Sihir

tanpa link
tanpa foto
tanpa Kategori
tanpa infobox
tanpa alih
tanpa referensi
Dari wikishia

Sihir atau Ilmu sihir (bahasa Arab: السحر) adalah praktik supranatural yang dilakukan untuk mengendalikan orang, benda atau perbuatan. Para fukaha Syiah menganggap penggunaan sihir, belajar sihir, mengajarkan sihir dan menerima imbalan atasnya sebagai hal yang haram untuk dilakukan. Para ulama akhlak juga menganggap sihir sebagai salah satu dosa besar. Dalam riwayat yang dinukil dari para Imam-imam Syiah as, sihir dianggap sebagai bentuk kekufuran dan dilarang untuk dilakukan.

Menurut para mufasir, berdasarkan Al-Qur’an, ada dua jenis sihir: beberapa sihir bersifat khayali dan tidak nyata; namun ada juga sihir yang memiliki efek nyata, seperti menciptakan perpisahan antara seorang wanita dan pria.

Para ulama Muslim berpendapat bahwa ada perbedaan antara sihir dan mukjizat: mukjizat terkait dengan klaim kenabian dan karena terwujud dengan kehendak dan kekuatan Allah serta tidak memerlukan latihan sebelumnya; berbeda dengan sihir yang tidak dapat dikaitkan dengan klaim kenabian dan juga memerlukan latihan dan pembelajaran.

Beberapa fukaha menganggap belajar sihir untuk membatalkan sihir atau mematahkan klaim palsu kenabian adalah diperbolehkan atau bahkan wajib kifayah. Selain itu, terdapat perbedaan pendapat mengenai apakah pembatalan sihir hanya boleh dilakukan melalui doa dan Al-Qur’an atau apakah sihir juga dapat dibatalkan dengan sihir.

Berdasarkan fatwa para fukaha, jika tukang sihir adalah orang kafir, dia dihukum cambuk; Tetapi, jika dia seorang muslim dan menganggap sihir halal, maka hukum murtad diterapkan padanya. Selain itu, jika seseorang terbunuh akibat sihir, beberapa fukaha menganggap kisas dan diyat sebagai hukuman bagi pembunuh, sementara beberapa fukaha lain menentang hukum ini.

Kedudukan Pembahasan Sihir

Dalam Kamus Farhang e Suhan, sihir atau ilmu sihir didefinisikan sebagai berikut: “Menguasai kekuatan alam dan supernatural dengan membaca mantra dan ritual khusus serta mengendalikan orang-orang, benda-benda dan perbuatan-perbuatan.”[1]

Al-Qur’an[2] dan riwayat-riwayat[3] telah menjelaskan tentang sihir. Para mufasir[4] dan muhadits[5] juga telah membahas berbagai persoalan terkait sihir yang tercantum dalam ayat-ayat dan hadis-hadis. Selain itu, sihir merupakan salah satu masalah dalam ilmu fikih dan para fukaha telah membahas tentang kebolehan atau ketidakbolehan sihir,[6] hukuman bagi tukang sihir[7] dan masalah-masalah lain yang terkait dengan sihir.[8]

Latar Belakang

Menurut Tafsir Nemuneh, tidak dapat diungkapkan secara pasti kapan sihir dimulai dan menjadi popular di tengah masyarakat. Hanya dapat dikatakan bahwa sihir telah populer di kalangan masyarakat sejak zaman kuno.[9] Dalam sebuah riwayat dari Imam Hasan Askari as, disebutkan bahwa sihir dan ilmu sihir telah tersebar sejak zaman Nabi Nuh as.[10]

Perbedaan Mukjizat dan Sihir

Salah satu sifat yang dikaitkan dengan para nabi as, khususnya Nabi Islam saw adalah kemampuan sihir;[11] Tetapi para ulama muslim tidak menerima pendapat ini dan telah menjelaskan perbedaan antara sihir dan mukjizat:

  • Sihir dan mukjizat keduanya memiliki pengaruh; Tamun mukjizat adalah sebuah kebenaran dan sihir adalah sebuah kebatilan. Mukjizat bertujuan untuk memperbaiki dan mendidik; Tetapi sihir tidak memiliki tujuan atau memiliki tujuan yang dangkal dan rendah.[12]
  • Sihir bergantung pada perkara manusia. Oleh karena itu, para tukang sihir melakukan hal-hal luar biasa yang telah mereka latih; Tetapi mukjizat adalah perkara ilahi dan para Nabi as melakukan hal-hal yang diminta oleh masyarakat.[13]
  • Mukjizat diiringi dengan klaim kenabian; namun tukang sihir tidak dapat mengklaim kenabian; Sebab hikmah ilahi mencegah seseorang untuk berbohong tentang klaim kenabian dan jika dia melakukannya, dia akan tercela.[14]

Konfirmasi Keberadaan Sirih dalam Al-Qur’an

Para penulis Tafsir Nemuneh, setelah memeriksa sekitar 51 kasus penggunaan kata "sihir" dalam Al-Qur’an, telah membagi sihir menjadi dua bagian utama dari sudut pandang Al-Qur’an:

1. Sihir yang menipu, licik, dan membutakan serta tidak memiliki kebenaran; seperti ayat 66 dari Surah Thaha[catatan 1] dan ayat 116 Surah Al-A'raf[catatan 2]

2. Sihir yang memiliki kebenaran dan benar-benar berdampak; Seperti ayat 102 Surah Al-Baqarah yang merujuk pada pengaruh sihir dalam memisahkan antara wanita dan pria.[15]

Para mufasir juga dalam menafsirkan ayat 102 Surah Al-Baqarah, mengisahkan tentang dua malaikat bernama Harut dan Marut yang datang dalam wujud manusia di antara kaum Bani Israil pada masa Nabi Sulaiman as. Mereka mengajarkan kepada orang-orang cara menghindari sihir karena sihir telah merajalela di antara mereka dan menimbulkan berbagai fitnah. Berdasarkan ayat ini, mereka memberitahu orang-orang untuk hanya menggunakan cara-cara ini untuk kebaikan dan membatalkan sihir. Ini adalah sebuah ujian bagi mereka (Bani Israil), tetapi mereka malah menggunakan sihir untuk melakukan hal-hal yang tidak benar.[16]

Sikap Para Imam as dengan Sihir dan Ilmu Sihir

Al-Kulaini meriwayatkan sebuah hadis dari Imam Shadiq as yang mengatakan kepada seseorang yang telah menghabiskan usianya dalam ilmu sihir dan kemudian menyesal serta meminta saran untuk menggantinya, Imam as menyerankan untuk menggunakan ilmu tersebut untuk membatalkan sihir.[17] Allamah Majlisi mengambil kesimpulan dari riwayat ini bahwa belajar sihir untuk membatalkannya adalah diperbolehkan.[18]

Sebuah hadis lain yang diriwayatkan dari Imam Ali as di mana belajar sihir dianggap sebagai kekafiran, dan Imam as mengatakan bahwa jika seseorang yang terlibat dalam sihir tidak bertobat, hukumannya adalah dibunuh.[19] Ibnu Idris Hilli juga menukil sebuah hadis dari Imam Shadiq as di mana seseorang datang kepadanya dan bertanya tentang hukum mengunjungi seseorang yang memberi tahu tentang pencurian barang. Imam Shadiq as dalam jawabannya, menukil sebuah hadis dari Rasulullah saw yang menyatakan bahwa siapa pun yang pergi ke dukun atau tukang sihir dan mempercayai kata-katanya, dia telah menjadi kafir terhadap apa yang diturunkan oleh Allah.[20]

Cara Menangkal Sihir

Al-Allamah Majlisi dalam buku Bihar Al-Anwar telah mengumpulkan riwayat-riwayat di yang berkaitan dengan judul "Doa untuk Menangkal Sihir dan Ain."[21] Di dalam buku Thib Al-A'immah juga terdapat riwayat-riwayat dengan judul "Doa-doa untuk Menangkal Sihir."[22] Sebagai contoh, Imam Ali as dalam menjawab permintaan beberapa sahabat, mengajarkan doa kepada mereka dan memerintahkan mereka untuk menulisnya di kulit rusa dan membawanya bersama mereka.[23] Selain itu, dalam sebuah riwayat dari Nabi saw disebutkan bahwa siapa pun yang takut akan sihir atau setan, hendaknya membaca ayat 54 dari Surah Al-A'raf.[24]

Hakikat Sihir, Definisi Fikih dan Contohnya

Pandangan para fukaha berbeda pendapat tentang definisi dan hakikat sihir. Sebagian fukaha menganggapnya memiliki realitas eksternal, sebagian fukaha lainnya percaya bahwa sihir tidak memiliki realitas eksternal, dan sekelompok fukaha menyatakan bahwa tidak dapat dipastikan dengan pasti apakah sihir itu nyata atau hanya khayalan:

Hakikat Sihir

Syekh Thusi dan Syahid Tsani menganggap sihir memiliki realitas eksternal.[25] Ayatullah Khui menyatakan bahwa sihir adalah pengendalian indra dan imajinasi seseorang yang terkena sihir dan tidak memiliki realitas eksternal.[26] Menurut Syahid Awwal, sebagian besar ulama menerima pandangan ini.[27] Muhaqqiq Karaki meyakini bahwa tidak dapat dipastikan dengan pasti apakah sihir itu nyata atau hanya khayalan.[28]

Definisi Sihir dan Contohnya

Menurut Mulla Ahmad Naraqi, tidak mungkin bagi para fukaha untuk memberikan definisi sihir yang mencakup semua aspeknya.[29] Ia menganggap pemahaman tentang konsep sihir sebagai sesuatu yang bersifat umum dan menyatakan bahwa dalam pandangan umum, sihir adalah sesuatu yang tersembunyi dan tidak terjadi secara umum dan biasa.[30] Allamah Hilli mendefinisikan sihir adalah sebagai tulisan, perkataan atau tindakan yang secara tidak langsung mempengaruhi tubuh, hati atau pikiran yang terkena sihir.[31] Sihir ini dapat menjadi penyebab pembunuhan, penyakit, perceraian antara suami istri, penciptaan cinta atau kebencian dalam diri seseorang.[32] Imam Khomeini juga memiliki definisi yang sama tentang sihir.[33] Syahid Awwal menambahkan bahwa penggunaan jin, setan dan malaikat untuk hal-hal yang tidak terlihat atau untuk menyembuhkan penyakit, mengundang roh dan berbicara dengannya, menampakkan keistimewaan dari berbagai materi yang tidak dikenal dan tata cara-tata cara tertentu termasuk dalam contoh-contoh sihir.[34]

Menurut Fakhr al-Muhaqqiqin, sihir adalah melakukan hal-hal luar biasa dengan kekuatan internal dan psikis atau dengan bantuan astrologi (benda langit) atau dengan mencampur adukkan kekuatan langit dengan kekuatan bumi, atau dengan meminta bantuan dari roh-roh.[35] Ayatullah Golpayghani meyakini bahwa sihir adalah segala sesuatu yang memiliki efek non-manusia dan luar biasa, mirip dengan karomah dan mukjizat; baik itu menimbulkan efek pada tubuh yang terkena sihir atau tidak; apakah yang terkena sihir itu hewan, manusia atau benda mati; seperti menggoyangkan pohon atau membuat dinding dan langit-langit bergetar atau menghentikan aliran air tanpa menggunakan faktor-faktor yang dapat dirasakan atau hal-hal syar'i seperti ayat-ayat dan doa-doa yang diriwayatkan dari para Imam Maksum as.[36] Menurut pandangan Ayatullah Khui, melakukan hal-hal luar biasa sebagai hasil dari tazkizah al-Nafs atau beribadah tidak dianggap sebagai sihir.[37]

Penggunaan Sihir Boleh atau Haram?

Menurut para fukaha Syiah, melakukan sihir terhadap orang lain, belajar dan mengajarkan sihir serta menerima bayaran atasnya dianggap sebagai sesuatau yang haram berdasarkan ijmak.[38] Dalam buku-buku akhlak, sihir juga termasuk di antara dosa-dosa besar.[39] Menurut pendapat Abdul Husain Dastaghib, alasan mengapa sihir dianggap sebagai dosa besar adalah karena ditegaskannya oleh riwayat-riwayat. Ia merujuk pada sebuah riwayat dari Imam Shadiq as yang menyatakan bahwa sihir termasuk dalam kategori dosa-dosa besar.[40] Namun, dalam kondisi tertentu, menurut pendapat beberapa fukaha, hukum sihir berbeda-beda. Misalnya, sebagian fukaha memandang penggunaan sihir untuk melindungi diri dari sihir orang lain sebagai hal yang diperbolehkan.[41] Shahib al-Jawahir menyatakan bahwa belajar sihir karena mungkin diperlukan dalam keadaan darurat adalah diperbolehkan.[42] Syahid Awwal dan Syahid Tsani juga menyatakan bahwa belajar sihir jika bertujuan untuk mempermalukan orang yang berdusta atau mengklaim kenabian palsu adalah wajib.[43] Shahib al-Jawahir mengatakan bahwa sihir dapat ditangkal dengan Al-Quran, doa dan zikir.[44]

Hukuman-hukuman Tukang Sihir

Berdasarkan fatwa para fukaha, jika tukang sihir adalah orang kafir, dia dihukum cambuk;[45] Tetapi, jika dia seorang muslim dan menganggap sihir halal, maka hukum kafir dan murtad diterapkan padanya.[46] Tetapi jika dia tidak menganggap sihir itu halal, menurut sebagian fukaha dengan had sihir yaitu dibunuh;[47] Tetapi sebagian fukaha lainnya menentang dengan hukum dibunuh.[48]

Pembunuhan dengan Sihir

Terdapat perbedaan pendapat mengenai fatwa para fukaha tentang hukum membunuh dengan sihir: Menurut fatwa Syekh Thusi, jika seseorang terbunuh karena sihir tidak ada kisas atau diyat.[49] Tetapi Muhaqqiq Hilli memberikan kemungkinan bahwa sihir itu nyata sehingga ia memiliki kisas dan diyat.[50] Allamah Hilli[51] dan Syahid Tsani[52] kisas bergantung kepada pengakuan tukang sihir; jika tukang sihir mengaku bahwa dia melakukan sihir dengan niat untuk membunuh, maka dia berhak untuk kisas.[53] Menurut pandangan Imam Khomeini, jika pengaruh sihir dalam pembunuhan telah dipastikan dan tukang sihir berniat untuk membunuh, maka hal itu bisa dikategorikan sebagai pembunuhan serupa dengan sengaja. Selain itu, jika sihir termasuk salah satu cara pembunuhan, maka dikategorikan sebagai pembunuhan sengaja.[54]

Catatan

  1. فَإِذا حِبالُهُمْ وَ عِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّها تَسْعى Dia (Musa) berkata, “Silakan kamu melemparkan!” Tiba-tiba tali-temali dan tongkat-tongkat mereka terbayang olehnya (Musa) seakan-akan ia (ular-ular itu) merayap cepat karena sihir mereka. (QS. Taha:66)
  2. فَلَمَّا أَلْقَوْا سَحَرُوا أَعْيُنَ النَّاسِ وَ اسْتَرْهَبُوهُمْ Dia (Musa) menjawab, “Lemparkanlah (lebih dahulu)!” Maka, ketika melemparkan (tali-temali), mereka menyihir mata orang banyak dan menjadikan mereka takut. Mereka memperlihatkan sihir yang hebat (menakjubkan). (QS. Al-A'raf:116)

Catatan Kaki

  1. Anwari & Tim, Farhangg-e Ruz Sukhan, hlm. 368.
  2. Lihat: QS. Taha:66; QS. Al-A'raf:116.
  3. Lihat: Kulaini, al-Kāfī, jld. 5, hlm. 115; Syekh Shaduq, Man Lā Yahdhuruh al-Faqīh, jld. 5, hlm. 95; Himyari, Qurb al-Isnād, hlm. 152; Ibn Idris Hilli, as-Sarā'ir, jld. 3, hlm. 593.
  4. Lihat: Thabrisi, Majma' al-Bayān, jld. 1, hlm. 336-342; Thabathabai, al-Mīzān, jld. 1, hlm. 233-236; Shadiqi Tehrani, al-Furqān, jld. 2, hlm. 79-84; Makarim Syirazi, Tafsir-e Nemune, jld. 1, hlm. 374.
  5. Lihat: Allamah Majlisi, Mir'āh al-'Uqūl, jld. 15, hlm. 73.
  6. Lihat: Husaini Amili, Miftāh al-Karāmah, jld. 12, hlm. 226; Najafi, Jawāhir al-Kalām, jld. 22, hlm. 78; Syahid Awal, ad-Durūs, jld. 3, hlm. 164; Syahid Tsani, ar-Raudhah al-Bahiyyah, jld. 3, hlm. 215.
  7. Lihat: Najafi, Jawāhir al-Kalām, jld. 22, hlm. 86; Khansari, Jāmi' al-Madārik Fī Syarh al-Mukhtashar an-Nāfi', jld. 7, hlm. 113; Khui, Mishbāh al-Faqāhah, jld. 1, hlm. 459.
  8. Lihat: Syekh Thusi, al-Khilāf, jld. 5, hlm. 329; Muhaqqiq Hilli, Syarā'i' al-Islām, jld. 2, hlm. 546.
  9. Makarim Syirazi, Tafsir-e Nemune, jld. 1, hlm. 377.
  10. Syekh Shaduq, 'Uyūn Akhbār ar-Ridhā 'Alaih as-Salām, jld. 1, hlm. 267.
  11. Makarim Syirazi, Tafsir-e Nemune, jld. 8, hlm. 437.
  12. Makarim Syirazi, Tafsir-e Nemune, jld. 8, hlm. 438.
  13. Makarim Syirazi, Payam-e Emam Amirul Mukminin (as), jld. 7, hlm. 519.
  14. Makarim Syirazi, Payam-e Emam Amirul Mukminin (as), jld. 7, hlm. 519-520.
  15. Makarim Syirazi, Tafsir-e Nemune, jld. 1, hlm. 378-379.
  16. Thabrasi, Majma' al-Bayān, jld. 1, hlm. 336-342; Thabathabai, al-Mīzān, jld. 1, hlm. 233-236; Shadiqi Tehrani, al-Furqān, jld. 2, hlm. 79-84; Makarim Syirazi, Tafsir-e Nemune, jld. 1, hlm. 374.
  17. Kulaini, al-Kāfī, jld. 5, hlm. 115.
  18. Allamah Majlisi, Mir'āh al-'Uqūl, jld. 19, hlm. 73.
  19. Himyari, Qurb al-Isnād, hlm. 152.
  20. Ibn Idris, as-Sarā'ir, jld. 3, hlm. 593.
  21. Allamah Majlisi, Bihār al-Anwār, jld. 92, hlm. 124.
  22. Ibna Bustham, Thibb al-A'immah, hlm. 35.
  23. Ibna Bustham, Thibb al-A'immah, hlm. 35; Allamah Majlisi, Bihār al-Anwār, jld. 92, hlm. 124.
  24. Sayyid Ibn Thawus, al-Amān, hlm. 130; Allamah Majlisi, Bihār al-Anwār, jld. 92, hlm. 132.
  25. Syekh Thusi, al-Khilāf, jld. 5, hlm. 327; Syahid Tsani, ar-Raudhah al-Bahiyyah, jld. 3, hlm. 215.
  26. Khui, Mishbāh al-Faqāhah, jld. 1, hlm. 453.
  27. Syahid Awal, ad-Durūs, jld. 3, hlm. 164.
  28. Muhaqqiq Karaki, Jāmi' al-Maqāshid, jld. 4, hlm. 30.
  29. Narraqi, Mustanad as-Syī'ah, jld. 14, hlm. 114.
  30. Narraqi, Mustanad as-Syī'ah, jld. 14, hlm. 114.
  31. Allamah Hilli, Tadzkirah al-Fuqahā', jld. 12, hlm. 144.
  32. Allamah Hilli, Tahrīr al-Ahkām as-Syar'iyyah 'Alā Madzhab al-Imāmiyyah, jld. 5, hlm. 396.
  33. Imam Khomeini, Tahrīr al-Wasīlah, jld. 1, hlm. 529.
  34. Syahid Awal, ad-Durūs, jld. 3, hlm. 164.
  35. Fakhrul Muhaqqiqin Hilli, Īdhāh al-Fawā'id, jld. 1, hlm. 405.
  36. Gulpaigani, Hidāyah al-'Ibād, jld. 1, hlm. 342.
  37. Khui, Mishbāh al-Faqāhah, jld. 1, hlm. 453.
  38. Husaini Amili, Miftāh al-Karāmah, jld. 12, hlm. 226.
  39. Golestane, Manhaj al-Yaqīm hlm. 136; Syubbar, al-Akhlāq, hlm. 216; Dastghib, Gunahan-e Kabire, jld. 2, hlm. 77.
  40. Dastghib, Gunahan-e Kabire, jld. 2, hlm. 77.
  41. Syahid Awal, ad-Durūs, jld. 3, hlm. 164; Āl 'Ushfur, Sidād al-'Ibād, hlm. 430.
  42. Najafi, Jawāhir al-Kalām, jld. 22, hlm. 78.
  43. Syahid Awal, ad-Durūs, jld. 3, hlm. 164; Syahid Tsani, ar-Raudhah al-Bahiyyah, jld. 3, hlm. 215.
  44. Najafi, Jawāhir al-Kalām, jld. 22, hlm. 77.
  45. Najafi, Jawāhir al-Kalām, jld. 22, hlm. 86; Khansari, Jāmi' al-Madārik Fī Syarh al-Mukhtahsar an-Nāfi', jld. 7, hlm. 113; Khui, Mishbāh al-Faqāhah, jld. 1, hlm. 459.
  46. Syekh Thusi, al-Khilāf, jld. 5, hlm. 329; Najafi, Jawāhir al-Kalām, jld. 22, hlm. 86; Husaini Amili, Miftāh al-Karāmah, jld. 12, hlm. 226; Khui, Mishbāh al-Faqāhah, jld. 1, hlm. 459.
  47. Najafi, Jawāhir al-Kalām, jld. 22, hlm. 86; Khui, Mishbāh al-Faqāhah, jld. 1, hlm. 459.
  48. Syekh Thusi, al-Khilāf, jld. 5, hlm. 329; Najafi, Jawāhir al-Kalām, jld. 22, hlm. 86; Khui, Mishbāh al-Faqāhah, jld. 1, hlm. 459.
  49. Syekh Thusi, al-Khilāf, jld. 5, hlm. 329; Muhaqqiq Hilli, Syarā'i' al-Islām, jld. 4, hlm. 973.
  50. Muhaqqiq Hilli, Syarā'i' al-Islām, jld. 4, hlm. 973.
  51. Allamah Hilli, Tahrīr al-Ahkām, jld. 5, hlm. 425.
  52. Syahid Tsani, Masālik al-Afhām, jld. 15, hlm. 77.
  53. Allamah Hilli, Tahrīr al-Ahkām, jld. 4, hlm. 425.
  54. Imam Khomeini, Tahrīr al-Wasīlah, jld. 2, hlm. 546.

Daftar Pustaka

  • Āl 'Ushfur, Husain bin Muhammad. Sidād al-'Ibād Wa Rasyād al-'Ibād. Qom: Mahallati, 1379 HS/2001.
  • Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf. Tadzkirah al-Fuqahā'. Qom: Yayasan Āl al-Bait 'Alaihim as-Salam Li Ihya' at-Turats, 1422 H.
  • Allamah Majlisi, Muhammad Baqir bin Muhammad Taqi. Bihār al-Anwār al-Jāmi'ah Li Durar Akhbār al-A'immah al-Athhār. Beirut: Dar Ihya' at-Turats al-Arabi, 1403 H.
  • Allamah Majlisi, Muhammad Baqir bin Muhammad Taqi. Mir'āh al-'Uqūl Fī Syarh Akhbār Āl ar-Rasūl. Tehran: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, 1404 H.
  • Anwari, Hasan & Tim. Farhangg-e Ruz-e Sukhan. Tehran: Sukhan, 1383 HS/2005.
  • Bahrani, Yusuf bin Ahmad. Al-Hadā'iq an-Nādhirah Fī Ahkām al-'Itrah at-Thāhirah. Qom: Yayasan an-Nasyr al-Islami, 1363 HS/1958.
  • Behjat, Muhammad Taqi. Wasīlah an-Najāh. Qom: Syafaq, 1423 H.
  • Dastghib, Abdul Husain. Gunahan-e Kabire. Qom: Jame'e-e Mudarrisin-e Hauze-e Ilmiye-e Qom. Daftar-e Entesyarat-e Eslami, 1388 HS/2010.
  • Fakhrul Muhaqqiqin Hilli, Muhammad bin al-Hasan bin Yusuf. Īdhāh al-Fawā'id Fī Syarh Isykālāt al-Qawā'id. Qom: Percetakan al-Ilmiyyah, 1387 HS/2009.
  • Golestane, Ala'uddin Muhammad. Manhaj al-Yaqīn. Qom: Yayasan Elmi-e Farhanggi-e Dar al-Hadis, 1388 HS/2010.
  • Gulpaigani, Sayyid Muhammad Reza. Hidāyah al-'Ibād. Qom: Dar al-Qur'an al-Karim, 1371 HS/1993.
  • Himyari, Abdullah bin Ja'far. Qurb al-Isnād. Qom: Yayasan Āl al-Bait 'Alaihim as-Salam, 1413 H.
  • Husaini Amili, Sayyid Jawad. Miftāh al-Karāmah Fī Syarh Qawā'id al-'Allāmah. Qom: Yayasan an-Nasyr al-Islami, 1419 H.
  • Ibn Bustham, Abdullah & Husain. Thibb al-A'immah. Riset: Muhammad Mahdi Khurasan. Qom: Dar as-Syarif ar-Radhi, 1411 H.
  • Ibn Idris Hilli, Muhammad bin Ahmad. As-Sarā'ir al-Hāwī Li Tahrīr al-Fatāwā. Qom: Daftar-e Entesyarat-e Eslami, 1410 H.
  • Imam Khomeini, Ruhullah. Tahrīr al-Wasīlah. Tehran: Yayasan Tanzim Wa Nasyr-e Asar-e Imam Khomeini, 1392 HS/2014.
  • Khansari, Sayyid Ahmad. Jāmi' al-Madārik Fī Syarh al-Mukhtashar an-Nāfi'. Tehran: Perpustakaan as-Shaduq, 1405 H.
  • Khui, Sayyid Abul Qasim. Mishbāh al-Faqāhah. Qom: Dawari, 1377 HS/1999.
  • Kulaini, Muhammad bin Ya'qub. Al-Kāfī. Tehran: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, 1407 H.
  • Makarim Syirazi, Nashir. Payam-e Amirul Mukminin (as). Tehran: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, 1386 HS/2008.
  • Makarim Syirazi, Nashir. Tafsir-e Nemune. Tehran: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, 1371 HS/1993.
  • Muhaqqiq Hilli, Ja'far bin Yusuf. Jāmi' al-Maqāshid Fī Syarh al-Qawā'id. Qom: Yayasan Āl al-Bait ('Alaihim as-Salam) Li Ihya' at-Turats, 1414 H.
  • Najafi, Muhammad Hasan. Jawāhir al-Kalā Fī Syarh Syarā'i' al-Islām. Beirut: Dar Ihya' at-Turats al-Arabi, 1362 HS/1984
  • Narraqi, Mulla Ahmad bin Muhammad Mahdi. Mustanad as-Syī'ah Fī Ahkām as-Syarī'ah. Qom: Yayasan Āl al-Bait ('Alaihim as-Salam) Li Ihya' at-Turats, 1415 H.
  • Raghib Isfahani, Husain bin Muhammad. Al-Mufradāt Fī Gahrīb al-Qur'ān. Beirut: Dar al-Qalam, 1412 H.
  • Sayyid Ibn Tahwus, Ali bin Musa. Al-Amān Min Akhthār al-Asfār Wa al-Azmān. Qom: Yayasan Āl al-Bait 'Alihim as-Salam, 1409 H.
  • Syahid Awal, Muhammad bin Makki al-Amili. Ad-Durūs as-Syar'iyyah Fī Fiqh al-Imāmiyyah. Yayasan an-Nasyr al-Islami.
  • Syahid Tsani, Zainuddin bin Ali. Ar-Raudhah al-Bahiyyah Fī Syarh al-Lum'ah ad-Damisyqiyyah. Qom: Perpustakaan ad-Dawari, 1410 H.
  • Syahid Tsani, Zainuddin bin Ali. Masālik al-Afhām Ilā Tanqīh Syarā'i' al-Islām. Qom: Yayasan al-Ma'arif al-Islamiyyah, 1413 H.
  • Syekh Shaduq, Ibn Babawaih Muhammad bin Ali. 'Uyūn Akhbār ar-Ridhā 'Alaih as-Salām. Tehran: Nasyr-e Jahan, 1378 HS/2000.
  • Syekh Shaduq, Ibn Babawaih Muhammad bin Ali. Man Lā Yahdhuruh al-Faqīh. Penerjemah: Ali Akbar Ghaffari, Muhammad Jawad Ghaffari & Shadr Balaghi. Tehran: Nasyr-e Shaduq, 1367 HS/1989.
  • Syekh Thusi, Muhammad bin Hasan. Al-Khilāf. Qom: Yayasan an-Nasyr al-Islami, 1407 H.
  • Syubbar, Abdullah. Al-Akhlāq. Najaf: Percetakan an-Nu'man.
  • Thabrasi, Fadhl bin Hasan. Majma' al-Bayān Fī Tafsīr al-Qur'ān. Tehran: Nashir Khusru, 1372 HS/1994.