Ismailiyah

Prioritas: a, Kualitas: b
tanpa referensi
Dari wikishia
(Dialihkan dari Syiah Ismailiyah)

Ismailiyah (bahasa Arab: الإسماعيلية) adalah nama umum dari sebuah kelompok yang meyakini bahwa setelah Imam Shadiq as keimamahan beralih kepada putranya Ismail atau kepada cucunya yang bernama Muhammad bin Ismail dan dalam berbagai kawasan dan referensi disebut dengan sebutan yang berbeda-beda, seperti Bathiniyah,[1] Ta'limiyah,[2] Sab'iyah,[3] Hasyisyiyah, Mulahadah dan Qaramithah.[4][5] Kelompok Ismailiyah yang terkenal adalah Bathiniyah dan Ta'limiyah.[6]

Abul Khattab Muhammad bin Abi Zainab atau Muqlash bin Abil Khattab adalah seorang yang memiliki andil dalam keimamahan Ismail.[7] Penjelasan terperinci tentang keyakinan Abul Khattab disebutkan dalam Ummul Kitab yang merupakan kitab tersembunyi para penganut Ismailiyah.[8]

Faktor Kemunculan


Berdasarkan tradisi yang merebak ketika itu, tidak sedikit dari kelompok pengikut Syiah yang meyakini bahwa yang menjadi imam setelah Imam Shadiq as adalah anak tertuanya, yaitu Ismail. Namun ternyata Ismail meninggal dunia ketika Imam Shadiq as masih hidup. Kematian Ismail ini menimbulkan kekacauan dan perselisihan dalam penentuan imam setelah Imam Shadiq as. Sebagian orang meyakini bahwa tradisi peralihan imam tidak bisa berubah. Oleh karena itu, mereka mengatakan Ismail masih hidup dan suatu hari akan muncul sebagai Al-Qaim. Sebagian kelompok lain yang meyakini bahwa selain khusus terjadi pada kasus Imam Hasan as dan Imam Husain as, keimamahan tidak berpindah kepada saudaranya, maka kelompok ini meyakini imamah berpindah dari Ismail bin Ja'far ke anaknya yang bernama Muhammad bin Ismail dan bukan ke saudaranya yaitu Imam Musa bin Ja'far as. Sekelompok lagi mempercayai adanya bada' dengan meyakini keimamahan Musa bin Ja'far as. Silsilah para Imam Syiah Itsna 'Asyari (Syiah Dua Belas Imam) kemudian berlanjut dari jalur kelompok terakhir ini.[9]

Keyakinan-keyakainan Ismailiyah

Ketuhanan

  • Sifat-sifat Tuhan: Dikarenakan tuduhan kafir atas keyakinan pengikut Ismaili yang hanya mempercayai terhadap tujuh Imam, maka kelompok ini mengingkari segala sifat yang dinisbatkan kepada Tuhan. Dan dalam rangka ini, mereka menolak segala pembatasan, pendefinisian dan sifat, bentuk dan substansi dan bahkan wujud yang memiliki pemahaman satu sifat tentang Tuhan. [10]
  • Penciptaan(Khaliqiyat): Mereka memiliki keyakinan berbeda dengan Ikhwan al-Shafa yang meyakini bahwa wujud terciptanya segala sesuatu sebagai karunia (faidh). mereka meyakini bahwa segala ciptaan terwujud melalui ibda' .[11]

Kenabian

  • Hubungan Nabi dan Washi:
  1. Di atas muka bumi, ada seorang nabi yang memiliki sebuah syariat.
  2. Setiap Nabi memiliki seorang washi yang mana dia adalah seorang imam yang menjadi pewaris keutamaan nabi tersebut dan merupakan pondasi serta asas keimamahan dan merupakan imam pertama di setiap masa. Dia adalah seorang yang memegang amanat dan rahasia kenabian dan juga bertugas untuk mentakwil.
  3. Selain itu, seorang imam juga pewaris imam yang asli. tugasnya adalah menstabilisasi antara hal-hal yang lahir dan yang batin.
  • Priode-priode Kenabian: Priode-priode kenabian terbentuk dari tujuh tingkatan. Pada setiap tingkatan kenabian, akan dibuka dengan seorang nabi dan washi dan satu atau beberapa jenjang dari tujuh imam sebagai pengganti mereka. Imam terakhir (yaitu al-Qaim), akan menutup tingkatan sebelumnya dan imam ini adalah Imam Muqim yang akan membangkitkan Nabi yang baru sehingga yang akan memulai priode baru. Priode atau masa Ulul Azmi para Nabi secara tertib adalah sebagai berikut:
  1. Adam yang menjadi imam pada masanya adalah Syits.
  2. Nuh yang menjadi imam pada masanya adalah Sam.
  3. Ibrahim yang menjadi imam pada masanya adalah Ismail.
  4. Musa yang menjadi imam pada masanya adalah Harun.
  5. Isa yang menjadi imam pada masanya adalah Syam'un.
  6. Muhammad saw yang menjadi imam pada masanya adalah Ali as.
  • Para Nabi ulul azmi: Mereka meyakini bahwa para nabi ulul azmi berjumlah tujuh orang dan setiap nabi memiliki seorang washi (imam). Nabi-nabi yang nathiq atau ulul azmi dalam pandangan mereka adalah Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad saw dan Setiap dari mereka memiliki seorang washi.
  • Penutupan (Khatamiyah): Kelompok Ismailiyah juga sama seperti kelompok Syiah lainnya yang meyakini khatamiyah pada kenabian.

Jenjang Keimamahan

Kelompok Ismailiyah memandang bahwa imamah memiliki 4 atau 5 jenjang dan tingkatan.

  1. Imam Muqim:Seseorang yang melantik nabi yang nathiq dan ini merupakan derajat tertinggi imamah. Kepadanya dikatakan Rabbu al-Waqt dan juga Shahib al-Ashr.
  2. Imam Asas: Dia adalah penolong dan seorang yang dipercaya bagi rasul nathiq, washi dan penggantinya. Silsilah rentetan para imam mustaqar akan terus berlanjut dalam generasinya. Dia juga bertanggung jawab pada urusan yang menyeru pada kebatinan dan merupakan ketua silsilah orang-orang yang tahu akan penakwilan dan ilmu-ilmu Tuhan.
  3. Imam Mutim:Seseorang yang menjalankan risalah di penghujung masa. Dia adalah imam ketujuh dari setiap priode dan kekuatan dan potensi-potensi yang dia miliki seukuran dengan seluruh imam-imam sebelumnya. Keberadaannya hampir sama dengan keberadaan Rasul yang nathiq, dengan demikian ia juga dikatakan sebagai Nathiq al-Duwar.
  4. Imam Mustaqar: Seseorang yang memiliki seluruh ciri keimamahan dan ia berhak melimpahkan imamah atau kepemimpinannya kepada anak-anaknya atau penggantinya.
  5. Imam Mustauda': Seseorang yang menjadi pengganti dari imam mustaqar, yang bertugas melaksanakan urusan-urusan keimamahan dan tidak mempunyai hak untuk menunjuk dan anak imam, anak imam paling utama, mengetahui seluruh rahasia imamah dan orang yang paling mulia di zamannya. Ia bukan milik anak-anaknya dan imamah baginya adalah sebuah amanah.[12]

Priode-priode Imamah

  • Priode pertama Imamah:Priode ini dimulai sejak turunnya Nabi Adam as dan terus berlanjut sampai badai topan Nabi Nuh as. Masa priode ini disebutkan 2800 tahun 4 bulan 15 hari.
Nomor Imam Muqim Rasul Nathiq Imam Asas Imam Mustaqar Imam Mutim
1 Hunaid[13] Nabi Adam Habil(130-225) Tshits (۲۳۰-۱۱۴۴) Atusy bin Tshits Tshits (435-1385) --
2 -- -- -- Qinan bin Atusy(625-1535) --
3 -- -- -- Mahlail bin Qinan (795-1690) --
4 -- -- -- Yard bin Mahlail (960-1922) --
5 -- -- -- Ukhnukh bin Yard (1122-1487) --
6 -- -- -- Matusyaleh bin Ukhnukh (1287-2242) --
7 -- -- -- Lamik bin Matusyaleh(1454-2346) Lamik bin Matusyaleh [14]
  • Periode ke-6 Imamah: Periode ini dimulai sejak permulaan Hijrah Nabi Muhammad saw berlanjut hingga munculnya Imam Mahdi as. Masa periode ini tidak jelas.
Nomor Imam Muqim Rasul Nathiq Imam Asas Imam Mustaqar Imam Mutim
1 Abu Thalib Muhammad bin Abdullah (571-634 Ali bin Abi Thalib Ali bin Abi Thalib --
2 -- -- -- Husain bin Ali --
3 -- -- -- Ali bin Husain --
4 -- -- -- Muhammad bin Ali --
5 -- -- -- Ja'far bin Muhammad --
6 -- -- -- Ismail bin Ja'far --
7 -- -- -- Muhammad bin Ismail Muhammad bin Ismail

Ismailiyah meyakini bahwa Imam ke-7 di periode ke-6 adalah Muhammad bin Ismail yang sudah tersembunyi, ketika dia muncul maka dia akan menjadi Nathiq ke-7 atau Mahdi atau Qaim dan hanya diperiodenya, asas dan nathiq bergabung menjadi satu, di akhir periode dunia, dia akan membuka kebenaran alam semesta, kemudian keadilan akan ditegakkan di muka bumi, setelah periode dia, maka alam jasmani akan berakhir[15]. di periode ini, imam yang diamanahkan adalah Hasan bin Ali as, Muhammad bin Hanafiyah, Musa bin Ja'far.

Keyakinan-keyakinan lainnya

  • Takwil:Mereka menafsirkannya dengan arti umum bagi orang-orang pemula.[16]
  • Surga dan Neraka:Ismailiyah tidak memiliki keyakinan atas surga dan neraka jasmani.
  • Iman:Mereka tidak menerima adanya tanasukh (reinkarnasi) dan secara terpisah meyakini Islam dan Iman serta kondisi bertambah dan berkurangnya iman.
  • Rukun-rukun Syariat:Dalam syariat, Ismailiyah memiliki tujuh rukun: thaharah, salat, zakat, puasa, haji, jihad dan wilayah. Mereka menilai wilayat sebagai rukun tertinggi dan terpenting di antara rukun lainnya.[17]

Cabang-Cabang Ismailiyah

Berdasarkan pembagian dalam kitab Athlas Syi'ah,[18] kelompok-kelompok Ismailiyah terbagi sebagai berikut:

  1. Ismailiyah Khalishah; mereka meyakini bahwa keimamahan Ismail telah ditetapkan oleh ayahnya. Karena seorang imam tidak akan mengatakan sesuatupun selain kebenaran, maka tentunya Ismail pada hakikatnya belum meninggal dan ia adalah pengganti ayahnya.[19]
  2. Ismailiyah Mubarakiyah; mereka meyakini bahwa Imam Shadiq as menunjuk cucunya yaitu Muhammad bin Ismail sebagai imam setelah Ismail. Hal ini karena keimamahan tidak dapat berpindah dari seorang saudara (Ismail bin Ja'far) ke saudaranya yang lain (Musa bin Ja'far), dan perkara ini hanya khusus berlaku pada Imam Hasan as dan Imam Husain as. Nama kelompok Mubarakiyah ini diambil dari nama pendirinya, yaitu Mubarak.
  1. Qaramithah Bahrain; berbarengan dengan penyebaran dakwah Ismailiyah yang cepat, pada tahun 286 H/899 terjadi pemisahan penting dalam kebangkitan Ismailiyah. Hamdan Qaramith menjadi pimpinan dakwah daerah di Irak dan wilayah sekitarnya sejak tahun 260 H/874 dan melakukan surat menyurat secara teratur dengan para pimpinan Salamiyah. Ketika Ubaidillah, pimpinan Ismailiyah, meninggal pada tahun 286 H/899, Hamdan Qaramith mengklaim imamah atas dirinya dan kakek-kakeknya yang menjadi para pimpinan pusat sebelumnya. Hamdan memutus hubungan dengan Salamiyah dan pimpinan pusat. Ia pun meminta mereka untuk menghentikan kegiatan dakwah di wilayah pengaruhnya. Tak lama setelah itu, Hamdan pun lenyap. 'Abdan (suami saudarinya) juga terbunuh dengan jebakan Zakrawiyah bin Mahdawiyah, seorang pendakwah di Irak yang pada awalnya setia kepada Ubaidillah dan keyakinannya. Pada tahun yang sama, Abu Said Janabi yang diutus ke Bahrain oleh Hamdan dan 'Abdan, menjadikan Bahrain sebagai pusat Qaramithah dan pencegah dari penyebaran pengaruh politik Fathimiyah di wilayah timur hingga tahun 470 H/1078. Sementara itu, pengikut Ubaidillah berpusat di Yaman. Namun, Ali bin Fadhl di Yaman bergabung dengan kubu Qaramithah dan mendeklarasikan dirinya sebagai Mahdi Mau'ud. Sedangkan Ibn Khusyab tetap setia kepada Ubaidilah sampai akhir hayatnya. Zakrawiyah yang pada awalnya setia pada Ubaidilah, kemudian bergabung dengan Qaramithah. Ia memimpin perlawanan-perlawanan kelompok Qaramithah di Syam dan Irak. Bahkan pada tahun 290 H/903 ia menyerang basis Ubaidilah di Salamiyah. Kelompok Qaramithah tersebar di berbagai tempat seperti Jabal, Khurasan, Mawaranahr, persia dan lain sebagainya.
  2. Fathimiyah Maroko dan Mesir (297 H/910-567 H/1172); dibentuk pertama kali oleh Ubaidilah Mahdi di Ruqadah, kemudian di Qairawan dan beberapa lama kemudian dibentuk di Kairo. Dengan dimulainya kepemimpinan Ubaidilah Mahdi, masa ketersembunyian para imam dalam sejarah Ismailiyah pertama pun berakhir. Pemerintahan ini dihancurkan oleh Salahuddin al-Ayyubi.
  1. Deruzeyah; aliran ini muncul pada tahun 408 H/1017 melalui para pendakwah di Kairo (masjid Raidan). Namun pendiri sebenarnya aliran ini adalah Hamzah bin Ali bin Ahmad Zuzani yang dikenal dengan Al-Bad. Mereka meyakini ketuhanan (hakim dengan perintah Allah) dan bahkan para khalifah Dinasti Fathimiyah sebelumnya mulai dari Al-Qaim dan seterusnya meyakini hal yang sama. Aliran ini banyak berkembang dan tersebar di Wadi Taim yang terletak di wilayah Hasibiya, Baniyan bagian utara, Halab Barat, serta pegunungan Hirman dan Hauran yang saat ini terletak di Suriah dan Lebanon. Secara bertahap setelah tahun 435 H/1044, dakwah kelompok Deruze dilakukan dalam bentuk masyarakat tertutup, dimana mereka tidak menerima anggota baru dan tidak pula mengizinkan pengikutnya murtad.
  2. Nazariyah; dengan kematian Mustanshir Fathimi pada tahun 487 H/1098, terjadi perpecahan di dalam Dinasti Fathimiyah. Mereka yang meyakini Nazar sebagai pemimpin–dengan memperhatikan dalil pergantian kepemimpinan Mustanshir kepada putranya, Nazar—dikenal sebagai kelompok Nazariyah.
  3. Musta'lawiyah; setelah kematian Mustanshir Fathimi pada tahun 487 H/1098, mereka yang meyakini kepemimpinan Musta'la dikenal sebagai kelompok Musta'lawiyah.
  1. Hafiziyah (Majidiah); pada tahun 526 H/1132, Abdul Majid yang bergelar Al-Hafiz, salah seorang keponakan Amir, menduduki kekuasaan dan para penguasa Dinasti Fathimiyah hingga tahun 567 H/1172 berasal dari keturunannya. Kepemimpinan keluarga ini mengalami banyak kemajuan di Mesir dan Suriah. Namun, di Yaman para penguasa terakhir Bani Fathimiyah yang secara resmi diakui hanyalah para penguasa ‘Adn dan beberapa orang dari penguasa Shan'a. Kelompok ini tidak ada lagi yang tersisa dalam Ismailiyah.
  2. Thayyibiyah (Amiriyah); dengan kematian penguasa Dinasti Fathimiyah pada tahun 524 H/1130, Amir (pengganti Musta'la), muncul banyak cabang dalam dakwah Ismailiyah. Amir memiliki putra berusia 8 bulan yang bernama Thayyib. Ia terpilih sebagai pengganti ayahnya. Namun alur kekuasaan berada dalam genggaman salah satu putra pamannya yang bernama Abul Majid dan bergelar Al-Hafiz. Mereka yang meyakini kepemimpinan Thayyib dikenal dengan sebutan Thayyibiyah. Dakwah kelompok Thayyibiyah pada awalnya diterima oleh sejumlah kecil dari kelompok Musta'lawiyah di Mesir dan Syam dan sejumlah besar dari pengikut Ismailiyah Yaman, dimana para pengikut Shalihiyah secara resmi mengakui kebenaran ajaran Thayyibiyah. Ibrahim Hamidi adalah pendiri ajaran Thayyibiyah . Ia aktif di Shan'a dan juga di perkumpulan para pembesar selain Ismailiyah hingga tahun 557 H/1162. Secara bertahap kelompok ini pun lenyap dalam masa yang pendek di Mesir dan Suriah. Namun ajaran ini masih tetap ada di Yaman dan India hingga saat ini.
Bahrahiyah; seiring waktu, para pendakwah Thayyibiyah berhasil mendapat pengikut yang banyak di India Barat. Mereka menamakan ajaranya di India dengan sebutan "Ajaran Petunjuk" dan juga memakai nama Bahrah yang berarti pedagang. Selama beberapa lama, pendakwah mutlak dari Yaman dianggap sebagai pemimpin dan rujukan para pengikut Thayyibiyah di India Barat. Ajaran Fathimiyah kemungkinan sebelumnya dibawa ke India oleh seorang pendakwah dari Yaman bernama Abdullah yang berada di Gujarat pada tahun 460 H/1068. Pada tahun 999 H/1591 setelah kematian pendakwah mutlak, Dawud bin Ajabsyah, para pengikut Thayyibiyah terbagi menjadi dua bagian, kelompok Dawudiyah dan Sulaimaniyah.
  1. Dawudiyah; kelompok Thayyibiyah yang menerima kepemimpinan Dawud bin Burhanuddin dikenal sebagai kelompok Dawudiyah. Meskipun pemimpin mereka berada di Bombay, namun pusatnya terdapat di Surat. Saat kini lebih dari separuh pengikut kelompok Dawudiyah India tinggal di Gujarat dan sisanya tinggal di Bombay dan wilayah pusat India. Kelompok ini juga bisa ditemukan tersebar di Pakistan, Yaman dan di negara-negara Timur Jauh. Mereka termasuk kelompok pertama Asia yang melakukan hijrah ke Zanzibar dan pantai-pantai timur Afrika.
  2. Sulaimaniyah; kelompok Thayyibiyah yang menerima kepemimpinan Sulaiman bin Hasan Hindi dikenal sebagai kelompok Sulaimaniyah. Mereka berpusat di bagian utara Yaman, khususnya di perbatasan Saudi Arabia. Kelompok kecil mereka dapat ditemukan di India khususnya di kota Bombay, Burudeh dan Ahmadabad. Sementara mereka tidak terlihat keberadaannya di luar Yaman, India dan Pakistan.

Para Ulama Ismailiyah

  1. Abu Hatim Razi
  2. Abu Abdullah Nasafi (Nakhasybi)
  3. Qadhi Nu'man
  4. Abu Yaqub Sajistani
  5. Hamiduddin Kirmani
  6. Muayyaduddin Syirazi
  7. Nashir Khusru[20]

Para Imam Ismailiyah

Silsilah Para Imam Ismailiyah Hingga Pemerintahan Fathimiyah

Imam kelompok Ismailiyah pada mulanya diawali dari Imam Ali bin Abi Thalib as.[21] Kemudian beralih kepada Imam Hasan as dan Imam Husain as. Dari Imam Husain as berlanjut secara berurutan kepada Imam Ali Zainal Abidin as, Imam Muhammad al-Baqir as dan kemudian Imam Ja'far al-Shadiq as. Dari Imam Shadiq as inilah kemudian muncul tiga cabang, yaitu Ismail, Abdullah dan Imam Musa al-Kazhim as. Syiah Imamiyah berlanjut dari Imam Musa al-Kazhim as.

Adapun dari jalur Ismail, keimamahan berlanjut kepada Ali dan Muhammad Maktum (Maimun). Dari Muhammad Maktum terbagi enam cabang, yaitu berlanjut kepada Ahmad, Ismail, Abdullah, Ali Laits, Husain dan Ja,far. Dari jalur Abdullah berlanjut kepada Ibrahim dan Ahmad. Dari jalur Ahmad beralih kepada Husain dan Muhammad Hakim. Dari jalur Husain berlanjut kepada Abu Muhammad dan Abdullah Sa'id yang terkenal dengan Abdullah Mahdi. Dari jalur Muhammad Hakim berlanjut kepada Abul Qasim Muhammad yang masyhur dengan Al-Qaim bi Amrillah. Silsilah para Imam Ismailiyah atau para khalifah Fathimiyah berlanjut setelah Al-Qaim bi Amrillah.[22]

Para Imam Ismailiyah Pada Masa Pemerintahan Dinasti Fathimiah

Setelah Al-Qaim bi Amrillah, imam beralih secara berurutan kepada Abu Muhammad Ubaidillah al-Mahdi Billah, Abul Qasim Muhammad al-Qaim bi Amrillah, Abu Thahir Ismail al-Manshur Billah, Abu Tamim Mu'ad al-Maghzu li Dinillah, Abu Manshur Nazar al-'Aziz Billah, Abu Ali Manshur al-Hakim bi Amrillah, Al-Hasan Ali al-Zhahir li I'zazi Dinillah, Abu Tamim Mu'ad al-Mustanshir Billah. Setelah Abu Tamim, keimamahan berada di tangan tiga orang, yaitu Nazar, Al-Musta'la Billah dan Abul Qosim Muhammad, sehingga Ismailiyah terbagi tiga kelompok.

Kemudian keimamahan dari Al-Musta'la Billah berturut-turut beralih kepada Al-Amir bi Ahkamillah dan Al-Thayib. Setelah itu beralih kepada para imam kelompok Thayibiyah yang gaib.

Keimamah dari Abul Qosim Muhammad pindah kepada Abdul Majid al-Hafiz. Lalu dari Al-Hafiz pindah kepada dua orang, Yusuf dan Zhafir. Dari Yusuf beralih kepada Al-'Adhid, lalu Dawud dan para imam lainnya dari kelompok Hafizhiyah. Sementara keimamahan dari Al-Zhafir diteruskan oleh Al-Faiz.[23]

Wilayah-Wilayah Ismailiyah

Pertama kali ajaran Ismailiyah muncul pada tahun 268 H/882 di wilayah Yaman.[24] Dalam waktu yang relatif singkat, Ismailiyah berhasil membentuk pemerintahan setelah terpisahnya dari induk Syiah. Ismailiyah berhasil membentuk Dinasti Fathimiyah di Mesir. Setelah terjadi perpecahan di dalam, kemudian berdiri pemerintahan Nazariyah di Al-Maut. Mereka melakukan perlawanan serius terhadap Bani Abasiyah dari timur sampai barat.[25]

Wilayah Al-Maut

Setelah tumbangnya para penguasa pemerintahan Dinasti Fathimiyah dan Nazariyah, kelompok Ismailiyah tidak mampu lagi memegang kekuasaannya. Mereka menyelamatkan diri ke negara-negara terpencil dunia Islam, khususnya Yaman dan Anak Benua India (meliputi India, Pakistan, Bangladesh). Saat ini mereka tersebar di sekitar 25 negara dunia. Sebagian besar mereka hidup di India, Pakistan, Afghanistan dan Tajikistan di wilayah Asia Tengah, serta di Pegunungan Pamir Cina.[26]

Pada era sekarang, Ismailiyah terbagi pada dua kelompok, yaitu Aghakhaniyah dan Bahrahiyah. Dua kelompok ini adalah yang tersisa dari kelompok Nazariyah dan Musta'lawiyah.

Kelompok Aghakhaniyah memililki jumlah sekitar satu juta orang yang tersebar di wilayah Iran, Asia Tengah, Afrika dan India. Pimpinan mereka adalah Aghakhan. Sedangkan kelompok Bahrahiyah yang berjumlah kurang lebih lima ribu orang tersebar di Jazirah Arab, Pesisir Selat Persia dan Suriah.[27]

Wilayah Al-Qadmus

Ismailiyah di Suriah terdapat di pedesaan Mishyaf, Al-Qadmus dan Salamiyah. Ismailiyah di Iran tersebar di daerah Kahak, Mahalat-Qom, Birjand dan Ghayen-Khurasan. Sementara di Afghanistan, Ismailiyah tinggal di wilayah Balkh dan Badakhshan. Di Asia Tengah, Ismailiyah tersebar di Khukand (Kokand) dan Anak Benua Takin. Di Afghanistan, kelompok Ismailiyah disebut Muftada yang sebagian besar mereka mereka tinggal di wilayah Kafiristan (Nuristan), Jalalabad, Jihun A'la, Sarigol, Khan dan Yasin.

Di India dan Pakistan terdapat lebih banyak pusat-pusat Ismailiyah dibandingkan dengan negara lain. Mereka juga banyak terdapat di daerah Ajmer, Morwareh, Rajpotaneh, Kashmir, Bombay, Burudeh dan Kuraj.

Perlu diketahui, tidak semua Ismailiyah di India berasal dari kelompok Aghakhaniyah. Sebagian dari mereka juga berasal dari kelompok Bahrahiyah yang pada umumnya tinggal di wilayah Gujarat. Di Oman, Muscat, Zanzibar dan Tanzania juga terdapat banyak Ismailiyah.[28]

Kelompok Aghakhaniyah

Pusat kelompok Aghakhaniyah berada di Tajikistan. Pusat Aghakhaniyah ini dibuka pada tahun 2009 M di ibu kota Tajikistan, Dusyanbe. Sepertinya kelompok ini tidak memiliki banyak aktifitas. Setiap hari Senin mereka membuka pintu-pintu untuk para pengunjung yang datang. Para pemandu dari mereka memperkenalkan dan menerangkan bangunan-bangunan serta dakwah Ismailiyah kepada para pengunjung. Mereka melakukannya secara mahir dan menarik. Tidak terdapat keterangan yang pasti mengenai jumlah dari pengikut kelompok Aghakhaniyah di Tajikistan ini. Namun diperkirakan terdapat sekitar dua ratus ribu orang pengikut yang tinggal di wilayah Pamir dan Dusyanbe.

Karena kondisi pemerintahan Komunis dan juga masalah taqiyah, kelompok Ismailiyah di Tajikistan terjauhkan dari adat, kebiasaan dan keyakinannya sendiri. Para pemudanya tidak banyak mengetahui tentang tatacara umum dalam agama dan mazhab mereka. Oleh karena itu kelompok Ismailiyah ini melakukan usaha yang gigih untuk memperkenalkan hal-hal yang perlu diketahui oleh para pengikut lama dan juga untuk menarik para pengikut baru.[29]


Catatan Kaki

  1. Berdasarkan keyakinannya pada makna batin teks agama (Shabari, Tarikh-e Ferq-e Islami, jld. 2, hlm. 103).
  2. Karena para pengikut Ismailiyah meyakini bahwa urusan agama harus diajarkan oleh seorang imam maksum dan para utusannya. Ibid.
  3. Berdasarkan pada kenyataan bahwa kelompok ini adalah salah satu dari golongan yang paling utama pengikut tujuh Imam Syiah. Ibid.
  4. Karena sebagian dari mereka adalah pengikut Hamdan Qaramith. Ibid.
  5. Asy'ari, Al-Maqalat wa al-Firaq, hlm. 213.
  6. Lihat: Syahristani, Kitab al-Milal wa al-Nihal, hlm.149.
  7. Lihat: Masykur, Farhang-e Ferq-e Islami, hlm. 47.
  8. Lihat: Ibid, hlm 48.
  9. Asy'ari, Al-Maqalat wa al-Firq, hlm. 213-214.
  10. Shabari, Tarikh-e Ferq-e Islami, jld. 2, hlm. 147.
  11. Lihat: Badawi, Tarikh-e Andishehaye Kalami dar Islam, hlm. 322-324.
  12. Masykur, Farhang-e Ferq-e Islami, hlm. 49.
  13. Menurut keyakinan Ismailiyah, Hunaid, Pendidik Adam dan Imam Muqimnya. Meskipun jenis dan bentuknya tidak jelas.
  14. Al-Madzahib al-Islamiyah, Ja'far Subhani, hlm.283
  15. Shaberi, Tharikh feraq islami,1384 HS,jilid 2, hal.151-152.
  16. Lihat: Ibid, hlm. 52-53.
  17. Lihat: Shabari, Tarikh-e Ferq-e Islami, jld. 2, hlm. 153.
  18. Ibid, hlm. 29.
  19. Sebagian meyakini Mubarak adalah gelar bagi Muhammad bin Ismail. Sebagian lagi menyebutkan sebagai gelar dari Ismail sendiri.
  20. Lihat: Ibid, hlm 153-174.
  21. Tentunya, Imam Ali as dalam awal keyakinan Ismailiyah adalah sebagai imam pertama. Namun, jauh setelah itu mereka menganggapnya sebagai pendiri dan keimamahan dimulai dari Imam Husain as yang dianggap sebagai imam pertama kelompok Ismailiyah. Akan tetapi, kelompok Nazariyah tetap menganggap Imam Ali as sebagai imam pertama. (Shabari, Tarikh-e Ferq-e Islami, jld. 2, hlm. 119).
  22. Ibid; Daftari, Tarikh va Aqaid-e Ismailiyah, hlm. 627.
  23. Shabari, Tarikh-e Ferq-e Islami, jld. 2, hlm. 123; Daftari, Tarikh va Aqaid-e Ismailiyah, hlm. 628.
  24. Masykur, Farhang-e Ferq-e Islami, hlm. 50
  25. Site Andisheh Qom, Mazkaz-e Muthaliat va Pasukhguyi be Shubahat Hauzeh Ilmiyah Qom.
  26. Daftari, Tarikh va Aqaid-e Ismailiyah, hlm. 3.
  27. Masykur, Farhang-e Ferq-e Islami, hlm. 53.
  28. Ibid, hlm. 51.
  29. Murtadha Asyrafi, Guzaresh Rahburdi Waz'iyat-e Syi'ayan-e Asia Markazi (Laporan Strategis Kondisi Syiah di Asia Tengah), Kelompok Peneliti Strategis Majma Jahani Ahlulbait as, 1394 S.

Daftar Pustaka

  • Al-Syahrestani, Muhammad bin Abdul Karim. Kitab al-Milal wa al-Nihal. Ditakhrij: Muhammad bin Fathullah Badran. Mesir: Maktabah al-Anjalu al-Mishriyah, 1956 M.
  • Asy'ari, Sa'id bin Abdullah. Al-Maqalat wa al-Firaq. Penyunting: Muhammad Jawad Masykur. Teheran: Intisyarat-e Ilmi va Farhanggi, 1360 S.
  • Badawi, Abdurahman. Tarikh-e Andisyeha-e Kalami dar Islam. Penerjemah: Husain Shabari. Masyhad: Bunyad-e Pazuhesyha-e Astan-e Quds Razavi, 1374 S.
  • Daftari, Farhad. Tarikh va 'Aqaid-e Ismailiyah. Penerjemah: Faridun Badre-i. Teheran: Farzan-e Roz, 1375 S.
  • Jafariyan, Rasul. Athlas Syi'ah. Teheran: Sazman-e Ja'fariya-i Niruha-e Mushalah, 1387 S.
  • Masykur, Muhammad Jawad. Farhang-e Ferqe-e Islami. Pendahuluan: Kazhim Mudirshanehci. Masyhad: Astan-e Quds Razavi, 1372 S.
  • Shabari, Husain. Tarikh-e Ferqe-e Islami. Teheran: Semat, 1384 S.