Ayat Khatamiat

Dari wikishia
Informasi Ayat
NamaAyat Khatamiat
SurahSurah Al-Ahzab
Ayat40
Juz22
Informasi Konten
Tempat
Turun
Madinah
TentangKeyakinan
DeskripsiAyat yang membahas Nabi Muhammad sebagai penutup para Nabi as


Ayat Khatamiat (bahasa Arab: آية الخاتمية) adalah ayat ke-40 dari Surah Al-Ahzab dan merupakan satu-satunya ayat yang secara jelas memperkenalkan Nabi Muhammad saw sebagai nabi terakhir. Berakhirnya era kenabian ditandai dengan kenabian Nabi penutup Muhammad saw dan keyakinan akan hal ini merupakan salah satu bagian dari dharuriyâtuddin (sesuatu yang jelas, tanpa membutuhkan dalil) di dalam agama Islam dan yang disepakati seluruh umat Islam.

Pada awal ayat tersebut, terdapat penafian keberadaan seorang anak laki-laki kandung dari Nabi saw, dan selanjutnya menyebutkan mengenai masalah khâtamiat kenabiannya. Sebagian ahli tafsir menafsirkan mengenai hubungan tema pada bagian awal dengan bagian akhir dari ayat tersebut, bahwa Allah swt setelah menafikan keberadaan anak laki-laki kandung bagi Nabi saw, menjadikan adanya hubungan spiritualitas antara Nabi saw dengan seluruh mukminin dalam ruang lingkup risalah dan khatamiat-nya, dan memerintahkan kepada mukhatab (audiens) ayat tersebut untuk menaati Nabi saw karena kedudukan kerasulan dan kepemimpinannya.

Sebagian orang, dengan memperhatikan adanya perbedaan makna “nabi” dan “rasul”, berpendapat bahwa ayat ini hanya menunjukkan pada berakhirnya masa kenabian, dan bukanlah pada selesainya masa risalah. Jadi ada kemungkinan akan datang rasul lain setelah Muhammad saw. Menanggapi syubhat ini, para mufasir mengatakan bahwa makna “nabi” mencakup makna “rasul” juga; Artinya setiap rasul juga seorang nabi. Oleh karena itu, dengan berakhirnya masa kenabian, maka berakhir pula masa kerasulan.

Kedudukan dan urgensitas

Kaligrafi Ayat Khatamiat dengan khat Nastaliq, karya Hafizh Najm Mahmud[1]

Ayat ke-40 Surat al-Ahzab disebut sebagai ayat khatamiat Nabi (penutup kenabian) atau disebut juga ayat khatam.[2] Ayat ini sebagai bukti yang paling jelas tentang khatamiat Nabi Islam saw[3] dan juga sebagai salah satu keutamaan khusus dari Nabi Muhammad saw sebagai nabi  dan rasul terakhir dan penutup dari masa kenabian.[4]

Khatamiat kenabian Nabi Islam merupakan hal yang telah disepakati oleh seluruh umat Islam[5] dan mereka menganggapnya sebagai salah satu bagian dari dharuriyâtuddin dalam agama Islam.[6] Ayat ini dianggap sebagai satu-satunya ayat yang memuat kedua penyebutan nama (Muhammad) dan gelar Khatamunnabiyyîn (penutup para nabi).[7]

Teks dan Terjamah Ayat

Sya'nun Nuzul

Ditinjau dari Sya'nun nuzul (turunnya) ayat ini, para mufasir mengatakan bahwa setelah pernikahan Nabi Islam saw dengan Zainab binti Jahsh, istri Zaid bin Haritsah (anak angkat Nabi) yang diceraikan, beberapa orang munafik[8] mencoba untuk menjadikan tindakan Nabi saw ini sebagai suatu kesalahan.[9] Karena menurut kebiasaan orang Jahiliyah, anak angkat tidak ada bedanya dengan anak kandung.[10] Maka Allah swt, dengan turunnya ayat ini, mulai memerangi budaya dan kebiasaan Jahiliyah tersebut,[11] dan menegaskan kepada mereka bahwa anak angkat Zaid hanya didasarkan pada peningkatan statusnya di tengah-tengah masyarakat,[12] sedangkan anak angkat tidak akan pernah bisa menggantikan anak kandung; Seperti halnya ayah angkat tidak bisa sama sekali menjadi posisi ayah kandung.[13] Begitu juga dalam kelanjutan ayat, Allah swt menunjukkan pada bentuk dari hubungan antara Nabi saw dengan umatnya.[14]

Menghubungkan Permulaan dan Akhir Ayat

Pada awal ayat tersebut, hubungan kebapakan Nabi Muhammad as dengan semua manusia dinafikan dalam artian bahwa Nabi saw tidak memiliki anak laki-laki kandung, lalu, ayat tersebut menunjukkan kerasulannya yang berasal dari Tuhannya dan penegasan pada khatamiat kenabian oleh Nabi Muhammad saw.[15] Beberapa mufasir mencoba menghubungkan tema-tema kandungan ayat tersebut, yakni walaupun Allah swt tidak memberikan Rasulullah saw keturunan anak laki-laki, namun Allah swt membuktikan hubungan spiritual Nabi saw dengan umatnya dalam ruang lingkup kerasulan dan khatamiat.[16] Dengan pengungkapan tafsir yang serupa disebutkan bahwa Nabi Muhammad saw adalah bapak bagi semua orang beriman dari setiap agama; Karena dialah yang menjadi penutup dan pewaris seluruh para nabi.[17] Dalam hal ini, kecintaan Rasulullah saw terhadap umatnya, mengingat bahwa tidak ada nabi setelahnya,[18] ibarat seorang ayah dari anak yang tidak memiliki ayah kecuali Nabi sendiri saw.[19]

Sebagian mufasir berpendapat bahwa penyebutan kerasulan Nabi dan khatamiat-nya setelah adanya penafian keberadaan anak laki-laki darinya adalah agar khalayak paham bahwa menaati Rasulullah saw bukan karena adanya hubungan kebapakan, melainkan karena posisi kerasulan dan kepemimpinannya.[20]

Khatam

Sebagian dari qiraat Sab’ah (tujuh) ada yang membaca kata “خاتم” dengan kasrah “ta” yang berarti khâtim (cincin)[21], dan ada pula qiraat lainnya[22] seperti qiraat 'Âshim[23] yang membacanya dengan fatah “ta” yang berarti khâtam (akhir). Kata خاتم” yang diakhiri dengan fatah pada “ta” mengandung arti bahwa Nabi Islam saw adalah nabi terakhir dari seluruh nabi[24] dan jikalau diakhiri dengan kasrah pada “ta” berarti Nabi saw adalah penutup dari rantai kenabian,[25] sebagian mufasir lainnya menegaskan bahwa masalah fatah dan kasrah pada kata tersebut tidak memiliki perbedaan makna yang berarti, bahkan dapat dipahami dari kedua bentuk tersebut makna yang sama.[26]

Beberapa ahli tafsir percaya bahwa Khatam berarti sesuatu yang berakhir dengannya dan setara dengan makna pengecapan stempel, yang dengannya rumah, barang-barang atau surat distempel dan terlindungi dari segala perubahan apa pun yang akan terjadi selanjutnya.[27] Di sisi lain, salah satu dari alat pengecapan stempel adalah cincin yang di atasnya terukir stempel masing-masing orang di zaman dahulu, oleh karena itu khatam juga bisa bermakna khatim yakni cincin[28] dan cincin hias tanpa stempel pun bisa disebut juga sebagai khatim.[29] Berdasarkan hal tersebut, ada yang menyangka bahwa tujuan penyifatan nabi Islam saw sebagai khatamunnabi bukanlah bermakna sebagai penutup dari kenabian, akan tetapi tujuan ayat tersebut adalah untuk menyatakan kedudukannya sebagai penghias para nabi. Penafsiran ini telah ditolak oleh para mufasir karena adanya hubungan erat antara kata khatim sebagai penutup dan cincin.[30]

Penutup dari kenabian dan kerasulan

Dalam beberapa kasus, bermunculan syubhat (keragu-raguan) mengenai kandungan dari ayat ini[31] khususnya dalam masalah prinsip khatamunnabi.[32] Sebagian orang  menyangka bahwa syubhat ini muncul karena Allah swt hanya menunjukkan dalil mengenai penutup para nabi melalui Nabi-Nya saw, maka dimungkinkan bahwa Nabi Islam saw bukanlah rasul (utusan) terakhir.[33] Menanggapi syubhat ini, para ahli tafsir menjelaskan bahwa seorang nabi itu meliputi dirinya sebagai rasul, sehingga dapat dikatakan bahwa akhir kenabian, termasuk akhir dari kerasulan.[34] Karena misi kerasulan juga merupakan bagian dari hal-hal gaib dan berita-berita yang disampaikan kepada masyarakat oleh sebagian para nabi, yaitu orang-orang yang menginformasikan tentang hal-hal gaib (agama dan kebenaran agama), maka kesimpulannya, Nabi Islam adalah khatamunnabiyin (penutup para nabi) dan juga khatamurrusul (penutup para rasul), adapun hubungannya dengan umat manusia adalah adanya fakta bahwa ia adalah seorang rasul dan utusan Tuhan dan juga karena ia adalah seorang nabi dan menyampaikan kabar gaib dari Tuhan kepada manusia dan segala pekerjaannya didasari dengan perintah Tuhannya.[35] Tentu saja, kata rasul memiliki makna lain selain dari makna nabi, yang juga disajikan oleh para mufasir.[36]

Pertentangan Ayat Keberadaan Anak-anak Nabi saw dan Hasanain as

Meskipun ayat khatamiat tidak secara eksplisit menganggap Nabi saw sebagai ayah dari salah satu pria mukhatab, keberadaan anak-anak Rasulullah saw seperti Qasim, Abdullah dan Ibrahim serta Imam Hasan as dan Imam Husain as yang dianggap sebagai anak-anak Nabi saw, adalah salah satu hal yang sekilas bertentangan dengan kandungan ayat ini.[37] Sebagian pihak mencoba untuk menjawab pertentangan tersebut dengan mengatakan bahwa kata "Rijâl" yang berarti laki-laki pada ayat tersebut tidak mencakup anak-anak yang meninggal pada masa kanak-kanak.[38] Sedangkan Hasanain as ketika ayat ini turun belum mencapai usia balig.[39] Dengan kata lain, Allah swt berfirman dalam ayat tersebut bahwa Nabi-Nya bukanlah ayah dari laki-laki atau pemuda anda dan yang ada sekarang.[40]

Khusus dalam menjawab kasus Hasanain as, dikatakan bahwa keduanya adalah anak-anak tidak langsung (cucu), sedangkan ayat tersebut hanya menafikan anak-anak langsung.[41] Ada juga yang mengatakan bahwa menurut ayat tersebut, Rasulullah saw bukanlah ayah dari salah satu laki-lakimu, tetapi ia saw adalah ayah dari anak laki-lakinya sendiri (yakni Imam Hasan as dan Imam Husain as.[42] Tafsir ini digunakan juga pada ayat Mubahalah yang menyebutkan Imam Hasan as dan Imam Husain as dengan ungkapan “Abnâanâ” yakni putra-putra kami.[43]

Menurut pernyataan sebagian ahli tafsir Sunni, andaikan Nabi saw memiliki anak -anak yang telah dewasa, balig, layak dan pantas, maka pasti mereka akan mencapai kedudukan kenabian setelahnya, oleh karena itu, dengan tidak memberikan anak laki-laki kepadanya, maka Allah saw menjadikan dan memperkenalkan Nabi saw sebagai nabi dan rasul terakhir kepada umatnya.[44]

Catatan Kaki

  1. Lauhat al-Khuthath al-Bakistani Hafizh Najm Mahmud.
  2. Khuramsyahi, Danesynameh Quran va Quran Pazuhi, jld. 1, hlm. 89.
  3. Qiraati, Tafsir Nur, jld. 7, hlm. 375.
  4. Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 8, hlm. 567; Mughniyah, Tafsir al-Kasyif, jld. 6, hlm. 226.
  5. Mughniyah, Tafsir al-Kasyif, jld. 6, hlm. 225.
  6. Allamah Hilli, Wajib al-I'tiqadat, hlm. 52; Subhani, Khatamiyat va Marja'iyat-e Ilmi Imaman-e Ma'sum, hkm. 59; Mishbah, Rahnama Syenasi, hlm. 177; Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 17, hlm. 341.
  7. Qiraati, Tafsir Nur, jld. 7, hlm. 365.
  8. Abu al-Futuh Razi, Raudh al-Jinan, jld. 15, hlm. 431.
  9. Thusi, al-Tibyan, jld. 8, hlm. 346; Thabari, Jami' al-Bayan, jld. 22, hlm. 12-13.
  10. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 17, hlm. 336; Husaini Hamedani, Anwar-e Derakhsyan, jld. 13, hlm. 127.
  11. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 17, hlm. 336; Husaini Hamedani, Anwar-e Derakhsyan, jld. 13, hlm. 127.
  12. Zamakhsyari, al-Kasyaf, jld. 3, hlm. 544.
  13. Qiraati, Tafsir Nur, jld. 7, hlm. 376.
  14. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 17, hlm. 337.
  15. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 17, hlm. 344-345.
  16. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld.17, hlm. 337; Zamakhsyari, al-Kasyaf, jld. 3, hlm. 544.
  17. Khatib, al-Tafsir al-Quran li al-Quran, jld. 11, hlm. 726.
  18. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 17, hlm. 337.
  19. Fakhr Razi, Mafatih al-Ghaib, jld. 25, hlm. 171.
  20. Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 8, hlm. 567.
  21. Thabari, Jami' al-Bayan, jld. 22, hlm. 13; Thayib, Athyab al-Bayan, jld. 10, hlm. 509.
  22. Thabari, Jami' al-Bayan, jld. 22, hlm. 13; Tsa'labi, al-Kasyf wa al-Bayan, jld. 8, hlm. 51; 'Amii, Tafsir 'Amili, jld. 7, hlm. 183.
  23. Qurthubi, al-Jami li Ahkam al-Quran, jld. 14, hlm. 169; Qumi Masyhadi, Kanz al-Daqaiq, jld. 10, hlm. 398; Abu al-Futuh Razi, Raudh al-Jinan, jld. 15, hlm. 432.
  24. Sybbar, al-Jauhar al-Tsamin, jld. 5, hlm. 150; Amili, Tafsir 'Amili, jld. 7, hlm. 183.
  25. Thabari, Jamai' al-Bayan, jld. 22, hlm. 13; Tsa'labi, al-Kasyf wa al-Bayan, jld. 8, hlm. 51; Qurthubi, al-Jami li Ahkam al-Quran, jld. 14, hlm. 196.
  26. Abu al-Futuh Razi, Raudh al-Jinan, jld. 15, hlm. 432; Qurthubi, al-Jami li Ahkam al-Quran, jld. 14, hlm. 196; Muthahari, Khatamiyat, hlm. 14.
  27. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 17, hlm. 338-339.
  28. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 17, hlm. 339.
  29. Ibnu Manzur. Lisan al-Arab, jld. 12, hlm. 163; Zubaidi, Taj al-'Arus, jld. 16, hlm. 190.
  30. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 17, hlm. 340-341.
  31. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 17, hlm. 338, 340-341.
  32. Qurtubi, al-Jami' li Ahkam al-Quran, jld. 14, hlm. 196-197.
  33. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 17, hlm. 338.
  34. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 17, hlm. 338.
  35. Thabathabai, al-Mizan, jld. 16, hlm. 325.
  36. Qiraati, Tafsir Nur, jld. 7, hlm. 376
  37. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 17, hlm. 337.
  38. Thusi, al-Tibyan, hlm. 346; Thabathabai, al-Mizan, jld. 16, hlm. 32; Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 17, hlm. 336.
  39. Zamakhsyari, al-Kasyaf, jld. 3, hlm. 544; Thabathabai, al-Mizan, jld. 16, hlm. 325; Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 17, hlm. 337.
  40. Thabathabai, al-Mizan, jld. 16, hlm. 325.
  41. Zamakhsyari, al-Kasyaf, jld. 3, hlm. 544.
  42. Zamakhsyari, al-Kasyaf, jld. 3, hlm. 544.
  43. Abu al-Futuh Razi, Raudh al-Jinan, jld. 15, hlm. 431-432.
  44. Baidhawi, Anwar al-Tanzil, jld. 4, hlm. 233; Qumi Masyhadi, Kanz al-Daqaiq, jld. 10, hlm. 398; Tsa'labi, al-Kasyf wa al-Bayan, jld. 8, hlm. 51; Syubbar, al-jauhar al-Tsamin, jld. 5, hlm. 150; Zamakhsyari, al-Kasyaf, jld. 13, hlm. 544

Daftar Pustaka

  • Abu al-Futuh Razi, Husain bin Ali. Raudh al-Jinan wa Ruh al-Jinan fi Tafsir al-Quran. Masyahd: Astan-e Quds Razavi, 1408 HS.
  • Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf. Wajib al-I'tiqad ala Jami' al-Ibad. Qom: Perpustakaan Ayatullah Marasyi Najafi, 1374 S.
  • Azhari, Muhammad bin Ahmad. Tahdzib al-Lugah. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, tanpa tahun.
  • Baidhawi, Abdullah bin Umar. Anwar al-Tanzir wa Asrar al-Ta'wil. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, 1418 HS.
  • Faidh Kasyani, Muhammad bin Syah Murtadha. Tafsir al-Shafi. Teheran: Perpustakaan al-Shadr, cet. 2, 1415 HS.
  • Fakhr Razi, Muhammad bin Umar. al-Tafsir a-Kabir (Mafatih al-Ghaib). Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, cet. 3, 1420 HS.
  • Farahidi, Khalil bin Ahmad. Kitab al-Ain. Qom: Penerbit Hijrat, cet. 2, tanpa tahun.
  • Husaini Hamedani, Sayid Muhammad. Anwar-e Derakhsyan. Riset: Muhammad Baqir Bahbudi. Teheran: Toko Buku Luthfi, 1404 HS.
  • Ibnu Katsir, Ismail bin Umar. Tafsir al-Quran al-Adhim. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1419 HS.
  • Ibnu Manzur, Muhammad bin Karim. Lisan al-Arab, Beirut: Dar al-Fikr li al-Mathbu'at wa al-Nashr wa al-Tauzi' . 1414 HS.
  • Khatib, Abdul Karim. al-Tafsir al-Quran li al-Quran. Beirut: Dar al-Fikr al-Arabi, tanpa yahun.
  • Khuramsyahi, Bahauddin. Daneshnameh Quran va Quran Pazuhi. Teheran: Penerbit Dustan, 1377 S.
  • Makarim Syirazi, Nashir. Tafsir Nemuneh. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiah, cet. 10, 1371 S.
  • Mishbah, Muhammad Taqi. Rah va Rahnama Syenasi (Bakhsy-e 4 va 5 Ma'arif-e Quran). Yayasan Amuzesyi va Pazuhesyi Imam Khomeini. Qom: 1376 S.
  • Mughniyah, Muhammad Jawad. al-Tafsir al-Kasyif. Qom: Dar al-Kitab al-Islami, 1424 HS.
  • Muthahari, Murtadha. Khatamiyat. Teheran: Penerbit Shadra, 1380 S.
  • Qiraati, Muhsin. Tafsir Nur. Teheran: Markaz Farhangi-e Darhai az Quran. 1388 S.
  • Qumi Masyhadi, Muhammad bin Muhammad Ridha. Tafsir Kanz al-Daqaiq wa Bahr al-Gharaib. Teheran: Wezarat farhang va Irsyad-e Islami, 1368 S.
  • Qurthubi, Muhammad bin Ahmad. al-Jami' li Ahkam al-Quran. Teheran: Nashir Khusru, 1364 S.
  • Sabzawari Najafi, Muhammad. Irsyad al-Adzhan ila Tafsir al-Quran. Beirut: Dar al-Ta'arif li al-Mathbu'at, 1419 HS.
  • Shahib bin Ibad, Ismail. al-Muhith fi al-Lugah. Riset: Muhammad Husain Ali Yasin. Beirut: Alam al-Kutub, tanpa tahun.
  • Subhani, Jafar. Khatamiyat wa Marjaiyat-e Ilmi Imaman-e Ma'sum Alaihimusalam. Kalam-e Islami, vol. 55, musim gugur, 1384 S.
  • Syubbar, Abdullah. al-Jauhar al-Tsamin fi Tafsir al-Kitab al-Mubin. Kuwait: Syirkah al-Maktabah al-Alfain, 1407 HS.
  • Thabari, Muhammad bin Jarir. Jami' al-Bayan fi Tafsir al-Quran. Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1412 HS.
  • Thabathabai, Muhammad Husain. al-Mizan fi Tafsir al-Quran. Beirut: Yayasan al-A'lami li al-Mathbu'at, cet. 2, 1390 HS.
  • Thabrisi, Fadhl bin Hasan. Majma' al-Bayan fi Tafsir al-Quran. Teheran: Nashir Khusru, cet. 3, 1372 S.
  • Thayib, Abdul Husain. Athyab al-Bayan fi Tafsir al-Quran. Teheran: Penerbit Islam, cet. 2, 1369 S.
  • Thusi, Muhammad bin Hasan. al-Tibyan fi Tafsir al-Quran. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, tanpa tahun.
  • Tsa'labi, Ahmad bin Muhammad. al-Kasyf wa al-Bayan al-Ma'ruf Tafsir al-Tsa'labi. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, 1422 HS.
  • Zamakhsyari, Mahmud bin Umar. al-Kasyaf an Haqaiq Ghawamidh al-Tanzil wa Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Ta'wil. Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, cet. 3, 1407 HS.
  • Zubaidi, Muhammad bin Muhammad. Taj al-'Arus min Jawahir al-Qamus. Beirut: Dar al-Fikr, tanpa tahun.