Peristiwa Terbunuhnya Utsman
Peristiwa Terbunuhnya Utsman (bahasa Arab:حادثة مقتل عثمان) mengacu pada pemberontakan masyarakat pada tahun 35 H dalam melawan Utsman bin Affan, khalifah ketiga umat Islam, yang menyebabkan peristiwa pembunuhannya. Awal pemberontakan muncul dari rakyat Mesir sebagai tanggapan atas pemecatan Amr bin Ash dari jabatan gubernur Mesir dan pengangkatan Abdullah bin Abi Sarh sebagai penggantinya. Tentu saja, cara Utsman memerintah adalah mempercayakan posisi penting pemerintahan kepada kerabatnya bani Umayyah, serta memberikan bagian besar dari harta Bait al-Mal kepada mereka, menyebabkan ketidakpuasan dan protes di kalangan masyarakat, khususnya para sahabat Nabi saw.
Dua Belah Pihak | Pemberontak dari Mesir, Kufah, Bashrah dan lain-lain |
---|---|
Waktu | Tahun 35 Hijriah |
Tempat | Madinah |
Hasil | Terbunuhnya Utsman |
Para pemrotes dari Mesir pergi ke Madinah untuk melakukan unjuk rasa, dan dengan perantaraan Imam Ali as, Utsman berkomitmen untuk mereformasi banyak hal yang berguna bagi masyarakat Mesir. Ketika dalam perjalanan kembali ke mesir, mereka menemukan surat Utsman yang ditujukan kepada gubernur Mesir, di mana Utsman memerintahkan untuk membunuh dan memenjarakan mereka. Oleh karena itu, mereka kembali lagi ke Madinah dan menuntut pengunduran diri Utsman dari kursi kekhalifahan, tetapi Utsman tidak menyetujui permintaan mereka. Mereka pun mengepung rumah Utsman dan setelah empat puluh hari pengepungan dia pun dibunuh dan jasadnya dihalangi untuk dimakamkan di pekuburan kaum Muslimin.
Imam Ali as tahu sekalipun Utsman memiliki banyak kesalahan dan kekeliruan dalam peristiwa ini, tetapi Imam Ali as tidak setuju dengan pembunuhan Utsman, untuk itu Imam as memerintahkan orang-orang seperti Imam Hasan as dan Abdullah bin Zubair untuk menjaga rumah Utsman.
Pembunuhan Utsman menyebabkan dimulainya konflik internal dan perang saudara di antara umat Islam. Seperti berkobarnya lagi konflik antara bani Hasyim dan bani Umayyah, begitu juga Aisyah, Thalhah dan Zubair yang memulai perang Jamal melawan Imam Ali as dengan dalih menuntut darah Utsman. Oleh karena itu, peristiwa ini dianggap sebagai awal dari fitnah di dalam dunia Islam.
Pentingnya Peristiwa Ini Dalam Sejarah Islam
Pembunuhan Utsman dianggap sebagai salah satu peristiwa terpenting di periode setelah Nabi Islam Muhammad saw. Menurut beberapa peneliti, setelah terbunuhnya Utsman, sejarah Islam memasuki babak baru.[1] Selain itu, pembunuhan Utsman memiliki berbagai konsekuensi dan berpengaruh dalam kemunculan peristiwa - peristiwa selanjutnya. Sejarawan Ahlusunah, Ibn Hajar Asqalani (W. 852 H) menganggap peristiwa terbunuhnya Utsman sebagai awal dari fitnah di dalam dunia Islam.[2]
Deskripsi Kisah
Menurut sumber–sumber sejarah yang ada, setelah pencopotan Amr bin Ash dari gubernur Mesir dan diangkatnya Abdullah bin Abi Sarh sebagai penggantinya, sekitar 600 orang Mesir pergi ke Madinah untuk melakukan protes, dan ini adalah awal dari aksi protes terhadap Utsman.[3]Sebagian lain menganggap pembagian khalifah atas harta Bait al-Mal adalah pemicunya.[4] Setelah pengunjuk rasa bergerak ke Madinah, para pengunjuk rasa menulis surat dan menyeru orang-orang untuk datang ke Madinah.[5]
Kedatangan Pengunjuk Rasa ke Madinah dan Tobatnya Utsman
Ketika para pengunjuk rasa mendekati kota Madinah, Utsman menjadikan Imam Ali as sebagai mediator untuk membujuk mereka mereka kembali ke Mesir.[6] Menurut keterangan sumber – sumber sejarah, Utsman berjanji kepada para pengunjuk rasa bahwa orang-orang yang diasingkan akan dikembalikan, dan dalam masalah pembagian harta Baitul mal akan memperhatikan asas keadilan. Dan orang-orang yang dapat dipercaya dan kuat akan ditunjuk untuk menangani urusan ini.[7] Juga, Utsman pergi ke mimbar dan bertobat serta beristigfar atas tindakannya dan menjadikan orang-orang sebagai saksi atas apa yang dia katakan.[8] Setelah itu, para pengunjuk rasa kembali ke kota mereka.[9]
Para Pengunjuk Rasa Kembali ke Madinah
Ketika para pengunjuk rasa kembali dari Madinah, mereka mendapati budak Khalifah yang menyembunyikan sebuah surat.[10] Surat tersebut disahkan dengan cap dari Khalifah dan di dalamnya tertulis perintah pembunuhan dan pemenjaraan para pengunjuk rasa. Para pengunjuk rasa pun kembali ke Madinah setelah mengetahui isi dari surat itu.[11] begitu juga orang-orang Kufah setelah diberitahu isi surat tersebut.[12] Para pengunjuk rasa pergi menemui Imam Ali as dan pergi bersamanya menemui Utsman. Utsman bersumpah bahwa dia tidak menulis surat itu bahkan tidak mengetahuinya.[13] Tetapi para pengunjuk rasa tidak percaya dan mengatakan bahwa Utsman harus mengundurkan diri dari kekhalifahan.[14] Utsman tidak menerima kata-kata mereka, namun Utsman mengatakan bahwa dirinya siap untuk bertobat. Dengan mengacu pada tobat dan pelanggaranny yang telah lalu, para pengunjuk rasa mengatakan bahwa mereka akan puas hanya dengan pengunduran diri Utsman dari kekhalifahan, baik itu dengan konsekuensi mereka terbunuh atau utsman yang terbunuh.[15]
Pengepungan Rumah Utsman
Para pengunjuk rasa mengepung rumah Utsman dan mereka melarang air dan makanan masuk ke dalam rumahnya.[16] Para pengepung adalah orang-orang dari wilayah Mesir, Basrah, Kufah dan sebagian penduduk Madinah.[17] Pengepungan rumah Utsman berlangsung selama 40 hari.[18] Selama periode ini, Utsman menulis surat kepada Muawiyah dan Ibn Amir untuk meminta bantuan mereka.[19] Di sisi lain, atas perintah Imam Ali as, Imam Hasan as bersama dengan beberapa orang seperti Abdullah bin Zubair dan Marwan bin Hakam melindungi rumah Utsman.[20]
Utsman meminta Imam Ali as, Thalhah, Zubair dan istri-istri Nabi saw untuk membawakan air untuknya.[21] Imam Ali as dan Ummu Habibah, istri Nabi saw adalah orang-orang pertama yang mencoba membawakan air untuk Utsman, tetapi pengunjuk rasa melarang mereka.[22] Setelah lelarang masuknya air dan makanan, Imam Ali as menegur keras para pemberontak dan menganggap tindakan mereka bukanlah tindakan orang-orang beriman, bahkan orang-orang kafir pun tidak akan melakukannya. Imam Ali as mengatakan dalil mana yang memperbolehkan penahanan dan pembunuhan Utsman.[23] Tentu saja, ada beberapa kelompok diam-diam membawakan air kepada khalifah.[24]
Pembunuhan dan Penguburan Utsman
Ada berbagai keterangan yang berbeda terkait pembunuhan Utsman.[25] Menurut beberapa keterangan, sebuah kelompok menyerbu rumah dan orang-orang di dalam rumah mengusir mereka. Mereka pun menyerbu lagi, dalam penyerbuan ini Utsman terbunuh[26] dan jari istrinya Nailah terputus.
Pembunuhan Utsman diperkirakan terjadi pada tanggal 18 Dzulhijjah, 35 H.[27] Hari kematian Utsman juga dikenal sebagai Peristiwa “Yaumuddar".[28] Menurut keterangan yang diriwayatkan oleh Tabari, jenazah Utsman dibiarkan selama tiga hari, setelah itu, beberapa orang membawa jenazahnya ke Baqi, sehingga ia dimakamkan di Husy-Kaukab (pemakaman orang-orang Yahudi), dan kemudian Muawiyah menggabungkan tempat tersebut ke dalam Baqi.[29]
Asal Muasal Munculnya Ketidakpuasan dan Pemberontakan
Sebagian orang percaya bahwa ketidakpuasan dan pemberontakan terhadap Utsman tidak terjadi secara tiba-tiba dan hanya sekali terjadi, tetapi justru dilatarbelakangi dengan berbagai faktor yang menyebabkan munculnya pihak oposisi dari waktu ke waktu.[30] Faktor-faktor tersebut sebagian besar terkait dengan kinerja Khalifah.[31] Diantaranya:
Pengangkatan Bani Umayyah Untuk Memegang Urusan Pemerintahan
Menurut Rasul Jafarian (L. 1343 S), seorang sejarawan, Utsman mempercayakan posisi penting pemerintahan kepada Bani Umayyah dan hampir semua kekuasaan jatuh ke tangan mereka.[33] Dengan pengangkatan bani Umayyah untuk memegang posisi penting pemerintahan, Utsman bisa dikatakan sebagai pengasas pemerintah bani Umayyah. Sumber sejarah menyebutkan beberapa kabilah dari Utsman dan posisi mereka sebagai berikut:
Nama | Nasab dan Kekerabatan dengan Utsman | Jabatan |
---|---|---|
Walid bin 'Uqbah | Saudara seibu Utsman | Gubernur Kufah[34] |
Abdullah bin 'Amir | Sepupu Utsman | Gubernur Basrah[35] |
Abdullah bin Abi Sarh | Saudara Sesusu Utsman | Gubernur Mesir[36] |
Muawiyah bin Abi Sufyan | Bani Umayyah | Gubernur Syam[37] |
Marwan bin Hakam | Sepupu dan Menantu Utsman | Penulis Surat[38] |
Said bin 'Ash | Bani Umayyah | Gubernur Kufah[39] |
Pengangkatan kerabat Utsman untuk posisi penting dan bentuk kinerja pemerintahan mereka telah menyebabkan banyak protes dari kaum Muslimin.[40] Seperti Abdullah bin Amir yang memiliki riwayat kemurtadannya.[41] Walid bin 'Uqbah disebut sebagai fasik di dalam Al-Qur'an.[42] Marwan bin Hakam dan ayahnya yang diusir Nabi saw dari Madinah, akan tetapi Utsman tetap membawa mereka kembali ke Madinah.[43]
Pemberian Harta Baitul Mal
Utsman menjadi sangat kaya setelah menjabat kekhalifahan.[44] Permasalahan terpenting Utsman adalah pembagian harta Baitul Mal.[45] Dia memberikan banyak harta kepada bani Umayyah.[46] Sebagai contoh dia memberikan khumus yang bersal dari Afrika kepada Marwan bin Hakam[47] dan pada kesempatan lain dia memberikannya kepada Abdullah bin Abi Sarh.[48] Dia juga memberikan banyak harta kepada Harits bin Hakam,[49] Hakam bin Abi al-Ash,[50] Abdullah bin Khalid bin Asyad dan lainnya.[51] Pemberian harta Baitul Mal ini bertentangan dengan kebijakan para khalifah sebelum Utsman,[52] dan telah menyebabkan dampak negatif di tengah masyarakat, serta menimbulkan kecurigaan banyak orang.[53]
Abdullah Bin Saba
Beberapa sejarawan Ahlusunah percaya bahwa Abdullah bin Saba berperan dalam mempropagandakan dan menciptakan pemberontakan melawan Utsman.[54] Di sisi lain, pihak dari penelaah Syiah[55] dan Ahlusunah[56] meragukan keberadaan seseorang bernama Abdullah bin Saba ini. Begitu juga menurut Rasul Jafarian, masyarakat Islam tidak begitu lemah sehingga pemberontakan melawan khalifah Muslim dilakukan oleh seorang Muslim Yahudi yang baru menjadi Islam.[57]
Peran Sahabat
Taha Husain (W. 1973 M), salah satu pengkaji dari Ahlusunah percaya bahwa tidak ada Sahabat Muhajir dan Anshar yang terlibat dalam pembunuhan Utsman. Beberapa dari mereka menentang kebijakan Utsman, tetapi mereka terpaksa untuk tetap diam. Sebagian sahabat lainnya tidak ikut campur, dan ada juga yang meninggalkan Madinah.[58] Dia juga meyakini bahwa apa yang disebutkan dalam sumber-sumber riwayat dan sejarah tentang adanya peran para sahabat dalam pengepungan dan penyerangan serta pembunuhan Utsman sangatlah lemah.[59] Hal ini adalah sebagai hasil dari analisa pada keyakinan Ahlusunah yang memandang keadilan semua sahabat, sedangkan pengakuan terhadap peran sahabat dalam pembunuhan Utsman hal itu bertentangan dengan keyakinan mereka.[60] Namun, menurut berbagai sumber rujukan, beberapa sahabat terlibat dalam pemberontakan melawan Utsman. Misalnya, Hasyim bin Utbah telah memperkenalkan para pembunuh Utsman sebagai sahabat Muhammad Saw, anak-anak mereka, dll.[61] Begitu juga istri Utsman menulis surat kepada Muawiyah setelah pembunuhan Utsman, dimana ia menganggap penduduk Madinah sebagai orang-orang yang mengepung rumah Utsman.[62]
Imam Ali as
Imam Ali as di satu sisi menyebut Utsman sebagai حَمَّالُ الْخَطَایا,"seseorang dengan banyak kesalahan"[63] dan tidak meyakini bahwa Utsman terbunuh dalam kondisi terzalimi.[64] Di sisi lain, dia menentang pembunuhan Utsman dan memperkenalkan dirinya sebagai orang yang paling tidak bersalah dalam pembunuhan Utsman,[65], Imam Ali as juga menasihati para pemberontak dan menunjukkan kesalahan mereka.[66] Selama pengepungan rumah Utsman, beberapa orang menyarankan kepada Imam Ali as untuk meninggalkan Madinah sehingga jika Utsman terbunuh, dia sedang tidak berada di Madinah. Namun Imam Ali as tidak menerima tawaran mereka.[67]
Thalhah
Thaha Husain (W. 1973 M), sejarawan berkebangsaan Mesir, menganggap Thalhah sebagai salah seorang yang tidak menyembunyikan keinginannya untuk bergabung dengan para pemberontak, bahkan dia memberikan sebagian hartanya kepada sekelompok dari mereka.[68] Juga, menurut beberapa sumber disebutkan bahwa Thalhahlah yang mengusulkan akan pelarangan membawakan air dan makanan ke dalam rumah Utsman.[69]
Muawiyah
Utsman ketika dikepung menulis surat kepada Muawiyah dan meminta bantuannya. Muawiyah pun mengirimkan pasukan sebanyak 1200 orang. Namun, dia memerintahkan mereka untuk tinggal di perbatasan Syam hingga dikeluarkan perintah berikutnya.[70] Tentara ini gagal mencapai Madinah untuk membantu khalifah, dan ketika utusan dari Syam pergi menghadap Utsman untuk mendapatkan informasi darinya, Utsman mengatakan kepadanya, "Kalian sedang menunggu kematianku hingga kalian dapat menjadikan diri kalian sebagai penuntut darahku.[71]
Imam Ali as menyalahkan Muawiyah karena telah membunuh Utsman (secara tidak langsung) dan ketika Muawiyah menuduhnya sebagai pembunuh Utsman, Imam Ali as menyebut kegagalan Muawiyah dalam membantu Utsman dan juga mengingatkan adanya pembelaan Imam Ali as terhadap Utsman selama pengepungan.[72]
Imam Ali as |
---|
"Pihak mana yang telah mempersiapkan peristiwa pembunuhan Utsman; Ali adalah pihak yang telah membantu Utsman untuk tetap pada posisinya dan memperingatkannya untuk menghentikan segala kesalahannya, atau Muawiyah yang diminta bantuan oleh Utsman dan dia menunda membantunya sampai dia terbunuh."[73] |
Beberapa sahabat menjadikan Muawiyah dan menganggapnya sebagai salah satu pelaku pembunuhan Utsman, dia gagal mendukungnya bahkan dia menunggu terbunuhnya Utsman.[74]
Aisyah
Menurut Muhammad bin Jarir Thabari, Aisyah berkata tentang Utsman, اُقْتُلُوا نَعْثَلا فَقَدْ کفَر "Bunuhlah orang tua bodoh itu[catatan 1] karena dia telah kafir".[75] Ketika para pemberontak berada di Madinah, Marwan bin Hakam meminta Aisyah untuk menengahi antara Khalifah dan para pemberontak. Aisyah menjadikan perjalanan haji sebagai alasan dan mengatakan bahwa dia senang kalau dirinya bisa memotong Utsman menjadi beberapa bagian dan melemparkannya ke laut.[76] Setelah kematian Utsman, Aisyah mengubah posisinya dan mengklaim bahwa dia sebagai penuntut darahnya.[77] Dalam surat Sa’ad bin Abi Waqqash kepada Ibn Ash ditulis bahwa: "Utsman dibunuh dengan sebuah pedang, dimana Aisha lah yang merencanakan dan Talhah yang menyepurnakannya.[78] Namun, setelah pembunuhan Utsman dan orang-orang berbaiat kepada Ali as, Aisyah kembali ke Mekah, dan memberikan pidato kepada orang-orang, serta menyebutkan bahwa Imam Ali as adalah orang yang bertanggung jawab dalam pembunuhan Utsman.[79] Dengan perubahan sikap Aisyah ini, Ummu Salamah, istri Nabi Saw menegurnya dengan keras bahwa anda telah menghasut orang-orang untuk membunuh Utsman, akan tetapi hari ini kamu mengatakan hal ini.[80] Aisyah menjawab: "Apa yang aku katakan sekarang lebih baik daripada apa yang aku katakan saat itu.[81]
Beberapa Konsekuensi Peristiwa Ini
Pembunuhan Utsman memiliki konsekuensi di kemudian hari, beberapa di antaranya adalah:
• Peristiwa ini yang mendasari terjadinya perang pada masa kekhalifahan Imam Ali as; Menurut sejarawan, perang Jamal dimulai oleh Aisyah, Thalhah dan Zubair dengan dalih menuntut darah Utsman.[82] Tentu saja, Imam Ali as dalam sebuah surat kepada mereka berbicara tentang ketiadaan peran dirinya dalam pembunuhan Utsman dan mengatakan bahwa mereka sebenarnya tidak menginginkan untuk menuntut darah Utsman.[83] Imam Ali as juga mengatakan tentang Thalhah dan Zubair bahwa mereka menuntut hak yang mereka tinggalkan dan mereka menggunakan balas dendam untuk darah Utsman sebagai alasan saja, padahal mereka sendiri yang menumpahkan darahnya.[84]
• Berkobarnya perselisihan antara bani Umayyah dan bani Hasyim: Bani Umayyah menggunakan peristiwa pembunuhan Utsman sebagai sarana untuk mengembalikan supremasi dan kekuasaan mereka di antara orang-orang Arab.[85] Menurut pernyataan Rasul Jafarian, kematian Utsman lebih menguntungkan bagi Muawiyah.[86] Setelah peristiwa pembunuhan Utsman, dia pun naik mimbar dan menganggap dirinya sebagai penuntut darah Utsman.[87] Dan potongan jari istri Utsman Nailah beserta baju Utsman menjadi alat untuk memprovokasi rakyat Syam.[88]
•Terbentuknya pemikiran Nashibi. Dikatakan bahwa pandangan Nashibi dimulai dengan terjadinya peristiwa pembunuhan Utsman dan diresmikan di zaman pemerintahan Umayyah.[89]
catatan
- ↑ Na'tsal adalah nama seorang Yahudi dengan jambang panjang, dimana Utsman diserupakan dengannya dan ungkapan ini pada akhirnya menjadi gelarnya. (Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, jld. 1, hlm. 62, 1410 H)
Catatan Kaki
- ↑ Al-Ghibban, Fitnah Maqtal 'Utsmān bin 'Affān, jld. 1, hlm. 238, 1419 H.
- ↑ Ibn Hajar, al-Ishābah, jld. 4, hlm. 379, 1415 H.
- ↑ Ibn Katsir, al-Bidāyah wa al-Nihāyah, jld. 7, hlm. 170.
- ↑ Ibnu Atsir, al-Kamil, jld. 3, hlm. 167
- ↑ Ibn Khaldun, Tārīkh Ibn Khaldūn, jld. 2, hlm. 594.
- ↑ Ibn Katsir, al-Bidāyah wa al-Nihāyah, jld. 7, hlm. 170-171, 1407 H.
- ↑ Thusi, al-Āmālī, hlm. 713, 1414 H; Dzahabi, Tārīkh al-Islām, jld. 3, hlm. 443, 1409 H; Khalifah, Tārīkh Khalīfah, hlm. 99, 1415 H.
- ↑ Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, jld. 7, hlm. 171-172, 1407 H
- ↑ Ibn Katsir, al-Bidāyah wa an-Nihāyah, jld. 7, hlm. 170-171, 1407 H.
- ↑ Ibn Atsir, al-Kāmil, jld. 3, hlm. 168, 1385 H.
- ↑ Dzahabi, Tārīkh al-Islām, jld. 3, hlm. 442-443, 1409 H.
- ↑ Ibn Khaldun, Tārīkh Ibn Khaldūn, jld. 2, hlm. 599, 1408 H.
- ↑ Dzahabi, Tārīkh al-Islām, jld. 3, hlm. 442-443, 1409 H.
- ↑ Ibn Khaldun, Tārīkh Ibn Khaldūn, jld. 2, hlm. 599, 1498 H.
- ↑ Ibn Atsir, al-Kāmil, jld. 3, hlm. 169, 1385 H.
- ↑ Ibn Atsir, al-Kāmil, jld. 3, hlm. 172, 1385 H.
- ↑ Ibn Atsir, Usd al-Ghābah, jld. 3, hlm. 490, 1409 H.
- ↑ Ibn Atsir, al-Kāmil, jld. 3, hlm. 172, 1385 H.
- ↑ Ibn Atsir, al-Kāmil, jld. 3, hlm. 170.
- ↑ Ibn Abdul Barr, al-Istī'āb, jld. 3, hlm. 1046, 1412 H.
- ↑ Ibn Atsir, al-Kāmil, jld. 3, hlm. 173, 1385 H.
- ↑ Thabari, Tārīkh al-Umam wa al-Mulūk, jld. 4, hlm. 386, 1387 H.
- ↑ Thabari, Tārīkh al-Umam wa al-Mulūk, jld. 4, hlm. 386.
- ↑ Ibn Atsir, al-Kāmil, jld. 3, hlm. 174, 1385 H.
- ↑ Gharib, Khlilāfah 'Utsmān bin 'Affān, hlm. 149.
- ↑ Ibn A'stam, al-Futūh, jld. 2, hlm. 426, 1411 H.
- ↑ Ibn Sa'd, al-Thabaqāt al-Kubrā, jld. 3, hlm. 22, 1410 H.
- ↑ Ibn at-Thaqthaqi, al-Fakhrī, hlm. 104, 1418 H.
- ↑ Thabari, Tārīkh al-Umam wa al-Mulūk, jld. 4, hlm. 412, 1387 H.
- ↑ Gharib, Khilāfah 'Utsmān bin 'Affān, hlm. 103.
- ↑ Al-Syekh, Asbāb al-Fitnah fī 'Ahd 'Utsmān, hlm. 455.
- ↑ Nahj al-Balāghah, khatbah 3.
- ↑ Ja'fariyan, Tārīkh-e Khulafā, hlm. 144, 1380 H.
- ↑ Dinawari, al-Akhbar al-Thiwal, hlm. 139, 1368 S
- ↑ Dinawari, al-Akhbar al-Thiwal, hlm. 139, 1368 S
- ↑ Dinawari, al-Akhbar al-Thiwal, hlm. 139, 1368 S
- ↑ Khalifah, Tarikh Khalifah, hlm. 106, 1415 H
- ↑ Khalifah, Tarikh Khalifah, hlm. 106, 1415 H
- ↑ Ibn Abd al-Bar, al-Isti'ab, jld. 2, hlm. 622, 1412 H
- ↑ Gharib, Khilāfah 'Utsmān bin 'Affān, hlm. 105.
- ↑ Gharib, Khilāfah 'Utsmān bin 'Affān, hlm. 106.
- ↑ Ibn Abd al-Bar, al-Isti'ab, jld. 2, hlm. 1553, 1412 H
- ↑ Ibn Abdul Barr, al-Istī'āb, jld. 1, hlm. 359.
- ↑ Al-Syekh, Asbāb al-Fitnah fī 'Ahd 'Utsmān, hlm. 455.
- ↑ Ya'qubi, Tārīkh al-Yā'qūbī, jld. 2, hlm. 173.
- ↑ Ibn Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, jld. 7, hlm. 171, 1407 H
- ↑ Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jld. 5, hlm. 580, 1417 H
- ↑ Gharib, Khilāfah 'Utsmān bin 'Affān, hlm. 156.
- ↑ Baladzuri, Ansāab al-Asyrāf, jld. 5, hlm. 541, 1417 H.
- ↑ Muqaddasi, al-Bad' wa al-Tārīkh, jld. 5, hlm. 200.
- ↑ Ibn al-Thaqthaqi, al-Fakhri, hlm. 102-103, 1418 H
- ↑ Ibn al-Thaqthaqi, al-Fakhrī, hlm. 102-103.
- ↑ Al-Syekh, Asbāb al-Fitnah fī 'Ahd 'Utsmān, hlm. 455.
- ↑ Ibn Katsir, al-Bidāyah wa an-Nihāyah, jld. 7, hlm. 167, 1407 H; Ibn Khaldun, Tārīkh Ibn Khaldūn, jld. 2, hlm. 587, 1408 H.
- ↑ Lihat Asgari, Abdullah bin Saba' wa Asāthīr-e Ukhrā, 1375 H.
- ↑ Taha Husain, al-Fitnah al-Kubrā, jld. 2, hlm. 102, 2012 M.
- ↑ Ja'fariyan, Tārīkh-e Khulafā, hlm. 156.
- ↑ Husain, Ali wa Fetne-e Buzurg-e Qatl-e 'Utsman, hlm. 45.
- ↑ Al-Ghibban, Fitnah Maqtal 'Utsmān bin 'Affān, jld. 1, hlm. 237, 1419 H.
- ↑ Al-Ghibban, Fitnah Maqtal 'Utsmān bin 'Affān, jld. 1, hlm. 116.
- ↑ Thabari, Tārīkh al-Umam wa al-Mulūk, jld. 5, hlm. 43, 1387 H.
- ↑ Ibn Jauzi, al-Muntadzam, jld. 5, hlm. 61, 1412 H.
- ↑ Tsaqafi, al-Ghārāt, jld. 1, hlm. 62, 1395 H.
- ↑ Nashr bin Muzahim, Waqi'ah Shiffīn, hlm. 202, 1404 H.
- ↑ Shubhi Shaleh, Nahj al-Balāghah, surat. 6.
- ↑ Lihat Ibn Atsir, al-Kāmil, jld. 3, hlm. 173, 1385 H.
- ↑ Majlisi, Bihār al-Anwār, jld. 31, hlm. 487, 1403 H; Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 5, hlm. 568 1417 H.
- ↑ Husain, Ali wa Fetne-e Buzurg-e Qatl-e Utsman, hlm. 45.
- ↑ Ibn Qutaibah, al-Imāmah wa al-Siyāsah, jld. 1, hlm. 57, 1410 H.
- ↑ Ya'qubi, Tārīkh al-Yā'qūbī, jld. 2, hlm. 175.
- ↑ Ya'qubi, Tārīkh al-Yā'qūbī, jld. 2, hlm. 175.
- ↑ Nahj al-Balāghah, Shubhi Shaleh, surat 28.
- ↑ Nahj al-Balāghah, surat 28.
- ↑ Lihat Ja'fariyan, Tārīkh-e Khulafā, hlm. 174-175, 1380 S.
- ↑ Thabari, Tārīkh al-Umam wa al-Mulūk, jld. 4, hlm. 459, 1387 H.
- ↑ Ya'qubi, Tārīkh al-Yā'qūbī, jld. 2, hlm. 175.
- ↑ Ibn Khaldun, Diwan al-Mubtada' wa al-Khabar, jld. 2, hlm. 607, 1408 H
- ↑ Abdul Maqshud, al-Imām Alī bin Abī Thālib, jld. 2, hlm. 236.
- ↑ Abdul Makshud, al-Imām Alī bin Abī Thālib, jld. 2, hlm. 267.
- ↑ Ibn A'tsam, al-Futūh, jld. 2, hlm. 437.
- ↑ Thabari, Tārīkh al-Umam wa al-Mulūk, jld. 4, hlm. 459.
- ↑ Lihat Ibn Atsir, al-Kāmil, jld. 3, hlm. 205-208, 1385 H.
- ↑ Nahj al-Balāghah, Shubhi Shaleh, surat 54.
- ↑ Nahj al-Balāghah, Shubhi Shaleh, khutbah. 22
- ↑ Gharib, Khilafat-e Utsman bin Affan, hlm. 152
- ↑ Ja'fariyan, Tārīkh-e Khulafā, hlm. 178, 1380 S.
- ↑ Nashr bin Muzahim, Waqi'ah Shiffīn, hlm. 81, 1404 H.
- ↑ Ibn al-Thaqthaqi, al-Fakhrī, hlm. 104, 1418 H.
- ↑ Kautsari, Barresi-e Risyeha-e Tarikhi-e Nasebigari, Majalah Seraj-e Munir, vol. 16, hlm. 99.
Daftar Pustaka
- Abdul Makshud, Abdul Fattah. Al-Imām Alī bin Abī Thalib. Beirut: Maktabah al-'Irfan.
- Al-Ghibban, Muhammad bin Abdullah. Fitnah Maqtal 'Utsmān bin 'Affān. Madinah: Al-Jami'ah al-Islamiyyah, 1419 H.
- As-Syekh, Abdul Mun'im. Asbāb al-Fitnah fī 'Ahd 'Utsmān. Majalah al-Azhar. Vol: 22, 1370 H.
- Baladzuri, Ahmad bin Yahya. Ansāb al-Asyrāf. Riset Suhail Zakkar, Riyadh Zarkili. Beirut: Dar al-Fikr, 1417 H.
- Dainawari, Ahmad bin Dawud. Al-Akhbār ath-Thiwāl. Qom: Mansyurat-e Radhi, 1368 HS/1989 H.
- Dzahabi, Muhammad bin Ahmad. Tārīkh al-Islām. Riset Umar Abdus Salam Tadammuri. Beirut: Dar al-Kutub al-'Arabi, 1409 H.
- Gharib, Ma'mun. Khilāfah 'Utsmān bin 'Affān. Kairo: Markaz al-Kitab li an-Nasyr.
- Husain, Taha. Al-Fitnah al-Kubrā. Kairo: Hindawi, 2012.
- Husain, Taha. Ali wa Fetne-e Buzurg-e Qatl-e Usman. Penerjemah Reza Radi. Majalah Gulestan-e Quran. Vol: 10, 1379 HS/2000.
- Ibn Abdul Barr, Yusuf bin Abdullah. Al-Istī'āb fī Ma'rifah al-Ashhāb. Riset Ali Muhammad al-Bajawi. Beirut: Dar al-Jail, 1412 H.
- Ibn A'stam Kufi, Ahmad bin A'stam. Al-Futūh. Riset Ali Syiri. Beirut: Dar al-Adhwa', 1411 H.
- Ibn Atsir, Ali bin Muhammad. Al-Kāmil fī at-Tārīkh. Beirut: Dar Shadir, 1385 H.
- Ibn Atsir, Ali bin Muhammad. Asad al-Ghābah fī Ma'rifah ash-Shahābah. Beirut: Dar al-Fikr, 1409.
- Ibn at-Thaqthaqi, Muhammad bin Ali. Al-Fakhrā. Riset Abdul Qadir Muhammad Mayu. Beirut: Dar al-Qalam al-'Arabi, 1418 H.
- Ibn Hajar Asqalani, Ahmad bin Ali. Al-Ishābah fī Tamyīz ash-Shahābah. Riset Adil Ahmad Abdul Maujud, Ali Muhammad Mu'awwadh. Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1415 H.
- Ibn Jauzi, Abdurrahman bin Ali. Al-Muntadzam. Riset Abdul Qadir Atha, Mushtafa Abdul Qadir Atha. Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1412 H.
- Ibn Katsir Damisyqi, Isma'il bin Umar. Al-Bidāyah wa an-Nihāyah. Beirut: Dar al-Fikr, 1407 H.
- Ibn Khaldun, Abdurrahman bin Muhammad. Tārīkh Ibn Khaldūn. Riset Khalil Syahadah. Beirut: Dar al-Fikr, 1408 H.
- Ibn Qutaibah Dainawari, Abdullah bin Muslim. Al-Imāmah wa as-Siāsah. Riset Ali Syiri. Beirut: Dar al-Adhwa', 1410 H.
- Ibn Sa'd, Muhammad bin Sa'd. Ath-Thabaqāt al-Kubrā. Riset Muhammad Abdul Qadir Atha. Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1410 H.
- Ja'fariyan, Rasul. Tārīkh-e Khulafā. Qom: Dalil-e Ma. 1380 HS/2001.
- Kausari, Ahmad. Barresi-e Risyeha-e Tārīkhī-e Nashebigari. Majalah Siraj-e Munir. Vol: 16, 1393 HS/2014.
- Khalifah bin Khayyat. Tārīkh Khalīfah bin Khayyāth. Riset Fawwaz. Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1415 H.
- Majlisi, Muhammad Baqir. Bihār al-Anwār. Beirut: Dar Ihya' at-Turats al-'Arabi, 1403 H.
- Muqaddasi, Muthahhar bin Tahir. Al-Bad' wa at-Tārīkh. Bur Sa'id. Maktabah ats-Tsaqafah ad-Diniyyah.
- Nashr bin Muzahim. Waq'ah ash-Shiffīn. Penyunting Abdus Salam Muhammad Harun. Qom: Maktabah Ayatullah al-Mar'asyi an-Najafi, 1404 H.
- Thabari, Muhammad bin Jarir. Tārīkh al-Umam wa al-Mulūk. Riset Muhammad Abul Fadhl Ibrahim. Beirut: Dar at-Turats, 1387 H.
- Thusi, Muhammad bin Hasan. Al-Āmālī. Qom: Dar ats-Tsaqafah, 1414 H.
- Tsaqafi, Ibrahim bin Muhammad. Al-Ghārāt. Penyunting Jalaluddin Muhaddits. Tehran: Anjuman-e Asar-e Melli, 1395 H.
- Ya'qubi, Ahmad bin Abi Ya'qub. Tārīkh Ya'qūbī. Beirut: Dar Shadir.