Zamzam
Zamzam (bahasa Arab: بئر الزمزم) adalah sumur terkenal yang terletak di kawasan Masjidil Haram sekitar 21 meter bagian timur Kakbah. Sumur tersebut menurut riwayat adalah sebuah mata air yang mengalir karena kehendak dan kasih sayang Allah swt untuk Nabi Ismail as yang dilanda kehausan berat. Nabi Muhammad saw menyebut air Zamzam adalah sebaik-baiknya air di muka bumi yang mengandung keberkahan dan penyembuhan.
Sumur Zamzam pada mulanya adalah satu-satunya sumber mata air di kota Makkah, yang pada perkembangan selanjutnya digalilah sejumlah sumur lain di kota Makkah dan sekitarnya. Namun meski terdapat banyak sumur lainnya, sumur Zamzam tetap memiliki keistimewaan dan keutamaan tersendiri bagi penduduk kota Makkah. Mereka mengutamakan menggunakan air Zamzam untuk memandikan jenazah termasuk untuk mengkonsumsinya sehari-hari. saat ini, air Zamzam dapat diambil melalui pompa air yang disalurkan melalui pipa-pipa yang memudahkan peziarah untuk mengambilnya. Diantara hadiah yang dibawa pulang paling utama sehabis berziarah di Masjidil Haram adalah air Zamzam.
Sebab Penamaan
Abdul Muththalib memberikan nama mata air tersebut dengan sebutan Zamzam.[1] Ada beberapa sebab penamaan air tersebut dengan Zamzam:
- Karena melimpah dan rasanya manis. Zamzam secara bahasa artinya adalah air yang melimpah dan rasanya manis.
- Untuk memperbanyak air pada mata air tersebut.
- Bunda Hajar ketika melihat air mengalir dari arah bawah kaki Ismail segera menahan air agar tergenang (Zamma ( زمّ ) dalam bahasa Arab artinya mengambil atau mengumpulkan sesuatu yang berada di depan mata).
- Disebabkan ucapan malaikat Jibril as, sebab ucapan malaikat Jibril as adalah Zamzam.
Nama Lain Air Zamzam
Air Zamzam memiliki nama lain yang juga populer diantaranya, Rakdhatu Jibrail (رکضة جبرئیل) yang artinya jejak kaki Malaikat Jibril as, Hafiratu Ismail (حَفیرَةُ اسماعیل) yang artinya sumur Ismail, Hafiratu Abdul Muthalib (حفیرةُ عبدالمطلب) yang artinya sumur Abdul Muthalib, Birrah (بِرَّه) yang artinya penuh kebaikan, Madhnunah ( مَضنونَه ) yang artinya sangat indah (sempurna), Rawa (رواء) yang artinya kehormatan, Syaba'ah ( شَبعَه ) yang artinya mengenyangkan, Syifa Suqam (شِفاء سُقم) yang artinya menyembuhkan penyakit, serta nama lainnya seperti Sayyidah, Nafi'ah, Aunah, Busyra, Shafiyah, Ashimah, Salimah, Maimunah, Mubarakah, Kafiyah, 'Afiyah,Thahirah dan Tha'amin Thu'm.
Zamzam dalam Pandangan Riwayat
Dalam periwayatan Syiah maupun Sunni, banyak yang berbicara mengenai air Zamzam, diantaranya:
- Sebaik-baiknya air di muka bumi [catatan 1]
- Memberikan kesembuhan[2].
- Menghilangkan ketakutan dan kecemasan [3].
- Penyebab semakin meningkatnya ilmu yang bermanfaat.
- Memperluas rezeki dan menambah penghasilan.[catatan 2]
- Pesan untuk menghadiahkan kepada orang lain.[catatan 3]
- Khasiat meminum dan membasuh tubuh dengan air Zamzam.[catatan 4]
- Fadhilah mengambil berkah.
- Membuka langit-langit bayi dengan air tersebut. [catatan 5]
Adab Menggunakan Air Zamzam
Disunnahkan setelah meminumnya membaca doa berikut:
اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ عِلْماً نَافِعاً وَ رِزْقاً وَاسِعاً وَ شِفَاءً مِنْ کُلِّ دَاءٍ "Ya Allah jadikan amal ini sebagai penambah ilmu yang bermanfaat, rezki yang luas dan penyembuh semua penyakit"
Disunnahkan jemaah haji setelah mendirikan salat Tawaf dan sebelum melakukan sa'i untuk meminum air Zamzam dan membasahi kepala, punggung dan perutnya dengan air Zamzam serta berkata:
للَّهُمَّ اجْعَلْهُ عِلْماً نَافِعاً وَ رِزْقاً وَاسِعاً وَ شِفَاءً مِنْ کلِّ دَاءٍ وَ سُقْم "Ya Allah jadikan amal ini sebagai penambah ilmu yang bermanfaat, rezki yang luas dan penyembuh semua penyakit."[4] Meminum air Zamzam khususnya sebelum melakukan sa'i antara Shafa dan Marwah [5] dan setelah melakukan tawaf Wada' [6] sunnah hukumnya. Demikian pula disunnahkan menjadikan air Zamzam sebagai hadiah [7] dan memintanya sebagai hadiah [8] serta mencuci kain kafan dengannya. [9]
Sejarah Singkat Air Zamzam
Sejarah air Zamzam dimulai dari kisah Nabi Ibrahim as yang sesuai perintah Allah swt mengasingkan Siti Hajar dan putranya Ismail as ke Makkah , daerah yang gersang dan tandus. Dalam waktu yang tidak lama, perbekalan air yang dibawa Siti Hajar telah habis. Khawatir dengan kondisi Ismail yang mulai dilanda rasa haus, Siti Hajar berlari-lari kecil mencari air antara bukit Shafa dan Marwah dan pulang balik sebanyak tujuh kali. Sewaktu ia kembali ke sisi bayinya dengan tangan hampa, ia melihat Malaikat Jibril as memukul tanah yang dengan kekuasaan Allah swt memancar seketika air yang banyak dari tempat itu. Siti Hajar segera menggapai air tersebut dan berkata" Zam..zam…" yang artinya, berhentilah. Maksudnya adalah agar air tersebut menggenang dan tidak mengering.
Mengenai bagaimana air Zamzam itu bisa muncul terdapat perbedaan pendapat. Sebagian mengatakan bahwa malaikat Jibril as berwujud manusia biasa menggali lubang yang kemudian menjadi mata air yang memancarkan air Zamzam. Sebagian pendapat lain menyebutkan, bahwa mata air Zamzam muncul melalui hentakan kaki kecil Ismail as ke tanah, yang dari situ mengalirlah air Zamzam (yang kemudian dikenal sebagai salah satu mukjizat Nabi Ismail as).
Demikian pula dalam periwayatan Sunni maupun Syiah terdapat berbagai versi yang berbeda yang membuat sejarawan juga memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai hal ini.[10]
Posisi Air Zamzam dalam Sejarah
Pada sebagian riwayat sejarah dapat ditemukan penjelasan mengenai keberkahan dan keistimewaan air Zamzam. Sebelum periode Islam, bangsa-bangsa sebelumnya telah memberikan perhatian besar pada air Zamzam. Fakihi dalam kitab Akhbār Makkah menukil dari Mujahid menulis: Dalam perjalanan kami ke Rum, kami bertemu seorang rahib yang mempersilahkan kami bermalam di rumahnya. Ia bertanya kepada kami, "Apakah ada diantara kalian yang berasal dari kota Makkah ?". Saya berkata, "Iya." Ia bertanya lagi, "Apakah anda tahu jarak antara Zamzam dengan Hajar?". Saya menjawab, "Tidak tahu. Kecuali saya hanya bisa menduga dan memperkirakan saja." Ia berkata, "Tapi saya mengetahuinya. Air Zamzam mengalir dari bawah Hajar yang jika saya memiliki tempat yang berisi dengan air tersebut, itu lebih saya sukai dari pada memiliki tempat yang penuh dengan emas."[11]
Dalam Taurat, kawasan tempat terjadinya peristiwa Ismail dan Siti Hajar diberi nama Bi'ru Syaba' (بِئر شَبَع).[12]Air Zamzam bagi penduduk kota Makkah sangat dimuliakan. Mereka menggunakan air Zamzam untuk memandikan jenazah dan untuk keperluan sehari-hari termasuk meminumnya.[13]
Mengeringnya Air Zamzam Pertama Kali
Di gurun Makkah, yang tidak ada sumber mata air sama sekali, membuat tidak ada seorangpun yang menjadikan kawasan tersebut sebagai pemukiman sampai kemudian Allah swt memancarkan air Zamzam untuk Nabi Ismail as di tempat tersebut. Sejak itu berdatanganlah kabilah untuk menetap di samping mata air tersebut. Diantara kabilah yang pertama kali menetap di Makkah adalah Jurhum, kabilah yang berasal dari Yaman.
Kabilah Jurhum menggunakan air Zamzam selama bertahun-tahun dan menetap di tempat tersebut. Hanya saja, kabilah Jurhum bukanlah orang-orang yang taat pada hukum-hukum agama, dan tidak memperhatikan halal-haram. Mereka tidak memberikan penghormatan yang semestinya pada Baitullah. Sumbangan untuk perawatan Baitullah mereka gunakan baik sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan untuk kemaksiatan dan dosa besar. Oleh karena itu, sumur Zamzam secara bertahap tidak mengalirkan airnya sampai akhirnya mengering sama sekali.
Dengan berlalunya waktu telah terjadi berkali-kali banjir, membuat mata air Zamzam tidak diketahui lagi letaknya. Kedatangan Kabilah Khuza'ah membuat kabilah Jurhum tersingkir dan akhirnya meninggalkan Haram. [14]
Penggalian Kembali Sumur Zamzam
Dimasa Abdul Muththalib, pembesar Kabilah Quraisy menjadi penjaga Baitullah dan pelayan para peziarah, ia membuat sejumlah sumur di sekitar kota Makkah yang dari sumur-sumur itu ia melayani peziarah dan jemaah haji. Namun di masa Abdul Muththalib, kota Makkah dilanda musim kemarau yang panjang. Tidak turunnya hujan dalam waktu yang lama membuat sumur-sumur mengering. Abdul Muthalib suatu hari tidur di Hijir Ismail, kemudian ia bermimpi ditemui seseorang yang berkata, "Galilah Barrah!". Ia bertanya, "Barrah itu apa?". Pada hari kedua, ia bermimpi lagi, kali ini orang yang menemuinya dalam mimpi berkata, "Galilah Thaibah!". Pada hari ketiga, ia kembali bermimpi ditemui seseorang yang berkata, "Galilah Madhnunah!". Kembali karena tidak mengerti, Abdul Muthalib bertanya, "Madhnunah itu apa?".
Pada hari keempat, Abdul Muththalib kembali bermimpi seseorang mendatanginya dan berkata, "Galilah Zamzam!". Orang tersebutpun memberikan sejumlah tanda-tanda mengenai lokasi Zamzam yang harus digalinya.[15]
Melalui informasi yang tersempaikan lewat mimpi tersebut Abdul Muththalibpun mengetahui lokasi air Zamzam dan memulai melakukan penggalian bersama putranya Harits.[16]
Zamzam dalam Lintasan Sejarah
Yang pertama kali membuatkan atap pada sumur Zamzam di areal Masjidil Haram antara Rukun dan Maqam adalah Abbas bin Abdul Muththalib sehingga diberi nama "siqayatu al 'Abbas". Pada tahun 65 H, ketika terjadi perluasan masjidil Haram, sumur tersebut dipindahkan dibagian timur Masjidil Haram dan dibuatkan kubah dari kayu yang diberi nama, "Qubbat al-Abbas".
Mahdi Abbas membangunkan dua kubah lainnya di sisi sumur Zamzam. Salah satu kubah tersebut untuk tempat menyimpan Alquran. Setelah beberapa waktu berlalu, dimasa pemerintahan Bani Umayyah, sumur Zamzam mengering sehinga dasar sumur bisa digunakan salat. Sehingga dilakukan penggalian lebih dalam lagi sampai air Zamzam kembali mengalir.
Pada tahun 1126 H/1714, diadakan renovasi pada "Qubbat al-Abbas" yang diubah bentuknya menjadi segi delapan, yang sebelumnya berbentuk segi empat. Kubah yang dijadikan tempat menyimpan Alquran sering dijadikan tempat belajar oleh pelajar agama, sampai pada tahun 1259 H sebuah perpustakaan dibangun di sisi sumur Zamzam yang kemudian karena perluasan perpustakaan saat ini berada di luar areal Masjidil Haram dengan nama Maktabah al-Haram al-Makki al-Syarif.
Untuk melayani peziarah dan jemaah haji yang semakin membludak setiap tahunnya, pada tahun 1374 H/1955 digunakanlah pertama kalinya pompa air di dasar sumur Zamzam. Namun dikarenakan kontruksi bangunan saat itu menghalangi peziarah yang hendak melakukan tawaf maka pada tahun 1383 H/1964 dilakukan renovasi dan perombakan besar-besaran dengan membuat ruang dua lantai di bawah tanah.[17] Dengan renovasi tesebut, sumur Zamzam terpisah sekitar 5 meter dari dasar Masjidil Haram. Mulut sumur yang sebelumnya 1 m menjadi berdiameter 2,5 m dengan kedalaman mencapai 30 atau 40 m.[18]
Sumur Zamzam pada Hari ini
Dalam beberapa tahun terakhir, areal yang lebih luas diperlukan untuk tawaf karena meningkatnya jumlah peziarah. Oleh karena itu, konstruksi bawah tanah tidak lagi digunakan dan sebagai gantinya, konstruksi khusus dibuat untuk Zamzam di sisi timur Masjidil Haram. Selain posisi ini, ada tempat-tempat khusus lainnya untuk air Zamzam di berbagai sudut Haram dengan memperbanyak wadah penampungan air. Namun kembali diadakan perombakan untuk memperluas kapasitas Masjidil Haram.
Saat ini air Zamzam dialirkan ke pusat pemurnian yang terletak di Ajyad, dekat Tariq al-Da'iri. Setelah diambil dari sumur. Setelah pemurnian, air didinginkan di sebuah bangunan khusus di dekat Bab al-fath, dan kemudian dibawa kembali ke Masjidil Haram. Sejumlah air Zamzam dikirim ke Masjid Nabawi oleh tangki air setiap harinya. Hal ini umum bagi umat Islam untuk mengambil air Zamzam ke kota-kota mereka setelah melakukan haji dan umrah. [19] Rata-rata konsumsi air Zamzam oleh peziarah Baitullah 10 ribu meter kubik setiap harinya. [20]
Air Zamzam yang pada awalnya diambil dengan menggunakan ember yang diikatkan pada tali, pada hari ini dialirkan melalui pompa listrik ke sejumlah wadah besar yang dibuat disekitar Haram yang dapat dengan mudah diakses oleh peziarah. Sumur Zamzam tetap dapat dilihat pada sebuah ruang bawah tanah di balik kaca oleh para peziarah, namun peziarah tidak diizinkan masuk. [21]
catatan
- ↑ Nabi Muhammad saw bersabda: Air Zamzam sebaik-baiknya air di muka bumi. خَیرُ ما ینبع عَلی وجه الأرض ماءُ زمزم (Mustadrak al-Wasāil, jld. 9, hlm. 349).
- ↑ Muawiyah bin Ammar dari Imam Shadiq as meriwayatkan, "Begitu selesai melakukan salat thawaf dua raka'at mendekatlah ke Hajar al-Aswad dan kecuplah, kemudian jika mampu maka pergilah ke Shafa dan minumlah air Zamzam dan disaat hendak meminumnya, ucapkanlah: اَللّهُمَّ اجْعَلْهُ عِلْما نافِعا وَرِزْقا واسِعا وَ شِفاءا مِنْ کُلِّ داءٍ وسُقمْ. (Wasail al-Syiah, jld. 9, hlm. 514 dan 515).
- ↑ Syaikh Shaduq berkata, "Dalam riwayat disebutkan barangsiapa meminum air Zamzam maka ia akan mendapatkan kesembuhan." (Man Lā Yahdhuru al-Faqih, jld. 2, hlm. 208, hadits ke 2166).
- ↑ Ali bin Mahzyar berkata, "Saya melihat Abu Ja'far Tsani (Imam Muhammad Taqi as) pada malam ke 11 Dzulhijjah melakukan thawaf nisa' dan shalat di belakang maqam Ibrahim. Setelah itu ia memasuki sumur Zamzam dan dengan menghadap ke arah Hajar al-Aswad ia mengambil air dengan ember kemudian meminumnya dan membasahi beberapa bagian tubuhnya dengan air Zamzam tersebut." Ali bin Mahziyar lebih lanjut mengatakan, "Sebagian dari sahabat kami mengabarkan kepada kami pada tahun setelahnya mereka juga melihat Imam kembali melakukan hal yang sama." (Al-Kāfi, jld. 4, hlm. 431).
- ↑ Dari perkataan Habaib yang diucapkan kepada 'Atha, mengatakan, "Saya mengambil air Zamzam. Bagaimana menurut kamu? Ia menjawab, "Iya, silakan, tidak ada larangan untuk itu, karena Rasulullah saw juga mengambil air tersebut dan menaruhnya kedalam gelas kemudian dicampurkannya dengan 'Ajwah (salah satu jenis kurma) dan kemudian diberikannya kepada Hasan as dan Husain as untuk mengambil keberkahannya." (Akhbar Makkah , jld. 2, hlm. 51). </ref>
Catatan Kaki
- ↑ Wasāil al-Syiah, jld. 9, hlm. 496.
- ↑ Dalam Bihār al-Anwār jld. 99, hlm. 245. ماءُ زَمْزَم شفاء لمن استعمل Artinya, "Air Zamzam memberikan kesembuhan bagi siapapun yang meminumnya."
- ↑ Dinukil dari kitab Fiqh al-Ridha as: ماء زمزم شفاء مِن کُلِّ داءٍ وَسُقْم وَأمانٌ مِنْ کُلِّ خَوفٍ وَحُزْن. Bihār al-Anwār, jld. 99, hlm. 245. Artinya, "Air Zamzam memberikan kesembuhan untuk berbagai penyakit dan memberikan rasa aman dari setiap ketakutan dan kesedihan."
- ↑ Site Haji dan Ziarah Iran.
- ↑ Jawāhir al-Kalām, jld. 19, hlm. 411.
- ↑ Jawāhir al-Kalām, jld. 20, hlm. 65.
- ↑ Jawāhir al-Kalām, jld. 20, hlm. 66.
- ↑ Wasāil al-Syiah, jld. 13, hlm. 245.
- ↑ Al-'Urwatu al-Wutsqa, jld. 2, hlm. 75.
- ↑ [http://www.hawzah.net/fa/magazine/view/4789/4797/39706 Site Hauzah (bahasa Persia).
- ↑ Akhbar Makkah, fi Qadim al-Dahar wa Haditsah, jld. 2, hlm. 48.
- ↑ Taurat, Genesis, 15:21.
- ↑ Tārikh wa Atsār Islami Makkah wa Madinah, hlm.88-91.
- ↑ [http://hajj.ir/99/3551 Site Haji dan Ziarah Iran (bahsa Persia).
- ↑ Furu' Kāfi, jld. 4, hlm. 219.
- ↑ Site Haji dan Ziarah Iran (bahasa Persia).
- ↑ Site Haji dan Ziarah Iran (bahsa Persia).
- ↑ Site Alif (bahasa Persia).
- ↑ Site Haji dan Ziarah Iran (bahasa Persia).
- ↑ Site Haji dan Ziarah Iran (bahasa Persia).
- ↑ Site Alif (bahasa Persia).
Daftar Pustaka
- Shaduq, Muhammad bin Ali. Lā Yahdhuru al-Faqih. penerbit: Shaduq, 1988.
- Amuli, Muhammad bin Hasan. Wasāil al-Syiah. Qom: Muasasah Ali al-Bait as, 1409 H.
- Fakihi, Muhammad bin Ishak. Akhbār Makkah fi Qadim al-Dahr wa Haditsah. Makkah al-Mukarramah, Maktabah al-Asadi.
- Kulaini, Muhammad bin Ya'qub. Al-Kāfi. Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1407 H.
- Majlisi, Muhammad Baqir. Bihār al-Anwār. Teheran: Dar al-Kutub Islamiyah, 1362 S.
- Najafi, Muhammad Hasan bin Baqir. Jawāhir al-Kalām fi Syarh Syarā'i al-Isla. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi.
- Nuri, Mirza Husain. Mustadrak al-Wasail. Qom: Muasasah Ali al-Bait Li Ihya' al-Turats, 1407 H.
- Yazdi, Sayid Kadzhim. Al-'Urwatu al-Wutsqa. Qom: Muasasah Nasyr Islami.