Tajwid
Tajwid adalah ilmu tentang cara membaca Al-Qur'an dengan fasih dan seni mengucapkan huruf-hurufnya dengan benar. Ilmu ini mencakup seperangkat aturan dan kaidah untuk membaca huruf dan kata-kata Al-Qur'an dengan benar, serta mencakup topik-topik lain dalam bidang fonetik. Dalam praktiknya, keterampilan ini diajarkan kepada individu berdasarkan pengucapan dan pendengaran. Para ahli fikih menganggap pengucapan huruf Arab yang benar dalam shalat sebagai suatu kewajiban; namun, mereka tidak menganggap penerapan aturan tajwid sebagai suatu keharusan.
Ilmu tajwid termasuk dalam kumpulan ilmu Al-Qur'an dan seni berbahasa Arab, dan sejak awal telah dikaitkan dengan studi fonetik bahasa Arab. Topik dan pembahasannya selalu tumpang tindih dengan ilmu waqf dan ibtida', ilmu al-ada', dan ilmu qira'at.
Pemahaman Konsep
Secara bahasa, tajwid berarti memperindah, menghias, mengucapkan dengan baik, membuat sesuatu menjadi sempurna dan tanpa cacat. [1] Tajwid berasal dari kata "jwd" (kebaikan) dan "jayyid" (baik), lawan dari "radiy" (buruk dan tidak diinginkan), yang dalam istilah juga diartikan mendekati makna tersebut. [2] Secara istilah, tajwid adalah pengucapan huruf-huruf Arab dari tempat keluarnya, sedemikian rupa sehingga sifat-sifat setiap huruf dan hukum-hukumnya diucapkan dan dipatuhi dengan baik. [3] Tujuan dari ilmu tajwid adalah untuk memampukan qari (pembaca Al-Qur'an) dalam melantunkan bacaan yang indah dan mantap, serta mengucapkan huruf-huruf Al-Qur'an dengan fasih, serta menjaga lisan dari kesalahan dalam membaca kitab suci. Ibn Al-Jazari (wafat 833 H) dalam kitabnya "At-Tamhid fi 'Ilm At-Tajwid" [4] menyebut tajwid sebagai hiasan tilawah dan perhiasan qira'ah.
Gabungan idhafi (tambahan) "tajwid Al-Qur'an" adalah istilah yang muncul belakangan.
Pada masa sahabat dan tabi'in, hanya ada dua laporan tentang penggunaan kata tajwid untuk Al-Qur'an: pertama, riwayat yang dinisbatkan kepada Ibn Mas'ud: "Jawwidu Al-Qur'an" (Perindahlah bacaan Al-Qur'an) [5] yang kemungkinan mengalami tashif (kesalahan dalam penulisan) atau penafsiran makna [6], dan kedua, perkataan terkenal Imam Ali (a.s): "At-Tartil adalah tajwid huruf dan pengetahuan tentang waqf" [7] yang juga diriwayatkan sebagai "At-Tartil adalah menjaga waqf dan menjelaskan huruf". [8]
Menurut kebanyakan ahli fikih, pengucapan huruf Arab yang benar dalam qira'ah Al-Fatihah dan surah dalam shalat adalah wajib, namun mempelajari tajwid dan menerapkan semua aturannya, sebagaimana yang dilakukan oleh qari-qari terkemuka, tidak diwajibkan secara syar'i [9], melainkan dianggap sebagai penyempurna dan bagian dari keahlian khusus dalam tilawah.
Masalah-Masalah Tajwid
Tajwid dapat dibagi menjadi dua bagian: teoritis dan praktis: Tajwid teoritis adalah seperangkat aturan dan kaidah yang ditetapkan oleh para ulama Muslim untuk membaca huruf dan kata-kata Al-Qur'an dengan benar, seperti pembahasan tentang makharij al-huruf (tempat keluarnya huruf), sifat-sifat huruf, tafkhim dan tarqiq, idgham, mad dan qasr, dan sebagainya. [10]
Secara umum, dalam tajwid, perhatian diberikan kepada huruf dan suara dari dua aspek: pertama, pengucapan setiap huruf secara terpisah dengan memperhatikan sifat-sifat yang diperlukan (haq al-harf), dan kedua, pengucapan setiap huruf dengan memperhatikan huruf yang berdekatan dalam suatu kombinasi (mustahaq al-harf).
Tajwid praktis adalah seni dan keahlian melantunkan Al-Qur'an berdasarkan pengucapan huruf dan suara yang benar, dengan aksen Arab yang fasih. Bagian ini didasarkan pada pengucapan dan pendengaran. Tajwid adalah salah satu seni yang harus dikuasai oleh qari melalui latihan [11]. Sejak dahulu, sudah menjadi kebiasaan bahwa qari Al-Qur'an, seperti perawi hadis, mendapatkan "ijazah qira'ah" dari gurunya. Saat ini, di negara-negara Arab seperti Mesir, Sudan, dan Arab Saudi, tradisi ini masih berlaku, dan qira'ah qari-qari didasarkan pada ijazah dari syekh mereka.
Terkadang dalam sumber-sumber ilmu tajwid, topik-topik lain selain fonetik juga dibahas, seperti ilmu marasim al-khatt yang mencakup pembahasan tentang maqtu' dan mausul, hafz dan itsbat, dan sebagainya; pembahasan dari ilmu sharaf, seperti iltiqa' as-sakinain dan hamzah wasl; dan kadang-kadang materi dari ilmu waqf dan ibtida' yang lebih berkaitan dengan konsep Al-Qur'an dari segi penyusunan kalimat dan awal serta akhir frasa dan ayat, meskipun pembahasan tentang kualitas waqf di akhir kata adalah topik yang erat kaitannya dengan fonetik dan suara Al-Qur'an.
Penggunaan Kata Tajwid
Saat ini, kata tajwid digunakan dalam berbagai konsep. Penggunaan tersebut antara lain:
- Tajwid teoritis atau ilmu tajwid
- Seni tajwid atau tajwid praktis
- Qira'ah dengan metode tahqiq: Di Mesir saat ini, selain istilah yang umum digunakan, suatu jenis qira'ah disebut "qira'ah mujawwad atau tajwid Al-Qur'an". Qira'ah ini dilakukan dengan perlahan dan berirama. [12] "Tahqiq" adalah jenis qira'ah di mana kata-kata diucapkan dengan perlahan, berurutan, dan dengan memperhatikan semua aturan tajwid. [13] Terkadang, pada rekaman tilawah Al-Qur'an, terdapat judul "Al-Mushaf Al-Mujawwad". Dalam mushaf mujawwad, kata-kata Al-Qur'an dibaca dengan tenang dan khidmat, serta aturan tajwid dipatuhi sepenuhnya. Dalam metode ini, "al-ahan" digunakan dan nada-nada musikal digabungkan. Qira'ah tahqiq oleh Muhammad Abdus Shamad Abdul Basith dan Syekh Mahmud Khalil Al-Hushari adalah contoh dari jenis ini. Tilawah 30 juz Al-Qur'an dengan metode ini memakan waktu sekitar enam puluh hingga tujuh puluh jam. Jika tilawah dilakukan dengan kecepatan yang lebih tinggi, maka disebut "Al-Mushaf Al-Murattal". Tilawah lengkap Al-Qur'an dengan metode ini memakan waktu sekitar tiga puluh jam.
Perbedaan antara penggunaan kata "tajwid" dalam seni tajwid (penggunaan khusus) dan penggunaan kontemporer di Mesir adalah bahwa dalam penggunaan pertama, perhatian hanya ditujukan pada pengucapan yang benar dan fasih dari firman Allah; namun dalam penggunaan kedua, perhatian pada pengucapan yang benar dan fasih dicampur dengan nada dan irama yang indah. [14]
Pada tahun 1414 H, sebuah Al-Qur'an dicetak di Suriah dengan judul "Mushaf At-Tajwid" yang menunjukkan beberapa aturan tajwid dengan warna yang berbeda. Rekaman qira'ah qari-qari terkenal adalah salah satu metode mempelajari Al-Qur'an dengan memperhatikan seni tajwid.
Tilawah Mujawwad Pertama
Tilawah mujawwad pertama yang direkam adalah tilawah Syekh Muhammad Rifat di Mesir. Salah satu tilawahnya Templat:Notediputar sebagai karya seni dan keagamaan yang luar biasa oleh radio Inggris. Beberapa qari terkemuka Mesir saat ini antara lain: Syekh Muhammad Abdus Shamad Abdul Basith yang terkenal karena qira'ah mujawwad-nya; Syekh Mahmud Khalil Al-Hushari yang sangat dipuji karena merekam periode pertama mushaf murattal di radio Mesir; Syekh Muhammad Siddiq Al-Minsyawi yang mushaf murattal-nya terkenal. [15]; Syekh Mustafa Ismail (Akbar Al-Qurra'); Syekh Abul 'Ainain Syu'a'sya'; Syekh Kamil Yusuf Al-Bahitimi; Syekh Abdul Fattah al-Syu'sya'i; Syekh Ali Al-Banna dan Syekh Raghib Mustafa Ghalwash.
Qari
Seorang qari Al-Qur'an mempelajari cara pengucapan dan pengucapan kata-kata Al-Qur'an yang benar dari seorang guru yang ahli dan syekhnya, kemudian apa yang telah dipelajarinya dibacakan kepada guru tersebut untuk dikoreksi dan memberikan izin qira'ah kepada qari. Tradisi ini telah berlaku sejak masa awal Islam dan qira'ah lafaz Al-Qur'an dengan ketelitian dan kejujuran yang tinggi telah dijaga dari generasi ke generasi dan sampai kepada kita. Keberadaan sekolah-sekolah penghafal dan qira'ah Al-Qur'an dengan berbagai nama juga menjadi bukti hal ini. Mengenai Mus'ab bin 'Umair yang diutus oleh Rasulullah untuk mengajarkan Al-Qur'an dan hukum-hukum Islam di Madinah, disebutkan bahwa ia tinggal di "Dar Al-Qurra'" [16]. Menurut Ibn Al-Jazari, Mus'ab bin 'Umair adalah orang pertama yang disebut "muqri". [17] Oleh karena itu, tajwid praktis adalah seni dan keahlian yang diperoleh melalui musyafahah (berbicara langsung) dan menjadi kebiasaan dalam diri qari, dan perbedaan tingkat qari dalam hal ini sangat terlihat.
Salah satu masalah terpenting dalam tilawah Al-Qur'an adalah kefasihan. Seorang qari Al-Qur'an berhasil ketika ia mampu mengucapkan setiap huruf dan suara sesuai dengan aksen Arab yang fasih. Dalam peraturan kompetisi internasional hafalan dan qira'ah Al-Qur'an yang diselenggarakan di Iran, dari total empat puluh poin yang diberikan untuk tajwid, empat poin dikhususkan untuk kefasihan tilawah. [18]
Asal Usul Tajwid
Tidak ada informasi yang pasti mengenai asal usul tajwid dan ilmu fonetik (ilmu al-ashwat) dalam budaya Islam. Sebelum umat Islam, ilmu ini telah ada di kalangan orang Yunani dan India, dan lebih banyak digunakan untuk membaca teks-teks keagamaan. Orang Yunani membahas tentang huruf-huruf yang diucapkan berdasarkan kualitas pendengaran (fonetik auditori) dan tidak memperhatikan kualitas produksi huruf serta peran organ-organ suara dalam pengucapan. Sebaliknya, orang India mendasarkan pekerjaan mereka pada kualitas produksi huruf (fonetik produktif) dan karenanya mendeskripsikan suara dengan lebih detail dibandingkan orang Yunani. [19]
Buku-Buku Ilmu Tajwid
Karya-Karya Awal
- Al-Qasidah Al-Khaqaniyah disusun oleh Abu Muzahim Musa bin Ubaidillah bin Yahya bin Khaqan, yang dikenal sebagai Al-Khaqani (248–325 H), merupakan karya independen pertama dalam ilmu tajwid. [20] Sebelumnya, beberapa pembahasan mengenai ilmu tajwid telah disusun, tetapi belum dianggap sebagai ilmu yang independen, melainkan hanya disebutkan dalam konteks ilmu qira'at, seperti idgham dalam qira'at Abu Amr Al-Bashri dan sakt pada hamzah dalam qira'at Hamzah bin Habib.
- Al-'Ain karya Khalil bin Ahmad Al-Farahidi, merupakan karya pertama yang masih ada dan membahas tentang makharij al-huruf (tempat keluarnya huruf). Beberapa orang meragukan penulisannya. [21]
- Al-Kitab karya Sibawaih; tidak lama setelahnya, Sibawaih (wafat 177 H), murid Khalil, menulis sebuah buku tentang nahwu dan sastra Arab dan di akhir bukunya, ia membahas tentang pengucapan huruf, makharij, dan sifat-sifatnya. [22] Setelahnya, kebanyakan ulama Muslim mengikuti metode Sibawaih dalam menjelaskan makharij dan sifat huruf, dan terkadang menambahkan sesuatu padanya. Misalnya, Ibnu Jinni (wafat 392 H) dalam pembahasan sifat huruf menambahkan sifat ishmam dan idzlaq pada sifat-sifat yang berlawanan. [23] Menurut Robins [24], seorang linguis Inggris, Sibawaih memberikan metode baru dan unik untuk mendeskripsikan fonetik huruf Arab, yang jauh lebih maju dibandingkan fonetik Barat, baik pada masa Sibawaih maupun sebelumnya. Sibawaih dan ulama Muslim lainnya mampu menjelaskan organ-organ bicara dan cara produksi huruf dengan cara yang sistematis. Mereka mendeskripsikan suara dan huruf dari tempat paling belakang (laring dan tenggorokan) hingga tempat paling depan (bibir dan hidung), dan mengenali serta mendeskripsikan dengan baik karakteristik seperti "ithbaq" (velarisasi) yang khas untuk suara tebal dalam bahasa Arab. Mereka juga membagi suara Arab menjadi majhurah dan mahmusah, yang merupakan pembagian yang dilakukan tanpa kesalahan. [25]
Buku-Buku Qira'at
Ilmu tajwid berasal dan diambil dari ilmu qira'at, dan dalam buku-buku qira'at terdapat bagian-bagian yang dikhususkan untuknya. Di antara buku-buku terkenal yang ditulis sebelum buku Sibawaih adalah:
- Al-Qira'at oleh Yahya bin Ya'mur (wafat 90 H)
- Al-Qira'at oleh Aban bin Taghlab Al-Kufi (wafat 141 H)
- Al-Qira'at oleh Muqatil bin Sulaiman (wafat 150 H)
- Al-Qira'at oleh Abu Amr bin Al-'Ala' (wafat 154 H)
- Al-Qira'at oleh Hamzah bin Habib Az-Zayyat (wafat 156 H)
- Al-Qira'ah oleh Muhammad bin Hasan Ar-Rawasi Al-Kufi (wafat 170 H)
- Al-Qira'at oleh Abdul Hamid bin Abdul Majid Al-Akhfash Al-Akbar (wafat 177 H) [26]
- Al-Sab'ah fi Al-Qira'at oleh Ibnu Mujahid; orang pertama yang memilih tujuh qira'at dari sekian banyak qira'at adalah Ibnu Mujahid (wafat 324 H). Dalam bukunya yang terkenal As-Sab'ah fi Al-Qira'at, ia membahas berbagai qira'at dan aturan fonetik serta tajwid setiap qari. Beberapa aturan penting tersebut antara lain: hukum nun sakinah dan tanwin dalam qira'at sab'ah, hukum hamzah tunggal, hukum dua hamzah (tashil, ibdal, hafz), mad dan qasr, fath dan imalah, ishmam dan raum.
- Al-Muhtasib fi Tabyin Wujuh Shawadz Al-Qira'at oleh Ibnu Jinni; ia menulis buku ini untuk menjelaskan aturan fonetik dan tajwid qira'at syadz (selain qira'at tujuh).
- Al-Taysir fi Al-Qira'at As-Sab' oleh Abu Amr Utsman bin Sa'id Ad-Dani (wafat 444 H); At-Taysir adalah karya terpenting dalam ilmu qira'at. Pembahasan dalam buku ini sama dengan pembahasan yang ada dalam buku As-Sab'ah.
- Al-Tahdid fi Al-Itqan wa At-Tajwid adalah karya lain dari Abu Amr. Ia menyebutkan bahwa alasan penulisan buku ini adalah kurangnya perhatian orang-orang sezamannya terhadap tajwid tilawah dan penelitian qira'at Al-Qur'an. [27]
Karya-Karya Penting dalam Ilmu Qira'at dan Tajwid
Sejak abad ke-4 dan ke-5 H, banyak karya yang ditulis dalam ilmu qira'at dan tajwid.
- Qasidah Hirz Al-Amani wa Wajh At-Tahani oleh Abu Al-Qasim bin Fiyyurah Asy-Syathibi (wafat 590 H); buku ini ditulis berdasarkan buku At-Taysir fi Al-Qira'at As-Sab'. Buku ini sangat populer dan telah diberi lebih dari tiga puluh syarah (penjelasan). Di antaranya:
- Siraj Al-Qari Al-Mubtadi wa Tazkir Al-Muqri Al-Muntahi oleh Abu Al-Qasim Ali Qasih Al-'Udri (wafat 810 H),
- Irsyad Al-Murid ila Maqshud Al-Qasid oleh Ali Muhammad Dhubba' (ditulis tahun 1357 H),
- Al-Wafi fi Syarh Asy-Syathibiyah fi Al-Qira'at As-Sab' oleh Abdul Fattah Abdul Ghani Al-Qadhi (wafat 1403 H).
- Al-Nasyr fi Al-Qira'at Al-'Asyr oleh Ibnu Al-Jazari. Bagian akhir jilid pertama dan sebagian jilid kedua buku ini membahas tentang hukum-hukum tajwid.
- Al-Manzumah Al-Jazariyah fi At-Tajwid adalah karya lain dari Ibnu Al-Jazari yang memuat 107 bait tentang hukum-hukum tajwid. Di antara syarah penting atas manzumah ini adalah:
- Al-Minah Al-Fikriyah oleh Ali bin Sultan Muhammad Al-Qari,
- Ad-Daqa'iq Al-Muhkamah fi Syarh Al-Muqaddimah oleh Syekh Zakariya Al-Anshari.
- Latha'if Al-Isyarat li Funun Al-Qira'at oleh Syihabuddin Ahmad bin Muhammad Al-Qasthalani (wafat 923 H), selain membahas berbagai ilmu qira'at Al-Qur'an, juga memuat pembahasan inovatif tentang perbandingan huruf yang jarang ditemukan dalam karya-karya sebelumnya.
- Al-Kitab oleh Sibawaih; terlepas dari pembahasan hukum tajwid, dalam kebanyakan karya tentang makharij dan sifat huruf, terdapat materi yang diambil dari Al-Kitab Sibawaih, dan para penulis setelahnya terkadang membuat perubahan kecil atau menambahkan materi padanya.
- Risalah Asbab Huduts Al-Huruf oleh Ibnu Sina; satu-satunya orang yang memberikan metode baru dalam hal ini adalah Ibnu Sina. Ia memulai risalahnya "Asbab Huduts Al-Huruf" dengan membahas tentang kualitas produksi suara, kemudian menjelaskan kualitas produksi huruf dan makhraj masing-masing, dan dalam satu bab membahas organ-organ bicara manusia, seperti laring, tenggorokan, lidah, dan mulut. Ia pertama-tama memperhatikan asal usul dan produksi huruf, kemudian menjelaskan kualitas pendengaran huruf. Sebenarnya, Ibnu Sina pada saat itu telah mencapai prinsip-prinsip tajwid dan fonetik produktif (makharij al-huruf) serta fonetik auditori (sifat al-huruf), meskipun metode ilmiah dan penelitiannya berbeda dengan yang lain. Namun, urutan makharij huruf dalam penjelasan Ibnu Sina mendekati urutan Sibawaih, tetapi tidak sama. [28]
Fikih Tajwid
Terdapat perbedaan pendapat antara para fuqaha dan qari tentang kewajiban mengikuti hukum-hukum tajwid. Para qari menganggap mengikuti aturan tajwid sebagai kewajiban individu (wajib 'aini). Namun, para fuqaha hanya menganggap beberapa aturan sebagai kewajiban dan bahkan terkadang memperingatkan terhadap ekstremitas dalam tajwid.
- Pandangan Qari: Ilmu tajwid, karena hubungannya dengan Al-Qur'an, selalu memiliki keistimewaan dan kesucian dalam masyarakat Islam. Para ahli tajwid, dengan keyakinan bahwa Allah menurunkan Al-Qur'an dengan tajwid, dan bahwa Al-Qur'an sampai kepada kita melalui Nabi Muhammad (saw) dengan tajwid, menganggap mempelajari dan mengikuti aturan tajwid sebagai kewajiban bagi semua Muslim, dan membaca Al-Qur'an tanpa tajwid—baik dalam shalat maupun di luar shalat—dianggap sebagai dosa dan tidak benar, serta disebut sebagai "ghasy dalam tilawah". [29] Mereka menganggap "hak tilawah" (tilawah yang benar dan wajib dari Al-Qur'an) tergantung pada pengajaran dan pembelajaran serta kepatuhan yang ketat terhadap semua aturan tajwid. [30] Hal ini sampai pada titik di mana di seluruh dunia Islam telah menjadi terkenal bahwa mengajar dan mempelajari tajwid secara syar'i adalah wajib kifayah dan mengikuti aturannya saat membaca Al-Qur'an adalah wajib 'aini. [31]
- Pandangan Fuqaha: Namun, para fuqaha dari mazhab-mazhab Islam, karena subjek pekerjaan mereka adalah tindakan-tindakan mukallaf (orang yang dibebani hukum) dan melihat topik dan masalah tajwid dari sudut pandang aplikatif dan komprehensif, dalam memberikan fatwa, secara praktis membagi aturan tajwid menjadi yang wajib dan tidak wajib, dan hanya menganggap kepatuhan terhadap aturan yang diperlukan sebagai wajib dalam beberapa kasus, dan mustahab (dianjurkan) dalam kasus lain. [32]
- Para fuqaha, berdasarkan fakta bahwa sebagian besar pembahasan tajwid tidak dibahas pada masa Nabi (saw), dan ditemukan oleh para qari pada abad-abad berikutnya, [33] tidak menganggap adat ahli tajwid dan qira'at, melainkan adat orang-orang yang berbahasa Arab sebagai standar kebenaran dan penerimaan qira'at dari sudut pandang syar'i. [34] Mereka membedakan antara kewajiban dan kebolehan tajwid dalam terminologi qari dan muqri dengan kewajiban dan kebolehan syar'i menurut fuqaha dan mujtahid. [35] Bahkan beberapa sufi, fuqaha, dan qari memperingatkan terhadap terlalu banyak memperhatikan penyempurnaan tajwid dan keterikatan yang berlebihan terhadap detail-detail tajwid, dan terkadang menganggapnya sebagai tipu daya Iblis dan penghalang antara manusia dan Al-Qur'an. [36]
Penggunaan Gambar untuk Pengajaran
Dalam buku-buku tajwid, penulis langsung membahas topik fonetik (ilmu al-ashwat), yaitu suara, huruf, dan struktur kata dalam qira'at Al-Qur'an, dan terkadang menggunakan gambar dan penjelasan untuk memahaminya secara lengkap. Pertama, huruf-huruf alfabet Arab beserta makharij al-huruf, yaitu tempat pengucapan huruf dalam sistem bicara manusia dan karakteristik pengucapannya, dibahas. Dalam "Atlas Ashwat Al-Lughah Al-'Arabiyah", gambar-gambar nyata dari laring, tenggorokan, mulut, gigi, dan bibir dibuat dengan radiografi. Dalam perangkat lunak komputer, termasuk "Perangkat Lunak Pengajaran Tajwid", gambar-gambar ini direkonstruksi oleh komputer untuk menunjukkan lokasi tepat pengucapan setiap huruf saat diucapkan.
Sifat-sifat Huruf
Templat:Bagian tanpa referensi
Dalam pembahasan sifat-sifat huruf, huruf-huruf alfabet dikelompokkan berdasarkan kualitas suara dan karakteristik masing-masing ke dalam dua kategori: sifat yang berlawanan dan sifat yang tidak berlawanan. Sifat yang berlawanan terdiri dari sepuluh sifat yang dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing berisi lima sifat. Setiap huruf hanya dapat memiliki lima sifat yang berlawanan. Di antara huruf-huruf alfabet Arab, sepuluh huruf ف ح ث ه ش خ ص س ک ت memiliki sifat هَمْس (suara lembut), sedangkan huruf-huruf lainnya memiliki sifat جَهْر (suara keras). Delapan huruf أ (hamzah) ج د ق ط ب ک ت memiliki sifat شِدَّة (tekanan), sedangkan huruf-huruf lainnya memiliki sifat رَخَاوَة (lembut). Namun, ulama tajwid menganggap lima huruf ع م ر ل ن memiliki sifat yang berada di antara شِدَّة dan رَخَاوَة. Tujuh huruf خ غ ق ص ض ط ظ memiliki sifat اِستِعْلاء (tinggi), sedangkan huruf-huruf lainnya memiliki sifat اِسْتِفَال (rendah). Empat huruf ص ض ط ظ memiliki sifat اِطْبَاق (tertutup), sedangkan huruf-huruf lainnya memiliki sifat اِنْفِتَاح (terbuka).Templat:Catatan
Enam huruf ف ر م ن ل ب memiliki sifat اِذْلاقTemplat:Catatan sedangkan huruf-huruf lainnya memiliki sifat اِصْمَات.
Selain sifat yang berlawanan, ada juga sifat-sifat lain yang tidak memiliki lawan, di antaranya:
- Sifat قَلْقَلَة pada lima huruf ق ط ب ج د ketika huruf-huruf tersebut berhenti (sukun).
- Sifat تَكْرِير pada huruf ر.
- Sifat صَفِير pada tiga huruf س ص ز.
- Sifat تَفَشِّي pada huruf ش.Templat:Catatan
- Sifat اِنْحِرَاف pada dua huruf ل ر.
- Sifat اِسْتِطَالَة pada huruf ض.
- Sifat مَدّ pada huruf الف, واو, dan ياء yang memanjang.
- Sifat نَبْر pada huruf همزة.
Beberapa topik lain yang dibahas dalam ilmu tajwid meliputi:
- Tafkhīm (penebalan) dan Tarqīq (penipisan) huruf لام dalam kata الله dan huruf راء.
- Idghām (penggabungan) sempurna dan tidak sempurna.
- Idghām Mutamāthilain (penggabungan dua huruf yang sama).
- Idghām Mutajānisain (penggabungan dua huruf yang sejenis).
- Idghām Mutaqāribain (penggabungan dua huruf yang berdekatan).
- Hukum نون ساكن dan تنوين, termasuk إِخْفَاء, إِظْهَار, إِقْلَاب, dan إِدْغَام.
- Hukum ميم ساكن.
- Madd (panjang) dan Qasr (pendek), termasuk Madd Tabi'i, Madd Muttasil, Madd Munfasil, Madd Lazim, Madd 'Aridh, dan lainnya.
- Hukum لام ساکن.
- Hukum-hukum كناية.
- Hukum همزة, termasuk تَحْقِيق, تَسْهِيل, إِبْدَال, dan حَذْف.
- Imālah KubrāTemplat:Catatan dan تَقْلِيل.
- IsymāmTemplat:Catatan.
- RūmTemplat:Catatan dan lainnya.
Tajwid Berdasarkan Riwayat Hafsh dari 'Ashim
Tajwid yang saat ini diajarkan di sebagian besar negara Islam didasarkan pada kaidah Riwayat Hafsh dari 'Ashim. 'Ashim adalah salah satu dari Tujuh Qari'. Ia mempelajari qira'ahnya dari Abu Abdurrahman al-Sulami, dan al-Sulami sendiri mempelajarinya dari Ali as. Namun, di beberapa wilayah Islam, seperti Afrika Utara, Barat, dan Tengah, serta Mesir, Riwayat Warsy dari Nafi' Al-Madani lebih umum digunakan. Beberapa hukum tajwid dalam riwayat Warsy berbeda dengan Hafsh, seperti Tarqīq Ra', Tafkhīm Lam, dan Imālah Bain Bain. Di Libya, Mauritania, serta sebagian Tunisia dan Aljazair, Riwayat Qalun, salah satu perawi Nafi' Al-Madani, lebih populer. Di Sudan, Riwayat al-Duri dari Abu 'Amr Al-Bashri juga digunakan. [37]
Pranala Terkait
Catatan Kaki
- ↑ Al-Mufradat, Raghib Isfahani; Jauhari, As-Sihah; Ibn Manzur, Al-Asawat Al-Lughawiyah; Murtadha Zubaidy, Taj Al-'Arus, 1414 H, di bawah kata "jwd"
- ↑ Lihat: Bustani, 134; Qamhawi, 9
- ↑ Qari, Al-Minh Al-Fikriyah, hal. 21
- ↑ Ibn Al-Jazari, At-Tamhid, hal. 47
- ↑ Ibn Al-Jauzi, An-Nasyr..., 1/210; As-Suyuti, 1/281
- ↑ Lihat: Aliniqiyan, 87
- ↑ Abu 'Amr, 57; As-Suyuti, 1/230
- ↑ Faidh, 2/225
- ↑ Sebagai contoh, lihat: Thabathaba'i Yazdi, jilid 1, hal. 653
- ↑ Misalnya, lihat: Muhammad Makki Nasr, Nihayah Al-Qaul Al-Mufid, hal. 13
- ↑ Nasr, Nihayah Al-Mufid, hal. 12; Ad-Dani, At-Tahdid fi Al-Itqan wa At-Tajwid, hal. 70; Al-Jam' Ash-Shauti Al-Awwal lil Qur'an, hal. 142-143
- ↑ An-Nasyr, hal. 210; Al-Jam' Ash-Shauti Al-Awwal lil Qur'an, hal. 108, 113, 115
- ↑ At-Tahdid, hal. 78
- ↑ The art of the reciting the Qur'an, hal. 157
- ↑ Labib Sayyid, Al-Jam' Ash-Shauti..., hal. 108, 113, 115; Nelson, hal. 193, 195
- ↑ Fadhli, Al-Qira'at Al-Qur'aniyah, hal. 16
- ↑ Ibn Al-Jazari, Ghayah An-Nihayah, jilid 2, hal. 299
- ↑ Organisasi Wakaf dan Urusan Amal, hal. 3
- ↑ Ibnu Sina, catatan Khanlari, hal. 101
- ↑ Haji Khalifah, jilid 1, kolom 354; jilid 2, kolom 1337
- ↑ Ibnu Sina, catatan Khanlari, hal. 102–103
- ↑ Jilid 4, hal. 431–485
- ↑ Ibnu Jinni, Sirr Sina'ah Al-'Arab, jilid 1, hal. 74; lihat juga Anis, hal. 110
- ↑ Robins, Sejarah Singkat Linguistik, hal. 214
- ↑ Sutudania, Kajian Komparatif antara Ilmu Tajwid dan Fonetik, hal. 11
- ↑ Fadhli, Al-Qira'at Al-Qur'aniyah, hal. 27–28
- ↑ Hal. 68
- ↑ Sutudania, Kajian Komparatif antara Ilmu Tajwid dan Fonetik, hal. 18; lihat juga Ibnu Sina, catatan Khanlari, hal. 103
- ↑ Ibnu Al-Jazari, "Al-Muqaddimah...", 27–28, 44, An-Nasyr, 1/210–213; As-Suyuti, 1/340; lihat juga untuk penjelasan dan justifikasi hukum ini yang dikeluarkan oleh para qari, lihat: Ra'd, 23; Pourfarzib, 32; bandingkan dengan hadis-hadis Nabi yang masyhur, seperti Abu Dawud, 4/37; Al-Kulaini, 4/424; Al-Hindi, 1/513, 2/319, 320
- ↑ Al-Hilli, 11; Thabathaba'i, 1/266
- ↑ Dhubba', Al-Idha'ah..., 5; Qamhawi, 9–10; Abu Raimah, 11–12; bandingkan dengan: ibid., 51
- ↑ Lihat: Al-'Amili, 135–138; Thabathaba'i Yazdi, Al-'Urwah Al-Wutsqa, jilid 1, hal. 653; Shaghir, 134–139; lihat juga: Hajj Hasan, pengantar, yang menganggap dasar ini untuk penyusunan buku ajar tajwid
- ↑ Shahib Al-Jawahir, 9/291, 296; Al-Khu'i, 151–152
- ↑ Nisyaburi, 38, 66–68, 75, 152
- ↑ Al-'Amili, 152; Shahib Al-Jawahir, 1/288–290
- ↑ Faidh, 2/241; Khomeini, Adab..., 195, Arba'in Hadits..., 404; Abu Raimah, 51; lihat juga: Ibnu Al-Jazari, At-Tamhid..., 55–57, An-Nasyr, 1/212–213; As-Suyuti, 1/285
- ↑ Kallak, Nazarāt fī 'Ilm at-Tajwīd, halaman 47
Daftar Pustaka
- Ibnu Al-Jazari. Al-Tamhid fi 'Ilm Al-Tajwid. disunting oleh Ali Husain Bawwab. Riyadh: 1405/1985.
- Ibnu Al-Jazari, Ghayah An-Nihayah fi Tabaqat Al-Qurra', disunting oleh Bergsträsser, Kairo [tanpa tahun].
- Ibnu Jinni, Sirr Sina'ah Al-I'rab, jilid 1, disunting oleh Mustafa Saqqa dan lainnya, Kairo 1374/1954.
- Ibnu Sina, Makharij Al-Huruf, atau Asbab Huduts Al-Huruf, dua versi teks risalah dengan perbandingan, penyuntingan, dan terjemahan oleh Parviz Natel Khanlari, Teheran 1343 HS.
- Ibnu Manzur, Ibrahim Anis, Al-Asawat Al-Lughawiyah, Kairo 1971.
- Ismail bin Hammad Al-Jauhari, As-Sihah: Taj Al-Lughah wa Sihah Al-'Arabiyah, disunting oleh Ahmad Abdul Ghafur 'Aththar, Beirut, tanpa tahun, cetak ulang Teheran 1368 HS; Haji Khalifah.
- Utsman bin Sa'id Ad-Dani, At-Tahdid fi Al-Itqan wa At-Tajwid, disunting oleh Ghanim Qadruwi Hamad, Baghdad 1407/1988.
- Robert Henry Robins, Sejarah Singkat Linguistik, diterjemahkan oleh Ali Muhammad Haqqani, Teheran 1370 HS.
- Husain bin Muhammad Raghib Al-Isfahani, Al-Mufradat fi Gharib Al-Qur'an, disunting oleh Muhammad Sayyid Kilani, Beirut, tanpa tahun.
- Organisasi Wakaf dan Urusan Amal, Peraturan Kompetisi Internasional Hafalan, Qira'ah, dan Tafsir Al-Qur'an, Teheran 1378 HS.
- Muhammad Ridha Sutudania, Kajian Komparatif antara Ilmu Tajwid dan Fonetik, Teheran, 1377 HS.
- Amr bin Utsman Sibawaih, Kitab Sibawaih, disunting oleh Abdul Salam Muhammad Harun, Kairo? 1385/1966 [cetak ulang Beirut 1411/1991].
- Labib Sayid, Al-Jam' al-Shauti Al-Awwal Al-Qur'an Al-Karim aw Al-Mushaf Al-Murattal: Bawa'itsuhu wa Makhthuthatuhu, Kairo 1387/1967.
- Muhammad Kazhim bin Abdul Azhim Thabathaba'i Yazdi, Al-'Urwah Al-Wutsqa, Beirut 1404/1984.
- Abdul Hadi Fadhli, Al-Qira'at Al-Qur'aniyah: Tarikh wa Ta'rif, Beirut 1405/1985.
- Ali bin Sultan Muhammad Al-Qari, Al-Minh Al-Fikriyah, Kairo 1347.
- Idris Abdul Hamid Kallak, Nazharat fi 'Ilm At-Tajwid, Baghdad 1981.
- Murtadha Az-Zabidi, Muhammad bin Muhammad, Taj Al-'Arus min Jawahir Al-Qamus, Dar Al-Fikr, Beirut, 1414 H.
- Muhammad Makki Nasr, Nihayah Al-Mufid fi 'Ilm Al-Tajwid, Lahore 1391.
- Kristina Nelson, The Art of Reciting the Quran, Kairo 2001.