Silaturahim

Prioritas: b, Kualitas: b
tanpa navbox
Dari wikishia

Silaturahim (bahasa Arab: صِلَةُ الرَّحِمِ) adalah interaksi dan pertemuan dengan keluarga untuk saling membantu dan mempererat persaudaraan dan hubungan kekerabatan. Menjalin hubungan silaturahim merupakan salah satu bentuk akhlak Islami yang ditegaskan dalam Al-Qur'an dan banyak hadis. Mereka yang meninggalkan silaturahim disebut dalam Al-Qur'an sebagai golongan perusak [1] dan yang mendapatkan laknat Allah swt [2]. Dalam sejumlah riwayat juga disebutkan silaturahim sebagai salah satu amalan terbaik setelah iman, yang pertama membela di hari Kiamat, sebaik-baik akhlak seorang Mukmin dan faktor terpenting penyebab panjangnya usia.

Dalam sebuah hadis Qudsi, silaturahim disebut sebagai rahmat Allah swt dan barangsiapa yang meninggalkannnya akan dijauhkan dari rahmat-Nya. Silaturahim terkadang termasuk sunnah dan dalam kondisi tertentu diwajibkan. Memutuskan hubungan silaturahim dengan keluarga adalah salah satu bentuk dosa besar bahkan meskipun kepada anggota keluarga yang berakhlak buruk dan pendosa.

Silaturahmi dalam tradisi muslim Indonesia kerap kali dilakukan untuk memeriahkan momen-momen tertentu seperti perayaan Idul Fitri dan Idul Adha, bulan Ramadhan, memasuki momen tahun baru dan pada peringatan-peringatan momen penting lainnya.

Defenisi

Silaturahmi terdiri dari dua unsur kata, yaitu "silah" (صلة) dan "ar-rahim" (الرَّحِم). Akar kata "silah" صلة berasal dari (وصل) yang berarti menyambungkan dua unsur. [3] Sementara "rahim" (رَحِم ) berarti rahim sebagaimana yang dikenal dalam bahasa Indonesia yaitu rahim dalam perut ibu. [4] Kata "rahim" dalam "silaturahim" berarti menyambungkan hubungan kekeluargaan dan kekerabatan. [5]

Secara terminologi silaturahim dapat diartikan, berinteraksi dan bertemu dengan sanak saudara dan karib kerabat untuk bisa saling membantu dan mempererat hubungan kekerabatan. [6] [7]

Diantara nama dan sifat Allah swt yang indah adalah Rahman dan Rahim, yang berasal dari akar kata 'rahima'. Dalam sebuah hadis Qudsi disebutkan, "Aku adalah Tuhan yang Rahman. Aku menciptakan rahim, dan namanya Kuambil dari nama-Ku. Karena itu barangsiapa yang bersilaturahim maka Aku akan menyambungkannya dengan rahmat-Ku, dan barangsiapa yang memutuskan silaturahim maka akan Kujauhkan dari rahmat-Ku."[8][catatan 1]

Batasan Keluarga

Batasan keluarga dalam pandangan masyarakat umum dapat dibagi dalam dua defenisi:

  • Keluarga yang berdasarkan nasab. Yaitu adanya hubungan keluarga dan kekerabatan karena adanya hubungan darah, misalnya: ayah, ibu, anak-anak kandung, saudara kandung, paman, bibi, kakek, nenek dan semua orang yang terkait dengan mereka yang memiliki hubungan darah. [9] Silaturahmi dengan kelompok ini wajib hukumnya dan jika diberikan hadiah, tidak diperbolehkan untuk menolak atau mengembalikannya.
  • Keluarga yang disebabkan adanya faktor-faktor tertentu seperti terjalinnya hubungan pernikahan seperti antara keluarga pihak laki-laki dengan keluarga pihak perempuan. Mengenai apakah wajib hukumnya menjalin silaturahmi terdapat perbedaan pendapat. [catatan 2]

Diantara semua anggota keluarga, kedudukan orangtua (ayah dan ibu) sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur'an memiliki posisi yang paling utama. Allah swt setelah memerintahkan menyembah-Nya dan beriman pada Tuhan yang Esa, Dia memerintahkan untuk berbuat baik pada kedua orangtua.

وَقَضَیٰ رَ بُّک أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِیاهُ وَبِالْوَالِدَینِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا یبْلُغَنَّ عِندَک الْکبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ کلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْ هُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا کرِ یمًا
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. al-Isra: 23) [10]

Arham Ruhani

Pada sejumlah riwayat sebagaimana yang disampaikan Nabi Muhammad saw dan Aimmah as, silaturahim bukan hanya berlaku untuk keluarga namun juga wajib hukumnya menjalin hubungan silaturahim dengan Nabi Muhammad saw dan Aimmah as. Nabi Muhammad saw bersabda, "Aku dan Ali adalah bapak dari umat ini."[11]

Sementara itu ulama-ulama memperluas lagi makna silaturahim dengan juga menyebut silaturahim juga berlaku untuk menyambungkan hubungan dengan alim ulama dan menyampaikan akan pahalanya yang besar. [catatan 3]

Tingkatan berikutnya adalah antara saudara seagama. Bahwa sesama muslim harus memiliki hubungan yang dekat satu sama lain, karena itu wajib hukumnya untuk menjaga jalinan silaturahim. Dalam Al-Qur'an disebutkan, "sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara" (اِنّما المِؤمنونَ إخوةٌ). [12]

Imam Ja'far al-Shadiq as berkata, "Orang-orang yang beriman itu bersaudara satu sama lain dan keturunan dari satu ayah dan ibu yang sama. Jika salah satu dari mereka bersedih maka yang lainnya tidak dapat tidur karena turut merasakan kesedihan itu." [13]

Keutamaan Silaturahim

Silaturahim adalah salah satu amalan yang ditekankan pentingnya dalam Al-Qur'an dan al-Hadis. Dipesankan untuk menjaga kehormatan keluarga dan membantu mereka dalam masalah kesulitan ekonomi.

وَاتَّقُوا اللَّـهَ الَّذِی تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ کانَ عَلَیکمْ رَقِیبًا
Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. an-Nisa: 1)
وَبِالْوَالِدَینِ إِحْسَانًا وَ ذِی الْقُرْبَیٰ وَ الْیتَامَیٰ وَالْمَسَاکینِ وَ قُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا
Dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia… (QS. al-Baqarah: 83)
وَلَا یأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنکمْ وَالسَّعَةِ أَن یؤْتُوا أُولِی الْقُرْبَیٰ وَالْمَسَاکینَ وَ الْمُهَاجِرِینَ فِی سَبِیلِ اللَّـهِ
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah. (QS. an-Nur: 22)

dan beberapa lagi ayat lainnya. [14] [15] [16] [17] [18]

Berulangnya satu tema yang sama dalam Al-Qur'an menunjukkan pentingnya hal tersebut. Menurut ayat Al-Qur'an, pada hari kiamat nanti umat manusia akan ditanyai mengenai silaturahim. Al-Qur'an juga melaknat mereka yang memutuskan tali silaturahim dan Allah swt menjauhkan mata dan telinganya dari memahami kebenaran.

Dalam riwayat dan kehidupan Ahlulbait as dijelaskan mengenai sedemikian pentingnya membantu, menolong, mendukung dan mencintai keluarga dan sedemikian buruknya memutuskan tali silaturahim itu. Pada riwayat Syiah, memutuskan silaturahim menjadi penyebab jauhnya kasih sayang dan rahmat Allah swt kepada para pelakunya. [19]

Menurut riwayat, sedemikian besarnya nilai silaturahim di sisi Allah swt sampai jika seorang fasik memiliki hubungan yang dekat dengan kaum dan keluarganya, Allah swt akan memberikan keluasan rezeki padanya. Namun sebaliknya, meskipun seseorang ahli salat dan ahli puasa, namun memutuskan silaturahim, selain mendapat azab di akhirat, di dunia juga usia diperendek dan rezekinya dipersempit oleh Allah swt. [20] Allamah Majlisi meriwayatkan dalam Biharul Anwar jilid 71 pada bab silaturahim sebanyak 110 hadis dan pada bab hak-hak ayah, ibu dan anak 102 riwayat mengenai pentingnya silaturahim.

Falsafah Pentingnya Silaturahim

Alasan ditekankannya dalam Islam menjaga hubungan silaturahim dengan keluarga adalah untuk menguatkan hubungan sosial dalam sebuah kumpulan besar masyarakat baik itu dalam sisi penguatan ekonomi dan sistem sosial maupun dari dimensi maknawi dan akhlak, yang kesemua itu hanya bisa terwujud jika dimulai dari lingkup keluarga yang lebih kecil. Dengan adanya penguatan pada unit-unit keluarga kecil, maka sistem sosial yang lebih besar dengan sendirinya juga akan menguat. Oleh karena itu, Islam memerintahkan agar penguatan itu dimulai dari unit terkecil yaitu keluarga. Penguatan itu dapat dilakukan melalui terjalinnya silaturahim yang berkesinambungan.

Dalam sebuah hadis disebutkan, "Terjalinnya silaturahim dapat menyebabkan terjaganya ketentraman kota-kota."[21]

Pada khutbah Sayidah Fatimah sa yang terkenal, disebutkan dengan bertambahnya generasi, adalah dalil dan falsafah diwajibkannya silaturahim. [22] Dalam pandangan sejumlah psikolog, menjalin hubungan yang erat dengan keluarga dan kaum kerabat memberikan efek positif yang luar biasa bagi perkembangan jiwa dan emosional seseorang selain itu dapat menambah panjang usia, disebabkan kesehatan jiwa berkaitan erat dengan kesehatan fisik dan tingkat stress. [23]

Manfaat Silaturahim

Silaturahim tidak hanya memberikan manfaat yang besar secara psikologis, material namun juga bagi kehidupan ukhrawi. Diantara manfaat silaturahim berdasarkan hadis-hadis dari Maksumin as sebagai berikut:

  • Mendapat kecintaan dari Allah swt [24]
  • Mendapat dukungan dari Allah swt [25]
  • Mendapatkan kebaikan [26]
  • Terhindar dari keburukan [27]
  • Mengindarkan dari bala bencana [28]
  • Dimudahkan penghisaban di hari kiamat [29]
  • Dimudahkan melewati jembatan shirath [30]
  • Mencegah dari perbuatan dosa [31]
  • Menjadi kafarah dari dosa-dosa [32]
  • Menjaga turunnya nikmat-nikmat [33]
  • Mendapat balasan surga [34]
  • Mensucikan amal-amal [35]
  • Menjauhkan dari kemiskinan dan memperluas rezeki [36] [37]
  • Terkabulnya hajat-hajat [38]
  • Menyebabkan kesejahteraan [39]
  • Menghilangkan kebencian. [40]
  • Mendapatkan balasan pahala di dunia [41]
  • Mendapat pahal 100 orang syahid pada silaturahim yang sempurna [42]
  • Memperbaiki akhlak [43]
  • Menjadi penyayang [44]
  • Menggembirakan hati [45]
  • Memperpanjang usia [46] [47]
  • Memakmurkan kehidupan [48]
  • Mempermudah sakaratul maut [49]

Dampak Memutuskan Silaturahim

Memutuskan silaturahim adalah salah satu dosa besar yang secara tegas dilarang Allah swt dalam Al-Qur'an dan hadis-hadis Maksumin as. Bahkan dosa silaturahim disejajarkan dengan dosa berbuat syirik kepada Allah swt. [50] Berikut ini dampak buruk dari memutuskan silaturahim:


  • Mendapat laknat Allah swt [51]
  • Disegerakan azabnya di dunia [52]
  • Dijauhkan dari surga [53]
  • Tidak beruntungnya sejumlah pekerjaan [54]
  • Tidak mendapat pertolongan dari malaikat rahmat [55]
  • Jatuhnya kekayaan masyarakat ke tangan-tangan orang jahat [56]
  • Dijauhkan dari rahmat Allah swt [57]

Tingkatan Silaturahim

Silaturahim terkadang diwajibkan [58] dan terkadang disunahkan. Diantara bentuk silaturahim adalah saling mengunjungi satu sama lain, menjenguk jika sakit dan memberikan bantuan apapun yang dibutuhkan, baik dalam bentuk perhatian maupun yang sifatnya material serta saling menjaga kehormatan satu salam lain. [59] Memutuskan silaturahmi juga memiliki tingkatan-tingkatan serta bentuk-bentuk yang secara umum berlaku dalam masyarakat. [60]

Sebagian dari fuqaha berkeyakinan jika sebagian dari keluarga jika mendapatkan kunjungan ke rumahnya menjadi penyebab ketidaksenangan atau menjadi penyebab kita mendapat gunjingan kewajiban silaturahim tidak menjadi hilang melainkan tetap menjalin hubungan silaturahim dalam bentuk yang lain. [61] [62]

Silaturahim Harta

Pada kewajiban penggunaan harta, keluarga harus lebih diutamakan. Al-Quran menyebutkan membantu karib kerabat merupakan salah satu kewajiban. Keluarga memiliki hak atas harta-harta yang dimiliki seseorang. Allah swt berfirman, و آتِ ذَا القُربی حَقَّهُ و المِسکینَ [63] (Dan berikanlah kepada kerabat dan orang-orang miskin haknya). Imam Ali as berkata, "Barangsiapa yang mendapatkan harta dari Allah swt harus memberikan hak kepada karib kerabatnya."[64]

Silaturahim dengan Pelaku Dosa

Jika ada dari anggota keluarga yang ahli maksiat dan tidak memperhatikan masalah-masalah agama, maka satu-satunya alasan yang membolehkan untuk memutuskan silaturahim dengannya adalah jika dengan itu ia dapat menjauh dari perbuatan dosanya, atau tidak melakukan dosa yang jauh lebih besar. [65]

Pengecualian dalam Silaturahim

Islam tidak menganjurkan umat Islam untuk bersilaturahim kepada anggota keluarga kafir dan musyrik yang memiliki permusuhan dan kebencian kepada Islam. Al-Qur'an dalam hal ini menyampaikan, "Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam." (QS. at-Taubah: 113) [66]

Dalam surah at-Taubah disebutkan Nabi Ibrahim as memohonkan ampun untuk pamannya yang kafir dan melakukan salah satu bentuk dari silaturahim, namun kemudian ia menyadari bahwa hal tersebut tidak semestinya dilakukannya karena pamannya memilih untuk menjadi musuh Allah swt. Oleh karena itu, Nabi Ibrahim as memutuskan silaturahim dengan pamannya itu. [67]

Silaturahim dalam Tradisi Masyarakat Muslim Indonesia

Silaturahmi dalam tradisi masyarakat muslim Indonesia memiliki posisi yang penting dan sampai saat ini masih tetap terjaga. Khususnya pada hari lebaran (hari raya Idul Fitri dan Idul Adha) masyarakat muslim Indonesia saling mengunjungi satu sama lain sesama kerabat dan kenalan. Demikian pula keluarga besar akan berkumpul jika terjadi momen-momen penting seperti diadakannya pesta pernikahan, selamatan kelahiran anak, upacara pemakaman, ada anggota keluarga yang sakit dan lain-lain. Termasuk pada momen bulan suci Ramadhan, anggota keluarga akan berkumpul untuk buka puasa bersama dan pada momen-momen penting lainnya.

catatan

  1. أنا الرحمنُ خلقتُ الرَّحم و شققتُ لها اسماً من اسمی فَمَن وَصَلَها وَصَلْتُه وَ مَنْ قَطَعَها قَطَعْتُه
  2. Siapa saja yang tanpa perantara seperti saudara kandung atau dengan perantara seperti cucu, sepupu, kemenakan, dan yang menjadi kerabat disebabkan pernikahan maka termasuk keluarga.
  3. Nabi Muhammad saw bersabda: Hadir pada majelis ulama lebih baik dari hadir dalam 1000 pemakaman jenazah, dari menjenguk 1000 orang sakit, dari menghidupkan 1000 malam, dari berpuasa selama 1000 hari, sebab ibadah dan ketaatan kepada Allah bisa terlaksana melalui penyampaian ulama serta kebaikan di dunia dan akhirat bergantung pada ilmu.

Catatan Kaki

  1. QS. Al-Baqarah: 27
  2. QS. Muhammad: 22 dan 23
  3. Lughat Nameh Dehkhoda, jld. 7, hlm. 10519
  4. Lughat Nameh Dehkhoda, jld. 14, hlm. 20572
  5. Mustadrak Safinatul Bahar, jld. 4, hlm. 112
  6. Lughat Nameh Dehkhoda, jld. 7, hlm. 10519
  7. Thahiri Kharam Abadi, Silatu al-Rahim wa Qathi'atuha, hlm. 2, Muassasah Nashr Islami, 1407 H
  8. Biharul Anwar, jld. 47, hlm. 187
  9. Situs Tanya Jawab
  10. Lihat juga: QS. ar-Ra'ad: 21, 22, 23 dan 24; QS. al-An'am: 151; QS. al-Baqarah: 177; QS. an-Nisa: 8; QS. al-Mujadilah: 22.
  11. 'Uyun Akhbar al-Ridha, jld. 1, hlm. 91
  12. QS. al-Hujurat: 10
  13. Al-Kafi, jld. 2, hlm. 165
  14. QS. an-Nisa: 36
  15. QS. al-Anfaal: 75
  16. QS. al-Ahzab: 6
  17. QS. Muhammad: 22-23
  18. QS. al-Baqarah: 215
  19. Mustadrak al-Wasail, jld. 15, hlm. 184
  20. Biharul Anwar, jld. 71, hlm. 135, nmr. 88 dan hlm. 138, nmr. 107
  21. Pentingnya Silaturahim dalam Islam: Makarim Shirazi, Nashir, Tafsir Nemuneh, jld. 1, hlm. 156-158
  22. Biharul Anwar, jld. 71, hlm. 94
  23. Situs Shabestan
  24. Biharul Anwar, jld. 74, hlm. 93
  25. Biharul Anwar, jld. 74, hlm. 100
  26. Nahjul Fashahah, hadis nmr. 1869
  27. Nahjul Fashahah, hadis nomor 1869
  28. Ushul Kafi, jld. 2, hlm. 150
  29. Biharul Anwar, jld. 74, hlm. 94
  30. Biharul Anwar, jld. 71, hlm. 118
  31. Biharul Anwar, jld. 74, hlm. 94
  32. Imam Ali as berkata, "Dengan sedekah dan silaturahim, hapuslah dosa-dosamu dan jadikanlah dirimu sebagai kecintaan Allah swt." (Ghurur al-Hikam, hadis nmr. 7258)
  33. Imam Ali as berkata, "Penjaga nikmat-nikmat adalah silaturahim." (Ghurur al-Hikam, hadis nmr. 4929)
  34. Biharul Anwar, jld. 74, hlm. 93
  35. Ushul Kafi, jld. 2, hlm. 150
  36. Biharul Anwar, jld. 71, hlm. 103
  37. Ushul Kafi, jld. 2, hlm. 150
  38. Biharul Anwar, jld. 73, hlm. 335
  39. Ghurur al-Hakam, hadis nmr. 5453
  40. Ushul Kafi, jld. 2, hlm. 151
  41. Al-Kafi, jld. 2, hlm. 152, hadis nmr. 15
  42. Man Laa Yahdhuru al-Faqih, jld. 4, hlm. 16
  43. Al-Kafi, jld. 2, hlm. 150-151
  44. Al-Kafi, jld. 2, hlm. 150-151
  45. Al-Kafi, jld. 2 hlm. 150-151
  46. Al-Kafi, jld. 2, hlm. 152
  47. Ushul Kafi, jld. 2, hlm. 150
  48. Safinah al-Bihar, jld. 1, hlm. 514
  49. Biharul Anwar, jld. 93, hlm. 195
  50. Al-Kafi, jld. 5, hlm. 58
  51. Safinah al-Bihar, jld. 1, hlm. 514
  52. NahjulFashahah, hadis nmr. 2398
  53. Biharul Anwar, jld. 8, bab al-Jannah wa Na'imiha, hadis nmr. 174
  54. Biharul Anwar, jld. 71, hlm. 118
  55. Jami' al-Akhbar, hlm. 378
  56. Al-Kafi, jld. 2, hlm. 348, hadis nmr. 8
  57. Mustadrak al-Wasail, jld. 15, hlm. 184
  58. Silaturrahim wa Qathi'atuha, hlm. 29-51
  59. Silaturrahim wa Qathi'atuha, hlm. 65-79
  60. Situs Tanya Jawab
  61. Silatu al-Rahim wa Qathi'atuha, hlm. 92-118
  62. Dinukil dari Shirath al-Najah karya Tabrizi dan Khui, jld. 3, hlm. 294
  63. QS. al-Isra: 26
  64. Nahj al-Balaghah, Khutbah 142
  65. Taudhih al-Masail Maraji', jld. 2, hlm. 772, soal. 1058
  66. QS. at-Taubah: 113
  67. QS. at-Taubah: 114

Daftar Pustaka

  • Abu al-Qasim Khui, Shirathun Najah fi Ajwibatil Istiftaat, Ta'liqah Jawad Tabrizi, Nashr Barguzideh, Qom, 1995.
  • Al-Qur'anul Karim.
  • Amadi Abdul Wahid Muhammad, Ghurur al-Hikam, cet. Universitas Tehran.
  • Dihkhuda, Ali Akbar, Lughat Nameh, Yayasan Penerbitan dan Percetakan Universitas Tehran, cet. I, 1994.
  • Dastghaib, Sayid Abdul Husain, Gunahan Kabirah (Dosa-dosa besar), Daftar Intisharat Islami, cet. IX, Musim Semi 1996.
  • Faidh Kashani, Muhammad bin Syah Murtadha, Mafatih al-Syara'i, riset: Rajai, Mahdi, Kitab Khane Hadhrat Ayatullah al-Uzhma Mar'asyi Najafi, Qom.
  • Farhang Fiqih Farsi
  • Pezhuhshkade Baqirul 'Ulum as
  • Husaini Madani Syirazi, Sayid Ali Khan, Riyadh al-Salikin, cet. VI, Jami' Mudarrisin.
  • Kulaini, Muhammad bin Ya'qub, Ushul al-Kafi, terj. Shadiq Hasan Zadeh, cet. I, Qom, Shalawat, 2004.
  • Majlisi, Muhammad Taqi, Biharul Anwar, Beirut, Dar al-Wafa, 1403 H.
  • Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, Nashir, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Tehrab, cet. I, 1995.
  • Muhammad bin Hasan al-Thusi, al-Amali, Qom, Dar al-Tsaqafah, 1414 H.
  • Muhaqiq Karaki, Athaib al-Kalam fi Bayan Silatirrahim, Mansyurat perpustakaan Ayatullah Mara'asyi.
  • Nahjul Balaghah.
  • Namazi, Ali, Mustadrak Safinatul Bihar, Muassasah Nashr Islami, 1419 H.
  • Nuri, Mirza Husain, Mustadrak al-Wasail, Muassasah Ali al Bait, Li Ahya al-Turats, cet. I, Qom, 1407 H.
  • Payandih, Abul Qasim, Nahj al-Fashahah, Dar al-'Ilmi, 2008.
  • Syaikh Shaduq, Muhammad bin Ali, Man Laa Yahdhuruhul Faqih, Nashr Shaduq, 1988.
  • Taudhih al-Masail Maraji, Daftar Intisyarat Islami, Qom
  • Thabathabai, Muhammad Husain, al-Mizan, Mansyurat Dzu al-Qurba.
  • Thahiri Khurram Abadi, Silaturrahim wa Qathi'atuha, Muassasah Nashr Islami, 1407 H