Lompat ke isi

Kebangkitan Nabi Uzair as

Dari wikishia

Kebangkitan Nabi Uzair as adalah salah satu dari kisah-kisah dalam Al-Qur'an yang menceritakan tentang kematian dan kebangkitan Nabi Uzair as setelah seratus tahun. Peristiwa ini dianggap sebagai salah satu bukti dalam Al-Qur'an tentang kebangkitan dan Kekuasaan Allah untuk menghidupkan orang mati. Kaum Syiah juga menganggapnya sebagai bukti kebenaran raj'at (kembalinya sebagian orang setelah kiamat).

Peristiwa kebangkitan Uzair disebutkan dalam Surah Al-Baqarah ayat 259. Berdasarkan ayat ini, Uzair melihat sebuah desa yang penduduknya telah mati dan jasad-jasad mereka telah hancur. Saat itu, ia bertanya pada dirinya sendiri bagaimana mayat-mayat yang telah hancur itu akan dihidupkan kembali. Oleh karena itu, Allah swt mematikannya selama seratus tahun, lalu menghidupkannya kembali. Sejarawan memperkirakan peristiwa ini terjadi sekitar 450 tahun sebelum Masehi.

Kisah Kematian dan Kebangkitan Uzair dalam Al-Qur'an

Dalam Surah Al-Baqarah ayat 259, disebutkan tentang seseorang yang dalam perjalanannya tiba di sebuah desa yang rumah-rumahnya telah runtuh dan penduduknya telah mati, dengan tulang-belulang yang telah hancur.[1] Para mufasir mengidentifikasi orang ini sebagai |Nabi Uzair. Menurut Al-Qur'an, Uzair bertanya-tanya bagaimana Allah swt akan menghidupkan mereka kembali.[2] Saat itu, Allah mengambil nyawanya dan menghidupkannya kembali setelah seratus tahun berlalu. Kemudian, Allah bertanya kepadanya berapa lama ia tinggal di tempat itu, dan Uzair mengira hanya sehari atau kurang. Allah memberitahunya bahwa ia telah tinggal di sana selama seratus tahun.[3] Untuk membuktikan kebenaran peristiwa ini dan kekuasaan-Nya, Allah menjaga makanan Uzair tetap segar, sedangkan keledainya yang telah mati menjadi tulang-belulang yang berserakan.[4] Kemudian, di hadapan Uzair, Allah menghidupkan kembali keledai itu; tulang-tulangnya menyatu, lalu ditutupi daging dan kulit.[5]

Beberapa sejarawan menyatakan bahwa kebangkitan Uzair terjadi sekitar 450 tahun sebelum Masehi, sedangkan kematian pertamanya terjadi pada 560 tahun sebelum Masehi.[6] Menurut Faidh al-Kasyani, dalam riwayat-riwayat, peristiwa ini terjadi setelah syahidnya Nabi Yahya as dan pembantaian Bani Israil oleh Bukhtunashar.[7]

Bagaimana Uzair Membuktikan Kebangkitannya kepada Orang-Orang?

Menurut Syekh Thabarsi, setelah Uzair dibangkitkan, ia kembali ke kotanya.[8] Ia membuktikan identitasnya dengan menemukan Taurat yang dikuburkan ayahnya di sebuah kebun dan dengan menghafal isi Taurat.[9] Mukjizat lainnya adalah menyembuhkan pelayan keluarganya yang telah buta selama ia tiada.[10]

Kisah Uzair sebagai Tanda Kebangkitan dan Raj'ah

Para mufasir dan ulama Muslim menganggap kebangkitan Nabi Uzair as setelah kematian seratus tahun sebagai bukti nyata kebenaran kebangkitan dan kehidupan setelah kematian.[11] Allamah Thabathaba'i (w. 1360 H) menyebut kebangkitan Uzair, bersama dengan kebangkitan empat burung Ibrahim dan debatnya dengan Namrud, sebagai contoh petunjuk Ilahi yang disebutkan dalam Surah Al-Baqarah ayat 257.[12]

Beberapa orang, seperti Syekh Ahmad Musthafa al-Maraghi (w. 1364 H), seorang mufasir Mesir, berpendapat bahwa Uzair tidak benar-benar mati, melainkan hanya pingsan dalam waktu lama, karena mereka menganggap mustahil orang mati dibangkitkan di dunia.[13] Allamah ath-Thabathaba'i menyatakan bahwa klaim kemustahilan ini tidak memiliki dasar yang kuat.[14]

Kaum Syiah juga menganggap kisah ini sebagai bukti kebenaran raj'ah, salah satu keyakinan dalam ajaran Syiah.[15]

Usia Uzair

Diriwayatkan dari Imam al-Baqir as bahwa Uzair berusia 30 tahun saat kematian pertamanya.[16] Menurut riwayat ini, Uzair memiliki saudara kembar, dan keduanya meninggal bersama serta dikuburkan dalam satu makam. Saudaranya berusia 150 tahun, sedangkan Uzair hanya 50 tahun.[17] Dalam riwayat lain dari Imam Ali as, Uzair berusia 50 tahun saat pergi, dan istrinya sedang hamil. Ketika ia kembali, anaknya telah berusia 100 tahun, tetapi Uzair tetap terlihat seperti orang berusia 50 tahun.[18]

Dalam sumber-sumber riwayat, disebutkan Debat Imam al-Baqir dengan Pendeta Kristen|debat antara Imam al-Baqir as dan seorang pendeta Kristen dikawasan Syam.[19] Dalam debat ini, sang pendeta bertanya bagaimana mungkin dua saudara kembar yang lahir dan meninggal pada hari yang sama, tetapi satu berusia 50 tahun dan yang lain 150 tahun. Imam al-Baqir as menyebut nama Uzair dan saudaranya, Azrah, dan menjelaskan bahwa Uzair hidup 100 tahun lebih sedikit karena ia mati selama 100 tahun.[20]

Catatan Kaki

  1. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, 1374 H, jilid 2, hlm. 294.
  2. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, 1374 H, jilid 2, hlm. 294.
  3. Jawadi Amuli, Tafsir Tasnim, 1388 H, jilid 12, hlm. 260.
  4. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, 1374 H, jilid 2, hlm. 298.
  5. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, 1374 H, jilid 2, hlm. 300.
  6. Ibnu 'Asyur, At-Tahrir wa At-Tanwir, 1420 H, jilid 2, hlm. 509.
  7. Faydh al-Kasyani, Tafsir ash-Shafi, 1416 H, jilid 1, hlm. 291.
  8. Thabarsi, Majma' al-Bayan, 1408 H, jilid 2, hlm. 641.
  9. Thabarsi, Majma' al-Bayan, 1408 H, jilid 2, hlm. 641.
  10. Syah Abdul Azimi, Tafsir Itsna 'Asyari, 1363 H, jilid 1, hlm. 472-473.
  11. Jawadi Amuli, Tafsir Tasnim, 1388 H, jilid 12, hlm. 275.
  12. Thabathaba'i, Al-Mizan, 1352 H, jilid 2, hlm. 359.
  13. Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Dar al-Fikr, jilid 3, hlm. 22.
  14. Thabathaba'i, Al-Mizan, 1352 H, jilid 2, hlm. 362.
  15. Hurr al-Amili, Al-Iqazh min al-Haj'ah, 1362 H, hlm. 3; Ja'fari, Tafsir Kautsar, 1398 H, jilid 2, hlm. 9-10.
  16. Huwaizi, Tafsir Nur al-Tsaqalain, 1415 H, jilid 1, hlm. 271.
  17. Huwaizi, Tafsir Nur al-Tsaqalain, 1415 H, jilid 1, hlm. 271.
  18. Bahrani, Al-Burhan, 1415 H, jilid 1, hlm. 534.
  19. Kulaini, Al-Kafi, 1407 H, jilid 8, hlm. 122.
  20. Kulaini, Al-Kafi, 1407 H, jilid 8, hlm. 123.

Daftar Pustaka

  • Bahrani, Hasyim bin Sulaiman. Al-Burhan fi Tafsir Al-Qur'an. Qom: Muassasah Al-Ba'tsah, cetakan pertama, 1415 H.
  • Faydh Al-Kasyani, Muhammad bin Syah Murtadha. Tafsir ash-Shafi. Teheran: Maktabah Ash-Shadr, cetakan kedua, 1373 HS.
  • Hurr Al-Amili, Muhammad bin Hasan. Al-Iqazh min al-Haj'ah bil Burhan 'ala Ar-Raj'ah. tahqiq Hashim Rasuli, terjemah Ahmad Jannati, Teheran: Navid, 1362 HS.
  • Huwaizi, Abd Ali bin Jumu'ah, Tafsir Nur al-Tsaqalain. Qom: Ismailiyan, cetakan keempat, 1415 H.
  • Ibnu 'Asyur, Muhammad Thahir. Al-Tahrir wa At-Tanwir min At-Tafsir. Beirut: Muassasah At-Tarikh Al-'Arabi, cetakan pertama, 1420 H.
  • Ja'fari, Ya'qub. Tafsir Kautsar. Qom: Hijrah, cetakan ketiga, 1398 HS.
  • Jawadi Amuli, Abdullah. Tafsir Tasnim. Qom: Markaz Nasyr Asra, cetakan kedua, 1388 HS.
  • Kulaini, Muhammad bin Ya'qub. Al-Kafi. tahqiq Ali Akbar Ghaffari dan Muhammad Akhundi, Teheran: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, cetakan keempat, 1407 H.
  • Makarim Syirazi, Nashir. Tafsir Nemuneh. Teheran: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, cetakan ketiga puluh dua, 1374 HS.
  • Maraghi, Ahmad Musthafa. Tafsir al-Maraghi. Beirut: Dar Al-Fikr, cetakan pertama, tanpa tahun.
  • Syah Abdul Azimi, Husain. Tafsir Itsna 'Asyari. Teheran: Miqat, cetakan pertama, 1363 HS.
  • Thabarsi, Fadhl bin Hasan. Majma' al-Bayan fi Tafsir Al-Qur'an. Beirut: Dar Al-Ma'rifah, cetakan kedua, 1408 H.
  • Thabathaba'i, Sayid Muhammad Husain. Al-Mizan fi Tafsir Al-Qur'an. Beirut: Muassasah Al-A'lami lil Mathbu'at, cetakan ketiga, 1352 HS.