm.820
  113. Tanqih al-Maqāl, jld.3, hlm.205 dan 206
  114. Mu'jam al-Rijal, jld.18, hlm.102 dan 103
  115. Al-Ghadir, jld.1, hlm.343
  116. Al-Ma'ārif, hlm.402
  117. Muruj al-Dzahab, jld.3, hlm.99
  118. Al-Muhabbar, hlm.70
  119. Al-Thabaqāt al-Kubrā, jld.8, hlm.346
  120. Al-Thabaqāt al-Kubrā, jld.8, hlm.346
  121. Al-Ma'ārif, hlm.402
  122. Al-Ma'ārif, hlm.402
  123. Al-Thabaqāt al-Kubrā, jld.8, hlm.336
  124. Akhbār al-Daulah al-Abbasiyah, hlm.262
  125. Tārikh al-Islam, jld.17, hlm.105
  126. Jamharah Ansāb al-Arab, hlm.268
  127. Jamharah Ansāb al-Arab, hlm.268
  128. Rijal al-Thusi, hlm.568
  129. Rijal al-Thusi, hlm.437

Daftar Pustaka

  • Abu al-Faraj Isfahani. Maqātil al-Thalibiyyin. Riset: Sayid Ahmad Shaqqar. Beirut: Daru al-Ma'rifah, tanpa tahun.
  • Al-Amin, al-Sayid Muhsin. A'yān al-Syi'ah. Beirut: Dār al-Ta'āruf li al-Mathbū'āt, 1406 H.
  • Al-Baladhuri, Ahmad bin Yahya. Kitab Jamal min Anshāb al-asyrāf. Diedit oleh Suhail Dzakkar dan Rīyād Ziriklī. Beirut: Dār al-fikr, 1417 H/1996.
  • Al-Basawi, Abu Yusuf Ya'qub bin Sufyan. Kitab al-Ma'rifah wa al-Tārikh. Riset: Akram Dhiyā al-'Amri. Beirut: Muassasah al-Risalah, cet. I, 1401 H.
  • Al-Dinawari, Abu Hanifah Ahmad bin Daud. Akhbār al-Thiwāl. Terjemahan Mahmud Mahdawi Damghāni. Tehran: Penerbit Nai, cet. IV, 1412 H.
  • Al-Dinawari, Abu Hanifah Ahmad bin Daud.Akhbār al-Thiwāl. Riset: Abdul Mun'im Amir, Revisi: Jamaluddin Syayal. Qom: 1409 H.
  • Al-Dzahabi, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad. Siyar A'lām al-Nubala'. Beirut: Muassasah al-Risalah, cet. VII, 1410 H.
  • Al-Dzahabi, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad. Tārikh al-Islam wa Wafayāt al-Masyāhir wa al-A'lām. Riset: Umar Abdussalam Tudmari. Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, cet. II, 1413 H.
  • Al-Jazairi, Ni'matullah bin Abdullah. Riyādh al-Abrār fi Manāqib al-Aimmah al-Athhār. Beirut: Muassasah al-Tārikh al-Arabi, cet. I, 1427 H.
  • Al-Kasysyi, Muhammad bin Umar. Rijāl al-Kasysyī. Masyhad: Intisyārat-e Dānesygāh-e Masyhad, 1348 Sh.
  • Al-Khui, Abu al-Qasim. Mu'jam Rijāl al-Hadits wa Tafshili Thabaqāt al-Ruwāt. Qom: Markaz Nasyr al-Tsaqafah al-Islamiyah.
  • Al-Majlisī, Muhammad Baqir. Bihār al-Anwār al-Jāmi'a li Dhurar Akhbār al-Aimmah al-Athhār. Edisi ke-3. Beirut: Dar Ihyaʾ al-Turats al-'Arabi, 1403 H.
  • Al-Mamaqami, Abdullah. Tanqih al-Maqāl fi Ilm al-Rijāl. Najaf: al-Murtadhāwiyah, 1349 H.
  • Al-Maqdisi, Muthahhar bin Thahir. Affarinesy wa Tārikh. Terjemahan Muhammad Ridha Syāfi'i Kudkani. Teheran,: Āgeh, cet. I, 1415 H.
  • Al-Mas'udi, Abul Hasan Ali bin al-Husain bin Ali. Muruj al-Dzahab wa Ma'ādin al-Jauhar. Riset: As'ad Daghir. Qom: Dar al-Hijrah, cet. II, 1409 H.
  • Al-Sam'ani, Abu Said Abdul Karim bin Muhamamd bin Manshur al-Tamimi. Al-Ansāb. Riset: Abdurrahman bin Yahya al-Mu'allimi al-Yamani. Haidarabad: Majlis Dairah al-Ma'arif al-Usmani.
  • Al-Tehrani, Aqha Buzurgh. Al-Dharī'ah ilā Tashānīf al-Syi'ah. Edisi ke-3. Beirut: Dār al-Adwāʾ, 1403 H.
  • Al-Thabari, Muhammad bin Jarīr. Tārīkh al-Umam wa al-Mulūk. Diedit oleh Muhammad Abul Fadhl Ibrāhīm. Edisi ke-2. Beirut: Dar al-Turāts, 1387 H.
  • Al-Thusi, Muhammad Hasan. Rijal Thusi. Qom: Muassasah Nasyre Islami, Jamiah Mudarrisin, 1414 H.
  • Al-Thusi, Muhammad Hasan.Tahdzib al-Ahkām. Tehran: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1407 H.
  • Al-Ya'qūbī, Ahmad bin Ishāq. Tārīkh al-Ya'qūbī. Beirut: Dār Shādir, tanpa tahun.
  • Binesy, Abdul Husain. Bā Kāravān-e Husaini (Bersama Kafilah Husain). Qum: Zamzame Hidayat, 1428 H.
  • Ibnu A'tsam Kufi, Ahmad al-Kufi. Kitab al-Futuh. Riset: Ali Syīri. Beirut: Dar al-Adwā'n cet. I, 1411 H.
  • Ibnu Atsir, Abul Hasan Ali bin Muhammad. al-Kāmil fi al-Tārikh. Beirut: Dar Shadir, Dar Beirut, 1385 H.
  • Ibnu Atsir, Abul Hasan Ali bin Muhammad. Usdu al-Ghābah fi Ma'rifah al-Shahābah. Beirut: Dar al-Fikr, 1409 H.
  • Ibnu Babawaih, Muhamamd bin Ali. 'Ilal al-Syarāyi'. Qom: Kitab Furusyi Dowari, 1416 H.
  • Ibnu Habib, Abu Ja'far Muhammad bin Habib bin Umayyah. Kitab al-Muhabbar. Riset: Elza Lekhten Shtiter. Beirut: Dar al-Afāq al-Jadidah
  • Ibnu Hajar, Ahmad bin Ali Atsqalani. Al-'Ishābah fi Tamyiz al-Shahābah. Riset: 'Ādil Ahmad Abdul Maujud dan Ali Muhammad Mu'awwadh. Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyah, cet. I, 1415 H.
  • Ibnu Hazm. Jamharah Ansābul Arab. Riset: Dewan Ulama. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, cet. I, 1403 H.
  • Ibnu Jauzī, Abu al-Faraj Abdurrahman bin Ali bin Muhammad. Al-Muntazham fi Tārīkh al-Umam wa al-Muluk. Riset: Muhammad Abdul Qādir 'Atha dan Mustafa Abdul Qadir 'Atha Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, cet. I, 1412 H.
  • Ibnu Khaldun, Abdurrahman bin Khaldun. Muqaddimah Ibni Khaldun. Terjemahan Muhammad Parwin Gunābādī. Tehran: Penerbit Ilmī wa Farhanggī, cet. VIII, 1416 H.
  • Ibnu Qutaibah, Abu Muhammad Abdullah bin Muslim. Al-Ma'ārif. Riset: Tsirwat Ukkasyah. Kairo: al-Haiah al-Mishriyah al-'Ammah lil Kitab, cet. II, 1412 H.
  • Ibnu Sa'ad, Muhammad bin Sa'ad bin Manī' al-Hasyimi. Al-Thabaqāt al-Kubrā. Riset: Muhammd Abdul Qādir 'Atha. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, cet. I, 1410 H.
  • Ibnu Syahrasyub. Ma'ālim al-Ulama. Masyhad: Muassasah Āl al-Bait, 1432 H.
  • Ibnu Thuqthaqi, Muhammad bin Ali bin Thabathabai.Al-Fakhrī fi al-Adāb al-Sulthaniyah wa al-Duwal al-Islamiyah. Riset: Abdul Qādīr Muhammad Mayu. Beirut: Dar al-Qalam al-Arabi, cet. I, 1418 H.
  • Kariyutli, Ali Husain. Aineh 'Ashre Umawi ya Mukhtar Tsaqafi. Terjemahan Abul Fadhl Thabāthabāi. Tehran: Padideh, 4431, Habibi.
  • Mahdi Ghulam Ali, Mujtaba Gharib. Mukhtar Tsaqafi dar Gustare Ātsāre Rijāliyān. Majalah Andisyeh, tahun ke-5 dan ke-6, vol.10-11.
  • Majhul, Akhbār al-Daulah al-Abbasiyah wa fihi Akhbār al-'Abbās wa Waladihi. Riset: Abdul Aziz al-Dauri wa Abdul Jabbar al-Mathlabi. Beirut: al-Thali'ah, 1391 H.
  • Maqrizi, Ahmad bin Ali. Imta' al-Asma' bimā li al-Nabi min al-Ahwāl wa al-Amwāl wa al-Hafdah wa al-Matā' . Diedit oleh Muhammad Abdul Hamid al-Namisi. Beirut: Darul Kutub al-'Ilmiyah, 1420 H.
  • Time Penulis. Peyāmadhā-ye 'Asyura. Qum: Zamzam, 1429 H.
  • Zirikli, Khairuddin. Al-A'lām Qamus Tarajum li Asyhar al-Rijal wa al-Nisa' min al-Arab wa al-Mustaghribin wa al-Mustasyriqin. Beirut, Dar al- 'Ilm li al-Malayin, 1409 H.