Haji Tamattu'

Prioritas: b, Kualitas: b
Dari wikishia

Haji Tamattu’ (bahasa Arab: حجّ التَمَتُّع) adalah salah satu bagian dari tiga jenis haji dalam Islam yang merupakan kewajiban bagi seseorang yang memiliki jarak tempat tinggal hingga Mekah lebih dari 16 farsakh atau 48 mil. Haji Tamattu' terdiri dari dua bagian: Umrah Tamattu' dan Haji Tamattu'

Sebab Penamaan

Haji terbagi kepada 3 bagian: Haji Ifrad, haji Qiran dan haji Tamattu'.

Tamattu' berarti menggunakan dan mengambil manfaat.[1] Sebab penamaan haji Tamattu' ini karena hal-hal yang diharamkan dalam ihram menjadi halal dan pelaku haji boleh mengambil manfaat dari hal-hal yang tadinya diharamkan antara waktu umrah tamattu’ dan haji. Sedangkan umrah Tamattu' dinamai dengan umrah Tamattu' karena berkaitan dengan haji Tamattu' dan menjadi bagian darinya sehingga menurut pandangan syar'i keduanya terhitung sebagai satu amalan. Oleh karena itu, mengambil manfaat dari hal-hal yang diharamkan selama ihram di antara jeda waktu antara keduanya, sama nilanya dengan memanfaatkan hal-hal yang haram dari keduanya pada musim haji.[2] Bab haji dalam kitab-kitab fikih banyak membahas tema ini.

Hukum Taklifi

Haji tamattu' kewajiban Āfāqi yaitu bagi seseorang yang jarak tempat tinggalnya sampai Mekah antara 12 atau 16 farsakh, sesuai perbedaan pendapat (fatwa) dalam masalah ini. [3] Dalam melakukan haji sunnah, seseorang bebas memilih di antara jenis-jenis haji.[4]

Cara Melaksanakan Haji Tamattu'

Haji Tamattu' terdiri dari dua bagian: Umrah Tamattu' dan haji Tamattu'. Sebelum melaksanakan Haji Tamattu' maka harus melakukan Umrah Tamattu terlebih dahulu.

Umrah Tamattu'

Umrah Tamattu' terdiri dari 5 amalan:

  1. Mengenakan pakaian ihram dari miqat-miqat pada bulan-bulan haji: Syawal, Dzulkaidah dah, Dzulhijjah.
  2. Bertawaf mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali
  3. Melaksanakan dua rakaat salat Thawaf dibelakang maqam Ibrahim
  4. Melaksanakan sa'i antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali putaran
  5. Taqshir, dengan mengerjakan taqshir maka seseorang yang mengenakan pakaian ihram telah keluar dari ihram dan semua hal-hal yang sebelumnya diharamkan baginya menjadi halal.

Haji Tamattu'

Setelah melaksanakan Umrah bisa melakukan Haji Tamattu' yang terdiri dari 13 bagian:

  1. Mengenakan pakaian ihram dari Mekah tatkala ia yakin ia akan dapat wuquf di Arafah, meskipun lebih baik mengenakan pakaian ihram pada hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah).
  2. Wukuf di Arafah: semenjak tergelincir hingga tenggelamnya matahari pada hari Arafah (9 Dzulhijjah).
  3. Menginap di Masy'aril Haram pada malam Idul Kurban dan wuquf di sana semenjak terbitnya fajar hingga terbitnya matahari
  4. Melempar jumrah 'Aqabah: melempar tujuh kali lontaran kerikil di Jumrah 'Aqabah pada hari Idul Kurban
  5. Berkurban di Mina pada hari ke-10, dan berdasarkan fatwa sebagian ulama memakan sedikit daging kurban itu
  6. Menggundul rambut kepala (halq) atau mencukur sebagian rambut kepala (taqshir) di Mina pada hari Idul Kurban
  7. Thawaf ziarah
  8. Melakukan dua rakaat salat Thawaf ziarah dibelakang Maqam Ibrahim as
  9. Sa'i antara Shafa dan Marwah
  10. Thawaf Nisa'
  11. Melakukan dua rakaat salat Thawaf Nisa' di belakang maqam Nabi Ibrahim as
  12. Menginap di Mina pada hari-hari Tasyriq (malam-malam ke: 11, 12 dan untuk sebagian orang malam ke 13)
  13. Melempar jumrah: melempari tiga jumrah dengan kerikil pada hari ke 11 dan 12, juga hari ke-13 bagi orang-orang yang bermalam di Mina pada malam itu

Seseorang yang melaksanakan manasik haji dapat melakukan amalan-amalan haji sesuai dengan urutan di atas. Atau setelah mencukur atau mengunduli rambut kepala tetap tinggal di Mina dan setelah melakukan amalan-amalannya (menginap dan melempar tiga jumrah) setelah matahari tergelincir pada hari ke-12 kembali ke Mekah dan mengerjakan amalan-amalan di Mekah (thawaf, salat thawaf, sa'i, thawaf Nisa' dan salat thawaf Nisa'), sebagaimana diperbolehkan baginya tinggal pada malam ke-13 di Mina dan pada hari ke-13 setelah melempar ketiga jumrah kembali ke Mekah, meski matahari belum tergelincir.[5]

Ahkam

Seseorang yang berkewajiban melakukan haji tamattu' tidak dapat merubah untuk melakukan haji Qiran atau Ifrad. Apabila ia berpindah, maka taklifnya untuk menunaikan haji Tamattu' tidak akan gugur, kecuali pada keadaan darurat seperti sempitnya waktu, terdapat halangan seperti haid bagi wanita.[6]

Sunnah melakukan haji sunnah (istihbābi) secara tamattu' meskipun orang yang melaksanakan haji itu bukan haji afaqi. [7]

Dengan melakukan halq atau taqshir, hal-hal yang diharamkan dalam ihram, kecuali wanita dan wewangian berdasarkan pendapat masyhur, menjadi halal. [8] Setelah thawaf ziarah, salat ziarah dan sa'i, berdasarkan perkataan masyhur wewangian juga akan menjali halal. [9]dan setelah thawaf Nisa' dan salatnya, perempuan juga menjadi halal. [10]

Syarat-syarat Haji Tamattu

Haji Tamattu' selain memiliki syarat-syarat umum, juga memiliki syarat-syarat berikut:

  1. Niat berhaji tamattu' ketika mengenakan baju ihram untuk melakukan umrah Tamattu'
  2. Amalan-amaln itu dilakukan pada bulan-bulan haji, yaitu pada bulan-bulan Syawal, Dzulkaidah dan Dzulhijjah. [11]
  3. Melakukan umrah tamattu' dan haji pada satu tahun.
  4. Mengenakan pakaian ihram untuk haji tamattu' dari Mekah, dan yang paling utama di antara tempat-tempat di Mekah adalah masjidil Haram, dan tempat paling utama di masjidil Haram adalah maqam Ibrahim atau hijr Ismail as.[12]

Tipologi Haji Tamattu

Haji tamattu' dalam bandinganya dengan haji Qiran dan ifrad memiliki beberapa tipologi tertentu sebagaimana berikut:

  1. Pada haji tamattu', umrah dan haji saling berkaitan dan diantara keduanya tidak bisa dipisahkan, berbeda dengan Qiran dan Ifrad dimana umrah tidak wajib dalam keduanya kecuali jika karena nadzar dan semacamnya.
  2. Dalam haji tamattu', umrah harus dilakukan sebelum mengerjakan haji, namun dalam Qiran dan Ifrad umrah dilakukan setelah haji.
  3. Pada haji tamattu', umrah sebagaimana haji harus dilakukan pada bulan-bulan haji, tidak seperti umrah dua haji lainnya.
  4. Dalam haji tamattu', umrah dan haji harus dilaksanakan dalam satu tahun, tidak seperti Qiran dan Ifrad.
  5. Berdasarkan pendapat masyhur, dalam haji tamattu', keluar dari Mekah setelah menyelesaikan umrah hanya diperbolehkan dengan ihram haji kecuali jika kembali ke Mekah sebelum selesai satu bulan. Menurut pendapat yang tidak masyhur, itu dimakruhkan. Namun dalam haji selain tamattu' kapan saja dapat keluar dari Mekkah tanpa ihram.
  6. Pada haji tamattu', miqat haji adalah kota Mekah itu sendiri, namun dalam haji Qiran dan Ifrad, miqatnya adalah salah satu miqat yang lima itu atau rumah orang yang berhaji apabila lebih dekat ke Mekah dari miqatnya.
  7. Pada haji tamattu', miqat umrah adalah salah satu dari miqat-miqat terkenal atau tempat-tempat yang dihukumi sebagai miqat, sementara pada umrah Qiran dan Ifrad miqat-miqatnya bagi siapa saja yang berada di haram adalah Adna al-Hill dan bagi siapa saja yang bermukim di luar haram, maka miqatnya adalah salah satu dari lima miqat itu atau rumahnya.
  8. Seseorang yang berihram untuk umrah tamattu' begitu melihat rumah-rumah di Mekah maka ia harus berhenti mengucapkan bacaan talbiyah, namun orang-orang yang berihram untuk umrah mufradah apabila untuk ihram ia keluar dari Mekah, maka ia menghentikan bacaan talbiyahnya ketika melihat Kakbah, jika tidak demikian, maka ketika memasuki haram, ia harus berhenti mengucapkan bacaan talbiyah. Terkait dengan penghentian bacaan talbiyah pada umrah mufradah juga terdapat pendapat lain.
  9. Umrah tamattu' tidak mencakupi thawaf Nisa', namun umrah Qiran, berdasarkan pendapat masyhur mencakupi thawaf Nisa'.
  10. Dalam haji tamattu', mendahulukan thawaf Ziarah dan sa'i atas wuquf di Arafah dan masy'ar ketika hal itu menjadi pilihan adalah tidak boleh, sedangkan pada haji Qiran dan Ifrad berdasarkan pendapat masyhur adalah boleh.
  11. Dalam haji mufrad dan Qiran mengakhirkan thawaf ziarah, sa'i dan thawaf Nisa' dari hari-hari tasyri' dan melaksanakannya selama bulan Dzulhijjah adalah boleh, sedangkan pada haji tamattu' tidak boleh atau makruh menghakhirkan amalan-amalan itu berdasarkan perbedaan pendapat dalam masalah ini.
  12. Berdasarkan sebuah pendapat, dalam haji Tamattu', setelah berihram untuk haji, maka haram melakukan thawaf mustahab, namun dalam dua bagian haji yang lain menurut pendapat semua fukaha adalah boleh.
  13. Dalam haji tamattu', mengenakan pakaian ihram hanya benar dengan membaca kalimat talbiyah, sedangkan dalam haji Qiran, sesuai dengan pendapat masyhur, disamping bisa benar dengan membaca talbiyah, juga bisa benar dengan isy'ar (melukai punok unta dan melumurkannya dengan darah sebagai tanda binatang kurban haji) dan taklid(mengalungkan tali, sepatu tua atau ikat pinggang ke leher unta, sapi atau kambing sebagai tanda bintang kurban yang dengan perbuatan ini seseorang menjadi berihram).
  14. Dalam haji tamattu', berkurban adalah wajib, namun dalam dua macam haji yang lain, berkurban hanya mustahab saja
  15. Bagi orang-orang yang mengerjakan haji Ifrad, boleh berpindah ke haji tamattu' jika diandaikan boleh ia lakukan, namun bagi orang yang melakukan haji tamattu' tidak boleh berpindah ke haji Ifrad dalam kondisi ikhtiar. Dalam haji Qiran, tidak boleh berpindah dari haji Qiran ke haji lain dan tidak boleh pula haji lain berpindah ke haji Qiran.[13]

Catatan Kaki

  1. Ibnu Atsir, al-Nihayah fi Gharib al-Hadis wa al-Atsar, jld. 5, hlm. 292
  2. Naraqi, Mustanad al-Syiah, jld. 11, hlm. 206-207; Najafi, Jawāhir al-Kalām, jld. 18, hlm. 2.
  3. Jawāhir al-Kalām, Jld. 18, hlm. 5.
  4. Manasik Haj, hlm.11
  5. Najafi, Jawāhir al-Kalām, jld. 18, hlm. 3-4
  6. Najafi, Jawāhir al-Kalām, jld. 18, hlm. 10.
  7. Najfi, Jawāhir al-Kalām, jld. 18, hlm. 10-11.
  8. Najafi, Jawāhir al-Kalām, jld. 19, hlm. 251.
  9. Najafi, Jawāhir al-Kalām, jld. 19, hlm. 257-258.
  10. Najfi, Jawāhir al-Kalām, jld. 19, hlm. 258-259.
  11. Terdapat perbedaan pendapat bahwa semua bulan Dzulhijah adalah bulan haji atau hanya 10 atau 9 hari pertamanya atau hingga terbitnya fajar hari ke-10.
  12. Najfi, Jawāhir al-Kalām, jld. 18, hal. 11-18, Sabzawari, Mahadzdzab al-Ahkām, jld. 12, hal. 347-360.
  13. Najafi, Jawāhir al-Kalām, jld. 18, hlm. 74-79, Sabzawri, Muhadzzab al-Ahkām, jld. 12, hlm. 246-247.

Daftar Pustaka

  • Najafi, Muhammad Husain. Jawāhir al-Kalām fi Syarah Syarāyi' Islām. Beirut: Dar Ihya al-Tsurats al-Arabi, 1404 H.
  • Naraqi, Ahmad bin Muhammad. Mustanad al-Syiah fi Ahkām al-Syari'ah. Qom: Muasasah Ali al-Bayt As, 1415 H.
  • Sabzawari, Sayid Abdul A'la. Mahadzdzab al-Ahkām fi Bayān al Halāl wa al-Harām. Qom: Muasasah al-Manar, 1413 H.