Syirik

Prioritas: c, Kualitas: c
Dari wikishia
(Dialihkan dari Kesyirikan)

Syirik (bahasa Arab: الشرك) termasuk dosa besar Artinya adalah menyakini adanya sekutu bagi Allah. Syirik lawan dari Tauhid dan ulama muslim membagi syirik -sebagaimana Tauhid- kepada syirik dalam dzat, sifat, af'al (perbuatan) dan juga syirik dalam Ibadah. Syirik dibagi dua; transparan (jali) dan samar (khafi). Syirik yang transparan dikaji di dalam pembahasan akidah sementara syirik yang samar dikaji di dalam akhlak.

Menyembah hawa nafsu, sensualisme, ragu dan bimbang serta kebodohan diyakini sebagai faktor-faktor syirik. Dan di dalam Alquran, penghapusan (pengaruh) perbuatan, diharamkannya masuk ke dalam surga dan masuk ke dalam neraka diperkenalkan sebagai dampak dan efek syirik kepada Allah.

Ibnu Taimiyah dan para pengikutnya, kaum wahabi, menuduhkan syirik kepada Muslimin yang bertawassul kepada para pemuka agama dan meminta syafaat dari mereka, sementara kaum muslimin yang lain terkhusus Syiah meyakini bahwa bertawassul kepada para pemuka agama adalah bentuk pengagungan syiar-syiar agama dan mereka yakin bahwa bertawassul kepada manusia yang sudah meninggal akan menjadi syirik bila mana disertai dengan niat penyembahan dan keyakinan akan uluhiyah (ketuhanan) mereka. Begitu pula dengan bersandar kepada ayat Alquran dapat disimpulkan bahwa syafaatnya para pemuka agama (kepada pemintanya) berlaku dan terjadi dengan izin Allah.

Definisi

Syirik artinya meyakini adanya sekutu bagi Allah dalam urusan-urusan yang khusus kepada-Nya, seperti wajibnya wujud, uluhiyah, penyembahan dan pengaturan urusan-urusan makhluk yang diciptakan.[1] Syirik adalah lawan dari Tauhid.[2]Tentu, Ayatullah Jawadi Amuli melawankan syirik dengan iman dan mayakini bahwa syirik tidak selamanya mengeluarkan dari Tauhid dan barisan orang-orang mukmin, akan tetapi predikat Musyrik di dalam Alquran digunakan pula untuk penyembah berhala[3], ahli kitab[4] dan sebagian orang-orang mukmin[5][6]

Musyrik adalah orang yang menyekutukan Allah atau meyakini bahwa selain Allah memiliki sifat-sifat-Nya, dan atau meyakini sebagian urusan makhluk diserahkan kepada selain-Nya, dan atau meyakini bahwa selain-Nya ada orang yang patut menyuruh dan melarang[7] dan atau patut disembah.[8]

Tingkatan-tingkatan Syirik

Syirik sebagaimana Tauhid memiliki gradasi, antara lain:

  • Syirik dalam dzat Allah: syirik ini memiliki dua makna; pertama, meyakini bahwa dzat Allah tersusun dari dua atau beberapa bagian.[9] kedua, meyakini beberapa Tuhan yang mandiri.[10]
  • Syirik dalam sifat Allah: meyakini bahwa sifat Allah berbeda dengan dzat-Nya dan sifat-Nya merupakan wujud independen dari dzat-Nya.[11]
  • Syirik dalam perbuatan Allah: ini lawan dari Tauhid Af'ali. Sebagaimana Tauhid Af'ali, syirik dibagi kepada beberapa cabang, seperti syirik dalam khaliqiyah(penciptaan) dan syirik dalam rububiyah(pengaturan).
  1. Syirik dalam penciptaan: meyakini adanya dua atau beberapa pencipta independen, dimana tak satu pun darinya berada di bawah kekuasaan yang lain. Meyakini dua pencipta kebaikan dan keburukan termasuk salah satu contohnya, dimana Tuhan hanya menciptakan perkara-perkara baik sementara pencipta keburukan menciptakan entitas-entitas buruk dan jahat.[12]
  2. Syirik dalam rububiyah: ini memiliki dua macam:
  1. Syirik dalam rububiyah takwini: meyakini bahwa Tuhan menciptakan dunia, tapi pengaturannya diserahkan kepada tuhan-tuhan lain secara terpisah.
  2. Syirik dalam rububiyah tasyri'i: menerima aturan-aturan dan ketetapan-ketetapan non Ilahi dalam kehidupan dan meyakini wajibnya pelaksanaan perintah-perintahnya.[13]
  • Syirik dalam ibadah: menyembah, tunduk dan khusyu' di hadapan seseorang atau sesuatu selain Allah.[14]

Tentu saja, syirik dibagi pula kepada syirik teoritis dan praktis. Syirik yang berkaitan dengan ruang kayakinan seperti syirik dalam dzat dan sifat Allah, syirik dalam rububiyah dan khaliqiyah adalah syirik teoritis, sementara syirik dalam ibadah yang lebih banyak memiliki sisi praktisnya disebut syirik praktis.[15]

Urgensitas dan Kedudukan

Banyak ayat dalam Alquran khusus berkenaan dengan syirik dan pelarangannya. Pada sebagian ayat Alquran dimuat, orang-orang musyrik tidak mempunyai dalil dan argumen untuk dakwaan dirinya;[catatan 1][16] akan tetapi mereka bersandar kepada dugaan dan perkiraan, dan atau hawa nafsu.[17] [catatan 2]

Berdasarkan ayat " إِنَّ اللَّـهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ; "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya."[18] Selain syirik kepada Allah, semua dosa dan kesalahan bisa diampuni. Sebagian mufasir mengenai tafsir ayat ini mengatakan, maksudnya adalah bahwa syirik paling besarnya dosa di sisi Allah dan jika dosa ini diampuni maka seluruh dosa yang lain juga akan diampuni.[19] Dan bilamana seorang musyrik tidak bertaubat dan mati dalam keadaan syirik maka selamanya tidak akan diampuni. Mereka meyakini bahwa taubat dikecualikan dari ayat ini dan hasilnya adalah jika seorang musyrik bertaubat maka akan diampuni.[20] Dalam beberapa riwayat diterangkan pula bahwa menyekutukan Allah termasuk dosa yang paling besar. Dalam sebuah riwayat dari Abdullah bin Masud dari Rasulullah saw diterangkan bahwa membuat padanan dan serupa bagi Allah adalah paling besarnya dosa.[21]

Imam Ali as membagi syirik menurut Alquran kepada empat macam; syirik perkataan, syirik perbuatan, syirik zina dan syirik riya'. Untuk menetapkan syirik dalam perkatan, beliau bersandar pada ayat: "لَّقَدْ كَفَرَ الَّذِینَ قَآلُواْ إِنَّ اللَّـهَ هُوَ الْمَسِیحُ ابْنُ مَرْیمَ; Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "sesungguhnya Allah itu ialah al-Masih putra Maryam."[22] dan untuk menetapkan syirik dalam perbuatan bersandar kepadat ayat: "وَمَا یؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّـهِ إِلا وَهُمْ مُشْرِكُونَ; Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah."[23] dan ayat: "اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّـهِ; Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah."[24], dan untuk menetapkan syirik zina bersandar pada ayat: "وَ شارِكْهُمْ فِی الأَمْوالِ وَالأَوْلادِ; dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak."[25] dan untuk menetapkan syirik riya bersandar pada ayat:"فَمَن کانَ یرْجُوا لِقاءَ رَبِّهِ فَلْیعْمَلْ عَمَلاً صالِحاً وَ لایشْرِکْ بِعِبادةِ رَبِّهِ أَحَدا; Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya."[26][27]

Macam-macam Syirik

Syirik dilihat dari sisi jelas dan samarnya dibagi kepada dua macam; transparan (Jali) dan samar (Khafi). Syirik Jali artinya adalah melaksanakan ritual-ritual peribadatan dan perbuatan tertentu seperti ruku, sujud dan berkurban untuk sesembahan selain Allah[28] dengan keyakinan bahwa sesembahan itu memiliki maqam Tuhan. Syirik Khafi meliputi segala bentuk penyembahan dunia, penyembahan hawa nafsu, riya dll.[29] Imam Shadiq as dalam tafsir ayat 106 surah Yusuf [catatan 3] mengatakan bahwa perkataan seperti "jika si fulan tidak ada maka saya sudah binasa dan jika si fulan tidak ada maka saya sudah terkena prbolem" termasuk syirik dalam batasan pemerintahan Allah.[30] Nabi saw memandang syirik lebih samar dari pada jalannya semut di atas batu datar di malam yang gelap gulita.[31] Syirik Khafi lebih banyak dibahas di dalam ilmu akhlak.

Faktor dan Akar Syirik

Faktor-faktor syirik adalah:

  • Mengikuti keraguan dan kebimbangan: Allah dalam surah Yunus berkata kepada orang-orang Musyrik: "Dan orang-orang yang menyeru sekutu-sekutu selain Allah, tidaklah mengikuti (suatu keyakinan). Mereka tidak mengikuti kecuali prasangka belaka, dan mereka hanyalah menduga-duga."[32]
  • Sensualisme: akar pengetahuan sebagian manusia karena akrab dengan alam tabiat (materi) terfokus pada hal-hal indrawi dan tidak lebih tinggi darinya. Oleh karenanya, persoalan-persoalan terkait pengenalan kepada Allah menurun pada batas hal-hal indrawi.[33]
  • Kebodohan: Alquran memandang syirik dan menjadikan anak untuk Allah adalah muncul dari kebodohan.[34] Cinta dunia, menyembah hawa nafsu, lupa Tuhan, melebih-lebihkan figur-figur agama sampai pada batas Tuhan (ghulu), fanatik dan pemerintahan yang rusak (fasid) disebutkan juga oleh Alquran sebagai faktor-faktor kecenderungan kepada syirik. [35]

Dampak-dampak Syirik

Berdasarkan ayat-ayat Alquran, syirik akan menimbulkan beberapa efek, antara lain:

Hukum Fikih Syirik

Menurut pandangan agama Islam, syirik itu haram dan dianggap dosa besar.[41] Fukaha dengan bersandar pada ayat: إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلاَ يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ; "sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram".[42] mengeluarkan hukum najis kepada orang musyrik dan mereka tidak boleh (haram) masuk Masjidil Haram.[43]

Syekh Thusi di dalam kitab al-Nihayah meyakini bahwa lelaki muslim tidak boleh menikah dengan wanita musyrik, tetapi dia membolehkan nikah Mut'ah dengan wanita Yahudi dan Kristen.[44]

Tuduhan Kaum Wahabi Kepada Syiah

Kaum wahabi memandang keyakinan kaum Muslimin terhadap tawassul kepada orang-orang yang sudah meninggal, istighasah (minta pertolongan) kepada para nabi dan wali, bertabarruk dengan kubur dan meminta syafaat darinya di alam barzakh sebagai contoh-contoh kongkrit dari syirik dalam ibadah. Ibnu Taimiyah yakin bahwa tawassul kepada doanya Nabi saw dan orang-orang saleh di masa mereka masih hidup bukan syirik, tetapi bertawassul kepada mereka setelah kematian mereka adalah syirik.[45] Sesuai keyakinan Ibnu Taimiyah, setiap orang yang datang ke pusara Nabi saw atau salah seorang saleh dan meminta hajat dari mereka adalah musyrik dan dia harus dipaksa untuk bertaubat, dan jika tidak mau bertaubat maka harus dibunuh.[46] Abdul Aziz bin Baz, mufti wahabi, dalam karyanya mengatakan, berdoa dan istighasah di sisi kubur, mencari kesembuhan dan kemenangan atas musuh adalah jelmaan syirik terbesar.[47] Mereka mengkiyaskan dan membangdingkan perbuatan-perbuatan kaum muslimin tersebut dengan perbuatan-perbuatan orang-orang musyrik di awal Islam dalam menyembah berhala-berhala.[48]

Ulama muslim dalam menjawab mereka mengatakan: perbuatan-perbuatan orang-orang musyrik itu dilakukan dengan keyakinan kepada rububiyah dan malikiyahnya berhala-berhala, sementara perbuatan-perbuatan orang-orang muslim terkait wali-wali Allah tidak disertai dengan keyakinan tersebut, bahkan membuat bangunan di atas kubur para wali Allah dan meminta syafaat dari mereka dianggap sebagai pengangungan syiar-syiar Ilahi.[49] Lagi pula kaum muslimin yang melakukan perbuatan-perbuatan tersebut, sedikitpun tidak berniat menyembah para nabi dan para wali Allah dan tidak pula menyakini maqam Uluhiyah untuk mereka, akan tetapi niat mereka hanyalah memuliakan para nabi dan para wali Allah dan mendekatkan diri kepada Allah melalui mereka.[50]

Berlandaskan ayat-ayat Alquran, syafaat akan dinilai syirik dan ditolak bilamana diminta secara mandiri dan tanpa butuh kepada izin Allah;[51] sebab jika demikian adanya, maka akan syirik dalam rububiyah dan pengaturan Ilahi.[52] Begitu juga ulama muslim dalam menjawab argumen kaum wahabi dengan ayat-ayat Alquran yang menafikan permintaan syafaat dari berhala-berhala, mengisyaratkan kepada perbedaan pokok antara permintaan syafaat dari Nabi saw dan permintaan syafaat para penyembah berhala dari berhala, dan mereka yakin bahwa kaum muslimin, berbeda dengan para penyembah berhala, sama sekali tidak menganggap Nabi sebagi Allah, Tuhan atau pengatur alam semesta.[53]

Kajian-kajian Terkait

Catatan Kaki

  1. Ibnu Manzur, Lisān al-Arab, jld.1, hlm.223-227
  2. Musthafawi, al-Tahqiq fi Kalimāt al-Quran al-Karim, jld.6, hlm.49
  3. QS. Al-Taubah: 2 dan 5
  4. QS. Al-Taubah: 30-31
  5. QS. Yusuf: 106
  6. Jawadi Amuli, Tauhid dar Quran (Tauhid Perspektif Alquan), hlm.571
  7. Husaini Syirazi, Taqrib al-Quran ila al-Adzhān , jld.2, hlm.390
  8. Musthafawi, al-Tahqiq fi Kalimāt al-Quran al-Karim, jld.6, hlm.50
  9. Musthafawi, al-Tahqiq fi Kalimāt al-Quran al-Karim, jld.6, hlm.49
  10. Jawadi Amuli, Tauhid dar Quran, hlm.578
  11. Jawadi Amuli, Tauhid dar Quran, hlm.578
  12. Jawadi Amuli, Tauhid dar Quran, hlm.579-580
  13. Jawadi Amuli, Tauhid dar Quran, hlm.580-583
  14. Jawadi Amuli, Tauhid dar Quran, hlm.581-582
  15. Lihat: Jawadi Amuli, Tauhid dar Quran, hlm.581-595
  16. Makarim Syirazi, Peyām-e Quran (Pesan Alquran), jld.3, hlm.209-210
  17. Makarim Syirazi, Peyām-e Quran, jld.3, hlm. 211-215, contohnya surah Al-Najm: 23 dan surah Al-Anbiya: 24
  18. QS. Al-Nisa: 48
  19. Qummi, Tafsir Qummi, jld.1, hlm.148
  20. Allamah Thabathabai, al-Mizān, jld.1, hlm.165
  21. Muhaddis Nuri, Mustadrak al-Wasāil, jld.14, hlm.332
  22. QS. Al-Maidah: 17
  23. QS. Yusup: 106
  24. QS. Al-Taubah: 31
  25. QS. Al-Isra: 64
  26. QS. Al-Kahf: 110
  27. Al-Majlisi, Bihār al-Anwār, jld.90, hlm.61-62
  28. Amuli, Tafsir al-Muhith al-A'zam, jld.3, hlm.189-190
  29. Jawadi Amuli, Tauhid dar Quran, hlm.591-592
  30. Al-Majlisi, Bihār al-Anwār, jld.5, hlm.148
  31. Ibnu Syu'bah Harrani, Tuhaf al-Uqul, hlm.487
  32. QS. Yunus: 66
  33. Jawadi Amuli, Tauhid dar Quran, hlm.644
  34. QS. Al-An'am: 100
  35. Jawadi Amuli, Tauhid dar Quran, hlm.635-680
  36. QS. Al-Maidah: 72
  37. QS. Al-Nisa: 116
  38. QS. Al-Maidah: 72
  39. QS. Al-Zumar: 65
  40. Jawadi Amuli, Tauhid dar Quran, hlm.681-691
  41. QS. Al-Nisa: 48
  42. QS. Al-Taubah: 28
  43. Fadhil Langkarani, Tafshil al-Syari'ah, hlm.206
  44. Syekh Thusi, al-Nihayah, hlm.457
  45. Ibnu Taimiyah, Majmu'ah al-Fatāwā, jld.1, hlm.159
  46. Ibnu Taimiyah, Ziyarah al-Qubur wa al-Istinjād bi al-Maqbur, hlm.19
  47. Bin Baz, "Beberapa Perbuatan Syirik di Sisi Kubur"
  48. Qafari, Ushul Madzhab al-Syiah, jld.1, hlm.480
  49. Subhani, Āine Wahabiyat, hlm.41
  50. Ustadi, Syiah wa Pasukh be Cand Pursisy (Syiah dan Jawaban atas Beberapa Pertanyaan), hlm.84
  51. QS. Thaha: 109
  52. Ustadi, Syiah wa Pasukh be Cand Pursisy, hlm.84-85
  53. Subhani Tabrizi, Marzhā-ye Tauhid wa Syirk dar Quran (Batas Tauhid dan Syirik Dalam Alquran), hlm.159; Jawadj Amuli, Tauhid dar Quran, hlm.600-604

Daftar Pustaka

  • Allamah Thabathabai, Muhammad Husain. Al-Mizan fi Tafsir al-Quran. Qom: Daftar Intisyarat Islami Wabaste be Jame'eh Mudarrisin Hauzah Ilmiah Qom, 1417 H.
  • Amuli, Sayid Haidar. Tafsir al-Muhith al-A'zam wa al-Bahr al-Khashm fi Ta'wil Kitabillah al-Aziz al-muhkam. Riset: Muhsin Musawi Tabrizi. Qom: Muassasah Farhanggi wa Nasyri Nur 'Ala Nur.
  • Fadhil Langkarani, Muhammad. Tafshil asy-Syari'ah fi Syarh Tahrir al-Wasilah, Bab Barang-barang najis dan hukum-hukumnya. Qom: 1409 H.
  • Ibnu Manzur, Muhammad bin Mukarram. Lisan al-Arab. Qom: Adab al-Hauzah, 1405 H.
  • Ibnu Syu'bah Harrani, Hasan bin Ali. Tuhaf al-Uqul. Diedit oleh: Ali Akbar Ghaffari. Qom: Jami'ah Mudarrisin, 1404 H.
  • Ibnu Taimiyah, Ahmad bin Abdul Halim. Majmu'ah al-Fatāwa. Riset: Syekh Abdurrahman bin Qasim. Al-Madinah an-Nabawiyah: Majma' al-Malik Fahad li Thaba'ah al-Mushaf asy-Syarif, 1416 H.
  • Ibnu Taimiyah, Ahmad bin Abdul Halim. Ziyarah al-Qubur wa al-Istinjad bi al-Maqbur. Thantha (Mesir), 1412 H.
  • Jawadi Amuli, Abdullah. Tauhid dar Quran. Qom: Markaz Nasyri Isra', 1395 HS.
  • Majlisi, Muhammad Baqir. Bihār al-Anwār. Beirut: Dar Ihya at-Turats al-Arabi, 1403 H.
  • Makarim Syirazi, Nasir. Peyāme Quran. Qom: Mathbu'ati Hadaf, 1374 HS.
  • Muhaddis Nuri, Husain bin Muhammad Taqi. Mustadrak Wasāil wa Mustanbath al-Masāil. Qom: Muassasah Al al-Bait as, 1408 H.
  • Qifari, Nasir bin Abdullah. Ushul Mazhab asy-Syiah al-Imamiyah al-Itsna Asyariyah 'Ardh wa Naqd.
  • Qummi, Ali bin Ibrahim. Tafsir Qummi. Riset: Sayid Thabib Musawi Jazairi. Qom: Dar al-Kitab, 1367 HS.
  • Subhani Tabrizi, Jakfar. Marhāye Tauhid wa Syirk dar Quran. Terjemah: Mahdi Azizan. Teheran: Masy'ar, 1380 HS.
  • Syekh Thusi, Muhammad bin Hasan. An-Nihayah fi Mujarrad al-Fiqh wa al-Fatawa. Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, 1400 H.
  • Husaini Syirazi, Muhammad bin Hasan. Taqrib al-Quran ila al-Adzhān. Beirut: Dar al-Ulum, 1424 H.
  • Mustafawi, Hasan. At-Tahqiq fi Kalimāt al-Quran al-Karim. Teheran: Bongah Tarjumeh wa Nasyri Kitab, 1360 HS.
  • Ustadi, Ridha. Syiah wa Pasukh be Chand Pursesy. Teheran: Masy'ar, 1385 HS.



Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "catatan", tapi tidak ditemukan tag <references group="catatan"/> yang berkaitan