Rukuk

Prioritas: b, Kualitas: b
Dari wikishia
(Dialihkan dari Ruku)
Keadaan Rukuk

Rukuk atau Ruku' (bahasa Arab:رکوع) merupakan bagian dari salat yang berarti membungkukkan badan hingga jari-jarinya menyentuh lutut. rukuk merupakan bagian dari Rukun-rukun Salat dan harus dilakukan dalam setiap rakaat dalam setiap salat wajib dan mustahab sebanyak sekali kecuali dalam salat Ayat dimana dalam salat ayat, setiap rakaat harus melakukan rukuk sebanyak lima kali.

Furu'uddin

Salat

Wajib: Salat JumatSalat IdSalat AyatSalat Mayit


Ibadah-ibadah lainnya
PuasaKhumusZakatHajiJihadAmar Makruf dan Nahi MungkarTawalliTabarri


Hukum-hukum bersuci
WudhuMandiTayammumNajasatMuthahhirat


Hukum-hukum Perdata
PengacaraWasiatGaransiJaminanWarisan


Hukum-hukum Keluarga
PerkawinanPerkawinan TemporerPoligamiTalakMaharMenyusuiJimakKenikmatanMahram


Hukum-hukum Yudisial
Putusan HakimBatasan-batasan hukumKisas


Hukum-hukum Ekonomi
Jual Beli (penjualan)SewaKreditRibaPinjaman


Hukum-hukum Lain
HijabSedekahNazarTaklidMakanan dan MinumanWakaf


Pranala Terkait
BalighFikihHukum-hukum SyariatBuku Panduan Fatwa-fatwaWajibHaramMustahabMubahMakruhDua Kalimat Syahadat


Pentingnya Rukuk

rukuk secara leksikal adalah membungkukkan dan menundukkan kepala dan menurut istilah syar'i bermakna membungkukkan badan bagi orang-orang yang salat hingga jari-jari tangannya menyentuh lutut. [1] rukuk sebagai simbol dari ubudiyah dan salat yang diisyaratkan dalam 10 ayat Al-Qur'an, seperti ayat 77 Surah Al-Hajj یا أَیهَا الَّذینَ آمَنُوا ارْکعُوا وَ اسْجُدُوا وَ اعْبُدُوا رَبَّکمْ وَ افْعَلُوا الْخَیرَ لَعَلَّکمْ تُفْلِحُونَ "Hai orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah, sembahlah Tuhanmu, dan perbuatlah kebaikan, supaya kamu mendapat kemenangan" [2] Dalam riwayat-riwayat Ahlulbait as juga ditegaskan tentang kedudukan penting rukuk dan anjuran untuk memperlama rukuk [3] kecuali dalam Salat Jamaah. [4] Dalam dua kitab Wasail al-Syi'ah dan al-Mustadrak terdapat 182 riwayat yang membahas tentang hukum-hukum rukuk.

Rukuk bagian dari salat ataukah merupakan Ibadah-ibadah yang mandiri

Pada ayat-ayat seperti ayat 77 surah Haj telah diperintahkan untuk rukuk dan sujud, sebagian para mufasir dengan memperhatikan bahwa rukuk dikatakan secara berdekatan dengan sujud, dan dari sisi bahwa sujud disamping merupakan bagian dari salat, juga merupakan bagian ibadah mandiri yang bisa dilakukan diluar salat maka rukuk merupakan ibadah yang mandiri, namun sebagian fuqaha berpendapat bahwa yang dimaksud dengan rukuk adalah rukuk yang ada dalam salat dan hal itu bukan merupakan ibadah yang mandiri. [5]

Rukun Salat

rukuk, di samping bagian dari kewajiban salat, juga merupakan rukun salat dan dalam setiap rakaat apakah salat wajib ataukah mustahab, rukuk dilakukan sekali. Salat Ayat memiliki lima rukuk. [6] Rukun-rukun salat adalah bagian-bagian salat yang jika pelaku salat meninggalkan atau menambahkannya baik sengaja ataukah karena lupa, maka akan membatalkan salat. [7] Sebagian ulama-ulama terdahulu, membedakan antara dua rakaat pertama dan dua rakaat terakhir dan berkata bahwa pada dua rakaat terakhir, jika pelaku salat ingat bahwa ia tidak ruku setelah dua sujud, maka ia harus kembali dan melaksanakan rukuk dan sujud kembali dan dalam hal ini salatnya adalah benar. Pandangan ini berseberangan dengan pandangan masyhur diantara para fukaha dan para Marja' Taklid pada masa sekarang. [8]

Kewajiban Rukuk

Rukuk harus dikerjakan pada setiap rakaat baik pada salat wajib maupun mustahab dan dikerjakan sebelum sujud. Untuk melakukan rukun wajib ini harus menunduk dengan berniat melakukan rukuk dengan membungkukkan badan seukuran dengan tangannya sampai ke lutut [9] sebagian fuqaha mengatakan harus pula meletakkan tangan di atas lutut. [10] Setelah badan berada dalam keadaan tenang (tumakninah), mengucapkan dzikir rukuk dengan bahasa Arab secara benar. Dzikir khusus rukuk adalah: «سُبْحانَ رَبِّی الْاَعْلیٰ وَ بِحَمْدِهِ» Dan bisa juga dengan membaca: «سُبْحانَ اللّهِ» sebanyak tiga kali. Sebagian marja taklid berkata bahwa dalam rukuk tidak boleh berdzikir selain dengan dzikir yang telah disebutkan. [11] [12] Meninggalkan secara sengaja keadaan tenang (tumakninah) ketika berdzikir rukuk menyebabkan salat menjadi batal, namun meninggalkannya tanpa disengaja tidak menyebabkan salat menjadi batil. Jika hal ini terjadi, jika ia menyadarinya sebelum mengangkat kepala dari rukuk maka ia harus membaca dzikir dengan tumakninah [13] dan setelah selesai membaca dzikir, harus berdiri dan setelah badan tenang, melanjutkan sujud. Berdiri sebelum rukuk juga merupakan rukun salat dan meninggalkannya baik disengaja ataukah tidak, maka akan menyebabkan salat menjadi batal. Oleh itu, orang-orang yang tidak melakukan salat dengan berdiri, jika mampu maka ia harus berdiri ketika mengucapkan takbiratul ikhram dan rukuk.

Hukum Lupa dan Ragu-ragu

Apabila sebelum sujud, pelaku salat ingat bahwa ia belum melakukan rukuk, maka ia harus berdiri tegak kemudian melakukan rukuk. Apabila ia tengah berada pada sujud yang ke-2, atau setelahnya ia baru ingat bahwa tidak melakukan rukuk, maka salatnya menjadi batal karena rukuk merupakan bagian dari rukun salat dan meninggalkan secara sengaja ataukah tidak sengaja maka akan membatalkan salat. Apabila sebelum sujud, ragu apakah ia telah rukuk ataukah belum, maka ia harus melakukan rukuk dan apabila setelah sujud ia ragu apakah sudah rukuk ataukah belum, maka jangan memperhatikan keraguannya dan lanjutkan salat. [14] Meninggalkan secara sengaja dzikir rukuk menyebabkan salat menjadi batal, namun apabila setelah rukuk baru menyadari bahwa ia tidak membaca dzikir rukuk, maka ia tidak boleh kembali ke rukuk dan salatnya benar. Sebagian marja taklid, menaruh perhatian tentang kelebihan atau kekurangan bacaan dzikir ruku, dan setelah selesai salat, ia harus melakukan sujud sahwi. [15]

Hukum-hukum Rukuk dalam Salat Jamaah

Apabila orang yang melakukan ia bisa mengikuti rukuk yang dilakukan oleh imam jamaah, maka salatnya sah dan dihitung sebagai rakaat awal salatnya. Apabila pelaku salat sudah berniat mengikuti Imam, namun Imam bangun sebelum ia rukuk, maka terkait hukum bahwa ia harus melanjutkan salat dengan furada (sendiri) atau berdiri menunggu hingga Imam bangun dari sujud dan rakaat setelahnya dihitung sebagai rakaat pertama baginya, maka dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat diantara para fuqaha. [16] Apabila ketika rukuk, Imam jamaah bangun dari rukuk, terkait dengan bagaimana hukum kebatalan salatnya atau ia harus menyelesaikan dengan cara furada terdapat perbedaan pendapat diantara fuqaha. [17] Dalam salat jamaah apabila makmum secara sengaja bangun dari rukuk sebelum Imam bangun dari rukuk, berdasarkan pendapat masyhur, ia harus melakukan rukuk kembali dan mengikuti Imam, bertambahnya rukuk dalam hal ini tidak menyebabkan rukuk menjadi batal. [18] Berdasarkan pendapat masyhur, makmum yang mendapati rukuk Imam pada rakaat ke dua salat Jumat, maka ia pada dasarnya telah melakukan salat Jumat dan harus melanjutkan rakaat keduanya secara furada. [19]

Hal-hal yang mustahab dilakukan ketika Rukuk

  • Mustahab ketika badan dalam keadaan tenang (tumakninah) sebelum rukuk mengucapkan «اَللّهُ اَکْبَرُ» dan setelah rukuk membaca dzikir «سَمِعَ اللّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ». [20]
  • Meletakkan kedua telapak tangan di atas lutut dengan jari-jari yang terbuka
  • Membuka dan merenggangkan tangan dari ke dua paha seperti dua sayap untuk laki-laki dan tidak melakukannya bagi perempuan
  • Meletakkan terlebih dahulu tangan kanan di lutut kanan sebelum meletakkan tangan kiri di lutut kiri
  • Menarik lutut ke belakang dan meluruskan belakang dan mensejajarkan leher dengan kaki. [21]
  • Meletakkan lutut dan mensejajarkan antara yang satu dengan yang lainnya. [22]
  • Memberikan jarak antara dua lutut sebanyak satu jengkal tangan.
  • Mengulang dzikir rukuk dan menyelesaikannya dengan ulangan seperti tiga, lima dan tujuh.
  • Membaca dzikir shalawat kepada Nabi saw dan keluarganya sebelum atau setelah membaca dzikir wajib rukuk
  • Ketika rukuk dan sujud salat, makruh membaca al-Quran [23]


Catatan Kaki

  1. Al-Hadāiq al-Nadhirah, jld. 8, hlm. 234.
  2. Qs al-Baqarah ayat 43 dan 125, Haj ayat 26 dan 77.
  3. Kāfi, jld. 2, hlm. 77.
  4. Thadzib al-Ahkām, jld. 2, hlm. 77.
  5. Islamquest.
  6. Jawāhir al-Kalām, jld. 10, hlm. 69; Al-Urwah al-Wutsqā, jld. 2, hlm. 537.
  7. Ghāyah al-Muram, jld. 1, hlm. 197; Jawāhir al-Kalām, jld. 10, hlm. 69 dan jld. 12, hlm. 243.
  8. Al-Mabsuth, jld. 1, hlm. 109.
  9. Al-Hadāiq al-Nadhirah, jld. 8, hlm. 236-238; Jawāhir al-Kalām, jld. 10, hlm. 73; Mustanad al-Urwah (Al-Salah), jld. 4, hlm. 6-10.
  10. Al-Urwah al-Wutsqa, jld. 2, hlm. 539.
  11. Portal Anhar.
  12. Jawāhir al-Kalām, jld. 10, hlm. 89 dan 97.
  13. Jawāhir al-Kalām, jld. 12, hlm. 275, 276.
  14. Portal Anhar.
  15. Portal Anhar.
  16. Portal Anhar.
  17. Portal Anhar.
  18. Mustamsak al-Urwah, jld. 7, hlm. 269-271.
  19. Jawāhir al-Kalām, jld. 11, hlm. 445-446.
  20. Jawāhir al-Kalām, jld. 10, hlm. 106 dan 116; Al-Urwah al-Wutsqa, jld. 2, hlm. 552 dan 553.
  21. Jawāhir al-Kalām, jld. 10, hlm. 104 dan 105; Al-Urwah al-Wutsqa, jld. 2, hlm. 552.
  22. Al-Darus al-Syar'iyyah, jld. 1, hlm. 178.
  23. Jawāhir al-Kalām, jld. 10, hlm. 116, 121; Urwah al-Wutsqa, jld. 2, hlm. 553.

Daftar Pustaka

  • Farhang Fiqh Muthabiq Madzhab Ahlul Bait as.
  • Sayid Muhammad Kadhim Thabathabai Yazdi. Al-Urwah al-Wutsqā. Qom: Muasasah al-Nasyr al-Islami.
  • Awwal, Sayid Muhsin Hakim (1390). Mustamsak al-Urwah al-Wutsqā. Qom: Muasasah dar al-Tafsir, 1416 H.
  • Yusuf Bahrani (1186), Ali Akhundi. Al-Hadāiq al-Nadhirah fi Ahkām al-Itrah al-Thahirah. Qom: Nasyar Islami, 1363 S.
  • Muhammad Hasan Najafi (1266). Jawāhir al-Kalām di Syarah al-Islam. cet. Ke-7. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi.
  • Muhammad bin al-Hasan al-Thusi (460), Muhammad Baqir Behbudi. Al-Mabsuth fi Fiqh al-Imāmiyyah. Maktabah al-Murtadhawiyah, tanpa tahun.
  • Awwal, Muhammad bin Maki al-Amili al-Syahid Awwal (786 H). Al-Durusy al-Syar'iyyah fi Fiqh al-Imāmiyyah. Qom: Nasyar Islami, 1412 H.
  • Kulaini, Muhammad Ya'qub Kulaini. Al-Kāfi. Ghafari, Akhundi. Teheran: Dar Ihya al-Kitab Islamiyyah, cet. Ke-4, 1407 H.
  • Syekh Thusi, Muhammad bin Hasan. Tahdzib al-Ahkām. Riset: Musawi Khurasan, cet. 4, 1407.