Wajib Aini

Prioritas: c, Kualitas: b
Dari wikishia

Furu'uddin

Salat

Wajib: Salat JumatSalat IdSalat AyatSalat Mayit


Ibadah-ibadah lainnya
PuasaKhumusZakatHajiJihadAmar Makruf dan Nahi MungkarTawalliTabarri


Hukum-hukum bersuci
WudhuMandiTayammumNajasatMuthahhirat


Hukum-hukum Perdata
PengacaraWasiatGaransiJaminanWarisan


Hukum-hukum Keluarga
PerkawinanPerkawinan TemporerPoligamiTalakMaharMenyusuiJimakKenikmatanMahram


Hukum-hukum Yudisial
Putusan HakimBatasan-batasan hukumKisas


Hukum-hukum Ekonomi
Jual Beli (penjualan)SewaKreditRibaPinjaman


Hukum-hukum Lain
HijabSedekahNazarTaklidMakanan dan MinumanWakaf


Pranala Terkait
BalighFikihHukum-hukum SyariatBuku Panduan Fatwa-fatwaWajibHaramMustahabMubahMakruhDua Kalimat Syahadat

Wajib Aini (bahasa Arab:الواجب العینی) adalah jenis kewajiban agama yang harus dilaksanakan oleh mukallaf[catatan 1] itu sendiri. Wajib aini kebalikan dari wajib kifayah yang mana pada wajib kifayah jika sebagian telah mengerjakan kewajiban itu, maka kewajiban untuk yang lainnya menjadi gugur. Salat, puasa, zakat, khumus, berbuat baik kepada kedua orang tua, menyambung tali persaudaraan dan kebanyakan ibadah-ibadah termasuk dari wajib-wajib aini.

Menurut ulama ushul fikih, jika sesorang ragu antara wajib aini dan wajib kifayah, maka harus didasarkan kepada wajib aini.

Definisi Secara Fikih

Wajib Aini adalah sebuah bentuk hukum syar'i yang harus dikerjakan oleh seseorang dimana yang menjadi subyek hukum adalah semua mukallaf dan setiap mukallaf wajib untuk melaksanakan secara mandiri. Seorang mukallaf tidak bisa meninggalkan kewajibannya itu dengan berharap orang lain melakukannya.[1] Salat harian, puasa, haji[2], berbuat baik kepada kedua orang tua, silaturrahim, menepati janji, dan zakat[3] merupakan bagian dari wajib Aini.

Perbedaan dengan Wajib Kifayah

Wajib aini adalah kebalikan dari wajib kifayah dimana dalam wajib kifayah, kewajiban-kewajiban tidak ditujukan untuk orang tertentu. Menurut ketentuan syariat dalam wajib kifayah, jika salah seorang atau sebagian dari manusia telah melakukannya, maka hal itu telah mencukupi. Oleh karena itu, jika sebagian mukallaf telah melaksanakan kewajiban kifayah itu, maka kewajiban itu gugur dari orang lain[4], seperti Amar Makruf dan Nahi Mungkar, jihad, menjawab salam[5], penguburan mayat, salat jenazah serta menyelamatkan manusia.[6]

Dalam wajib kifayah, jika sebagian telah mengerjakannya maka kewajiban untuk yang lain menjadi gugur. dalam hal ini ulama ushul mengatakan bahwa sebabnya adalah karena dalam wajib kifayah kepentingan dan maslahatnya terletak pada pekerjaan itu sendiri bukan pada siapa yang mengerjakannya.[7]

Cara Menentukan Wajib Aini dan Wajib Kifayah

Para ulama ushul fikih berpendapat bahwa dalam perkara-perkara yang tidak ada dalil bahwa perintah Allah swt itu bersifat wajib kifayah atau wajib aini, maka hal itu dihukumi sebagai wajib aini.[8] Karena ketika kita tidak yakin apakah dengan perbuatan dan pekerjaan orang lain menyebabkan gugurnya perintah Allah swt dari tanggungan kita apa tidak, maka untuk menghilangkan keraguan, akal kita menghukumi agar kita melakukanya sendiri.[9]

Catatan Kaki

  1. Mudzaffar, Ushul al-Fiqh, 1430 H, jld. 1, hlm. 140; Husaini, al-Dalil al-Fiqhi, 2007, hlm. 301; Welai, Farhang-e Tasyrihi Estelahat-e Ushul, hlm. 336
  2. Husaini, al-Dalil al-Fiqhi, 2007, hlm. 301
  3. al-'Ajm,Mausu'ah Musthalahāt Ushul Fiqh inda Muslimin, jld. 2, hlm. 1690
  4. Mudzaffar, Ushul al-Fiqh, 1430 H, jld. 1, hlm. 140; Husaini, al-Dalil al-Fiqhi, 2007, hlm. 309; Welai, Farhang-e Tasyrihi Estelahat-e Ushul, hlm. 337
  5. al-'Ajm,Mausu'ah Musthalahāt Ushul Fiqh inda Muslimin, jld. 2, hlm. 1690
  6. Mudzaffar, Ushul al-Fiqh, 1430 H, jld. 1, hlm. 140
  7. Sebagai contoh, lihat: Mudzaffar, Ushul al-Fiqh, 1430 H, jld. 1, hlm. 140-141
  8. Sebagai contoh, lihat: Mudzaffar, Ushul al-Fiqh, 1430 H, jld. 1, hlm. 124-125; Akhund Khurasani, Kifayah al-Ushul, 1409 H, hlm. 252; Subhani, al-Wasith, jld. 1, hlm. 100
  9. Mudzaffar, Ushul al-Fiqh, 1430 H, jld. 1, hlm. 124-125

Daftar Pustaka

  • Akhund Khurasani, Muhammad Kadzim, Kifayah al-Ushul, Qom, Muassasah Al al-Bait, Cet. pertama, 1409 H.
  • Rafiq al-Ajm, Mausu'ah Musthalahāt Ushul Fiqh inda al-Muslimin. Beirut: Maktabah Lubnan Nasyirun, 1998.
  • Husaini, Muhammad, al-Dalil al-Fiqhi Tatbiqat al-Fiqhiyah li Musthalahat 'Ilm al-Ushul, Damaskus, Pusat Pembelajaran Fikih Ibn Idris al-Hilli, cet. Pertama, 2007.
  • Subhani Tabrizi, Ja'far, al-Wasith fi Ushul al-Fiqh, Qom, Muassasah Imam Shadiq as, cet, Ke-empat.
  • Mudzaffar, Muhammad Ridha, Ushul al-Fiqh, Qom, Intisyarat Islami, cet. Ke-lima, 1430 H.
  • Farhang Nameh Ushul Fiqih. Tim peneliti. Qom: Pazuhesygah Ulum wa Farhang Islami, 2011.


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "catatan", tapi tidak ditemukan tag <references group="catatan"/> yang berkaitan