Ilham
Ilham (bahasa Arab: إلهام) di dalam irfan dan filsafat Islam memiliki arti; sampainya sebuah hakikat atau hakikat-hakikat gaib ke dalam hati mukmin dimana kebanyakan membuatnya berhasrat kepada hal-hal yang baik.
Korelasi ilham dengan wahyu dan metode-metode sampainya ilham merupakan salah satu permasalahan yang masih diperselisihkan di antara para ilmuan-ilmuan muslim. Berbeda dengan para pengikut filsafat paripatetik (masya`i), ilham menurut irfan dan filsafat beraliran hikmah Mulla Sadra, memiliki keabsahan sebagai salah satu sumber pengetahuan dan makrifat. Perkara gaib ini bisa saja secara langsung dari sisi Allah atau bisa juga melalui perantara malaikat.
Terminologi
Arti ilham secara bahasa: Kata ilham merupakan kata Arab dari bab "if'al" yang huruf dasarnya adalah “ Lam-Ha-Mim” yang memiliki arti “tercurahkan dalam hati' dan “tertanam” [1].
Arti ilham secara istilah: dalam istilah urafa (irfan), ilham merupakan suatu perkara yang berasal dari sisi gaib yang masuk ke dalam hati. Juga memiliki arti pemberian dan penyematan suatu makna dan makrifat melalui jalur faidh (rahmat) Ilahi, tanpa membutuhkan proses berfikir dan perenungan serta tanpa adanya permintaan dari sisi orang tersebut. Perkara ini tidak memiliki tanda-tanda serta indikasi apapun. Satu-satunya tanda yang dimilikinya hanyalah; akibat dari (ilham) tersebut manusia menjadi bersemangat untuk melakukan suatu perbuatan atau berkeinginan untuk meninggalkan suatu perbuatan. [2].
Nama-nama lain ilham: Ilqa' al-khair (penyampaian kebaikan) [3] , Wahy al-Qalb (wahyu hati), Ilqa' al-Raw'i (penyematan spiritualitas) dan Naftsu ruhi (tiupan kejiwaan) [4] , limmatul malak[5] (penyematan-penyematan yang sangat samar dan cepat).
Ilham dalam Al-Quran
Sumber istilah ini adalah ayat Alquran surah Al-Syams ayat 8 (فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا) yang artinya "Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,". Ilham dalam ayat ini secara umum ditafsirkan dengan arti memahamkan, mengumumkan, mendefinisikan dan menjelaskan[6].
Tentunya para sufi memiliki penjelasan bahwa ilham dalam ayat ini bukan sekedar (pikiran dan hal-hal yang terlintas dalam pikiran) saja. Pikiran baik maupun buruk itu dari sisi Allah dimana Dialah penggugah pikiran. Sedangkan ketika (pikiran) jatuh ke dalam hati manusia, bisa dibagi menjadi dua bentuk, yaitu: ilham yang muncul dari sisi Allah dan was-was yang bersumber dari setan[7].
Hubungan antara Ilham dan Wahyu
Ada beberapa pendapat berkenaan dengan hubungan antara ilham dan wahyu. Sebagian berkeyakinan bahwa antara ilham dan wahyu terdapat perbedaan yang banyak dan jelas[8] .
Sebagian lain menganggap bahwa perbedaan antar ilham dan wahyu adalah di dalam ruang lingkup aplikasi atau pengaplikasiannya dan menganggap bahwa ruang lingkup ilham lebih luas dari wahyu, tetapi satu sama lainnya tidak sepenuhnya terpisah. Dan menurut pendapat kelompok ini wahyu merupakan suatu bentuk khusus dari ilham[9].
Kebanyakan sufi beranggapan bahwa ilham dan wahyu secara makna berdekatan satu sama lain[10]dan berkeyakinan bahwa pemisahan antara dua hal ini hanya bisa diketahui melalui jalan latihan pembentukan jiwa dan suluk yang dilakukan pribadi arif dan dalam perjalanan inilah seorang arif bisa menyadari perbedaan (ilham) dengan wahyu melalui apa yang sampai dan diilhamkan dari sisi gaib kepadanya[11].
Pada kenyataannya menurut pendapat para sufi, ilham merupakan suatu bentuk dari kontinuitas wahyu. Dalam proses ini, dimana setelah wahyu selesai dengan selesainya fase kenabian, tiba giliran fase wilayah dan para wali satu demi satu datang dimana hubungan mereka dengan yang gaib terjadi melalui jalan ilham dan ruang lingkup ilham hanya dikhususkan untuk mereka[12] . Dari sisi ini maka menurut para arif ilham merupakan penyokong wahyu, sebagaimana para wali Tuhan mengikuti para nabi[13].
Jalan Meraih Ilham
Pandangan para arif: Ilham bukanlah sebuah proses, dimana hal itu berada di tangan seseorang dengan usahanya dan manusia bisa mencapainya dengan belajar serangkaian teknik-teknik dan pekerjaan-pekerjaan. Akan tetapi seorang hamba melalui pengamatan terhadap ajaran-ajaran agama dan syariat [14] atau dengan perantara kesucian hati, [15] mereka bisa mencapai sebuah kedudukan dimana di dalam kedudukan tersebut dia dapat meraih ilham.
Pandangan para filsuf: Berbeda dengan pandangan para arif, para filsuf berkeyakinan bahwa ilham tergantung pada kaitan antara jiwa manusia dengan jiwa-jiwa semesta, dan dengan perantara keterbebasan jiwa dari ikatan-ikatan duniawi dan materi, jiwa bisa meraih sebuah kedudukan dimana dia bisa menyaksikan alam gaib sebagaimana dia menyaksikan alam materi[16].
Pendapat sebagian sufi: Sebagian sufi memiliki perhatian pada uraian filsuf ini dan mereka beranggapan bahwa jika dalam keadaan sadar, terjadi hubungan dan interaksi antara jiwa natiq manusia dan jiwa semesta, maka dalam keadaan ini, ilham akan datang pada manusia tanpa perlu kehadiran malaikat dan utusan untuknya[17].
Keabsahan atau Validitas Ilham
Pandangan masyhur para filsuf: Menurut pandangan filsuf rasionalis paripatetik yang hanya mempertimbangkan dan berlandaskan pada argumen rasional, maka ilham tidak memiliki otentifikasi dan keabsahan[18].
Pandangan masyhur urafa dan filsuf beraliran Sadrul Mutaallihin bertentangan dengan pendapat ini (filsuf rasionalis), dalam pandangan dunia irfani dan hikmah muta'aliah, ilham dan hal yang diperoleh seseorang melaluinya, dianggap memiliki keabsahan[19] . Mereka berkeyakinan bahwa manusia dapat meraih pengetahuan melalui dua jalan; salah satunya melalui proses belajar dan burhan dan yang lain melalui ilham dari sisi Allah[20].
Menurut pandangan sekelompok ulama ini, manusia memiliki dua hati. Satu hati condong ke sisi malakut dan satunya condong ke sisi alam dunia. Dengan hati malakutinyalah dia memperoleh pengetahuan intuitif dan pengetahuan yang bersumber dari ilham. Sedangkan dengan hati duniawi atau mulkinya dia memperoleh pengetahuan ilmiah dan rasional. Jika pintu-pintu hati manusia terbuka ke sisi alam malakut, maka akan terilhamkan kepadanya pengetahuan-pengetahuan yang diketahui oleh malaikat atau pengetahuan-pengetahuan yang tersemat dalam Lauhul Mahfudz sesuai dengan kapasitas yang dimiliki hati tersebut[21].
Manfaat-manfaat Ilham
Menurut para sufi, ilham memiliki fungsi-fungsi dan manfaat-manfaat sebagai berikut:
- Ilham adalah sumber perancangan berbagai konsep-konsep irfani. [22]
- Sebagian dari hadis-hadis nabawi dijaga dan difahami melalui bantuan ilham. [23]
- Ilham membantu dalam penulisan dan penyusunan sebagian karya-karya sufi. [24]
- Melalui ilham kita bisa menjangkau fisiognomi (memahami pribadi serta akhlak seseorang melalui penampakan luar). [25]
- Memperoleh informasi berkenaan dengan masa lalu dan masa yang akan datang. [26]
- Ilham sebagai dasar utama makrifat Ilahi. [27]
- Ilham merupakan realisasi dari secuil karomah-karomah dan proyek-proyek luar biasa. [28]
- Ilham Membangun relasi Antara “murid” ( murid yang dibimbing) dan “murad” (guru yang membimbing) serta membantu evaluasi para tetua terhadap suluk dan kinerja para “murid” [29]
Macam-macam Ilham
Kategori pertama: Dalam suatu kategori, berdasarkan sumber dan asalnya, ilham dibagi menjadi dua:
- Suatu ilham yang secera langsung bersumber dari Allah swt dan disebut juga dengan khitab atau ilham Ilahi. [30]
- Suatu ilham yang melalui perantara utusan atau malaikat atau mala' al-A'la[31].
Kategori kedua: dalam kategori lain, berdasarkan objek yang diberi ilham, ilham dibagi menjadi beberapa kelompok:
- Ilham fitri atau instingtif: Suatu berkah yang mencakupi seluruh mahluk-mahluk, lebih umum dari manusia, hewan, benda mati dan bahkan syaitan.
- Ilham non fitri: Ilham yang dikhususkan untuk manusia, dibagi menjadi dua:
Catatan Kaki
- ↑ Mufradat Raghib, di bawah kata la ha ma; al-Zuzni, al -Masadir, jld 2, hlm. 69; Dahaar, Dastur, jld 1, hlm. 68; Ibnu Mandzur, Lisān al-Arab, di bawah kata la ha ma; Neisyaburi, Tafsir Gharāib al-Quran, jld 30, hlm. 100.
- ↑ Tahanawi, kasyāf istilahāt, jld 2, hlm. 1308; Jurjani, al-Ta’'ifāt, hlm. 28; Kastali, Hāsyiah ala Syarh al-Aqāid, hlm. 45-46; Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, di bawah kata la ha ma; Izzudin, Mishbah al-Hidayah, hlm. 79; Abarquhi, Majma' al-Bahrain, hlm. 132; Lihat juga : Shadruddin Al-Syawāhid al-Rububiyyah, hlm. 349.
- ↑ Tahanawi, kasyāf istilahāt, jld 2, hlm. 1308, Lihat juga: Thuraihi, Majmaul Bahrain, jld 4, hlm. 146.
- ↑ Lihat: Jauhari, al-Shihah, di bawah kata la ha ma; Ibnu Fars, Mujmal al-Lughah, di bawah kata la ha ma; Abrquhi, Majma' al-Bahrain, hlm. 131; Shadruddin, Al-Mabda…, hlm. 484. Zubaidi, Ithāf…, jld 7, hlm. 245; Faidh, Ilm al-Yaqin, jld 1, hlm. 360.
- ↑ Ibnu 'Arabi, al-Futuhat, jld 4, hlm. 303-304. (syarh kalimat…), hlm. 365 dan seterusnya; Lihat juga: Ibnu Mandzur, lisan al- ‘Arab, di bawah kata lahama.
- ↑ Lihat juga: Thabari, Tafsir, jld 30, hlm. 134. Neisyaburi, Tafsir Gharāib, jld 30, hlm. 100. Thuraihi, Majma' al-Bahrain, jld 31, hlm. 193; Syaik al-Thusi, al-Tibyān, jld 10, hlm. 258; Thabarsi, Majma al-Bayān, jld 10, hlm. 755.
- ↑ Lihat: Ahmad Jam, Uns…, hlm. 253; Bandingkan: Ibnu Arabi, al-Futuhāt, jld 4, hlm. 303-304. Baba Afdzal, Mushannafāt, hlm. 297-298.
- ↑ Ibnu Hazm, Al-Fasl, jld 5, hlm. 17.
- ↑ Nasir Khusru, Zād al-Musāfirin, hlm. 345; Lihat juga: Qusairi, Syarh Fushus, hlm. 35, yang mengatakan bahwa ilham sampai kepada semua mahluk.
- ↑ Abdur Razzaq, Syarh Manāzil al-Sāirin, hlm. 155.
- ↑ Ala` al-Daulah, Musannafāt…, hlm. 101.
- ↑ Amuli, Haidar, Jāmi' al-Asrār, hlm. 458. Lihat juga : Kulaini, Al-Kāfi, jld 1, hlm. 54.
- ↑ Izzuddin, Misbāh al-Hidayah, hlm. 79.
- ↑ Nasir Khusru, Zād al-Musāfirin, hlm. 345.
- ↑ Lihat: Nasfi, al-Insān…, hlm. 235,239.
- ↑ Abrquhi, Majma' al-Bahrain, hlm. 131. Qutbuddin, ِDurratu al-Tāj, jld 4, hlm. 103 dan seterusnya; lihat juga Ibnu Sina, al-Isyarāt…, jld. 4, hlm. 142-145; Ibnu Sina (Al Fi`l), hlm. 225-226.
- ↑ Nasfi, al-Insan al-Kamil, hlm. 235,239,241,324; Lihat juga Jundi, Nafhat al-Ruh, hlm. 89-90.
- ↑ Jurjani, al-Ta'rifāt, hlm. 28; Hajwiri, Kasf al-Mahbub, hlm. 347-348; Kastali, Hasiyah ala syarhi Aqaid, hlm. 46; Abarquhi, Majma' al-Bahrain, hlm. 133.
- ↑ Izzuddin, Misbāh al-Hidāyah, hlm. 79.
- ↑ Amuli, Jami' al-Asrār, hlm. 423; Lihat juga: Shadruddin, al-Syawāhid, hlm. 348-349; al- Asfār, jld. 1, hlm. 384, dan seterusnya; al-Mabda’ wa al-Ma'ād, hlm. 483-484.
- ↑ Ghazali, Ihya, jld 3, hlm. 18 dan seterusnya; lihat juga Shadruddin, al Mabda' wa Al Ma'ād, hlm. 484-488.
- ↑ Lihat: Shah Ni'matullah Wali, Risalah-ha, jld 3, hlm. 179 dan seterusnya. Najmuddin Kubra, Fawātih al-Jamāl, hlm. 88. Ruzbahan, Syarh Syathiyāt, hlm. 58.
- ↑ Ibid.
- ↑ Lihat: Shah N'matullah wali, Risalah ha, jld 1, hlm. 401, 413; Khorzami, Syarh Fushus al- Hikam, jld 1, hlm. 49; Ghazali, Minhāj…, hlm. 3. Ahmad Jam, Uns, hlm. 7; Raudhah…, hlm. 5.
- ↑ Abarquhi, Majma' al-Bahrain, hlm. 131.
- ↑ Lihat: Ala' al-Daulah, al -Urwah, hlm. 168,293; Lihat juga: fudzuli, Matla' al-I'tiqād, hlm. 74; Abarquhi, Majma' al-Bahrain, hlm. 132; Pande Piran, hlm. 61-62.
- ↑ Lihat: Hajwiri, Kasyf al-Mahjub, hlm. 348. Tahanawi, kasyāf…, jld 2, hlm. 1308.
- ↑ Parsa, Qudsiah, jld 18, hlm. 20;Ala' al-Daulah, al-Urwah, hlm. 303, dan seterusnya.
- ↑ Lihat: Jami, Nafahāt…, hlm. 469; Ala al-Daula, Mushannafāt, hlm. 111.
- ↑ Khorazmi, Syarh fushus al-Hikam, jld 1, hlm. 204; Lihat juga: Asfarayini, Kāsyif al-Asrār, hlm. 46,55-56. Ruzbahan, Syarh Syathiyāt, hlm. 608-609.
- ↑ Hamwaih, al-Mishbāh fi al-Tahajjud, hlm. 71; Ismail Haqi, Ruh al-Bayān, jld 10, hlm. 443.
- ↑ Amuli, Jami' al-Asrār, hlm. 453-457; Meibudi, Kasyf al-Asrār, jld 5, hlm. 410-411; Lihat juga Syaikh Makki, al-Janib al-Gharbi, hlm. 41,85. Huyuz, hlm. 213.
- ↑ Lihat: Amuli, Jami' al-Asrār, hlm. 455; Ibnu Abi Jumhur, Majali, hlm. 293; Nasfi, al-Insan, hlm. 90.
Daftar Pustaka
- Al-Qur'an
- Abdur Razzaq Kasyani. Syarh Manāzil al-Sāirin. Teheran: 1354 HS.
- Abarquhi, Ibrahim. Majma' al-Bahrain. Riset: Najib Mail Harvi. Teheran: 1364 HS.
- Ahmad Jam. Raudhah al-Mudznibin. Riset: Ali Fadhil. Teheran: 1355 HS.
- Ahmad Jam. Uns al-Tāibin. Riset: Ali Fadhil. Teheran: 1368 HS.
- Ala al-Dawlah Simnani, Ahmad.Al-Urwah li Ahli al-Khalwah wa Jalwah. Riset: Najib Mail Harawi. Teheran: 1362 HS.
- Ala al-Dawlah Simnani, Ahmad. Mushannafāt Fārsi. Riset: Najib Mail Harawi. Teheran: 1369 S.
- Amuli, Haidar. Jāmi’ al-Asrār. Riset: Henry Karban dan Usman Ismail Yahya. Tehran: 1368 S.
- Amuli, Muhammad. Nafāis al-Funun. Riset:Ibrahim Miyanaji. Teheran: 1379 H.
- Asfarayini, Abdur Rahman. Kāsyif al- Asrār. Riset: Herman Landlat. Teheran: 1358 S.
- Baba Afdzal Kasyani, Muhammad. Mushannafāt. Riset: Mujtaba Meynawi dan Yahya Mahdawi. Tehran: 1366 S.
- Dahar, Badr Muhammad. Dastur al- Ikhwan. Riset: Said Najafi. Teheran: 1349 S.
- Faydh Kasyani, Muhammad. Ilm al-Yaqin. Qom: 1358 HS/ 1400 H.
- Fudhuli, Muhammad. Matla’ al- I’tiqād. Riset: Muhammad bin Taawit Thanji. Ankara: 1381 H/1962 M
- Ghazzali, Muhammad. Ihya' Ulum al-Din. Beirut: Dar al-Ma'rifat.
- Ghazzali, Muhammad. Manhaj al-Abiddin. Kairo: Dar al-Ilm lil Jami'.
- Hajwiri, Ali. Kasyf al-Mahbub. Riset: Zhukufski. Tehran: 1358 HS/ 1979.
- Hamuwaih, Sa'duddin. Al- Mishbah fi Tashawwuf. Riset: Najib Mail Harawi. Teheran: 1362 HS.
- Ibnu Abi Jumhuri, Muhammad. Majali. Teheran: 1329 H.
- Ibnu Arabi, Muhyiddin> Al-Futuhāt al-Makkiyah. Riset:Usman Yahya. Kairo: 1396 H/ 1975.
- Ibnu Fars, Ahmad. Majmal al-Lughah. Riset: Zuhair Abdul Husain Sultan. Beirut: Muassasah al- Risalah.
- Ibnu Hazm, Ali. Al-fashl. Beirut: Darul Ma'rifat.
- Ibnu Mandzur. Lisān al-Arab.
- Ibnu Sina. Al-Isyārāt wa Tanbihāt. Riset: Sulaiman Dunya. Kairo: 1968.
- Ismail haqqi Barwaswi. Ruh al-Bayān. 1405 H/1985.
- Izzuddin Kashani, Mahmud. Mishbāh al-Hidayah. Riset: Jalaluddin Hamyani. Teheran: 1367 H.
- Jami, Abdur Rahman. Nafahāt al-Uns. Riset: Muhammad Abidi. Tehran: 1370S.
- Jauhari, Ismail. Ash-Shihah. Riset: Ahmad Abdul Ghafur Attar. Beirut: Darul Ilm Malayin.
- Jundi, Mu'minuddin. Nafhht ar-Ruh. Riset: Najib Mail Harawi. Teheran: 1362 HS.
- Jurjani, Ali. At-Ta'rifāt. Kairo: 1357 S/ 1938.
- Kasteli. Hasyiyeh 'Ala Syarhi 'Aqāid. Istanbul: 1973.
- Kharazmi, Husain. Syarh Fushus al-Hikam. Riset: Najib Mail Harawi. Teheran: 1364 HS.
- Kulaini, Muhammad. Al-Ushul Min al-Kāfi. Riset: Ali Akbar Ghaffari. Beirut: 1401 H.
- Maibudi, Ahmad. Kasyf al-Asrār. Riset: Ali Asghar Hikmat. Teheran: 1361 HS.
- Majlisi, Baqir Muhammad. Bihār al-Anwār. Beirut: 1403 H / 1983.
- Nafsi, Azizuddin. Insān al-Kāmil. Riset: Mari Zhan Maule. Teheran: 1983.
- Najm Isfahani, Mahmud. Manāhij at-Thalibin. Riset: Najib Mail Harawi. Teheran: 1364 HS.
- Nasir khusru. Zād al-Musāfirin. Berlin: 1341 H.
- Naysaburi, Hasan. Tafsir Gharāib al-Qurān disertai dengan tafsir.
- Pand Piyran . Riset: Jalal Matini. Teheran: 1357 HS.
- Parsa, Muhammad. Qudsiye. Riset: Ahmad Tahiri Iraqi. Teheran: 1354 hS.
- Qaishari, Daud. Syarhu fushus al-Hikam. Tehran.
- Quthbuddin Syirazi, Muhammad. Durrah al-Tāj. Riset: Muhammad Masykawaih. Teheran: 1317-132 HS.
- Raghib Isfahani, Musain. Mu'jam Mufradāt Alfādz al-Quran. Beirut: 1932.
- Ruzbahar Baqali. Syarh Shathhiyāt. Riset: Henri Karban .Tehran: 1360 HS/ 1981.
- Syaikh Makki, Muhammad. Al-Janib al-Gharbi. Riset: Najib Mail Harawi. Teheran: 1364 HS.
- Syaikh Thusi. At-Tibyan. Riset: Ahmad Habib Qashir Amili. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi.
- Shadruddin Syirazi, Muhammad. Al-Mabda' wa al-Ma'ād. Riset: Jalaluddin Astiyani. Teheran: 1354 HS.
- Shadruddin Syirazi, Muhammad. Syawāhid al-Rububiyah. Riset: Jalaluddin Astiyani. Teheran: 1360 HS.
- Syah Nikmatullah Wali. Resaleha. Riset: Muhammad Jawad Nurbakhs. Tehran: 1355-1356 HS.
- Syarh kalimāt Baba Tahir. Terjemah: Khatib Waziri, disertai dengan penjelasan keadaan dan karya-karya dua bait Baba Tahir Uryan. Riset: Maqsud. Tehran: 1356 HS.
- T.P., Dictionary of Islam. New Delhi: 1885.
- Thabari. Tafsir.
- Thabrisi, Fadhl. Majma' al-Bayān. Beirut: 1408 H/ 1966.
- Tahanawi, Muhammad Ali. Kasyāf Istilahāt al-Funun. Riset: Muhammad wajih dan yang lainnya. Kalkateh: 1862.
- Terjumah Al-Quran. Fuladvand.
- Thuraihi, Fajruddin. Majma' al-Bahrain. Riset: Mahmud Adel. Teheran: Nasyre Farhangge Islami.
- Zubaidi, Muhammad. Ithāf as-Sādah al-Muttaqin. Beirut: Dar al-Fikr.
- Zuzani, Husain. Al-Mashādir. Riset: Muhammad Taqi Binesy. Masyhad: 1340 HS.