Nabi Adam as
Informasi | |
---|---|
Tempat tinggal | Surga Adam • di muka bumi |
sebelum | Nabi Syits as |
Nama kitab | Suhuf |
Kerabat | Siti Hawa (istri) • Habil (anak) • Qabil (anak) • Nabi Syits as (anak) |
Agama | Tauhid |
Umur | 930 tahun |
Peristiwa penting | Sujudnya para Malaikat kepada Adam as • Hubuth |
Nabi Adam as (bahasa Arab: آدم عليه السلام) menurut riwayat adalah manusia pertama dan bapak seluruh umat manusia. Ia dibentuk dan diciptakan langsung oleh Allah swt. Setelah diberi ruh, para malaikat diminta untuk sujud dihadapannya. Istrinya bernama Hawa, dan keduanya karena memakan buah terlarang atas rayuan setan akhirnya dikeluarkan dari surga. Nabi Adam as adalah khalifah pertama Tuhan di muka bumi dan merupakan nabi yang pertama.
Pembahasan mengenai proses penciptaan, ditiupkannya ruh, sujudnya para malaikat, kemaksuman, diturunkannya ke bumi adalah pembahasan kalam dan riwayat.
Asal Muasal Nama Adam
Kata Adam adalah kata serapan yang masuk ke dalam bahasa Arab. Kata ini digunakan dalam kisah penciptaan manusia yang terdapat dalam kitab Taurat. Namun jika mencari akar katanya dari bahasa Ibrani juga tidak ditemukan kejelasan. Muannats dari kata ini yaitu Adamah ( اَدَمَه ) terdapat dalam bahasa Ibrani yang artinya tanah. Akar ء د م dalam bahasa Ibrani memiliki arti merah yang menunjukkan warna pada tanah yang dari itu Adam diciptakan.[1]
Sebab Penamaan
Meskipun Adam tidak berasal dari bahasa Arab, namun sebagian Mufassir menyebutkan beberapa alasan dari penyebutan Adam dengan nama ini. Seperti misalnya, kata Adam diambil dari istilah "( ادیم الارض )", karena manusia diciptakan berasal dari tanah.[2] Raghib Esfahani menyebutkan 4 alasan penamaan Adam pada manusia pertama:
- Karena tubuh Adam berasal dari tanah yang diambil dari bumi ( ادیم ).
- Karena kulitnya berwarna kecoklat-coklatan.
- Karena ia diciptakan dari beragam unsur dan juga kekuatan yang berbeda-beda ( اُدْمهَ ) artinya kasih sayang dan pencampuran.
- Karena ia bersumber dari ruh dan wewangian Ilahi ( اِدام ) artinya makanan yang berbau wangi.[3]
Nabi Adam as
Dalam literatur dan pemikiran Islam, Nabi Adam as diperkenalkan sebagai manusia dan Nabi pertama yangmana ia diciptakan dari tanah liat [4] dan semua manusia merupakan anak keturunannya.[5] Al-Qur'an beberapa kali membicarakan tentang Adam as dan cerita tentang penciptaannya disebutkan dalam beberapa surah Al-Qur'an seperti, Surah Al-Baqarah,[6] Surah Al-A'raf,[7] Surah Al-Hijr,[8] dan Surah Thaha.[9]
Siti Hawa
Dalam cerita tentang Adam as, beberapa kali disebutkan juga tentang istrinya (Siti Hawa). Ketika Al-Qur'an berbicara kepada manusia keturunan Adam as, tiga kali menyebutkan bahwa kalian diciptakan dari jiwa yang satu dan istrinya (istri Nabi Adam as) juga diciptakan dari jiwa tersebut.[10]
Manusia Pertama
Menurut beberapa riwayat, Adam as bukanlah manusia pertama di bumi. Penelitian ilmiah saat ini juga menunjukkan bahwa spesies manusia diperkirakan hidup di bumi ini selama beberapa juta tahun yang lalu, sementara waktu yang berlalu sejak kelahiran Adam hingga sekarang tidak selama itu. Oleh karena itu, kita harus menerima bahwa ada manusia lain yang hidup di bumi sebelum Adam, yang sedang mengalami kepunahan ketika Adam lahir. Juga tidak menutup kemungkinan anak keturunan Adam menikah dengan sisa salah satu generasi sebelumnya.[11]
Syekh Shaduq, dalam kitab Tauhid meriwayatkan dari Imam Shadiq as, bahwa Imam as berkata kepada Jabir bin Yazid, "Mungkin kalian mengira bahwa Allah swt Tidak menciptakan manusia lain selain kalian. Tidak demikian, namun beribu-ribu Adam telah diciptakan dan kalian adalah generasi terakhir mereka."[12]
Khalifah Tuhan
Kata "khalifah" dalam ayat yang ketika Allah swt berfirman, "Aku akan ciptakan khalifah di muka bumi."[13] itu artinya apa?
Para Mufassir memiliki pandangan yang beragam mengenai hal tersebut, namun mayoritas mengatakan yang dimaksud khalifah adalah wakil Tuhan di muka bumi. Juga terdapat sejumlah riwayat yang berbeda-beda mengenai hal tersebut, namun para Mufassir lebih menguatkan pendapat yang dimaksud khalifah adalah wakil Tuhan.[14]
Dialog Tuhan dengan Malaikat mengenai Penciptaan Adam
Pada dialog antara Tuhan dengan malaikat mengenai penciptaan Adam, disebutkan malaikat berkata kepada Allah swt, "Apakah Engkau hendak menciptakan di muka bumi seseorang yang akan berperang dan saling menumpahkan darah?"[15]
Yang menjadi pertanyaan, darimana para malaikat mengetahui bahwa umat manusia akan terjebak pada situasi saling berperang dan saling membunuh satu sama lain? Mengenai hal ini para Mufassir memiliki pandangan yang beragam dengan menyertakan riwayat masing-masing sebagai penguat.
Thabari dengan menukil banyak riwayat mengajukan beragam pendapat sebagai berikut: Sebagian mengatakan, sebelum manusia diciptakan, telah terlebih dulu ada umat Jin di muka bumi, yang mereka gemar berperang dan saling menumpahkan darah satu sama lain. Melihat itu, para malaikatpun menilai nasib umat manusia juga akan sama dengan umat jin tersebut.
Sebagian juga mengatakan, ketika Allah swt berfirman hendak menciptakan manusia di muka bumi, para malaikat bertanya, bagaimana keadaan mereka kelak? Allah swt menjawab, mereka akan saling berperang dan menumpahkan darah. Karenanya malaikat bertanya, "Untuk apa Engkau menciptakan mereka?" Allah swt berfirman, "Mengenai takdir umat manusia, baik mengenai kebaikan maupun keburukannya Aku sangat mengetahuinya, yang kalian tidak mengetahuinya."
Sebagian lagi mengatakan, sebelum Allah swt menciptakan Adam, Dia menyampaikan informasi mengenai Adam kepada para Malaikat, dan sebagian informasi lainnya Dia rahasiakan, sehingga para malaikat hanya bertanya mengenai informasi yang telah mereka dapatkan.[16]
Thabrisi dalam kitabnya mengajukan tiga pendapat:
- Sebelum manusia diciptakan, telah ada umat Jin di muka bumi, yang mereka saling menumpahkan darah, sehingga malaikat menganalogikan nasib umat manusia tidak akan berubah dengan keadaan umat Jin tersebut.
- Pertanyaan malaikat berupa keinginan untuk mencari tahu, apakah kehidupan manusia kelak diantara mereka saling menumpahkan darah atau tidak?
- Allah swt sendiri yang menyampaikan kepada para malaikat, bahwa nasib manusia kelak akan seperti itu. Namun manfaat lain dari penciptaan Adam, Allah swt tetap rahasiakan sehingga malaikat tetap yakin pada hikmah dan ilmu Allah swt.[17]
Peniupan Ruh Tuhan pada Jasad Adam
Dalam surah Al-Hijr dan Shad, Allah swt menyebutkan ruh-Nya sendiri yang telah ditiupkan-Nya kepada jasad Adam. Demikian pula pada ayat lain, pada proses penciptaan Nabi Isa as, kata "ruh" dinisbatkan kepada Allah swt. Apa maksud dari penisbatan "ruh" kepada Allah? Mufassir mengemukakan sejumlah pandangan mengenai hal ini.
Disebutkan, yang dimaksud "telah Kutiupkan ruh-Ku padanya" adalah pemberian kehidupan kepada Adam dengan cara memberikan ruh kepadanya. Penyebutan "Ruh-Ku" dimaksudkan sebagai bentuk pemuliaan nabi Adam as.[18]Allah swt menyebut ruh Adam sebagai ruh-Nya untuk memuliakan dan mengagungkan Adam.[19] Sementara maksud kata "meniupkan" yang tersebut dalam ayat adalah ruh itu diberikan kepada jasad manusia bukan sebagaimana masuknya udara kedalam tubuh manusia. [20]
Sujudnya Malaikat atas Adam
Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an, para Malaikat sujud kepada Nabi Adam as, sebagaimana perintah Allah swt sendiri. Mengingat sujud yang diyakini kaum Muslimin adalah bentuk ibadah khusus yang sesungguhnya hanya untuk Allah swt dan ketika sujud kepada selain-Nya, maka akan terkategorikan kafir dan musyrik. Bagaimana mensinkronkan hal ini?
Para Mufasir mengatakan, sujud yang diperintahkan Allah swt kepada para malaikat untuk melakukannya dihadapan Nabi Adam as, bukanlah sujud penyembahan, melainkan sujud penghormatan. Sujud yang para malaikat lakukan untuk Nabi Adam as adalah salam penghormatan dan bentuk pemuliaan mereka atas ciptaan Allah swt tersebut.
Surga Adam
Surga Adam adalah tempat kediaman pertama Adam as dan Hawa pada awal peciptaan mereka. Surga Adam disebutkan tiga kali dalam Al-Qur'an.[21] Di dalam surga ini, Adam dan Hawa mendapatkan segala bentuk kenikmatan, namun mereka bedua diperingatkan supaya jangan mendekati satu pohon dan jangan makan buahnya. Adam dan Hawa atas rayuan setan memakan buah pohon terlarang tersebut dan akibatnya mereka dikeluarkan dari surga.[22]
Terkait posisi surga Adam ada tiga pendapat; kebun di bumi,[23]surga barzah di langit[24] dan surga mau'ud (yang dijanjikan).[25]
Pohon Terlarang
Allah swt mengizinkan Adam dan Hawa untuk memakan buah dari setiap pohon kecuali satu pohon. Thabari menukil riwayat yang beragam dari Ibnu Abbas, Abu Malik, Abu 'Athiah, Qatadah dan perawi lainnya, bahwa pohon terlarang itu adalah gandum. Pada riwayat lain disebutkan buah terlarang tersebut adalah anggur atau pohon tin. Selain gandum, anggur, dan tin, Syekh Thusi telah menyebutkan sebuah hadits dari Imam Ali as, bahwa pohon ini adalah pohon kamfor (kapur).[26] Imam Ridha as mengumpulkan beberapa riwayat dari penukilan yang berbeda-beda yang berkaitan dengan pohon ini.[27]
Akhirnya, dengan rayuan setan Adam dan Hawa memakan buah pohon terlarang tersebut dan dikeluarkan dari surga.
Turun
Hubuth secara linguistik berarti "turun secara terpaska."[28] dan dalam istilah adalah kisah keluarnya Adam dan Hawa dari surga. Dalam beberapa ayat, Allah mengisyaratkan tentang kisah tersebut: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan."[29] Mengenai "hubuth" ini terdapat beragam pendapat di antara para ulama dan mufassir. sebagian mereka meyakini bahwa makna "hubuth" (turun) ini bukan jasmani melainkan hubuth maqami (turun secara kedudukan).[30]
Kemaksuman Nabi Adam as
Kisah penciptaan Nabi Adam as berhubungan erat dengan kemaksuman para Nabi. Berdasarkan akidah kaum muslimin, dikarenakan para nabi adalah penyampai pesan Ilahi kepada umat dan bertanggungjawab atas semua permasalahan duniawi dan ukhrawi umat manusia, maka sudah semestinya mereka itu terbebas dari dosa dan kesalahan.
Namun terkait kisah penciptaan Adam dan kehidupannya terdapat beberapa ayat yang jika dipandang dari sisi kemaksuman para nabi mesti dibahas. Ayat-ayat yang menyebut, " Setan telah menjerumuskan Adam dan Hawa sehingga dikeluarkan dari surga."[31] atau, "Adam mengakui kesalahannya dan mengaku telah terpedaya, oleh sebab itu, ia mengatakan kepada Allah swt, "aku telah menzalimi diriku sendiri."[32]atau " Setan telah meniupkan rasa was-was kepada keduanya, sehingga keduanya melanggar perintah Tuhan dan menjadi tersesat."[33]dan pada ayat-ayat lainnya.
Jawaban singkat dan sederhana dari Mufassir terkait kejanggalan ini adalah, ketika Adam melakukan kesalahan ia berada di surga dan tidak ada taklif (kewajiban) di sana[34]atau saat itu ia belum memiliki kedudukan kenabian, atau apa yang dilakukan Nabi Adam as saat itu adalah meninggalkan yang lebih utama, bukan dosa.[35]
Catatan Kaki
- ↑ Judaika, jld. 2, hlm. 235; Hastings, jld. 1. Hlm. 84.
- ↑ Judaika, jld. 2, hlm. 235; Hastings, jld. 1. Hlm. 84.
- ↑ Mufradat Alfadz Al-Qur'an, Jld. 1, hlm. 38.
- ↑ QS. Shad: 71-72: Makarim dan Tim, Tafsir Nemuneh, jld. 19, hlm. 336-337.
- ↑ QS. An-Nisa: 1: Makarim dan Tim, Tafsir Nemuneh, jld.3, hlm. 245.
- ↑ QS. Al-Baqarah: 30-39
- ↑ QS. Al-A'raf:11
- ↑ QS. Al-Hijr: 21
- ↑ QS. Thaha: 115-121
- ↑ QS. An-Nisa: 1; QS. Al-A'raf: 189; QS. Az-Zumar: 6
- ↑ Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 3, hlm. 317
- ↑ Syekh Shaduq, al-Tauhid, Penerbit: Jamiah al-Mudarrisin fi al-Hauzah al-Ilmiyah, hlm. 277
- ↑ QS. Al-Baqarah: 30.
- ↑ Syekh Thusi, jld. 2, hlm. 165.
- ↑ QS. Al-Baqarah: 30.
- ↑ Thabari, Jami' al-Bayan, jld. 1, hlm. 157-166.
- ↑ Thabrisi, Majma' al-Bayan, Jld. 1, hlm. 74.
- ↑ Thusi, al-Tibyan, jld. 6, hlm. 323.
- ↑ Fakhrurazi, al-Tafsir al-Kabir (Mafatih al-Ghaib), jld. 19, hlm. 182.
- ↑ Thabathabai, al-Mizan, jld. 12, hlm. 154.
- ↑ QS. Al-Baqarah: 35; Al-A'raf: 19 dan 20; Thaha: 115, 117 dan 120
- ↑ Lihat:Surah Al-Baqarah: 35; Al-A'raf:19 dan 20; Thaha: 115, 117 dan 120
- ↑ Fakhrurrazi, Tafsir al-Kabir, hlm.452
- ↑ Thabathabai, al-Mizan, jld.1, 132
- ↑ Majlisi, Bihar al-Anwar, jld.11, hlm.143
- ↑ Syekh Thusi, Tafsir al-Tibyan, jld. 1, hlm. 158
- ↑ Syekh Shaduq, 'Uyun Akhbar al-Ridha as, jld. 1, hlm. 618-619
- ↑ Raghib Isfahani, Mufradat Alfazh Quran, hlm.832
- ↑ QS. Al-Baqarah: 36
- ↑ Qurasyi, Tafsir Ahsan al-Hadits, jld.1, hlm.99
- ↑ QS. Al-Baqarah: 36.
- ↑ QS. Al-A’raaf: 22 dan 23.
- ↑ QS. Thaha: 120 dam 121.
- ↑ Makarim Syirazi, Tafsir Nimuneh, jld.13, hlm.318; lihat juga: Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, jld,.11, hlm. 519
- ↑ Thabathabai, al-Mizan, jld.14, hlm.222
Daftar Pustaka
- Ibnu Hajar al-Asqalani, Ahmad bin Ali. Fath al-Bari fi Syarh Shahih al-Bukhari. RIset: Abdul Qadir Syaibah al-Hamad. Riyad: Maktabah Malik al-Fahd, 1421.
- Azhari, Muhammad bin Ahmad. Tahdzib al-Lughah. Beirut: Dar Ihya al-Arabi, 1421 H.
- Judaika, pada item Adam.
- Raghib Isfahani, Husain bin Muhammad. Mufradat al-Fazh al-Quran. Beirut: Dar al-Syamiyah, 1412 H.
- Syekh Shaduq, Muhammad bin Ali. Uyun Akhbar alRidha as. Teheran: Nasyr Shaduq, 13 72 HS.
- Zubaidi Muhammad Murtadha. Taj al-‘Arus.
- Thabathabai, Muhammad Husain. Al-Mizān fi Tafsir al-Quran. Beirut: Muassasah al-‘Ilmi, 1973.
- Thabrisi, Fadhl bin Hasan. Majma’ al-Bayān. Qom: Kitab Khaneh Ayatullah Mar’asyi, 1403 H.
- Thabari, Muhammad bin Jarir. Tārikh. Riset: Yan Dakhviah. Leiden, 1879-1881.
- Thabari, Muhammad bin Jariri. Jami' al-Bayan fi Tafsir al-Quran (Tafsir Thabari). Beirut: Dar al-Makrifah, 1412 H.
- Syekh Thusi, Muhammad bin Hasan. Al-Tibyan. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, tanpa tahun.
- Fakhrurazi, Muhammad bin Umar. Al-Tafsir al-Kabir. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, 1420 H.
- Qurasyi, Ali Akbar. Tafsir Ahsan al-Hadits. Teheran: Nasyr Bi'tsat, 1377 HS.
- Majlisi, Muhammad Baqir. Bihar al-Anwar. Beirut: al-Wafa, 1403 H.
- Hastings, item Adam.