Keterasingan Al-Quran
Keterasingan Al-Qur'an, sebuah istilah yang diambil dari Ayat 30 Surah Al-Furqan, di mana Nabi Muhammad saw mengeluhkan ketidakpedulian umat terhadap Al-Qur'an. Konsep ini juga ditekankan dalam riwayat Syiah dan bermakna meninggalkan Al-Qur'an dalam berbagai aspek, termasuk ketidakpahaman yang benar, pengabaian praktis, serta pembatasan hanya pada aspek formalnya.[1]
Para mufasir Al-Qur'an memberikan berbagai analisis tentang makna istilah ini—mulai dari meninggalkan secara lahiriah atau ketidaktaatan terhadap Al-Qur'an, hingga memisahkannya dari Ahlul Bait sebagai penafsir utamanya. Imam Khomeini, dengan menekankan ajaran politik-sosial Al-Qur'an, memandang keterasingan sebagai pengabaian terhadap aspek-aspek ini dan menyebutnya sebagai akar masalah dunia Islam.[2]
Keterasingan ini terwujud dalam berbagai bentuk seperti tilawah, pendengaran, penghafalan, perenungan, penafsiran, dan pengamalan Al-Qur'an. Penggunaan Al-Qur'an hanya untuk kepentingan seremonial atau tafsir berdasarkan pendapat pribadi juga termasuk dalam kategori ini. Penyebabnya meliputi pemisahan Al-Qur'an dari Ahlul Bait, dominannya pendekatan tekstual, terhentinya ijtihad, serta penyebaran paham [pemisahan agama dari politik]. Dampaknya mencakup sektarianisme, keterbelakangan, penyebaran khurafat, kemiskinan, kediktatoran, dan menjauhnya spiritualitas. Tokoh-tokoh pelopor dalam mengatasi keterasingan ini antara lain Allamah Thabathaba'i, Imam Khomeini, dan Sayid Jamaluddin Asadabadi.[3]
Pemahaman Konsep dan Kedudukannya
Istilah keterasingan Al-Qur'an berasal dari Ayat 30 Surah Al-Furqan, di mana Nabi Muhammad saw mengeluhkan ketidakpedulian umatnya terhadap Al-Qur'an di hadapan [Allah].[4] Dalam riwayat Syiah juga terdapat peringatan tentang keterasingan Al-Qur'an, seperti yang diriwayatkan oleh Al-Kulaini dalam Al-Kafi.[5] Secara umum, keterasingan Al-Qur'an diartikan sebagai: Ketidakpahaman akan pentingnya Al-Qur'an, meninggalkan ajarannya, pengabaian karena kelalaian dan pembatasan hanya pada aspek seremonialnya[6] Sayid Muhammad Ali Ayazi, seorang pakar tafsir Syiah, mendefinisikan keterasingan Al-Qur'an sebagai ketidakterkenalan dan tersingkirkannya Al-Qur'an dari kehidupan nyata.[7]
Para peneliti Al-Qur'an memberikan beberapa interpretasi tentang makna keterasingan dalam Ayat 30 Surah Al-Furqan:
- Pengabaian Total: Ketidakmauan mendengarkan, berpaling, dan meninggalkan Al-Qur'an secara fisik[8]
- Pengasingan Konseptual: Adanya interaksi fisik tetapi tanpa pemahaman dan pengamalan yang benar[9]
- Pemisahan dari Ahlul Bait: Penyebab utama kesalahpahaman terhadap Al-Qur'an[10]
Imam Khomeini dengan pendekatan politik-sosial yang khas menyatakan bahwa mayoritas kandungan Al-Qur'an justru berbicara tentang tata masyarakat, bukan hanya ibadah ritual. Baginya, keterasingan Al-Qur'an berarti mengabaikan dimensi sosial-politiknya.[11]
Dimensi-Dimensi
Para peneliti Al-Qur'an telah mengkaji fenomena keterasingan Al-Qur'an dari berbagai dimensi dan pendekatan, dengan menyebutkan beberapa manifestasinya, termasuk dalam: Tilawah Al-Qur'an, penyimakan (mendengarkan), hafalan Al-Qur'an, perenungan (tadabbur), Tafsir Al-Qur'an dan pengabaian dalam pengamalan.[12] Makarim Syirazi, seorang mufasir Syiah terkemuka, menyatakan bahwa keterasingan Al-Qur'an mencakup: Penggunaan Al-Qur'an secara seremonial semata (seperti penggunaan ayat-ayat untuk dekorasi tempat ibadah atau pengobatan pasien), mengedepankan pemikiran Barat di atas prinsip-prinsip Al-Qur'an dan penafsiran subjektif berdasarkan Tafsir Bir-Ra'yi[13]
Mufasir lain juga mengidentifikasi tanda-tanda keterasingan Al-Qur'an dalam: Pengabaian tilawah, ketidakpedulian dalam menyimak, tidak menghafal, tidak melakukan tadabbur dan tidak mengamalkan perintah-perintah Al-Qur'an[14]
Imam Khomeini memandang keterasingan Al-Qur'an terletak pada pengabaian terhadap ajaran-ajaran utamanya dan ketidakmauan mengamalkannya.[15] Menurutnya, fokus berlebihan pada aspek-aspek eksternal seperti tajwid, kajian linguistik, atau pembahasan mukjizat Al-Qur'an tidak akan mengatasi keterasingan ini.[16]
Faktor-Faktor Penyebab
Beberapa faktor utama keterasingan Al-Qur'an meliputi:
- Upaya memisahkan Al-Qur'an dari Ahlul Bait sebagai penafsir utamanya[17]
- Keterikatan berlebihan mufasir pada aspek literal dan maraknya penafsiran subjektif
- Kebekuan pemikiran dan pengabaian akal
- Terhentinya ijtihad dan berkembangnya paham akhbari
- Materialisme di kalangan muslim
- Upaya mendiskreditkan relevansi Al-Qur'an
- Penolakan terhadap ajaran politik-sosial Al-Qur'an[18]
Imam Khomeini mengkritik pembatasan penafsiran Al-Qur'an hanya untuk kalangan tertentu dengan dalih tafsir bir-ra'yi sebagai penyebab keterasingan.[19] Beliau juga menegaskan bahwa penyebaran ide sekularisme merupakan faktor krusial, karena membatasi Al-Qur'an hanya pada aspek ritual dan mengabaikan dimensi politik-sosialnya demi melanggengkan hegemoni kekuatan asing di dunia Islam.[20]
Rasul Ja'fariyan, sejarawan kontemporer, berpendapat bahwa sejak era Safawi, kecenderungan Syiah terhadap sumber pengetahuan agama sangat condong kepada hadis dan tafsir riwayat, sehingga menjauhkan dari Al-Qur'an.[21]
Dominasi tiga faktor berikut juga disebut sebagai penyebab keterasingan: Pemikiran akhbari, Aliran tasawuf dan kebijakan politik penguasa. Banyak penguasa yang merasa terancam dengan kehadiran Al-Qur'an dalam kehidupan sosial sehingga berusaha mengesampingkannya.[22]
Dampak-Dampak
Keterasingan Al-Qur'an telah menimbulkan berbagai konsekuensi negatif dalam masyarakat Muslim, termasuk:
- Sektarianisme dan perpecahan[23]
- Maraknya Islam yang dipenuhi khurafat dan hadis-hadis palsu[24]
- Hilangnya kekuatan, kejayaan, dan kemuliaan umat Islam[25]
- Masyarakat yang jauh dari spiritualitas dan maraknya dekadensi moral[26]
- Dominasi orang-orang tidak kompeten dalam pemerintahan dan meluasnya kemiskinan[27]
- Tirani penguasa dan apatisme politik masyarakat[28]
- Siksaan Ilahi[29]
Pelopor Pengentasan Keterasingan
Sayid Muhammad Ali Ayazi, peneliti Al-Qur'an, menyatakan bahwa: Allamah Thabathaba'i melalui karya monumentalnya Tafsir Al-Mizan dan Imam Khomeini dengan gagasan-gagasan politik Islamnya telah memainkan peran penting dalam mengatasi keterasingan Al-Qur'an dan menghidupkan kembali konsep-konsep Qurani.[30] Sayid Jamaluddin Asadabadi (W. 1314 H) juga diakui sebagai pelopor Gerakan Kembali ke Al-Qur'an yang menginspirasi berbagai gerakan reformis abad ke-15 Hijriah.[31]
Catatan Kaki
- ↑ Thabathaba'i, Al-Mizan, 1390 H, jil. 15, hlm. 205; Mudarrisi, Min Huda al-Qur'an, 1419 H, jil. 8, hlm. 423.
- ↑ Khomeini, Shahifah Imam, 1385 HS, jil. 2, hlm. 255; jil. 5, hlm. 188.
- ↑ Mufid, Kajian atas Keterasingan Al-Qur'an, hlm. 89-90; Mu'mini, Pengantar tentang Keterasingan Al-Qur'an, hlm. 60-61.
- ↑ Sayid Radhi, Nahj al-Balaghah, Khutbah 147, hlm. 204; Surat 47, hlm. 422.
- ↑ Al-Kulaini, Al-Kafi, 1407 H, jil. 2, hlm. 613; jil. 8, hlm. 28.
- ↑ Asyrafi Amin, Keterasingan Ajaran Keagamaan dan Al-Qur'an, hlm. 281; Fiqhizadeh & Asyrafi Amin, Faktor Keterasingan Al-Qur'an, hlm. 58.
- ↑ Ayazi, Dalam Masyarakat yang Mengasingkan Al-Qur'an, Situs Majma' Mudarrisin Hauzah Ilmiah Qom.
- ↑ Thusi, Al-Tibyan, jil. 7, hlm. 486; Thabarsi, Majma' al-Bayan, 1372 HS, jil. 7, hlm. 263.
- ↑ Mushthafawi, Al-Tahqiq fi Kalimat al-Qur'an, 1369 HS, jil. 11, hlm. 240.
- ↑ Akhawan Muqaddam, Tinjauan Baru tentang Makna Keterasingan Al-Qur'an, hlm. 23-28.
- ↑ Khomeini, Shahifah Imam, 1385 HS, jil. 16, hlm. 34.
- ↑ Mu'mini, Pengantar tentang Keterasingan Al-Qur'an, hlm. 61-73.
- ↑ Makarem Shirazi, Tafsir Nemuneh, 1371 HS, jil. 15, hlm. 77.
- ↑ Mousavi, Keterasingan Al-Qur'an: Penyebab dan Tanda-Tandanya, hlm. 14-16.
- ↑ Khomeini, Shahifah Imam, 1378 HS, jil. 16, hlm. 34.
- ↑ Khomeini, Adab as-Shalah, 1378 HS, hlm. 198.
- ↑ Mu'mini, Hubungan Keterasingan Al-Qur'an dan Keterasingan Ahlul Bait.
- ↑ Asyrafi Amin, Keterasingan Ajaran Keagamaan, hlm. 282-283; Fiqhizadeh & Asyrafi Amin, Faktor Keterasingan Al-Qur'an, hlm. 60.
- ↑ Khomeini, Adab as-Shalah, 1378 HS, hlm. 199.
- ↑ Fiqhizadeh & Asyrafi Amin, Faktor Keterasingan Al-Qur'an, hlm. 65-67.
- ↑ Jafarian, Gerakan Kembali ke Al-Qur'an untuk Membangkitkan Kejayaan yang Hilang, wawancara dengan Mehrnameh.
- ↑ Nabati, Trinitas Keterasingan Al-Qur'an dalam Masyarakat Iran, IRNA.
- ↑ Nahj al-Balaghah, Khutbah 147, hlm. 205; Asyrafi Amin, Persatuan Muslim dan Hubungannya dengan Keterasingan Al-Qur'an, hlm. 6.
- ↑ Thabathaba'i, Al-Mizan, 1390 H, jil. 5, hlm. 274.
- ↑ Khomeini, Shahifah Imam, 1385 HS, jil. 16, hlm. 38-39.
- ↑ Khomeini, Shahifah Imam, 1385 HS, jil. 10, hlm. 530-533.
- ↑ Ayazi, Dalam Masyarakat yang Mengasingkan Al-Qur'an, Situs Majma' Mudarrisin.
- ↑ Asyrafi Amin, Keterasingan Ajaran Keagamaan, hlm. 284.
- ↑ Shaduq, Tsawab al-A'mal wa 'Iqab al-A'mal, 1406 H, hlm. 286.
- ↑ Ayazi, Keterasingan Al-Qur'an, hlm. 634.
- ↑ Ayazi, Keterasingan Al-Qur'an, hlm. 633.
Daftar Pustaka
- Nahj al-Balagha. Tashhih Subhi Salih, Qom: Markaz al-Buhuth al-Islamiyya, 1374 HS.
- Akhwan Muqaddam, Zahra, Nigahi Naw bi Maʿna-yi Mahjuriyyat-i Qurʾan dar aya-yi 30 Sura-yi Furqan, bar Asas-i Wazhaha-yi Hamnishin wa Siyaq, Dufaslnama-yi Pazhuhish-i Dini, No. 41, 1399 HS.
- Ashrafi Amin, Yunus. WaHdat-i Musalmanan wa Rabiṭa-yi an ba Mahjuriyyat-i Qurʾan az Didgah-i MusliHan-i Dini, Faslnama-yi Muṭaliʿat-i Taqribi-yi Madhahib-i Islami, No. 23, 1390 HS.
- Ashrafi Amin, Yunus. Mahjuriyyat-i amuzaha-yi Dini wa Qurʾani az Didgah-i ʿAllama Syekh Muhammad ʿAbduh, dalam Majmuʿa-yi Maqalat-i Hamayish-i Syekh Muhammad ʿAbduh wa Syekh Muhammad Riḍa Muzhaffar.
- Imam Khomeini, Sayid Ruhullah. Shahifah Imam. Majmuʿa-yi athar-i Imam Khomeini, Tehran: Muʾassasa-yi Tanzhim wa Nashr-i athar-i Imam Khomeini, 1378 HS.
- Imam Khomeini, Sayid Ruhullah. Adab al-Shalat, Tehran: Muʾassasa-yi Tanzhim wa Nashr-i athar-i Imam Khomeini, 1378 HS.
- Ayazi, Sayid Muhammad ʿAli. Dar Jamiʿa-i kih Qurʾan mahjur ast afrad-i na-shayista, bi-khasisyat wa nasalim bar sar-i kar mi-ayand(), situs Majmaʿ-i Mudarrisin wa MuHaqqiqin-i Hawza-yi ʿIlmiyya-yi Qom, 25 Urdibihisht 1398 HS, diakses 30 Farvardin 1404 HS.
- Ayazi, Sayid Muhammad ʿAli. Mahjuriyyat-i Qurʾan, dalam Danishnama-yi Imam Khomeini (Jilid 9). Tehran: Muʾassasa-yi Tanzhim wa Nashr-i athar-i Imam Khomeini, tanpa tahun.
- Jaʿfariyan, Rasul. Nahḍat-i Bazgasht bi Qurʾan bara-yi IHya-yi ʿAzhamat-i az Dast Rafṭa bud, wawancara dengan Mihrnama, No. 44, 1394 HS.
- Sayid Raḍi, Muhammad ibn Husain, Nahj al-Balagha, TashhiH: subhi salih. Qom: Hijrat, Cetakan Pertama, 1414 H.
- Shaduq, Muhammad ibn ʿAli, Tsawab al-Aʿmal wa ʿIqab al-Aʿmal. Qom: Dar al-Sharif al-Raḍi, 1406 H.
- Ghaffari, Mahdi, Mahjuriyyat-i Qurʾan, Faslnama-yi Bayyinat, No. 30, 1380 HS.
- Fiqhizada, ʿAbd al-Hadi wa Yunus Asyrafi Amin. ʿAwamil wa Zaminaha-yi Mahjuriyyat-i Qurʾan dar Baʿd-i Siyasi wa Ijtimaʿi dar Andisha-yi Imam Khomeini, Pazhuhishnama-yi Matin, No. 49, 1389 HS.
- Kulaini, Muhammad ibn Yaʿqub. Al-Kafi. Tehran: Dar al-Kutub al-Islamiyya, Cetakan Keempat, 1407 H.
- Muʾmini, ʿAli Akbar. Rabiṭa-yi Mahjuriyyat-i Qurʾan wa Mahjuriyyat-i Ahl-i Bayt (as), Majalla-yi Farhang-i Kawthar, No. 64, 1384 HS.
- Muʾmini, ʿAli Akbar. Daramadi bar Mahjuriyyat-i Qurʾan, Majalla-yi Rah Tusha-yi Rahiyan-i Nur, Ramadhan 1393 HS.
- Musṭafawi, Hasan, Al-TaHqiq fi Kalimat al-Qurʾan. Tehran: Wizarat-i Farhang wa Irshad-i Islami, 1369 HS.
- Musawi, Sayid Malik. Mahjuriyyat-i Qurʾan, Asbab wa Nishanaha, Majalla-yi Pasdar-i Islam, No. 271, 1383 HS.
- Nabati, Riḍa, Taslith-i Mahjuriyyat-i Qurʾan dar Jamiʿa-yi irani, situs IQNA, 27 Khurdad 1397 HS, diakses 30 Farvardin 1404 HS.