Talak

Prioritas: b, Kualitas: b
Dari wikishia
(Dialihkan dari Perceraian)


Furu'uddin

Salat

Wajib: Salat JumatSalat IdSalat AyatSalat Mayit


Ibadah-ibadah lainnya
PuasaKhumusZakatHajiJihadAmar Makruf dan Nahi MungkarTawalliTabarri


Hukum-hukum bersuci
WudhuMandiTayammumNajasatMuthahhirat


Hukum-hukum Perdata
PengacaraWasiatGaransiJaminanWarisan


Hukum-hukum Keluarga
PerkawinanPerkawinan TemporerPoligamiTalakMaharMenyusuiJimakKenikmatanMahram


Hukum-hukum Yudisial
Putusan HakimBatasan-batasan hukumKisas


Hukum-hukum Ekonomi
Jual Beli (penjualan)SewaKreditRibaPinjaman


Hukum-hukum Lain
HijabSedekahNazarTaklidMakanan dan MinumanWakaf


Pranala Terkait
BalighFikihHukum-hukum SyariatBuku Panduan Fatwa-fatwaWajibHaramMustahabMubahMakruhDua Kalimat Syahadat

Talak (bahasa Arab: طلاق ) adalah sebuah istilah fikih yang bermakna berpisahnya seorang istri dan suami. Dalam bahasa Indonesia, kita lebih mengenalnya dengan istilah perceraian. Islam memperbolehkan talak dengan syarat-syarat tertentu, meskipun hal ini termasuk dalam perbuatan yang dibenci Allah swt dan dalam beberapa riwayat dijelaskan bahwa talak merupakan perbuatan halal yang paling dibenci Allah.

Dalam Alquran dijelaskan bahwa ketika terjadi perselisihan antara suami dan istri maka pihak keluarga disarankan untuk mendamaikan diantara keduanya supaya tidak terjadi perceraian dan dalam Alquran terdapat surah yang khusus membahas masalah talak yaitu surah yang bernama Surah At-Thalaq.

Talak termasuk dari jenis-jenis akad yang bersifat sepihak (iqa') dan hanya bisa dijatuhkan oleh suami. Talak memiliki hukum-hukum tertentu, diantaranya: suami yang telah melakukan hubungan badan dengan sang istri, ia tidak boleh menceraikan istrinya dalam keadaan haid dan nifas, kecuali istri hamil. Demikian juga harus ada dua orang laki-laki adil menyaksikan pembacaan sighah talak tersebut.

Talak dibagi kedalam dua jenis; "Raj'i" dan "Ba'in". Dalam talak Raj'i suami dengan syarat-syarat tertentu bisa menceraikan istrinya namun bisa kembali lagi kepada sang istri tanpa harus membaca akad baru, sementara dalam talak Ba'in suami tidak bisa kembali kepadanya.

Definisi

Talak adalah melepaskan dan memutuskan ikatan tali pernikahan dengan lafal tertentu[1] atau putusnya akad nikah permanen dengan lafal tertentu.[2] Talak sebagaimana pernikahan akan terealisasi (sah) dengan pembacaan sighah (lafal) tertentu. Namun berbeda dari pernikahan bahwa ia termasuk dari akad-akad sepihak (iqa'); yakni bersifat sepihak dan hanya bisa dijatuhkan dari pihak suami.[3]

Di berbagai negara terdapat bermacam-macam aturan berbeda mengenai cara melakukan talak. Namun hampir di semua negara terdapat pengadilan atau kantor urusan agama yang ditunjuk khusus untuk menangani masalah ini. Lebih dari itu, terdapat cara-cara yang beragam untuk melakukan talak sesuai madzhab yang dianut.

Sejarah

Talak merupakan bagian dari sejarah manusia yang tak terpisahkan dan tercatat di berbagai peradaban seperti Yunani, Iran, Mesir dan China. Namun, talak secara mutlak dilarang dalam aturan kristen Katolik. Dalam katolik saat terjadi masalah dan kedua mempelai ingin bercerai, mereka cukup berpisah dan keduanya tidak memiliki hak untuk menikah dengan orang lain. [4]

Dalam keyakinan Ortodoks, talak hanya dibolehkan dalam kondisi adanya pihak perempuan yang berselingkuh namun tidak sebaliknya (lelaki diperbolehkan), dalam keadaan talak keduanya dilarang untuk menikah dengan pihak lain. Tetapi sejalan dengan perubahan zaman, banyak negara penganut Kristiani terpaksa mengadopsi aturan yang mengijinkan talak oleh pihak perempuan dalam undang-undang negaranya.

Posisi Talak dalam Islam

Talak dalam Islam merupakan perkara yang boleh dilakukan,[5] namun dalam berbagai riwayat dijelaskan sebagai perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah[6] yang dapat mengguncangkan arsy Alllah.[7]

Dalam kitab Mir'at al-Uqul dinukil sebuah riwayat dari Imam Shadiq as yang mengatakan: "Allah mencintai rumah yang di dalamnya terdapat pernikahan dan membenci rumah yang di dalamnya terjadi perceraian. Bagi Allah tidak ada satu hal pun lebih dibenci daripada talak".[8]

Kata talak juga digunakan dalam berbagai ayat Alquran. Kata talak disebutkan 14 kali dalam Alquran dan sebagian besar terkait tentang penggunaan akad talak serta perempuan ketika kondisi Iddah menekankan bagi pelakunya untuk kembali ke kehidupan normalnya. Sebagai contoh dalam surah Al-Baqarah terdapat 12 kali pengulangan kata "ma'ruf", pengulangan ini dimaksudkan untuk menunjukkan penghormatan pada hak orang lain dan memerintah manusia untuk tidak menyalahi hak orang lain serta menggunakan hak tersebut dalam kebaikan dengan cara yang terhormat.

Pada Surah Al-Thalaq selain membahas mengenai fikih Talak, masa Iddah, fikih Nafaqah perempuan, fikih Riza', fikih menyusui bayi, fikih ibu menyusui dan hak-haknya, disebutkan pula bahwa seorang laki-laki yang melakukan talak Raj'i pada istrinya, maka selama kurun waktu talak itu, sang istri dilarang untuk keluar rumah.

Dalam Surah An-Nisa disebutkan bahwa seorang suami ditekankan untuk menjauhi talak, serta diharuskan baginya untuk memahami dan mensyukuri bahwa Allah swt telah menganugerahinya perempuan yang memiliki banyak kelebihan. [9]Ketika ada kekurangan yang terdapat pada suami atau istri dan menimbulkan perselisihan, Alquran memberikan solusi agar keduanya menghadirkan wakil-wakil dari keluarga mereka untuk bermusyawarah dan menemukan jalan keluar. [10]

Allah swt menetapkan, laki-laki dan perempuan setelah sepakat untuk bercerai maka satu sama lain tidak lagi saling membutuhkan. [11]

Alasan Pelegalan Talak

Ulama muslim meyakini bahwa alasan pembolehan talak meskipun merupakan perbuatan yang paling dibenci dalam Islam adalah karena pernikahan bukan sekedar kontrak dan kesepakatan, tetapi merupakan ikatan natural yang menyatu berdasarkan keinginan dan kecintaan dua belah pihak mempelai.[12] Oleh sebab itu, ia bukan hal yang bisa dipaksakan; artinya tidak bisa dua orang dipaksa untuk saling mencintai dan hidup bersama.[13]

Hak Talak

Dalam Islam hak talak hanya dimiliki suami[14], dan istri tidak bisa menjatuhkan talak atas suami[15] kecuali jika suami memberikan perwakilan hak talaknya kepada sang istri.[16] Menurut Murtadha Muthahhari, alasan masalah ini kembali kepada perbedaan psikologi laki-laki dan wanita. Keterikatan dan kecintaan tulus istri kepada suami adalah reaktif, artinya tabiat wanita akan mencintai laki-laki bila laki-laki tersebut menunjukkan kecintaannya kepadanya.[17] Oleh karena itu, kecintaan wanita kepada laki-laki merupakan akibat dari kecintaan laki-laki kepadanya.[18] Dari situ, Muthahhari menarik sebuah kesimpulan bahwa ketika suami tidak mencintai istri, maka kehidupan rumah tangga secara alami pupus dan mati dan oleh karenanya tidak ada alasan lagi untuk melanjutkan kehidupan rumah tangganya. Namun apabila istri tidak mencintai suaminya, maka sang suami dengan menampakkan rasa cintanya padanya dapat menarik hati sang istri.[19]

Hukum-Hukum Alquran Mengenai Talak

Sebagian hukum-hukum Alquran mengenai talak adalah sebagai berikut:

  • Menjaga hak-hak istri

Allah swt berfirman: "Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik...".[20]

Ayat diatas berkaitan dengan masalah talak Raj'i dimana suami dalam masa iddah dapat merujuk kepada istri yang telah ditalaknya. Artinya, sekali lagi sang suami menjadikan wanita itu sebagai istrinya. Ayat ini memberikan perintah kepada laki-laki (suami) dalam masa iddah, apabila menghendaki, untuk merujuk atau melepaskan/mencerai istri. Apapun pilihannya, ia harus memperlakukan istri dengan baik dan menjaga hak-haknya.[21]

  • Tidak menghalangi istri kawin lagi

Allah swt berfirman: "Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan (mantan) suaminya, apabila telah mendapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf.."[22]

Ayat ini memerintahkan apabila terjadi talak diantara suami-istri, lalu keduanya hendak menikah kembali, maka keluarga dari pihak wanita tidak boleh mencegah untuk melakukan perbuatan tersebut.[23]

  • Meberikan hadiah

Allah swt berfirman: "Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) sesuatu secara ma'ruf".[24]

Ulama Syiah meyakini bahwa ayat ini berkaitan khusus dengan wanita-wanita yang tidak ditentukan mas kawinnya dan tidak digauli setelah mereka dinikahi. Sesuai hukum ini, wanita-wanita tersebut harus diberikan hadiah saat ditalak.[25]

Syarat-Syarat dan Hukum Talak

  • Talak memiliki 4 rukun utama yaitu:
  1. Adanya orang yang menalak,
  2. Adanya penerima talak,
  3. Diucapkannya akad talak,
  4. Adanya saksi atau penyaksian. [26]
  • Syarat-syarat orang yang menceraikan[27]:
  1. Baligh,
  2. Berakal,
  3. Saat mengucapkan talak, dilakukan dengan ikhtiar bukan karena paksaaan,
  4. Ketika mengucapkan pernyataan talak memang berniat secara sadar untuk melakukan talak.

Adapun perempuan penerima talak, harus memiliki syarat-syarat umum berikut ini:

  • Talak dilakukan saat ia sedang suci dari haid atau nifas. Jika perempuan dalam kondisi haid atau nifas ditalak oleh suaminya maka talak tersebut batal. Syarat ini tidak berlaku bagi perempuan yang:
  1. Sudah menopause,
  2. Perempuan yang belum sampai umur haid, dan
  3. Perempuan yang sedang hamil.
  • Talak diucapkan pada saat perempuan dalam kondisi suci ketika tidak terjadi hubungan badan antara suami dan istri.
  • Disebutkan dengan jelas siapa istri yang menerima talak, hal ini berlaku jika seseorang memiliki beberapa istri. [28]

Dalam pengucapan lafadz talak, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:

  • Lafadz khusus talak هی طالِقٌ یا فُلانَة طالِقٌ یا اَنتِ طالِقٌ (dia-pr- diceraikan /wahai Fulanah –pr- kuceraikan/ engkau –pr- kuceraikan) harus dibaca dengan bahasa arab kecuali seseorang itu bisu. [29]
  • Disaksikan oleh 2 orang adil saat pengucapan talak. [30][31]

Pembagian Talak

Talak berdasarkan kemungkian kembalinya kedua mempelai dibagi menjadi 2 yaitu talak Ba'in dan talak Raj'i. Talak Ba'in sendiri dibagi kepada lima bagian. Masing-masing dari jenis talak memiliki hukum-hukum tersendiri.

Talak Raj'i

Talak Raj'i yaitu talak yang memungkinkan sang suami untuk rujuk kembali kepada istrinya pada masa iddah (maksud dari rujuk disini adalah sang suami dapat kembali pada istrinya tanpa mengucapkan akad nikah baru dan khutbah nikah). Dalam talak Raj'i selama sang istri berada dalam iddah, maka semua hukum-hukum kesuami-istrian tetap berlaku diantara keduanya kecuali hal-hal yang dikecualikan.[32]

Talak Ba'in

Dalam talak Ba'in seorang suami yang menceraikan istrinya tidak memiliki hak untuk kembali (rujuk) dengan istrinya, baik dalam masa masa iddah maupun tidak. Talak-talak di bawah ini dikatagorikan sebagai talak Ba'in:

  1. Talak pada seorang perempuan yang setelah melakukan akad nikah belum disetubuhi oleh suaminya.
  2. Talak seorang perempuan yang umurnya belum sampai 9 tahun.
  3. Talak seorang perempuan yang sudah menopause.
  4. Talak seorang perempuan yang ditalak secara Khulu'[catatan 1]
  5. Talak Mubarat.[catatan 2]
  6. Talak seorang perempuan yang telah ditalak untuk yang ketiga kalinya oleh suaminya.[33]

Iddah Talak

Batas waktu tertentu dimana wanita tidak boleh menikah selama masa tersebut disebut "Iddah". Iddah memiliki beberapa jenis seperti Iddah talak, Iddah wafat dan Iddah nikah mut'ah yang mana dilihat dari masanya satu sama yang lain berbeda-beda. Iddah talak untuk wanita haid adalah sampai mulai haid yang ketiga, dan untuk wanita yang tidak haid adalah 3 bulan.[34]

catatan

  1. Talak Khulu' adalah jenis talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istrinya karena sang istri tidak suka lagi melanjutkan kehidupan dengan sang suami dengan menghadiahkan maharnya atau memberikan harta lain kepada suami
  2. Talak Mubarat adalah jenis talak kesepakatan dimana karena suami dan istri tidak saling mencintai, sang istri menghadiahkan maharnya atau harta lain kepada sang suami untuk menjatuhkan talak atasnya

Catatan Kaki

  1. Syahid Tsani, Masalik al-Afham, jld. 9, hlm.9
  2. Muhaqqiq Damad, Barresiye Fiqhi Huquqi Khaniwadeh, hlm. 380
  3. Misykini, Mushthalahat al-Fiqh wa Istilahat al-Ushul, hlm. 97
  4. Barresie Huquq Zanone dar Mas'aleh Talak, hlm. 20-23.
  5. Dairat al-Ma'arif Fiqh Islami, Farhang Fiqh, jld. 5, hlm. 196
  6. Kulaini, al-Kafi, jld. 6, hlm. 54
  7. Thabrisi, Makarim al-Akhlaq, hlm. 197
  8. Majlisi, Mir'at al-Uqul, jld. 21, hlm. 94
  9. QS. An-Nisa': 19.
  10. QS. An-Nisa': 35
  11. QS. An-Nisa': 130.
  12. Sebagi contoh lihat: Muthahhari, Majmu'e-ye Atsar, jld. 19, hlm. 259-260
  13. Muthahhari, Majmu'e-ye Atsar, jld. 19, hlm. 261
  14. Syahid Tsani, Masalik al-Afham, jld. 9, hlm.11; Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 22, hlm. 5
  15. Misykini, Musthalahat al-Fiqh wa Ishthilahat al-Ushul, hlm. 97
  16. Syahid Tsani, Masalik al-Afham, jld. 9, hlm. 28 dan 29; Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 32, hlm. 23-25
  17. Lihat: Muthahhari, Majmue-e Atsar, jld. 19, hlm. 262
  18. Lihat: Muthahhari, Majmue-e Atsar, jld. 19, hlm. 262, 263
  19. Lihat: Muthahhari, Majmue-e Atsar, jld. 19, hlm. 263
  20. QS. At-Thalaq
  21. Allamah Thabathabai, al-Mizan, jld. 19, hlm. 313
  22. QS. Al-Baqarah: 232
  23. Allamah Thabathabai, al-Mizan, jld. 2, hlm. 238
  24. QS. Al-Baqarah: 241
  25. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 2, hlm. 215
  26. Lum'ah al-Damasyqie, jld. 2, hlm. 387.
  27. Lum'ah al-Damasyqie, jld. 2, hlm. 387.
  28. Najafi, Jawāhir al-Kalām, jld. 32, hlm. 4-56.
  29. Najafi, Jawāhir al-Kalām, jld. 32, hlm. 4-56.
  30. Najafi, Jawāhir al-Kalām, jld. 32, hlm. 4-56.
  31. Khumaini, Tahrir al-Wasilah, jld. 2, hal 441.
  32. Muassasah Dairah al-Ma'arif Islami, Farhang Fiqh, jld. 5, hlm. 205-206
  33. Misykini, Mushthalahat al-Fiqh wa Ishtilahat al-Ushul, hlm. 357
  34. Misykini, Mushthalahat al-Fiqh wa Ishtilahat al-Ushul,hlm. 270-271

Daftar Pustaka

  • Alquran al-Karim.
  • Imam Khomeini, Sayid Ruhullah ra. Taudhih al-Masāil. Riset: Sayid Muhammad Husain Bani Hasyim Khomaini. Qom: Daftar Intisyarat Islami, cet. VIII,1424 H.
  • Kiyani, Ridha. Thalaq dar Adyān Ibrahimi Daranggi bar Amuzeh-haye Kitab-haye Aseman Quran Karim, A'hdi Atiq wa A'hdi Jadid. Hafiz, Mehr, no. 45, 1386 HS.
  • Kulaini, Muhammad bin Ya'qub. Al-Kafi. Riset: Ali Akbar Ghaffari. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyah, cet. IV, 1407 H.
  • Majlisi, Muhammad Baqir. Mir'ātul Uqul fi Syarhi Akhbār Al al-Rasul. Riset: Sayid Hasyim Rasuli Mahallati. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyah, cet. II, 1404 H.
  • Makarim Syirazi, Nasir. Tafsir Nemuneh. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyah, cet. I, 1374 HS.
  • Misykini. Mushthalahāt al-Fiqh wa Ishthilāhāt al-Ushul. Beirut: Mansyurat al-Ridha, cet. I, 1431 H.
  • Muassasah Daerah al-Maarif Fiqh Islami. Farhang Fiqh Muthabeq ba Madzhab Ahlilbait Alaihimus Salam. Cet. I, 1392 HS.
  • Muhaqqiq Damad, Sayid Mustafa. Barresi Fiqhi Huquq Khanewadeh (Nikah wa Inhilal an). Teheran: Markaz Nasyri Ulumi Islami, 1384 HS.
  • Muthahhari, Murtadha. Majmue-e Atsar. Teheran: Shadra, cet. I, 1374 HS.
  • Najafi, Syeikh Muhammad Hasan. Jawāhir al-Kalām. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, cet. VIII, i404 H.
  • Syahid Tsani, Zainuddin bin Ali. Masālik al-Afhām ila Tanqih Syarāyi' al-Islam. Qom: Muassasah al-Ma'arif al-Islamiyah, cet. I, 1412 H.
  • Thabathabai, Sayid Muhammad Husain. Al-Mizān fi Tafsir al-Quran. Qom: Intisyarat Islami, 1417 H.
  • Thabrisi, Hasan bin Fadhl. Makārim al-Akhlāq. Qom: al-Syarif al-Radhi, cet. IV, 1412 H.