Rabab binti Imra' al-Qais

Prioritas: c, Kualitas: b
Dari wikishia
Rabab binti Imra' al-Qais
Istri Imam Husain as
Nama lengkapRabab binti Imru al-Qais bin Adi
Kerabat termasyhurSukainah (anak) • Abdullah
Tempat tinggalMadinah • Suriah
Wafat62 H/682
Penyebab
Wafat/Syahadah
Karena kesedihan yang mendalam atas syahidnya Imam Husain as
EraYazid bin Muawiyah dinasti Umayyah
Peran pentingIkut serta dalam rombongan Imam Husain ke Karbala

Rabab binti Imru al-Qais bin Adi (bahasa Arab:الرباب بنت امرئ القيس بن عدي) adalah istri Imam Husain as, ibunda Sukainah dan Ali al-Asghar (Abdullah Radhi'). Ia adalah seorang wanita yang alim dan fasih. Rabab hadir dalam peristiwa Karbala dan bersama dengan para tawanan yang lain digiring ke Suriah. Ia wafat setelah peristiwa Asyura dikarenakan kesedihan yang sangat mendalam atas syahidnya Imam Husain as.

Nasab

Rabab binti Imru al-Qais bin Adi. Ayahnya berasal dari kaum Arab Suriah dan seorang Nasrani yang telah masuk Islam pada zaman kekhalifahan Umar. Ibu Rabab adalah Hindun al Hunud Rabi bin Mas'ud bin Mushad bin Husn bin Ka'ab. [1]

Karakter dan Akhlak

Sayid Muhsin Amin berkata: "Dalam kitab al-Aghani dari Hisyam Kalbi dinukilkan bahwa Rabab adalah perempuan terbaik dan tercantik beradab dan berakal diantara mereka". [2]

Pernikahan dengan Husain bin Ali

Syaikh al-Mufid dalam menuliskan tentang anak-anak Imam Husain as, menjelaskan bahwa Rabab adalah termasuk para istri Imam. [3] Berdasarkan sebuah nukilan, Imru al-Qais karena kecintaanya yang dalam kepada Imam Ali as, menikahkan ketiga putrinya dengan Imam Ali as, Imam Hasan as dan Imam Husain as. [4]

Cinta Imam Husain as kepada Rabab

Imam Husain as sangat mencintai Rabab. [5] Beliau menggubah syair yang dipersembahkan kepada Rabab. Pada syair yang disandarkan kepada Imam Husain as, beliau menjelaskan bahwa aku menyukai rumah yang didalamnya ada Rabab dan Sukainah. [6] Syair-syair lain yang berkaitan dengan Rabab juga disandarkan kepada Imam Husain as. [7]

Anak-anak

Dari Imam Husain as, ia memiliki dua putra: Sukainah dan Abdullah. Abdullah atau Ali Asghar yang masih bayi syahid pada hari Asyura dalam gendongan ayahnya. [8]

Hadir di Karbala

Berdasarkan bukti-bukti yang telah dinukilkan, Rabab hadir di Karbala dan bersama dengan para tawanan yang lain digiring menuju Suriah. Dikatakan bahwa ia menyaksikan kesyahidan Ali Asghar dalam gendongan ayahandanya. [9] Ibnu Katsir Dimasyqi berkata: "Ia hadir di Karbala dan ketika Imam Husain as syahid, ia sangat terpukul". [10] Setelah Imam Husain as syahid, ia melantunkan syair:

Ia adalah cahaya terang, sekarang telah terbunuh dan di kuburkan di Karbala. Cucunda Nabi! Semoga Allah melimpahkan kebaikan atasmu. Kau bagiku laksana gunung yang sangat kuat untuk bersandar. Kau terjauhkan dari kerugian timbangan amal di hari Kiamat. Dan kau akan mengiringi kami dengan kasih sayang. Setelah kematianmu, siapa lagi yang akan memperhatikan para yatim dan orang-orang yang membutuhkan. Dan siapa yang akan memenuhi kebutuhan orang-orang yang miskin, orang fakir akan berlindung kepada siapa? Aku bersumpah demi Tuhan, setelah menikah denganmu, aku tidak akan lagi menikah dengan orang lain. Hingga terkubur diantara pasir dan tanah. [11]

Menurut sebuah riwayat, di majelis Ibnu Ziyad, ia memegang kepala Imam Husain as seraya bersyair:

Sungguh Husain, aku tidak akan melupakannya. Badannya yang telah dicabik-cabik oleh tombak musuh. Ia jatuh ke bumi di Karbala, karena kelicikan musuh.[12]

Setelah Peristiwa Karbala

Berdasarkan sebagian nukilan-nukilan yang ada, Rabab tinggal disekitar pemakaman Imam Husain as di Karbala selama satu tahun dan kemudian baru kembali ke Madinah. Namun Syahid Qadhi Thabathabai berpendapat bahwa Rabab mengadakan majelis duka di Madinah bukan di Karbala. Ia berkata: "Alasannya adalah Imam Sajjad as tidak akan membiarkan istri Imam Husain as tinggal sendirian di padang pasir hingga satu tahun dan tindakan ini jauh dari kepribadiannya". Syahid Qadhi Thabathabai juga berkata: "Tidak ada seorang pun yang berkata bahwa seorang wanita yang terhormat "Rabab" selama satu tahun tinggal di samping pemakaman suci itu. Bahkan Ibnu Atsir juga tidak menyatakan pendapat apa-apa tentang pendapat ini. Oleh karena itu, kabar pertama yang menyatakan bahwa Rabab tinggal disamping kuburan suci dan mengadakan majelis duka dan setelah masa itu Rabab meninggal dunia, maka nukilan ini merupakan nukilan yang lemah". [13]

Ibnu Katsir juga menulis syair:

Hingga satu tahun aku menangisimu seseorang yang telah pergi selama satu tahun, maka setelah itu ia bebas [14]

Di Madinah ia dilamar oleh orang-orang bangsawan dan pembesar Quraisy namun ia tidak menerima lamaran tersebut dan tidak menikah dengan siapapun. Ia berkata: "Setelah Nabi saw, aku tidak ingin memiliki mertua lagi." [15]

Mushqalah al-Thahan meriwayatkan dari Imam Shadiq as bahwa ia mendengar Imam Shadiq bersabda: "Ketika Imam Husain as syahid, istrinya, Kilabiyah mengadakan majelis duka dan ia menangis, ia pun mengumpulkan pelayannya, mereka menangis sangat kencang hingga air matanya kering. Ketika itu ia melihat salah seorang pelayannya menangis, ia mendekatinya dan bertanya, kenapa hanya kamu saja yang menangis? Ia berkata, "Saya telah minum sirup sawiq." Ia kemudian memerintahkan untuk membuat sirup kemudian meminumnya. Ia berkata: "Aku meminum sirup sawiq (herbal)." Kemudian ia berkata: "Dengan meminum ini aku akan kuat untuk menangisi Imam Husain as." [16]

Wafat

Ibnu Atsir menulis: Rabab hanya hidup selama satu tahun setelah peristiwa Karbala dan dalam satu tahun ia duduk di bawah bayangan tanaman, ia meninggal karena kesedihan yang sangat mendalam. [17] Sayid Muhsin Amin menulis bahwa tahun wafat Rabab adalah tahun 62 H/682 (yaitu satu tahun setelah Asyura). [18]

Catatan Kaki

  1. A'yān al-Syiah, jld. 6, hlm. 449.
  2. A'yān al-Syiah, jld. 6, hlm. 449.
  3. Al-Irsyad, jld. 2, hlm. 135.
  4. Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 2, hlm. 195; Ibnu Asakir, Tārikh Madinah Dimasyq, jld. 69, hlm. 119.
  5. Ibnu Katsir, al-Bidāyah wa al-Nihāyah, jld. 8, hlm. 228.
  6. Amin, A'yān al-Syiah, jld. 6, hlm. 449.
  7. Zubaidi, Tāj al-Arus, jld. 2, hlm. 10, Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 2, hlm. 196.
  8. Al-Mufid, Al-Irsyād, jld. 2, hlm. 135.
  9. Amin, A'yān al-Syiah, jld. 6, hlm. 449.
  10. Ibnu Katsir, al-Bidāyah wa al-Nihāyah, jld. 8, hlm. 229.
  11. Reiy Syahri, Dānesy Nāmeh Imām Husain as, jld. 1, hlm. 292-293.
  12. Dānesy Nāmeh Imām Husain, jld. 1, hlm. 292-293, Ibnu Jauzi, Tadzkirah al-Khawash, hlm. 234.
  13. Qadhi, Tahqiq darboreye Arbain Hadhrat Sayidus Syuhada Alaihi Salam, hlm. 198-200.
  14. Ibnu Katsir, al-Bidāyah wa al-Nihāyah, jld. 8, hlm. 229.
  15. Ibnu Atsir, al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 4, hlm. 88.
  16. Al-Kulaini, Kāfi, jld. 1, hlm. 466.
  17. Ibnu Atsir, al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 4, hlm. 88.
  18. Amin, A'yān al-Syiah, jld. 6, hlm. 449.

Daftar Pustaka

  • Amin Amili, Sayid Muhsin. A'yān al-Syiah. Beirut: Dar al-Ta'aruf.
  • Al-Mufid, Muhammad. Al-Irsyād fi Ma'rifah Hujajillah ala al-Ibād. Beirut: Mufid, 1414 H.
  • Baladzuri, Ahmad bin Yahya. Ansāb al-Asyrāf. Beirut: Dar al-Fikr, 1417 H.
  • Ibnu ‘Asakir. Tārikh Madinah Dimasyq. Beirut: Dar al-Fikr, 1415 H.
  • Isfahani, Abul Faraj.Al-Aghani. Beirut: Dar Ihya al-Tsuratsh al-Gharabi.
  • Dimasyqi, Ibnu Katsir. Al-Bidāyah wa al-Nihāyah. Beirut: Dar Ihya al-Tsurats al-Arabi, 1408 H.
  • Zubaidi, Muhammad. Tāj al-Arus. Beirut: Dar al-Fikr, 1414 H.
  • Sibth bin Jauzi. Tadzkirah al-Khawāsh. Qom: Mansyurat Syarif Radhi, 1418 H.
  • Qadhi Thabathabai, Muhammad Ali. Tahqiq darboreye Awal Arbain Hadhrat Sayid Syuhada Alaihi Salam. Teheran: Wezarat Farhang wa Irsyad Islami, Sazman Chap wa Intisyarat, 1383.
  • Ibnu Atsir, Ali. Al-Kāmil fi al-Tārikh. Beirut: Dar Shadir, 1386 H.
  • Kulaini, Muhammad bin Ya'qub. Al-Kafi. Teheran: Dar al-Kitab al-Islamiyah, 1405 H.
  • Muhammadi Rei, Muhammad. Dānesy Nāmeh Imām Husain as bar pāyeh Quran wa Hadis. Kerja sama dengan Sayid Mahmud Thabathabai Nejad dan Sayid Ruhullah Sayid Thabathabai, jld. 1. Terjemah Abdul Hadi Mas'udi. Qom: Dar al-hadis, 1430 H