Ikan Bersisik

Prioritas: c, Kualitas: b
Dari wikishia

Ikan Bersisik (bahasa Arab: الأسماك ذوات الفلس) adalah jenis ikan yang halal dimakan. Dalam fikih syiah, bersisiknya sebuah ikan adalah tolak ukur kehalalannya. Beberapa fukaha berpendapat bahwa hukum ini termasuk dari hukum-hukum khusus Imamiyah. Dalam riwayat-riwayat Islam, dengan bersandar kepada hukum ini (bersisik) disebutkan beberapa jenis ikan yang halal dimakan dan haram dimakan.

Ikan bersisik

Para fukaha berpendapat jual beli ikan-ikan tidak bersisik untuk tujuan dimakan hukumnya tidak sah dan haram. Berdasarkan fatwa fukaha, jika sebagian dari tubuh ikan memiliki sisik, maka itu sudah cukup dan halal untuk dimakan. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang ikan yang memiliki sisik mikroskopis dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.

Pengenalan

Furu'uddin

Salat

Wajib: Salat JumatSalat IdSalat AyatSalat Mayit


Ibadah-ibadah lainnya
PuasaKhumusZakatHajiJihadAmar Makruf dan Nahi MungkarTawalliTabarri


Hukum-hukum bersuci
WudhuMandiTayammumNajasatMuthahhirat


Hukum-hukum Perdata
PengacaraWasiatGaransiJaminanWarisan


Hukum-hukum Keluarga
PerkawinanPerkawinan TemporerPoligamiTalakMaharMenyusuiJimakKenikmatanMahram


Hukum-hukum Yudisial
Putusan HakimBatasan-batasan hukumKisas


Hukum-hukum Ekonomi
Jual Beli (penjualan)SewaKreditRibaPinjaman


Hukum-hukum Lain
HijabSedekahNazarTaklidMakanan dan MinumanWakaf


Pranala Terkait
BalighFikihHukum-hukum SyariatBuku Panduan Fatwa-fatwaWajibHaramMustahabMubahMakruhDua Kalimat Syahadat

Ikan bersisik adalah ikan yang mempunyai sisik, yang merupakan penutup luar tubuh ikan.[1] Dalam fikih Islam disebutkan tentang ikan yang bersisik pada bab buruan dan sembelihan, makanan dan minuman.[2] Adanya sisik menjadi tolak ukur kehalalan ikan tersebut.[3] Dalam sumber rujukan riwayat Syiah, terdapat riwayat-riwayat yang telah dikumpulkan tentang hukum ikan bersisik.[4]

Hukum Secara Fikih

Para fukaha Imamiyah berpendapat bahwa memakan ikan yang bersisik hukumnya halal dan ikan yang tidak bersisik hukumnya haram.[5] Yang dimaksud dengan ikan tidak bersisik adalah ikan yang secara alamiahn tidak memiliki sisik.[6] Oleh karena itu, ikan yang mempunyai sisik tetapi sudah terlepas sisiknya tidak termasuk dari ikan tidak bersisik.[7]

Terkait alasan diharamkan memakan daging ikan yang tidak bersisik, dikatakan bahwa ikan tersebut pada dasarnya adalah hewan karnivora atau pemakan bangkai dan dagingnya terkontaminasi karena tidak adanya sisik.[8]

Hukum Telur Ikan

Berdasarkan fatwa sebagian besar fukaha, hukum memakan telur ikan (kaviar) bergantung pada ikan itu sendiri. Oleh karena itu, jika memakan ikan itu hukumnya halal, maka memakan kaviarnya juga halal.[9] Beberapa fukaha memberikan tolok ukur lain; Semisal telur ikannya itu kasar, maka halal dimakan dan jika lembut maka haram dimakan;[10] Tetapi sebagian fukaha menganggap hal ini tidak dapat membedakan apakah daging ikan tersebut halal atau haram.[11]

Kehalalan Ikan Bersisik adalah Hukum Khusus Syiah

Sebagian fukaha Syiah, seperti Syekh Thusi dan Sayid Murtadha, menganggap kehalalan ikan bersisik dan keharaman hewan-hewan laut lainnya sebagai hukum khusus dalam fikih Imamiyah.[12] Sebagian lain, dengan bersandar kepada kemutawatiran riwayat tentang masalah ini[13] dan kemasyhurannya di kalangan para sahabat,[14] mengklaim ijma' mengenai masalah ini [15] dan menganggapnya sebagai ciri khas mazhab Syiah.[16]

Para fukaha yang bukan Imamiyah tidak berpendapat kehalalan hanya berlaku kepada ikan bersisik. Abu Hanifah berpendapat semua ikan halal. Selain itu, Syafi'i dan Malik bin Anas berpendapat semua hewan laut hukumnya halal.[17] Oleh karena itu, sejumlah fukaha berpendapat kehalalan ikan bersisik sebagai ijma' umat Islam, sedangkan keharaman ikan tidak bersisik dan hewan-hewan laut yang tidak dapat dikategorikan sebagai ikan adalah ijma' ulama Imamiyah.[18]

Contoh Menurut Riwayat

Sebagian fukaha, dengan bersandar kepada berbagai riwayat, menyebutkan beberapa nama ikan-ikan yang halal dimakan dan haram dimakan[19] dan hukum-hukum para ulama terkait persoalan ini telah dikumpulkan.[20]

Kura-kura, katak dan kepiting adalah termasuk dari hewan-hewan laut, di mana dalam riwayat-riwayat dihukumi haram karena bukan ikan atau karena mereka tidak bersisik.[21] Selain itu, ikan salmon, ikan kecil dengan sisik halus dan udang termasuk dari sebagian jenis ikan yang halal dimakan.[22]

Para fukaha seperti Syekh Thusi,[23] Muhaqqiq Hilli[24] dan Kaidari penulis kitab Ishbah al-Syiah,[25] dengan bersandar kepada riwayat-riwayat berpendapat bahwa memakan daging sebagian dari hewan-hewan laut seperti, belut laut dan kuda laut hukumnya makruh, sebagian lain berpendapat mereka tidak dikategorikan sebagai ikan atau tidak bersisik, maka dihukumi haram.[26] Kelompok ini mengaitkan riwayat-riwayat yang menunujukkan kemakruhan itu dalam konteks taqiyah.[27] Terdapat perbedaan terkait jumlah ikan yang disebutkan dalam riwayat-riwayat.[28]

Ukuran Sisik

Berdasarkan fatwa sebagian mujtahid, tidak perlu seluruh tubuh ikan ditutupi sisik dan apabila sebagian badan ikan bersisik, maka hal itu sudahlah cukup.[29] Terkait dengan identifikasi ikan bersisik atau tidak, itu kembali kepada masing-masing individu[30] atau para ahli menganggap ikan itu bersisik.[31]

Beberapa fukaha berpendapat, jika seseorang meragukan apakah ikan itu memiliki sisik atau tidak, maka dia harus menghukumi haram;[32] kecuali jika ikan itu dijual di pasar Muslim[33] atau ada saksi yang adil yang memberikan kesaksian bahwa ikan itu memiliki sisik.[34] Oleh karena itu, jika ikan yang dijual di pasar non Muslim, jika dia meragukannya, maka hendaknya dia menghindari untuk memakannya.[35]

Dikalangan para fukaha terdapat perbedaan pendapat tentang ikan yang mempunyai sisik mikroskopis yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Ikan Sturgeon Bintang, ikan Sturgeon Beluga, ikan Sturgeon persia,[36] ikan Hiu[37] dan ikan kaviar[38] termasuk di antara ikan-ikan yang masih dipertanyakan kehalalannya oleh para fukaha.

Sebagian fukaha berpendapat bahwa sisik ikan harus dilihat dengan mata telanjang dan tanpa alat bantu, dan menurut uruf masyarakat disebut sisik.[39] Oleh karena itu, Ayatullah Tabrizi berpendapat bahwa ikan kaviar tidak terbukti memiliki sisik.[40] fukaha lain, seperti Ayatullah Bahjat, menganggap cukup melihat dengan alat bantu.[41] Ayatullah Makarim Syirazi, dalam menjawab pertanyaan tentang kehalalan hiu, mempertimbangkan pendapat uruf[42] atau konfirmasi dari ahli[43] cukup untuk kehalalannya.

Sekelompok penelaah berpendapat bahwa boleh memakan ikan jika ikan tersebut mempunyai sisik, baik dilihat dengan mata telanjang atau pun dengan alat bantu[44]

Pranala Terkait

Catatan Kaki

  1. Tim Penyusun, Majalle-e Feqh-e Ahl-e Beit (as), jld. 9, hlm. 268.
  2. Yayasan Da'irah al-Ma'arif Feqh-e Eslami Bar Mazhab-e Ahl-e Beit, Farhangg-e Feqh Muthabeq-e Mazhab-e Ahl-e Beit (as), jld. 2, hlm. 291.
  3. Lihat: Imam Khomeini, Tahrīr al-Wasīlah. jld. 2, hlm. 155.
  4. Lihat: Syekh Shaduq, Man Lā Yahdhuruh al-Faqīh. jld. 3, hlm. 323; Hurr Amili, Wasā'il as-Syī'ah, jld. 24, hlm. 129; Thusi, Tahdzīb al-Ahkām, jld. 9, hlm. 2.
  5. Lihat: Syarif Murtadha, al-Intishār, hlm. 400; Muhaqqiq Hilli, Syarā'i' al-Islām, jld. 3, hlm. 169.
  6. Ghaffari, Tarjume Wa Syarh Man Lā Yahdhuruh al-Faqīh, jld. 4, hlm. 444.
  7. Allamah Hilli, Qawā'id al-Ahkām, jld. 3, hlm. 324; Ghaffari, Tarjume Wa Syarh Man Lā Yahdhuruh al-Faqīh, jld. 4, hlm. 444; Syahid Tsani, ar-Raudhah al-Bahiyyah, jld. 7, hlm. 263.
  8. Ellat-e Haram-e Gusyt Budan-e Mahiyan Bedun-e Pulak Cist? site Mashregh News.
  9. Lihat: Allamah Hilli, Tahrīr al-Ahkām as-Syar'iyyah, jdld. 2, hlm. 160; Syahid Awal, al-Lum'ah ad-Damisyqiyyah, hlm. 235.
  10. Dailami, al-Marāsim al-'Alawiyyah, hlm. 207.
  11. Allamah Hilli, Tahrīr al-Ahkām as-Syar'iyyah, jld. 2, hlm. 160; Syahid Awal, al-Lum'ah ad-Damisyqiyyah, hlm. 235.
  12. Thusi, al-Mabsūth, jld. 6, hlm. 276; Syarif Murtadha, al-Intishar, hlm. 400.
  13. Kuh Kumrei, Tahqīq Birr a-Tanqīh ar-Rā'i', jld. 4, hlm. 31.
  14. Ardabili, Majma' al-Fā'idah, jld. 11, hlm. 187.
  15. Rawandi, Fiqh al-Qur'ān, jld. 2, hlm. 249.
  16. Ibn Idris Hilli, as-Sarā'ir, jld. 3, hlm. 99.
  17. Fadhil Miqdad, Kanz al-'Irfān, jld. 1, hlm. 328.
  18. Ardabili, Majma' al-Fā'idah, jld. 11, hlm. 187.
  19. Lihat: Mufid, al-Muqni'ah, hlm. 576; Thusi, an-Nihāyah, hlm. 576; Thusi, al-Mabsūsth, jld. 6, hlm. 276; Muhaqqiq Hilli, Syarā'i' al-Islām, jld. 3, hlm. 169; Allamah Hilli, Tahshirah al-Muta'allimīn, hlm. 163.
  20. Fadhil, Abi, Kasyf ar-Rumūz, jld. 2, hlm. 361.
  21. Syahid Awal, al-Lum'ah ad-Damisyqiyyah, hlm. 235.
  22. Syekh Bahai, Jāmi' Abbāsī, hlm. 754.
  23. Thusi, an-Nihāyah, hlm. 576.
  24. Muhaqqiq Hilli, Syarā'i' al-Islām, jld. 3, hlm. 169.
  25. Kaidari, Sihbāh as-Syī'ah, hlm. 387.
  26. Ibn Idris Hilli, as-Sarā'ir, jld. 3, hlm. 99.
  27. Syahid Awal, ad-Durūs as-Syar'iyyah, jld. 3, hlm. 8.
  28. Lihat: Sya'rani, Tarjume Wa Syarh-e Tabshirah al-Muta'allimīn, jld. 2, hlm. 634.
  29. Yayasan Da'irah al-Ma'arif Feqh-e Eslami Bar Mazhab-e Ahl-e Beit, Farhangg-e Feqh Muthabeq-e Mazhab-e Ahl-e Beit (as), jld. 2, hlm. 291.
  30. Gulpaigani, Majma' al-Masā'il, jld. 3, hlm. 63.
  31. Bahjat, Estefta'at, jld. 4, hlm. 376.
  32. Hakim, Minhāj as-Shālihīn, jld. 2, hlm. 367.
  33. Tabrizi, Estefta'at-e Jadid, jld. 2, hlm. 393.
  34. Tabrizi, Shirāh an-Najāh, jld. 5, hlm. 406; Bujnurdi, al-Qawā'id al-Fiqhiyyah, jld. 3, hlm. 41.
  35. Tabrizi, Shirāh an-Najāh, jld. 5, hlm. 406.
  36. Gulpaigani, Majma' al-Masā'il, jld. 3, hlm. 63-64.
  37. Tabrizi, Estefta'at-e Jadid, jld. 1, hlm. 402; Bahjat, Estefta'at, jld. 4, hlm. 376; Makarim Syirazi, Estefta'at-e Jadid, jld. 1, hlm. 286; Shafi Gulpaigani, Jāmi' al-Ahkām, jld. 1, hlm. 286.
  38. Tabrizi, Shirāh an-Najāh, jld. 5, hlm. 406 ;Gulpaigani, Majma' al-Masā'il, jld. 3, hlm. 63.
  39. Tabrizi, Estefta'at-e Jadid, jld. 2, hlm. 390.
  40. Tabrizi, Shirāh an-Najāh, jld. 5, hlm. 406.
  41. Behjat, Estefta'at-e Jadid, jld. 2, hlm. 390.
  42. Makarim, Estefta'at-e Jadid, jld. 1, hlm. 282.
  43. Makarim Syirazi, Estefta'at-e Jadid, jld. 1, hlm. 286
  44. Tim Penyusun, Majalle-e Feqh-e Ahl-e Beit (as), jld. 43, hlm. 237.

Daftar Pustaka

  • Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf. Qawā'id al-Ahkām Fī Ma'rifah al-Halāl Wa al-Harām. Qom: Daftar-e Entesyarat-e Eslami, 1413 H.
  • Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf. Tabshirah al-Muta'allimīn Fī Ahkām ad-Dīn. Riset: Muhammad Hadi Yusufi Ghurawi. Tehran: Yayasan Cap Wa Nasyr. 1411 H.
  • Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf. Tahrīr al-Ahkām as-Syar'iyyah 'Alā Madzhab al-Imāmiyyah. Masyhad: Yayasan Āl al-Bait (as).
  • Ardabili, Ahmad bin Ali. Majma' al-Fā'idah Wa al-Burhān Fī Syarh Irsyād al-Adzhān. Riset: Agha Mujtaba Eraqi & Ali Panah Estehardi. Qom: Daftar-e Entesyarat-e Eslami, 1403 H.
  • Bahjat, Muhammad Taqi. Estefta'at. Qom: Daftar-e Hazrat-e Ayatullah Bahjat, 1428 H.
  • Bujnurdi, Sayyid Hasan. Al-Qawā'id al-Fiqhiyyah. Riset: Mahdi Mahrizi & Muhammad Hasan Derayati. Qom: Nasyr al-Hadi, 1419 H.
  • Dailami, Salar. Al-Marāsim al-'Alawiyyah Wa al-Ahkām an-Nabawiyyah. Riset: Mahmud Bustani. Qom: Mansyurat al-Haramain, 1404 H.
  • Ellat-e Haram Budan-e Mahiyan-e Bedun-e Pulak Cist? Site Mashregh News. Diakses tanggal 15 Januari 2020.
  • Fadhil Abi, Hasan bin Abi Thalib. Kasyf ar-Rumūz Fī Syarh Mukhtashar an-Nāfi'. Qom: Daftar-e Entesyarat-e Eslami, 1413 H.
  • Fadhil Miqdad, Miqdad bin Abdullah Suyuri. At-Tanqīh ar-Rā'i' Li Mukhtashar as-Syarā'i'. Qom: Entesyarat-e Ketab Khane-e Ayatullah Mar'asyi Najafi, 1404 H.
  • Ghaffari, Ali Akbar & Muhammad Jawad Shadr Balaghi. Tarjume Wa Syarh Man Lā Yahdhuruh al-Faqīh. Tehran: Nasyr-e Shaduq, 1409 H.
  • Gulpaigani, Sayyid Muhammad Reza. Majma' al-Masā'il Li al-Gulpaigānī. Qom: Dar al-Qur'an al-Karim. Cet. 2, 1409 H.
  • Hakim, Sayyid Muhsin. Minhāj as-Shālihīn (Muhassya). Beirut: Dar at-Ta'aruf Li al-Mathbu'at, 1410 H.
  • Hurr Amili, Muhammad bin Hasan. Wasā'il as-Syī'ah. Qom: Yayasan Āl al-Bait (as), 1409 H.
  • Ibn Idris Hilli, Muhammad bin Manshur. as-Sarā'ir al-Hāwī Li Tahrīr al-Fatāwā. Qom: Daftar-e Entesyarat-e Eslami. et. 2, 1410 H.
  • Kaidari, Muhammad bin Husain. Ishbāh as-Syī'ah Bi Mishbāh as-Syarī'ah. Qom: Yayasan Imam Shadiq (as), 1416 H.
  • Khomeini, Sayyid Ruhullah. Tahrīr al-Wasīlah. Qom: Yayasan Mathbu'at Dar al-Ilm.
  • Khui, Sayyid Abul Qasim. Minhāj as-Shālihīn (al-Muhassya). Beirut Dar at-Ta'aruf Li al-Mathbu'at, 1410 H.
  • Majlisi, Muhammad Baqir. Bihār al-Anwār al-Jāmi'ah Li Durar Akhbār al-A'immah al-Athār. Beirut: Yayasan at-Thab' Wa an-Nasyr, 1410 H.
  • Makarim Syirazi, Nashir. Estesfta'at-e Jadid. Qom: Entesyarat-e Madrese-e Emam Ali bin Abi Thalib (as), 1427 H.
  • Mufid, Muhammad bin Muhammad bin Nu'man. Al-Muqni'ah. Qom: Kongres Internasional Syekh Mufid, 1413 H.
  • Muhaqqiq Hilli, Ja'far bin Hasan. Syarā'i' al-Islām Fī Masā'il al-Halāl Wa al-Harām. Qom: Yayasan Esma'iliyan, 1408 H.
  • Rawandi, Qathbuddin. Fiqh al-Qur'ān Li ar-Rawandī. Qom: Entesyarat-e Ketab Khane-e Ayatullah Mar'asyi, 1405 H.
  • Shafi Gulpaigani, Luthfullah. Jāmi' al-Ahkām. Qom: Entesyarat-e Hazrat-e Ma'sume (as), 1417 H.
  • Sya'rani, Abul Hasan. Tabshirah al-'Muta'allimīn Fī Ahkām ad-Dīn. Tarjume Wa Syarh. Tehran: Mansyurat al-Islamiyyah. Cet. 5, 1419 H.
  • Syahid Awal, Muhammad bin Makki. Ad-Durūs as-Syar'iyyah Fī Fiqh al-Imāmiyyah. Qom: Daftar-e Entesyarat-e Eslami. Cet. 2, 1417 H.
  • Syahid Awal, Muhammad bin Makki. Al-Lum'ah ad-Damisyqiyyah Fī Fiqh al-Imāmiyyah. Muhammad Taqi & Ali Asghar Murwarid. Beirut: Dar at-Turats, 1410 H.
  • Syahid Tsani, Zainuddin bin Ali. Ar-Raudhah al-Bahiyyah Fī Syarh al-Lum'ah ad-Damisyqiyyah. Qom: Ketab Furusyi-e Dawari, 1410 H.
  • Syahid Tsani, Zainuddin bin Ali. Masālik al-Afhām Ilā Tanqīh Syarā'i' al-Islām. Qom: Yayasan al-Ma'arif al-Islmaiyyah, 1413 H.
  • Syarif Murtadha, Ali bin Husain Musawi. Al-Intishār ī Infirādāt al-Imāmiyyah. Qom: Daftar-e Entesyarat-e Eslami, 1415 H.
  • Syekh Bahai, Baha'uddin. Jāmi' 'Abbāsi Wa Takmil-e An. Muhassya. Qom: Daftar-e Entesyarat-e Eslami. Cetakan Baru, 1429 H.
  • Syekh Shaduq, Muhammad bin Ali. Man Lā Yahdhuruh al-Faqīh. Qom: Daftar-e Entesyarat-e Eslami. Cet. 2, 1413 H.
  • Syekh Thusi, Muhammad bin Hasan. An-Nihāyah Fī Mujarrad al-Fiqh Wa al-Fatāwā. Beirut: Dar al-Kutub al-Arabi. Cet. 2, 1400 H.
  • Tabrizi, Jawad. Estefta'at-e Jadid. Qom.
  • Tabrizi, Jawad. Shirāh an-Najāh. Qom: Dar as-Shiddiqah as-Syahidah, 1427 H.
  • Thusi, Muhammad bin Hasan. Al-Mabsūth Fī Fiqh al-Imāmiyyah. Riset: Sayyid Muhammad Taqi Kasyfi. Tehran: Perpustakaan al-Murtadhawiyyah. Cet. 3, 1387 HS/2009.
  • Thusi, Muhammad bin Hasan. Tahdzīb al-Ahkām. Riset: Hasan al-Musawi. Tehran: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, 1407 H.
  • Tim Penyusun. Majalle-e Feqh-e Ahl-e Beit (as). Farisi. Qom: Yayasan Yayasan Da'irah al-Ma'arif Feqh-e Eslami Bar Mazhab-e Ahl-e Beit (as).
  • Yayasan Da'irah al-Ma'arif Feqh-e Eslami Bar Mazhab-e Ahl-e Beit (as). Farhangg-e Feqh Mutabeq-e Mazhab-e Ahl-e Beit (as). Qom: Yayasan Da'irah al-Ma'arif Feqh-e Eslami Bar Mazhab-e Ahl-e Beit (as), 1426 H.