Abu Musa al-Asy'ari

Prioritas: b, Kualitas: b
Dari wikishia
Sahabat
Abu Musa al-Asy'arihttp://id.wikishia.net/view/Majma_Jahani_Ahlulbait_As
Info pribadi
Nama lengkapAbdullah bin Qais
Disebut juga denganAbu Musa al-Asy'ari
Garis keturunanberasal dari bani al-Asy'ar dari kabilah Yaman dan dari kabilah Qahthan
Kerabat termasyhurAbu al-Hasan al-Asy'ari
LahirYaman
Tempat TinggalYaman • MadinahKufah
Wafat/Syahadahterjadi perbedaan pendapat mengenai tahun wafatanya (tahun 42, 44, 50, 52, 53 H)
Tempat dimakamkanKufah atau Mekah
Terkenal untukPeristiwa Tahkim
Informasi Keagamaan
Peran utamawakil komandan pasukan untuk menumpas kabilah-kabilah Hawazin • gubernur sebagian daerah Yaman
Aktivitas lainmengajarkan Alquran dan hukum-hukum kepada orang-orang Mekah

Abdullah bin Qais (wafat 52 H) terkenal dengan Abu Musa al-Asy'ari (bahasa Arab: أبو موسى الأشعري), termasuk salah seorang sahabat Rasulullah saw. Popularitas Abu Musa dalam literatur sejarah kembali pada perannya dalam peristiwa arbitrase (Hakamiyah) setelah perang Shiffin, yang dipilih menjadi wakil dari pihak Amirul Mukminin Ali as. Imam tidak setuju atas pemilihannya, namun beliaupun menyetujui atas desakan sebagian pasukannya. Namun pada akhirnya Abu Musa tertipu oleh Amr bin al-'Ash sebagai perwakilan dari Muawiyah.

Nasab

Abu Musa berasal dari bani al-Asy'ar dari kabilah Yaman dan dari kabilah Qahthan.[1] Ibunya Zhabiyyah yang termasuk dari kabilah Adnani di kemudian hari memeluk Islam dan meninggal di Madinah.[2]

Di Era Rasulullah saw

Sejarah Keislaman

Ada beragam pembahasan dan penukilan yang tidak akurat terkait sejarah keislaman Abu Musa.

  • Menurut sebagian dari riwayat-riwayat, dia pergi ke Mekah dan bermitra dengan Sa'id bin al-'Ash bin Umayyah dan memeluk Islam dan ikut serta dalam perjalanan hijrah kedua kaum muslim ke Habasyah.[3] Namun Ibnu Sa'ad[4] menegaskan bahwa Abu Musa tidak pernah bermitra dan setelah memeluk Islam, ia kembali ke Yaman. Sementara Musa bin Uqbah, Ibnu Ishaq dan Abu Masy'ar, tiga orang dari para sejarawan klasik mengafirmasi bahwa ia tidak termasuk dari kelompok yang berhijrah ke Habasyah dan pandangan ini dibenarkan. [5]
  • Demikian juga, Ahmad bin Hanbal[6] menuturkan, dari cucu Abu Musa bahwa ia dan kaumnya menemui Rasulullah saw tiga hari setelah kemenangan Khaibar dan walaupun tidak ikut serta dalam pertempuran, namun memperoleh banyak ghanimah.
  • Informasi lainnya menunjukkan bahwa Abu Musa pada tahun 7 H berlayar dari kota Zabid, Yaman bersama rombongan lebih dari 50 orang. Atas pengaruh badai, mereka berlabuh ke Habasyah tepat saat Ja'far bin Abi Thalib dan para sahabatnya kembali dari Habasyah. [7] Dengan demikian, bersamaan dengan tunduknya para Yahudi Khaibar, kesemuanya tiba di hadapan Rasulullah saw dan ketidaksengajaan tersebut seolah-seolah menjadikan ia termasuk dalam kelompok para muhajirin Habasyah. [8]

Tugas dan Tanggung Jawab

Abu Musa pernah satu kali menjadi wakil komandan pasukan, yang dikirim oleh Rasulullah saw pada bulan Syawal di tahun 8 Hijriah untuk menumpas kembali kabilah-kabilah Hawazan. Dan setelah sang komandan gugur, Abu Musa memimpin pertempuran sampai mencapai kemenangan.[9] Di tahun yang sama, dia dan Muadz bin Jabal mendapat misi dari Rasulullah saw untuk mengajarkan Alquran dan hukum-hukum kepada orang-orang Mekah.[10] Abu Musa pada tahun 10 H/631 sebelum haji Wada' ditunjuk oleh Rasulullah saw menjadi gubernur sebagian daerah Yaman. [11]

Di Era Para Khalifah

Era Khalifah Pertama

Abu Musa hingga periode kekhalifahan Abu Bakar masih tetap memimpin kekuasaan daerah sebagian Yaman. Dan melawan fitnah orang-orang murtad sekitar kawasan tersebut.[12]

Era Khalifah Kedua

Abu Musa lebih aktif dalam kancah politik pada masa kekhalifahan Umar. Setelah Umar bin Khattab mencopot Mughirah bin Syu'bah dari Bahsrah pada tahun 17 H/638, lantas ia melantik Abu Musa untuk berkuasa di sana. Ia merupakan gubernur keempat yang ditunjuk oleh Umar atas Basrah. Kecuali masa senjang sejenak, Abu Musa memimpin Basrah selama 12 tahun.[13]

Kepemimpinan Abu Musa atas Basrah dengan sedikit jeda dimana kemudian Umar pun mengutusnya ke Kufah untuk menggantikan Ammar bin Yasir, kemudian kembali lagi ke Basrah.[14] Ia juga ditunjuk dari sisi Umar untuk mengemban pengadilan Basrah dan dalam kajian teks-teks, kita dapati bimbingan yustisi khalifah yang diajukan kepadanya secara tertulis.[15]

Abu Musa di sepanjang tahun ikut berjuang dalam banyak pertempuran dan pengepungan yang panjang dalam membuka sejumlah kota seperti Khuzestan, Persia dan juga negara-negara semenanjung lainnya. dan penaklukan beragam perkotaan dengan benteng yang kokoh di daerah Khuzestan yang menyebabkan beberapa kali pertempuran dan pelarian serta dalam beberapa kasus penguasaan berulang kembali.

Era Khalifah Ketiga

Abu Musa al-Asy'ari di tahun-tahun pertama kekhalifahan Utsman juga masih tetap menjadi gubernur Basrah, prihal yang diwasiatkan Umar dalam pesan wasiatnya selama 4 tahun [16] atau menurut sebuah riwayat selama satu tahun.[17] Hal ini menunjukkan kepercayaan yang tinggi sang khalifah kepadanya.

Utsman juga menambahkan kepemimpinan dan kehakiman Basrah dalam tugas-tugas Abu Musa. [18] Keberlangsungan kepemimpinannya atas Basrah terus berlanjut hingga 6 tahun dari sepeninggal Umar, dan selanjutnya ia dicopot karena protes dan pengaduan masyarakat Basrah pada tahun 29 H.[19] Setelah dicopot, Abu Musa menolak dukungan finansial khalifah dan tinggal di Kufah. [20]

Pasca 5 tahun, pada tahun 34 H/654 masyarakat Kufah melakukan pemberontakan terhadap Said bin al-'Ash dengan dipimpin Yazid bin Qais dan Malik al-Asytar dan mengusirnya dari Kufah dan mereka menunjuk Abu Musa sebagai gubernur. Menurut penuturan Saif, [21] dengan bertolak bahwa para pemberontak menginginkan pencopotan khalifah Utsman, Abu Musa membelanya dan menerima kepemimpinan dengan syarat baiat kembali masyarakat Kufah dan khalifah sangat gembira atas dukungannya sampai mengatakan ia akan mengangkatnya sebagai pemimpin selama bertahun-tahun dan dengan demikian Abu Musa sekali lagi menduduki jabatan pemerintahan Kufah dan tetap pada jabatan tersebut sampai peristiwa pembunuhan Utsman.[22]

Di Era Ali as

Saat Ali as dipilih menjadi khalifah, Abu Musa dalam sebuah acara mengumumkan baiat masyarakat Kufah.[23] Sementara Ali as tengah mencopot seluruh pegawai Utsman, atas permohonan Malik al-Asytar dan walaupun tidak sesuai dengan kehendak batin, beliau menetapkan jabatan Abu Musa al-Asy'ari. [24] Dengan semua insiden yang terjadi setelahnya menunjukkan bahwa baiat Abu Musa dilakukan tidak berdasarkan keinginan, seperti yang kemudian terjadi dalam peristiwa militansi Thalhah dan Zubair, sementara saat ia masih menjabat sebagai gubernur Kufah, ia memberi komentar yang isi kandungannya sebagai berikut bahwa pemerintahan adalah milik orang yang memerintah dan mendominasi. [25]

Dalam Perang Jamal

Ketika Ali as berangkat ke Basrah guna menghadapi penentangan Thalhah dan Zubair, di sebuah tempat pemberhentian Dzi Qar di dekat Kufah, beliau mengutus Muhammad bin Ja'far dan Muhammad bin Abu Bakar guna mensuport dan mendorong masyarakat untuk mengakhiri kekacauan. Abu Musa dalam hal mobilisasi pasukan ini mengatakan, "Jalan akhirat bergantung pada kelompok yang memilih tetap tinggal di rumah dan perang adalah keinginan dunia dan sampai saat ini baiat Utsman masih ada di pundak kita dan selama para pembunuhnya belum mendapatkan hukuman maka kami tidak akan berperang", dan bahkan ia mengancam utusan Ali dengan penjara dan pembunuhan. [26]

Kemudian untuk kedua kalinya, Ali as mengutus Abdullah bin Abbas dan Malik al-Asytar ke Kufah. Abu Musa dengan bertopang pada sebuah hadis yang ia riwayatkan dari Rasulullah saw menyamakankan kondisi yang ada dengan sebuah fitnah, yang mengharuskan masyarakat untuk tetap diam di tempat seperti tubuh-tubuh tak bernyawa sampai kebenaran terungkap.[27] Kali ini, Ali as memberikan perintah pencopotannya kepada putranya dan mengirimnya ke Kufah bersama Ammar bin Yasir. Abu Musa sekali lagi dengan melontarkan khotbah mewanti-wanti masyarakat Kufah untuk tidak ikut campur dalam hal yang ia sebut sebagai konflik antar Quraisy, dimana dirinya harus meluruskannya, namun akhirnya setelah Hasan bin Ali as mengumumkan perintah pencopotannya, Malik bin al-Asytar mengusirnya dari istana pemerintahan dan menghalangi masyarakat atas penjarahan harta bendanya. [28] Dari sebuah riwayat dikemukakan bahwa Abu Musa selama itu bersembunyi untuk beberapa waktu, namun kemudian–kemungkinan setelah perang Jamal, Ali as memberikan jaminan keselamatan untuknya. [29]

Dalam Perang Shiffin

Sebab popularitas Abu Musa secara khusus dalam referensi-referensi sejarah adalah peranan penting politiknya yang ia mainkan dalam perkara hakamiyah pasca perang Shiffin dan mau tidak mau termasuk salah satu faktor utama transisi kekhalifahan kepada Bani Umayyah.

Ketika dengan tipu daya Amr bin al-'Ash dan pikiran sempit serta klasifikasi pembagian para komandan pasukan Irak, akhir pertempuran berujung dengan hakamiyah. Abu Musa dipilih oleh para komando pasukan Irak, seperti Asy'ats bin Qais, Zaid bin Hushain dan Mis'ar bin Fadaki, yang mereka semua adalah Yamani, sebagai juru penengah meski Amirul Mukminin Ali as sudah memperingatkan mereka dan menyatakan ketidaksetujuannya.

Alasan Abu Musa Dipilih Sebagai Juru Penengah:

Sudah jelas diyakini bahwa alasan pemilihan Abu Musa, pertama adalah harus dari golongan Yamani dan kemudian menghindar dari peperangan: Ia yang dalam pertempuran di Urd, tinggal diantara Tadmur (Palmyra)dan Reshafa di Syam. Ia menyarankan kewaspadaan orang-orang untuk tidak ikut campur dalam hal yang ia sebut dengan fitnah dan tidak memperbolehkan untuk bertempur dengan ahli kiblat, namun dikarenakan salah satu dari budaknya mengabarkan bahwa masyarakat sedang berdamai, ia berkata, "Alhamdulillah, jika sudah demikian." Ketika itu sang budak menambahkan, masyarakat memilihmu menjadi penengah, ia pun menerima dan mendatangi kamp Ali as.[30] Imam Ali as dalam sebuah khotbah mengisyaratkan sikap kontradiktifnya. [31]

Peristiwa Hakamiyah:

Abu Musa dan Amr bin al-'Ash mesti berkumpul di Daumatul Jandal, dekat Damaskus dan setidaknya sampai satu tahun memberikan keputusan sesuai dengan Kitab dan sunnah Rasulullah saw dan pasca diumumkannya pendapat, keamanan keduanya harus terjamin dari kedua belah pihak untuk selama-lamanya.

Abu Musa dan Amr bin al-'Ash berdialog berhari-hari. Akhirnya Abu Musa menyarankan pencopotan Ali as dan Muawiyah dan pemilihan Abdullah bin Umar sebagai khalifah, yang hal itu disambut dengan persetujuan Amr bin al-'Ash, tetapi saat tiba waktunya pengumuman hasil keputusan, Amr bin al-'Ash dengan mengungkapkan latar belakang Islam yang kuat Abu Musa secara cerdik menipunya dan mempersilahkannya untuk berbicara terlebih dahulu. Abu Musa berkata sesuai dengan kesepakatan sebelumnya, namun Amr bin al-'Ash mengokohkan pencopotan Ali as dan menetapkan Muawiyah sebagai khalifah. Abu Musa yang merasa dirinya tertipu, dia mencaci Amr dan iapun juga mencaci Abu Musa dan akhirnya Abu Musa pergi menuju Mekah dan berlindung ke rumah Allah, Ka'bah. [32]

Abu Musa sebagaimana dari peranannya dalam peristiwa hakamiyah adalah seorang yang berpendapat lemah, berpikiran sempit, dan jauh dari kecerdikan. Imam Ali as juga berpendapat bahwa penerimaannya dalam perkara Hakamiyah atas desakan para pasukan dan jika tidak, menurut penuturan Ibnu Abbas, Abu Musa bukanlah seorang yang memiliki kriteria istimewa, yang harus diprioritaskan di atas orang lain.[33]

Di Era Muawiyah

Laporan terakhir tentang kehidupan Abu Musa kembali pada tahun 40 H/660, dimana Busr bin Artha'ah, diperintahkan oleh Muawiyah untuk mengambil baiat dari orang-orang yang tidak menerima hasil dari perkara hakamiyah. Abu Musa di Mekah merasa takut karena keputusan yang telah ia berikan untuk Muawiyah, namun Busr bin Artha'ah memberikan jaminan kemananan untuknya. [34] Dan dia dikemudian hari membaiat Muawiyah dan di Syam dia sering datang dan pergi mengunjungi Muawiyah, namun muawiah tidak mengindahkannya. [35]

Wafat

Dituturkan bahwa Abu Musa meninggal pada tahun 42, 44, 50, 52 atau 53 H.[36] Dzahabi[37] menuturkan bahwa Abu Musa wafat di bulan Dzulhijjah tahun 44 H/664, lebih mendekati kenyataan. Ia ketika meninggal berusia 63 tahun.[38] Dan tempat kematian dan pemakaman Abu Musa (Kufah atau Mekah) juga menjadi perselisihan. [39] Kendati referensi lama menuturkannya di Kufah, dimana ia juga memiliki rumah di situ.[40]

Keluarga al-Asy'ari

Anaknya Abu Burdah adalah seorang hakim bagi Hajjaj bin Yusuf di Kufah dan Bilal, putra Abu Burdah di Basrah juga menjadi pejabat kehakiman. [41] Sosok terpenting dari keluarganya adalah Abul Hasan al-Asyari, seorang tokoh teolog kenamaan, yang dikatakan bahwa nasabnya sampai kepada Abu Musa melalui 8 perantara. [42]

Kriteria

Terdapat beragam pendapat yang berbeda-beda terkait karakter Abu Musa dalam referensi sejarah dan hadis Ahlussunnah dan Imamiah.

  • Menurut sebagian riwayat telah diturunkan sebuah ayat yang menyanjungnya dan kaumnya. [43] begitu juga dia dihitung sebagai salah satu dari 6 sahabat Rasulullah yang paling alim. [44] Dan karenanya pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, dia termasuk orang yang dijadikan rujukan dalam masalah fikih.[45]
  • Namun di dalam kalangan ulama Imamiah, telah digunakan ungkapan-ungkapan keras dari Rasulullah saw dan para maksumin tentangnya dan dia termasuk dari orang-orang yang dilaknat oleh Imam Ali as di setiap qunut salat beliau pasca peristiwa hakamiyah.[46]
  • Dikatakan bahwa Abu Musa memiliki suara indah dan membaca Alquran dengan nada yang merdu. [47]

Termasuk dari Perawi Hadis

Demikian juga, Abu Musa banyak meriwayatkan hadis dari Rasulullah. [48] Dzahabi [49] juga menyebut Abu Musa sebagai seorang ahli hadis dan termasuk kalangan tertentu yang membacakan Alquran kepada beliau saw. [50] Banyak orang yang meriwayatkan dari Abu Musa, diantaranya adalah Anas bin Malik, Abu Said al-Khudri, Abu Umamah al-Bahili, Buraidah al-Aslami, Abdurrahman bin Nafi', Sa'id bin al-Musayyib, Zaid bin Wahb, dan lain-lain.[51]

Catatan Kaki

  1. Rujuk, Ibnu Sa’ad, jld. 4, hlm. 105; Khalifah al-Thabaqât, jld. 1, hlm. 428; Ibnu Abd al-Barr, jld. 4, hlm. 176.
  2. Ibnu Sa’ad, jld. 4, hlm. 105.
  3. Ibnu Sa’ad, jld. 4, hlm. 105; Ibnu Hisyam, jld. 1, hlm. 347; Baladzuri, Ansab, jld. 1, hlm. 201.
  4. Ibnu Sa’ad, jld. 4, hlm. 105.
  5. Rujuk, Baladzuri, Ansab, jld. 1, hlm. 201; Ibnu Abi al-Hadid, jld. 13, hlm. 314.
  6. Ahmad bin Hanbal, jld. 4, hlm. 405-406.
  7. Ibnu 'Imad, jld 53-54.
  8. Ibnu Sa’ad, jld. 4, hlm. 106; Ibnu Abd al-Barr, jld. 4, hlm. 176.
  9. Waqidi, jld. 3, hlm. 915-916; Ibnu Habib, hlm. 124; Ibnu Sa’ad, jld. 2, hlm. 151-152; Thabari, jld. 3, hlm. 79-80.
  10. Rujuk, Waqidi, jld. 3, hlm. 959.
  11. Ibnu Habib, hlm. 126; Ahmad bin Hanbal, jld. 4, hlm. 397; Thabari, jld. 3, hlm. 227.
  12. Rujuk, Thabari, jld. 3, hlm. 318; Dzahabi, Tarikh, hlm. 16.
  13. Khalifah, Tarikh, jld. 1, hlm. 126; Ya’qubi, jld. 2, hlm. 146; Thabari, jld. 4, hlm. 50, 69-70.
  14. Thabari, jld. 4, hlm. 161, 163-164.
  15. Abu Yusuf, hlm. 117, 135; al-Jahiz, hlm. 237; Ibnu Qutaibah, 'Uyun, jld. 1, hlm. 11, 66, jld. 3, hlm. 88.
  16. Ibnu Sa’ad, jld. 5, hlm. 45; Dzahabi, Sair, jld. 2, hlm. 391.
  17. Ibnu Sa’ad, jld. 4, hlm. 109.
  18. Khalifah, Tarikh, jld. 1, hlm. 196; Waki’, jld. 1, hlm. 283.
  19. Khalifah, Tarikh, jld. 1, hlm. 167; Thabari, jld. 4, hlm. 264-265.
  20. Ibnu Sa’ad, jld. 5, hlm. 45.
  21. Thabari, jld. 4, hlm. 331-332, 336.
  22. Rujuk, Ibnu Sa’ad, jld. 5, hlm. 34-35; Khalifah, Tarikh, jld. 1, hlm. 180; Baladzuri, Ansab, jld. 4, hlm. 535-536.
  23. Thabari, jld. 4, hlm. 443.
  24. Ya’qubi, jld. 2, hlm. 179; Thabari, jld. 4, hlm. 499.
  25. Rujuk, Baladzuri, Ansab, jld. 2, hlm. 213.
  26. Thabari, jld. 4, hlm. 481-482; Mufid, hlm. 242-243; Ibnu Abil Hadid, jld. 14, hlm. 8-9.
  27. Thabari, jld. 4, hlm. 481-482.
  28. Baladzuri, Ansab, jld. 2, hlm. 230-231; Ya’qubi, jld. 2, hlm. 181; Ad-Dinuri, hlm. 145; Thabari, jld. 4, hlm. 486-487, 499-500; Mufid, hlm. 243-253.
  29. Rujuk, Ibnu A’tsam, jld. 4, hlm. 2.
  30. Nashr bin Muzahim, hlm. 500.
  31. Nahjul Balaghah, khotbah 238.
  32. Untuk lebih rinci, Nashr bin Muzahim, 499-507, 533 keatas; Baladzuri, Ansab, jld. 2, hlm. 336-343, 343-351; Thabari, jld. 5, hlm. 53-54, 67 keatas; ad-Dinuri, 192-193, 199-201; Ya’qubi, jld. 2, hlm. 189.
  33. Mas’udi, jld. 2, hlm. 395.
  34. Thabari, jld. 5, hlm. 139.
  35. Baladzuri, Ansab, jld. 4, hlm. 43, 47-48; Thabari, jld. 5, hlm. 332.
  36. Ibnu Sa’ad, jld. 4, hlm. 116; Khalifah, al-Thabaqât, jld. 1, hlm. 156; Thabari, jld. 5, hlm. 240.
  37. Siar, jld. 2, hlm. 398.
  38. Ibnu Hibban, jld. 3, hlm. 222; Hakim, jld. 3, hlm. 464.
  39. Khalifah, al-Thabaqât, jld. 1, hlm. 156; Ibnu Abd al-Barr, jld. 4, hlm. 1764; Abu Ishak, hlm. 25.
  40. Baladzuri, Ansab, jld. 4, hlm. 280.
  41. Ibnu Habib, hlm. 378; Ibnu Qutaibah, al-Ma’arif, hlm. 589.
  42. Rujuklah, Sam’âni, jld. 1, hlm. 266-267.
  43. Ibnu Sa’ad, jld. 4, hlm. 107.
  44. Bukhari, al-Tarikh, 3 (1), hlm. 22; Dzahabi, jld. 2, hlm. 388-389.
  45. Ya’qubi, jld. 2, hlm. 161.
  46. Rujuklah, Ibnu Babuwaih, al-Khishal, hlm. 485, 499; 'Uyun, jld. 2, hlm. 126; al-Idhah, hlm. 61-64.
  47. Rujuklah, Ibnu Sa’ad, jld. 4, hlm. 107-109; Abu Zar’ah, jld. 1, hlm. 231; Hakim, jld. 3, hlm. 466; Dzahabi, Sair, jld. 2, hlm. 382, 391-392, 398.
  48. Rujuk, Ahmad bin Hanbal, jld. 4, hlm. 391-419.
  49. Dzahabi, al-Mu’in, hlm. 24.
  50. Rujuk, Siar, jld. 2, hlm. 381.
  51. Ibnu Abi Hatim, 2 (2) hlm. 138; Dzahabi, al-Mu’in, hlm. 24.

Daftar Pustaka

  • Abu Ishak Syirazi, Ibrahim. Thabaqât al-Fuqaha. diedit oleh Ihsan Abbas. Beirut: 1401 H.
  • Abu Yusuf, Ya'qub. al-Kharaj. Beirut: Dar al-Ma'rifah.
  • Abu Zar'ah ad-Dimashqi, Abdurrahman. Tarikh. diedit oleh Shukrullah Quchani. Damaskus: 1400 H.
  • Ahmad bin Hanbal. Musnad. Kairo: 1313 H.
  • Al-Idhah, yang dinisbatkan ke Ibnu Syadzan. diedit oleh Jalaluddin Muhaddits Armawi. Tehran: 1971.
  • Al-Jahiz. al-Bayan wa al-Tabyin. diedit oleh Fauzi Atthari. Beirut: 1968.
  • Baladzuri, Ahmad. Ansab al-Asyraf. jld. 1. diedit oleh Muhammad Hamidullah. Kairo: 1959, jld. 2, diedit oleh Muhammad Bagir Mahmudi. Beirut: 1394 H, jld. 4 (1). diedit oleh Ihsan Abbas. Beirut: 1400 H.
  • Baladzuri, Ahmad. Futuh al-Buldan. diedit oleh Ridhwan Muhammad Ridhwan. Beirut: 1978.
  • Bukhari, Muhammad. al-Tarikh al-Kabir. Hyderabab Decan: 1377 H.
  • Bukhari, Muhammad. Shahih. Bulaq: 1315 H.
  • Dinawari, Ahmad. Akhbar al-Thiwal. diedit oleh Abdul Mun'im Amir. Kairo: 1379 H.
  • Dzahabi, Muhammad. al-Muin fi Thabaqât al-Muhadditsin. diedit oleh Hammam bin Abdurrahim Sa'id. Yordania: 1404 H.
  • Dzahabi, Muhammad. Sair A'lam al-Nubala. diedit oleh Syu'aib al-Arna'uth dan lain-lain. Beirut: 1404 H.
  • Dzahabi, Muhammad. Tarikh al-Islam, Hawadist Tsalhaye 11- 40 H. diedit oleh Umar Abdus Salam Tadmori. Beirut: 1407 H.
  • Hakim Nisyaburi, Muhammad. al-Mustadrak ala al-Shahihain. Beirut: 1398 H.
  • Ibnu 'Imad, Abdul Hayy. Syadarat al-Dzahab. Kairo: 1350 H.
  • Ibnu A'tsam al-Kufi, Ahmad. Futuh. Hyderabad Decan: 1391 H.
  • Ibnu Abd al-Barr, Yusuf. al-Isti'ab. diedit oleh Ali Muhammad Bajawi. Kairo: 1380 H.
  • Ibnu Abd Rabbah, Ahmad. al-'Aqd al-Farid. diedit oleh Ahmad Amin dan lain-lain. Kairo: 1940 H.
  • Ibnu Abi Hatim Razi, Abdurrahman. al-Jarhu wa al-Ta'dîl. Hyderabad Decan: 1372 H.
  • Ibnu Abil Hadid, Abdul Hamid. Syarh Nahjul Balaghah. diteliti oleh Muhammad Abul Fadhl Ibrahim. Kairo: 1379 H.
  • Ibnu Babawaih. 'Uyun Akbar al-Ridha (as). Najaf: 1390 H.
  • Ibnu Babawaih, Muhammad. al-Khishâl. diedit oleh Ali Akbar Ghaffari. Tehran: 1403 H.
  • Ibnu Habib, Muhammad. al-Muhbir. diedit oleh Liesten Steter. Hyderabad Decan: 1361 H.
  • Ibnu Hasyim, Abdul Malik. al-Sirah al-Nabawiyyah. diedit oleh Ibrahim Abyari dan lain-lain. Kairo: 1375 H.
  • Ibnu Hazm, Ali. Jamharat Ansab al-'Arab. Beirut: 1403 H.
  • Ibnu Hibban, Muhammad. Tsiqât'. Hyderabad Decan: 1397 H.
  • Ibnu Qutaibah, Abdullah. 'Uyun al-Akhbar. Kairo: 1343 H.
  • Ibnu Qutaibah. al-Ma'ȃrif. diedit oleh Tserwat Akaseh. Kairo: 1960.
  • Ibnu Sa'ad, Muhamamd. al-Thabaqât al-Kubra. Beirut: Dar Shadir.
  • Khalifah bin Khayath. Tarikh. diedit oleh Suhail bin Zakar. Damaskus: 1968.
  • Khalifah bin Khayath. Thabaqât. diedit oleh Suhail bin Zakar. Damaskus: 1966.
  • Mas'udi, Ali. Muruj al-Dzahab. diedit oleh Yusuf As'ad Daghir. Beirut: 1385 H.
  • Mufid, Muhammad. al-Jumal. diedit oleh Kilman Hiwar. Paris: 1899.
  • Nahjul Balaghah.
  • Nashr bin Muzahim. Waqa'ah Shiffin diedit oleh Abdussalam Muhammad Harun. Kairo: 1382 H.
  • Qadamah bin Ja'far. al-Kharaj wa Shina'ah Aktabah. diedit oleh Jalaluddin Tehrani. Tehran: 1934.
  • Sam'âni, Abdul Karim. al-Ansab. Hyderabad Decan: 1382 H.
  • Thabari, Tarikh.
  • Waqi', Muhammad. Akhbar al-Qudhat. Beirut: 1950.
  • Waqidi, Muhammad. al-Maghazi. diedit oleh Marsden Jones. London,:1966.
  • Ya'qubi, Ahmad. Tarikh. Najaf: 1979.
  • Ziyab Khui, Abbas. Bazm Award. Tehran: 1989.