Memakai Celak Mata
Artikel ini merupakan artikel deskriptif umum tentang masalah fikih. |
Memakai celak mata atau iktihal (bahasa Arab: الاكتحال) adalah salah satu amalan mustahab dan diantara sunah Nabi Muhammad saw dan para Imam Syiah yang dipesankan untuk dilakukan. Dalam riwayat mengenakan celak mata memiliki banyak manfaat material dan spritual seperti dapat mencegah berbagai penyakit mata dan dapat membantu dalam pelaksaan ibadah menghidupkan malam.
Salat Wajib: Salat Jumat • Salat Id • Salat Ayat • Salat Mayit Ibadah-ibadah lainnya Hukum-hukum bersuci Hukum-hukum Perdata Hukum-hukum Keluarga Hukum-hukum Yudisial Hukum-hukum Ekonomi Hukum-hukum Lain Pranala Terkait |
Aturan-aturan terkait memakai celak mata dijelaskan dalam kitab-kitab fikih. Beberapa dari Fukaha menyebutkan memakai celak mata bukanlah berhias yang dilarang bagi perempuan di hadapan bukan mahram. Namun jika dikenakan dalam keadaan berpuasa yang bau dan rasanya sampai ke tenggorokan maka hukumnya makruh. Demikian juga diantara fukaha ada yang menyebutkan celak mata menghalangi sampainya air wudhu ke anggota tubuh dan Fukaha mengkategorikan celak mata sebagai salah satu yang diharamkan saat pelaksanaan ihram.
Defenisi dan Kedudukan
Pemakaian celak pada mata, yang dalam fikih disebut dengan "ikhtilal"[1], adalah salah satu cara berhias[2] dan merupakan tindakan yang dianjurkan bagi pria dan wanita.[3] Dalam riwayat Islam, disebutkan manfaat celak untuk mata,[4] dan dalam beberapa di antaranya, tindakan ini dianjurkan untuk pencegahan[5] dan pengobatan beberapa penyakit mata.[6] Selain itu, manfaat celak yang disebutkan dalam riwayat termasuk pertumbuhan bulu mata, ketajaman penglihatan,[7] mengeluarkan debu dari mata,[8] membantu terjaga di malam hari,[9] sujud yang panjang,[10] dan pencerahan wajah saat tidur dengan memakai celak.[11] Berdasarkan riwayat dari Imam Shadiq as, memakai celak di malam hari bermanfaat bagi tubuh dan di siang hari sebagai perhiasan.[12]
Dalam sumber Islam, memakai celak dikenal sebagai salah satu sunnah dalam sirah nabawi[13] dan Aimmah as juga turut mengajurkannya.[14] Disebutkan memakai celak mata sebagai tanda keimanan[15] dan Aimmah as mendorong pengikutnya untuk mengamalkannya.[16]. Sebagian dalam kitab-kitab riwayat, riwayat yang berkenaan dengan memakai celak ditulis dalam bab-bab khusus. [17]
Dalam beberapa riwayat, perhatian khusus diberikan pada jenis celak,[18] [catatan 1] jumlah penggunaannya,[19] dan waktu pemakaiannya.[20] Selain itu, juga disebutkan doa khusus yang dianjurkan saat memakai celak.[21] [catatan 2]
Hukum Fikih Celak Mata
Memakai celak mata dituliskan dalam beragam bab fikih, diantaranya:
Pada Hukum Pakaian
Sejumlah fakih tidak menyebut memakai celak mata sebagai perhiasan pada perempuan yang dilarang diperlihatkan di hadapan non mahram.[22] Demikian pula sebagian dari peneliti menyebut memakai celak mata sebagai salah satu misdaq[23] dari ayat إِلّا ما ظَهَرَ مِنْها (kecuali apa yang biasa tampak darinya) yaitu perhiasan-perhiasan yang penggunaannya bagi perempuan dihadapan non mahramnya tidak wajib. Pada ayat وَ لا یبْدِینَ زِینَتَهُنَّ إِلّا ما ظَهَرَ مِنْها (Dan mereka tidak mempertunjukkan perhiasan mereka kecuali yang tampak darinya). [24] Dalam tafsir mengenai ayat yang dimaksud sebuah riwayat dari Imam Shadiq as [25] dan Imam Baqir as [26] diriwayatkan bahwa memakai celak mata adalah salah satu dari perhiasan tubuh yang hukumnya boleh ditampakkan oleh perempuan. Selain itu, penggunaan celak juga dianggap sebagai hal yang diharamkan selama masa 'iddah.[27]
Pada Bab Ihram
Pada bahasan ihram, terkait makruhnya memakai celak hitam dalam keadaan ihram terdapat perbedaan pendapat. [28] Sejumlah ulama fakih menghukumi haram[29] memakai celak mata dalam keadaan ihram baik bagi laki-laki maupun perempuan [30] meskipun bukan dengan niat berhias.[31] Namun meski demikian, bagi yang terpaksa memakai celak mata pada saat ihram, maka hukumnya tidak haram.[32]
Beberapa fakih mengharamkan penggunaan celak mata pada saat ihram dengan alasan pandangan tersebutlah yang masyhur dan merupakan ijma[33] meskipun Syekh Thusi menyebutnya sebagai amalan yang makruh pada saat ihram.[34] Sebagian dari kitab-kitab hadis seperti Wasail al-Syiah[35] dan Mustadrak al-Wasail[36] terdapat bab khusus yang membicarakan mengenai keharaman celak mata saat ihram.
Sebagian dari Fukaha berkeyakinan memakai celak dalam keadaan ihram tidak memiliki kafarah, namun jika memiliki wewangian, maka menurut pendapat yang kuat, akan memiliki kafarah.[37]
Pada Salat dan Puasa
Sebagian Fakih berpendapat memakai celak mata dalam keadaan berpuasa adalah amalan yang diperbolehkan namun sebagian lainnya berpendapat memakai celak mata adalah salah satu dari amalan yang dapat membatalkan puasa.[38] Ulama fakih dalam jumlah yang sedikit berpandangan memakai celak mata bagi yang berpuasa jika bahan yang digunakan memiliki rasa dan bau yang sampai terasa ke tenggorokan, maka hukumnya makruh.[39]
Ulama-ulama Fakih berpandangan bahan celak adalah penyebab terhalangnya air wudhu ke anggota tubuh.[40]
Catatan Kaki
- ↑ Wujdani Fakhr, Al-Jawahir al-Fakhriyah, jld. 4, hlm. 255.
- ↑ Amili, Ma'alim al-Din, jld. 2, hlm. 906; Kelompok Pengarang, Majalah Feqh-e Ahl-e Beyt as, jld. 22, hlm. 69.
- ↑ Nuri, Mustadrak al-Wasail, jld.1, hlm. 396.
- ↑ Untuk contoh, lihat: Kulaini, al-Kafi, jld. 2, hlm. 492; Syekh Shaduq, Tsawab al-A'mal, hlm. 22.
- ↑ Syekh Shaduq, Tsawab al-A'mal, hlm. 22.
- ↑ Ibnu Bastam, Thib al-A'immah, hlm. 83; Thabarsi, Makarim al-Akhlaq, hlm. 46.
- ↑ Thabarsi, Makarim al-Akhlaq, hlm. 46.
- ↑ Ibn Hayyun, Da'aim al-Islam, jld. 2, hlm. 146.
- ↑ Thabarsi, Makarim al-Akhlaq, hlm. 45.
- ↑ Majlisi, Lawami' Shahib Qurani, jld.2, hlm. 461.
- ↑ SYekh Shaduq, Al-Khishal, jld.1, hlm. 237.
- ↑ Amili, Ma'alim al-Din, jld. 2, hlm. 906; Majlisi, Lawami' Shahib Qurani, jld.2, hlm. 461.
- ↑ Nuri, Mustadrak al-Wasā'il, jld. 1, hlm. 396.
- ↑ Kulaini, al-Kāfī, jld. 6, hlm. 493.
- ↑ Hurr Amili, Hidāyah al-Ummah, jld. 1, hlm. 150; Thabrisi, Makārim al-Akhlāk, hlm. 46
- ↑ Hurr Amili, Hidāyah al-Ummah, jld. 1, hlm. 149.
- ↑ Kulaini, al-Kāfī, jld. 6, hlm. 493.
- ↑ Kulaini, Al-Kafi, jld. 6, hlm. 493.
- ↑ Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 59, hlm. 287.
- ↑ Untuk contoh, silahkan lihat: Thabarsi, Makarim al-Akhlak, hlm. 46.
- ↑ Thabarsi, Makarim al-Akhlak, hlm. 47.
- ↑ Khomeini, Taudhīh Al-Masā'il, jld. 2, hlm. 928-929.
- ↑ QS. An-Nūr:31.
- ↑ Tim Penyusum, Majalleh-ye Ahle Beit, jld. 54, hlm. 155.
- ↑ Kulaini, al-Kāfī, jld. 5, hlm. 521; Faidh Kasyani, Tafsīr al-Shāfī, jld. 3, hlm. 430; Qurasyi, Qāmūs-e Qurān; jld. 3, hlm. 197.
- ↑ Qummi, Tafsīr Qummi, jld. 2, hlm. 101; Majlisi, Bihār al-Anwār, jld. 101, hlm. 33.
- ↑ Lihat: Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 32, hlm. 236; Bani Hasyimi Khomeini, Risalah Taudih al-Masail (maraji'), Daftar Intisyarat Islami, jld. 2, hlm. 527.
- ↑ Tim Peneliti, Mausū'ah al-Fiqh al-Islāmi, jld. 6, hlm. 613.
- ↑ Tim Peneliti, Mausū'ah al-Fiqh al-Islāmi, jld. 6, hlm. 613; Khomeini, Manāsek-e Hajj, hlm. 101; Khamenei, Manāsek-e Hajj, hlm. 26.
- ↑ Wijdani Fakhr, al-Jawāhir al-Fahriyyah, jld. 4, hlm. 255; Anshari, Manāsik Al-Hajj, hlm. 36; Khomeini, Tahrīr Al-Wasīlah, jld. 1, hlm. 422; Khamenei, Manāsek-e Hajj, hlm. 26; Wahid Khurasani, Manāsek-e Hajj, hlm. 124; Mahmudi, Manāsek-e Umre-e Mufrade, hlm. 65-66.
- ↑ Tim Peneliti, Mausū'ah al-Fiqh al-Islāmi, jld. 6, hlm. 613; Khomeini, Manāsek-e Hajj, hlm. 101; Khamenei, Manāsek-e Hajj, hlm. 26.
- ↑ Khomeini, Tahrīr al-Wasīlah, jld. 1, hlm. 422; Mahmudi, Manāsek-e Umre-e Mufrade, hlm. 65-66.
- ↑ Tim Peneliti, Mausū'ah al-Fiqh al-Islāmi, jld. 6, hlm. 613.
- ↑ Syekh Thusi, al-Jumal wa al-'Uqūd, hlm. 136.
- ↑ Hurr Amili, Wasā'il al-Syī'ah, jld. 12, hlm. 428.
- ↑ Nuri, Mustadrak al-Wasā'il, jld. 9, hlm. 217.
- ↑ Wijdani Fakhri, al-Jawāhir al-Fakhriyyah, jld. 4, hlm. 255; Khomeini, Tahrīr al-Wasīlah, jld. 1, hlm. 422; Mahmudi, Manāsek-e Umre-e Mufrade, hlm. 65-66.
- ↑ Lari, Majmūe-e Maqālāt, hlm. 591.
- ↑ Tim Peneliti, Farhangg-e Feqh, jld. 3, hlm. 178; Khomeini, Taudhīh AL-Masā'il, 345.
- ↑ Fayyaz, Resāle-ye Taudhīh al-Masā'il, hlm. 40.
Catatan
- ↑ Itsmid adalah jenis celak yang dalam riwayat dianjurkan penggunaannya. (Sebagai contoh, lihat: Kulaini, Al-Kafi, jld. 6, hlm. 493.) Beberapa orang percaya bahwa Itsmid adalah batu yang terdapat di pegunungan Isfahan (Zabidi, Taj al-Arus, jld. 15, hlm. 649) dan juga dikenal sebagai celak Isfahan. (Azdi, Kitab al-Ma', jld. 3, hlm. 1102)
- ↑
اللهم إنی أسألک بحق محمد وآل محمد أن تصلی علی محمد وآل محمد و أن تجعل النور فی بصری و البصیرة فی دینی و الیقین فی قلبی و الاخلاص فی عملی و السلامة فی نفسی و السعة فی رزقی و الشکر لک أبدا ما أبقیتنی
Daftar Pustaka
- Amili, Hasan bin Zainuddin. Ma'ālim al-Dīn wa Malādz al-Mujtahidīn (Qism Al-Fiqh). Qom: Muassasah Al-Fiqh li al-Thibah'ah wa al-Nasyr, 1418 H.
- Anshari, Murtadha. Manāsek-e Hajj. Qom: Majma' al-Fikr al-Islami, 1425 H.
- Azdi, Abdullah bin Muhammad. Kitāb Al-Mā'. Teheran: Muassese-e Mutaleāt-e Tarikh-e Pezesyki, Tebbe Eslami wa Mukammil - Danesygah-e Ulum-e Pezesyki-e Iran, 1387 HS/2009.
- Faidh Kasyani, Muhammad bin Syah Murtadha. Tafsīr Ash-Shāfi. Riset Husain A'lami. Tehran: Maktabah Ash-Shadr, 1415 H.
- Fayyadh, Muhammad Ishaq. Risāle-e Taudhīh Al-Masā’il. Qom: Entesyarat-e Majlisi. 1426 H.
- Hurr Amili, Muhammad bin Hasan. Hidāyah Al-ummah Ilā Ahkām Al-A’immah. Muntakhab Al-Masā’il. Masyhad: Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyyah, 1412 H.
- Ibn Hayyun, Nu'man bin Muhammad Maghribi. Da'āim Al-Islām wa Dzikr Al-Halāl wa Al-Harām wa Al-Qadhāyā wa Al-Ahkām. Qom: Muassasah Ali Al-Bait, 1385 H.
- Ibn Mandzhur, Muhammad bin Mukarram. Lisān al-'Arab. Beirut: Dar al-Fikr Li al-Thiba'ah wa An-Nasyr wa At-Tauzi', 1414 H.
- Ibna Bistham, Abdullah & Husain. Thibb Al-Islām. Qom: Dar Asy-Syarif Ar-Radhi, 1411.
- Khamenei, Ali. Manāsek-e Hajj. Tanpa tahun dan tempat.
- Khomeini, Ruhullah Musawi. Manāsek-e Hajj. Tanpa tempat & tahun.
- Khomeini, Ruhullah Musawi. Tahrīr Al-Wasīlah. Qom: Muassese-e Matbu'at-e Dar Al-Ilm, tanpa tahun.
- Khomeini, Ruhullah Musawi. Taudhīh Al-Masā’il. Qom: Daftar-e Entesyarat-e Eslami, 1424 H.
- Khomeini, Ruhullah Musawi. Taudhīh Al-Masā’il. Tanpa tempat, 1424 H.
- Kulaini, Muhammad bin Ya’qub. Al-Kāfī. Teheran: Dar Al-Kutub Al-Islamiyyah, 1407 H.
- Lari, Abdul Husain. Majmū’e-e Maqālāt. Qom: Muassasah Al-Ma'rif Al-Islamiyyah, 1418 H.
- Mahmud, Abdurrahman. Mu’jam Al-Mushthālahāt wa Al-Alfādz Al-Fiqhiyyah, tanpa tahun dan tempat.
- Mahmudi, Muhammad Reza. Manāsek-e Umre-e Mufrade. Qom: Nasyr-e Masy’ar, 1429 H.
- Majlisi Awwal, Muhammad Taqi. Lawāmi' Shāhibqarārnī. Qom: Muassese-e Esmailiyan, 1414 H.
- Majlisi, Muhammad Baqir. Bihār Al-Anwār Al-Jāmi’ah Li Durar Akhbār Al-A'immah Al-Athhār. Beirut: Dar Ihya' al-Turats al-'Arabi, 1403 H.
- Nuri, Mirza Husain. Mustadrak Al-Wasā’il wa Mustanbath Al-Masā’il. Beirut: Muassasah Ali Al-Bait, 1408 H.
- Qummi, Ali bin Ibrahim. Tafsīr Qummi. Riset Thayyib Musawi Jazairi. Qom: Dar Al-Kitāb, 1404 H.
- Qurasyi, Ali Akbar. Qāmus-e Qurān. Teheran: Dar Al-Kutub Al-Islamiyyah, 1412 H.
- Shaduq, Muhammad bin Ali. Al-Khisāl. Qom: Jame’e-e Mudarrisin, 1362 HS/1984.
- Shaduq, Muhammad bin Ali. Tsawāb Al-A’māl wa 'Iqāb Al-A’māl. Qom: Dar Asy-Syarif Ar-Radhi Li An-Nasyr, 1406 H.
- Thabrisi, Hasan bin Fadhl. Makārim Al-Akhlāq. Qom: Syarif Ar-Radhi, 1412 H.
- Thusi, Muhammad bin Hasan. Al-Jumal wa Al-‘Uqūd Fī Al-‘Ibādāt. Masyhad: Muassese-e Nasyr-e Danesyghah-e Ferdausi, 1387 H.
- Tim Peneliti di bawah naungan Syahrudi, Mahmud Hasyimi. Farhangg-e Feqh-e Mutābeq-e Mazhab-e Ahl-e Beit. Qom: Muassasah Da’irah Al-Ma’arif Feqh-e Eslami Bar Mazhab-e Ahl-e Beit, 1426 H.
- Tim Peneliti di bawah naungan Syahrudi, Mahmud Hasyimi. Mausū’ah Al-Fiq Al-Islāmi Thibqan Li Mazdzhab Ahl Al-Bait. Qom: Muassasah Da’irah Al-Ma’arif Feqh-e Eslami Bar Mazhab-e Ahl-e Beit, 1423 H
- Tim Penyusun. Majalle-e Feqh-e Ahl-e Beit, Farsi. Muassese-e Da’rah Al-Ma’arif Feqh-e Eslmai Dar Madzhab-e Ahl-e Beit, tanpa tahun.
- Wahid Khurasani, Husain. Manāsek-e Hajj. Qom: Madrasah Al-Imam Baqir Al-‘Ulum, 1428 H.
- Wijdani Fakhr, Qudratullah. Al-Jawāhir Al-Fakhriyyah Fī Syarh Ar-Raudhah Al-Bahiyyah. Qom: Entesyarat-e Sama’ Qalam, 1426 H.
- Zubaidi, Muhammad Murtadha. Tāj Al-‘Arūs Min Jawāhir Al-Qāmūs. Beirut: Dar Al-Fikr, 1414 H.