Kemakshuman Sayidah Fatimah Zahra sa
Kemaksuman Sayidah Fatimah Zahra sa (bahasa Arab:عصمة السيدة فاطمة الزهراء عليها السلام) adalah suci dan terbebas dari segala dosa dan segala bentuk kesalahan. Menurut Syekh Mufid, kemaksuman Sayidah Zahra sa adalah suatu hal yang disepakati oleh semua umat Islam, dan menurut Allamah Majlisi, ini juga merupakan suatu hal yang disepakati di kalangan Syiah. Hal yang melazimkan kemaksuman Sayidah Zahra as adalah bahwa beliau memiliki beberapa sifat para Nabi dan para Imam as, seperti pengaruh dalam ucapan dan perilaku, pemahaman, pengaruh keagamaan, dan kemampuan untuk menafsirkan dan menjelaskan agama, dan perilaku serta sikap praktisnya dijadikan sebagai tolak ukur untuk kebenaran dan kebatilan. Ia juga dianggap sebagai panutan yang sempurna dalam aspek kehidupan.
Dikatakan bahwa latar belakang kemaksuman Sayidah Fatimah sa kembali ke masa Rasulullah saw dan juga beberapa ayat Al-Qur'an seperti ayat Mubahalah dan ayat Tathir dan kisah penyitaan tanah Fadak. Berikut adalah dalil-dalil kemaksuman Sayidah Zahra as : Ayat Tathir, hadis Badh'ah dan hadis-hadis yang menunjukkan kesempurnaan Ahlulbait as seperti, hadis Tsaqalain dan Safinah.
Beberapa tokoh Ahlusunah, berdasarkan Surah Al Imran ayat 42, menganggap Maryam suci dari dosa dan kemudian menganggap Fatimah as lebih tinggi dari Maryam. Hasan Hasanzadeh Amuli menganggap Fakhr al-Razi sebagai salah satu orang yang beriman pada kemaksuman dan kesempurnaan Sayidah Zahra as.
Urgensitas dan Latar Belakang
Menurut Syiah, Sayidah Fatimah sa, putri Nabi Islam, memiliki derajat kemaksuman[1] dan terbebas dari dosa dan kesalahan.[2] Menurut Syekh Mufid,[3] kemaksunman Sayidah Zahra as adalah suatu hal yang disepakati oleh semua umat Islam, dan menurut Allamah Majlisi,[4] ini juga merupakan suatu hal yang disepakati di kalangan Syiah. Para peneliti telah menerbitkan karya-karya untuk membuktikan kemaksuman Sayidah Zahra as termasuk:
- Memiliki beberapa derajat dan sifat para Nabi dan para Imam as : Dalam hal membuktikan kemaksuman Sayidah Fatimah sa, dia memilki beberapa sifat para nabi dan imam, seperti pengaruh dalam ucapan dan perilaku, pemahaman, pengaruh keagamaan, dan kemampuan untuk menafsirkan dan menjelaskan agama.[5]
- Menjadi tolak ukur kebenaran dan kebatilan : Berdasarkan kemkasuman Sayidah Fatimah sa, perilaku serta sikap praktisnya dalam berbagai masalah seperti perampasan kekhalifahan Imam Ali as dan penyitaan tanah fadak.[6]
- Menjadi panutan: Jika kemaksuman Sayidah Zahra sa diterima, dia dapat dianggap sebagai panutan yang sempurna di semua aspek kehidupan, seperti yang telah dicantumkan dalam beberapa ayat Al-Qur'an[7] tentang para Nabi saw.[8]
Kesempurnaan Fatimah sa telah dibahas dalam kitab-kitab tafsir dan beberapa ayat Al-Qur'an, dan dari sana telah masuk ke dalam diskusi dan sumber-sumber kalam dan ushul fikih.[9]
Dikatakan bahwa latar belakang kemaksuman Fatimah adalah pada masa Rasulullah saw dan beberapa perkataannya, serta beberapa ayat Al-Qur'an, seperti ayat Mubahalah dan ayat Tathir.[10] Laporan sejarah pertama tentang kemaksuman Fatima as juga kembali ke masa setelah wafatnya Nabi(saw) dan kisah penyitaan Fadak, di mana Imam Ali as[11] mengutip kemaksuman Sayidah Zahra sa berdasarkan ayat Tathir.[12]
Bersandar kepada Ayat Tathir
Dikatakan bahwa dalam membuktikan kemaksuman Sayidah Fatimah sa hanya bukti riwayat yang digunakan.[13] Ulama Syiah telah mengutip ayat Tathir untuk membuktikan kemaksuman Sayidah Fatimah sa.[14] Menurut riwayat yang dinukil dari Syiah[15] dan Sunni[16] ayat ini diturunkan mengenai tentang Ashabul Kisa’. Oleh karena itu, arti Ahlulbait dalam ayat tersebut adalah lima orang yakni, Nabi saw, Imam Ali as, Sayidah Zahra sa, Hasan dan Husain as.[17]
Menurut beberapa riwayat, Nabi saw biasa datang ke pintu rumah Sayidah Fatimah sa di setiap salat subuh dan menurut riwayat lain, dia akan menyapanya dan berkata: Wahai Ahlulbait salat salat! Dan kemudian dia biasa membacakan ayat Tathir.[18] Fakhr Razi menganggap riwayat yang diriwayatkan dalam konteks turunnya ayat Tathir dan memperkenalkan Ahlulbait sebagai Ashabul Kisa’, dan dianggap sebagai suatu kasus Ahli Hadis dan tafsir.[19]
Pernyataan Sayid Murtadha[20] terhadap ayat ini dijelaskan sebagai berikut:
- Pertama; Arti Ahlulbait dalam ayat Tathir adalah lima orang yang berada di bawah kain.
- Kedua; Ayat ini menginformasikan tentang kehendak Tuhan untuk menghilangkan dosa dari Ahlulbait as.
- Ketiga; Tuhan, selain ingin menghilangkan dosa, juga memikirkan realisasi kata kerja ini, karena ayat tersebut dalam posisi memuji Ahlulbait as. Artinya, kehendak Tuhan dalam ayat tersebut adalah kehendak mutlak.
- Keempat; Menghilangkan dosa dan najis dari Ahlulbait dapat diartikan sebagai kemaksuman mereka.[21] "Ar Rijjsa" (dalam arti kotoran) karena datang dengan "Alif dan Lam Jins", itu termasuk kotoran zahir dan batin, dan menghilangkan segala jenis kekotoran seperti ini hanya sesuai dengan kemaksuman.[22]
Dalam sebuah riwayat dari Nabi saw, telah disebutkan dalam ayat Tathir adalah orang yang maksum dan mereka adalah: Aku, Ali dan Fatimah, Hasan dan Husain as.[23] Imam Ali as dalam kisah Fadak dengan mengacu pada ayat Tathir telah membuktikan kesucian Sayidah Zahra as dari segala dosa dengan mengacu pada ayat Tathir.[24]
Dikatakan bahwa ayat Mubahalah juga menunjukkan kemaksuman Fatimah as.[25]
Hadis yang berkaitan dengan Kemaksuman Sayidah Zahra sa
Hadis Badh'ah dan hadis-hadis lain yang menjelaskan tentang kemaksuman Ahlubait as merupakan dalil lain yang digunakan untuk membuktikan kemasuman Sayidah Zahra sa.
Hadis Badh'ah
Hadis Badh'ah dianggap sebagai salah satu dalil kemaksuman Sayidah Zahra as.[26] [27]
Dalam hadis-hadis yang dianggap sah kebenarannya oleh Allamah Majlisi.[28] barangsiapa yang membuat Fatimah marah maka sesungguhnya dia juga membuat Rasulullah marah dan barangsiapa yang membuat Fatimah senang maka dia juga membuat Rasulullah senang. Berdasarkan hal ini, jika Sayidah Zahra as melakukan dosa, secara mutlak dan bagaimanapun, kemarahannya tidak akan dianggap sebagai kemarahan Nabi (saw). Jadi, jika seseorang membuatnya tidak nyaman dengan melarangnya berbuat dosa, maka ketidaknyamanannya itu wajar dan tidak akan menyebabkan ketidaknyamanan bagi Nabi (saw).[29]
Dengan kata lain, dalam riwayat-riwayat ini, kesenangan dan ketidaksenangan Sayidah Zahra sa dianggap sebagai tolak ukur utama kesenangan dan ketidaksenangan Tuhan dan Rasul-Nya. Karena Tuhan tidak senang kecuali dengan amal saleh dan tidak menyetujui dosa dan ketidaktaatan terhadap perintah-Nya, Jika Sayidah Zahra as melakukan dosa atau bahkan berpikir untuk melakukannya, dalam hal ini, dia senang dengan sesuatu yang tidak disukai Tuhan. Sedangkan Hadis Badh’ah mengkaitkan kesenangan Allah dengan kepuasan Fatimah sa. Oleh karena itu, riwayat ini menunjukkan kesempurnaan sisinya.[30]
Dari hadis ini, beberapa ulama seperti Ayatullah Wahid Khurasani, menyimpulkan bahwa maksum dari dosa berarti maksum mutlak suci dari dosa dan kesalahan.[31]
Hadis Badh’ah telah diriwayatkan dalam sumber-sumber Ahlusunah yang dapat dipercaya seperti Shahih Bukhari[32] dan Shahih Muslim.[33]
Dalam beberapa riwyat,[34] kesenangan dan ketidaksenangan Sayidah Fatimah sa dianggap sebagai kesenangan dan ketidaksenangan Allah swt.[35]
Hadis yang Menjelaskan Kemaksuman Ahlulbait as
Hadis-hadis yang membuktikan kemaksuman Ahlulbait as seperti Hadis Tsaqalain dan Hadis Safinah, juga dapat digunakan sebagai dalil-dalil kemaksuman Sayidah Zahra as.[36] Hadis-hadis tersebut bahkan lebih utama dalam membuktikan kemaksuman Sayidah Zahra as, karena semua sepakat bahwa Sayidah Zahra sa adalah salah satu Ahlulbait yang disebutkan dalam Al-Qur'an.[37] Menurut pendapat Allamah Majlisi, hadis-hadis yang menunjukkan kewajiban untuk berpegang teguh pada Ahlubait as seperti Hadis Tsaqalain dan Hadis Safinah, juga membuktikan kemaksuman Sayidah Fatimah sa, karena kewajiban berpegang teguh hanya khusus kepada orang-orang yang maksum. Seorang yang pernah melakukan dosa bukan hanya tidak boleh dijadikan sebagai panutan bahkan kita wajib melarangnya melakukan perbuatan dosa.[38]
Dikatakan dalam hadis bahwa Nabi saw melihat cahaya Fatimah sa dan para imam Syiah pada malam Isra' Mi'raj. Lalu Nabi saw bertanya kepada Allah swt siapa mereka, sebuah sura terdengar dan mengatakan bahwa mereka adalah Ali, Fatimah, Hasan, Husain dan anak-anak Husain yang suci dan maksum.[39]
Sudut Pandang Ahlusunah
Beberapa Ulama Sunni, seperti Shahab al-Din Alusi (1270-1217 H), ahli tafsir Al-Qur'an, berdasarkan Surah Al Imran ayat 42 yang artinya;
- "Dan (ingatlah) ketika malaikat (Jibril) berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilihmu, membersihkanmu dan memberkatimu di atas semua wanita dunia (yang bersamamu)."[40]
Mereka menganggap Maryam sa suci dari dosa dan kemudian menganggap Fatimah sa lebih tinggi dari Maryam sa.[41]
Menurut Hasan Hasanzadeh Amuli, Fakhru Razi, seorang ahli hukum dan penafsir Sunni pada abad ke-6 M, meskipun dia meragukan tentang semua hal dan mendapat julukan "Imam al-Musyakkikin" (Pemimpin orang-orang ragu), tetapi ia tidak meragukan kemaksuman dan kesempurnaan Sayidah Zahra sa.[42]
Catatan Kaki
- ↑ Untuk panduan silakan rujuk ke: Mufid, al-Fushul al-Mukhtarah, hlm. 88; Sayid Murtadha, al-Syafi fi al-Imamah, jld. 4, hlm. 95; Ibnu Syahr Asyub, Manaqib Ali Abi Thalib, jld. 3, hlm. 332; Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 29, hlm. 335
- ↑ Kafi & Syafi'iyan, Ishmat-e Fatemeh (s), hlm. 69
- ↑ Mufid, al-Fushul al-Mukhtarah, hlm. 88
- ↑ Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 29, hlm. 335
- ↑ Kafi & Syafi'iyan, Ishmat-e Fatemeh (s), hlm. 72
- ↑ Kafi & Syafi'iyan, Ishmat-e Fatemeh (s), hlm. 72
- ↑ Silakan lihat ke: QS. al-Ahzab: 21; QS. al-Mumtahanah: 4
- ↑ Kafi & Syafi'iyan, Ishmat-e Fatemeh (s), hlm. 72
- ↑ Kafi & Syafi'iyan, Ishmat-e Fatemeh (s), hlm. 72
- ↑ Kafi & Syafi'iyan, Ishmat-e Fatemeh (s), hlm. 71
- ↑ Silakan rujuk ke: Shaduq, Ilal al-Syara'i
- ↑ Kafi & Syafi'iyan, Ishmat-e Fatemeh (s), hlm. 71
- ↑ Kafi & Syafi'iyan, Ishmat-e Fatemeh (s), hlm. 73
- ↑ Untuk panduan silakan rujuk ke: Sayid Murtadha, al-Syafi fi al-Imamah, jld. 4, hlm. 95: Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 29, hlm. 335
- ↑ Untuk panduan silakan rujuk ke: Kulaini, al-Kafi, jld. 1, hlm. 287; Bahrani, Ghayah al-Maram, jld. 3, hlm. 193-211; Thabathabi, al-Mizan, jld. 16, hlm. 317-319; dalam kitab al-Maram, 43 riwayat dinukil dari referensi Syiah
- ↑ Untuk panduan silakan rujuk ke: Muslim Neysyaburi, Shahih Muslim, jld. 2, hlm. 1883, hadits no 61; Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, jld. 5, hlm. 351, hadits no 3205, hlm. 352, hadits no 3206, hlm. 663, hadits no 3786; Ibnu Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, jld. 28, hlm. 195, jld. 44, hlm. 118-121; Sayid Hasyim Bahrani dalam kitab Ghayah al-Maram 41 riwayat dinukil dari referensi ahlusunah. Silakan lihat ke: Bahrani, Ghayah al-Maram, jld. 3, hlm. 173-192
- ↑ Bahrani, Ghayah al-Maram, jld. 3, hlm. 193; Thabathabai, al-Mizan, jld. 16, hlm. 311; Subhani, Manshur Jawid, jld. 4, hlm. 387-392
- ↑ Silakan lihat ke: Kufi, Tafsir Furat al-Kufi, hlm. 338 & 339; Thabathabai, al-Mizan, jld. 16, hlm. 318 & 319; Thabrani, al-Mu'jam al-Kabir, jld. 22, hlm. 402
- ↑ Fakhr Razi, Tafsir al-Kabir, jld. 8, hlm. 248
- ↑ Sayid Murtadha, al-Syafi fi al-Imamah, jld. 4, hlm. 134 & 135
- ↑ Faryab, Ishmat-e Emam dar Tarikh-e Tafakur-e Imamieh, hlm. 335 & 336
- ↑ Thabathabai, al-Mizan, jld. 16, hlm. 321
- ↑ Kufi, Tafsir Furrat al-Kufi, hlm. 339 & 340
- ↑ Silakan lihat ke: Shaduq, Ilal al-Syarai', jld. 1, hlm. 191 & 192
- ↑ Silakan lihat ke: Anshari Zanjani, Mausu'ah al-Kubra, penerbit daliluna, jld. 21, hlm. 132; Ayat-e Mubahele, Tathir, va Rivayat, Ishmat-e Hazrat-e Fatemeh (s) ra Sabit Mikunad Site shabestan
- ↑ Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 29, hlm. 335; Silakan lihat ke: Kafi & Syafi'iyan, Ihmat-e fatemeh (s) hlm. 80-84
- ↑ Untuk panduan silakan rujuk ke: Sayid Murtadha, al-Syafi fi al-Imamah, jld. 4, hlm. 95; Ibnu Syahr Asyub, Manaqib Ali Abi Thalib, jld. 3, hlm. 333; Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 29, hlm. 335
- ↑ Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 29, hlm. 335
- ↑ Sayid Murtadha, al-Syafi fi al-Imamah, jld. 4, hlm. 95; Ibnu Syahr Asyub, Manaqib Ali Abi Thalib, jld. 3, hlm. 333; Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 29, hlm. 337 & 338
- ↑ Subhani, Pazuhesyi-e dar Syenakht va Ishmat-e Emam, hlm. 27
- ↑ Silakan lihat ke: Ruhi barandaq, Qalamru Ishmat-e Fatemeh Zara(s) dar hadis-e Fatemeh Badh'atun Minni, hlm. 83-85
- ↑ Bukhari, Shahih Bukhari, jld. 5, hlm. 21 & 29
- ↑ Muslim Neysyaburi, Shahih Muslim, jld. 4, hlm. 192 & 1903
- ↑ Silakan lihat ke: Majlisi, Bihar al0Anwar, jld. 29, hlm. 336 & 337; Thabrani, al-Mu'jam al-Kabir, jld. 22, hlm. 404 & 405
- ↑ Silakan lihat ke: Shaduq, Uyun Akhbar al-Ridha, jld. 2, hlm. 46 & 48; Mufid, al-Amali, hlm. 95; Thabrani, al-Mu'jam al-Kabir, jld. 1, hlm. 108, jld. 22, hlm. 401; Ibnu Maghazili, Manaqib al-Imam Ali bin Abi Thalib, hlm. 284 & 285
- ↑ Subhani, Pazuhesyi dar Syenakt va Ishmat-e Imam, hlm. 27; Muhaqiq, Ishmat az Didgah-e Syieh va Ahle tasanun, hlm. 256
- ↑ Muhaqiq, Ishmat az Didgah-e Syieh va Ahle tasanun, hlm. 256
- ↑ Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 29, hlm. 340
- ↑ Kharaz Razi, Kifayah al-Atsar, hlm. 185 & 186
- ↑ QS. Al-Imran: 42
- ↑ Silakan lihat ke: Alusi, Ruh al-Ma'ani, jld. 2, hlm. 149-150; Madzhari, Tafsir al-Madzhari, jld. 2, bag. 1, hlm. 47 & 48
- ↑ Hasan Zadeh Amuli, Hezar va yek Nukteh, hlm. 603, poin, 748
Daftar Pustaka
- Ayat-e Mubaheleh, Tathir va Rivayat, Ishmat-e Hazrat-e Fatemeh (s) ra Sabit Mikunad Site shabestan, diunggah 19 Esfand 1396 S, dikunjungi 11 Syahrivar 1400 S
- Alusi, Mahmud bin Abdullah. Ruh al-Ma'ani fi Tafsir al-Quran al-Adzim wa sab' al-Matsani. Riset: Ali Abdulbari Athiyah. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah. Penerbit Muhammad Ali Baidhawan, 1415 HS
- Anshari Zanjani, Ismail. Mausu'ah al-Kubra 'an Fatimah al-Zahra. Qom: Penerbit Daliluna, tanpa tahun
- Bahrani, Sayid Hasyim. Ghayah al-Maram wa Hujjah al-Khisham fi Ta'yin al-Imam. Riset: Sayid Ali 'Asyur. Beiru: Yayasan Tarikh al-Islami, cet. 1, 1422 HS
- Bukhari, Muhammad bin Ismail. Shahih al-Bukhari. Riset: Muhammad bin Zuhair bin Nashir al-Nashir. Beirut: Thauq al-Najah, cet. 1, 1422 HS
- Fakhr Razi, Muhammad bin Umar. al-Tafsir al-Kabir (Mafatih al-Ghaib). Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, cet. 3, 1420 HS
- Faryab, Muhammad Husain. Ishmat-e Emam dar Tarikh-e Tafakur-e Imamieh ta Payan-e Qarn-e Panjum-e Hijri. Qom: Yayasan Amuzesyi va Pazuhesyi-e Emam Khomeini, cet. 1, 1390 S
- Hasan Zadeh Amuli, Hasan. Hezar va yek Nukteh. Teheran: Raja, cet. 5, 1365 S
- Ibnu Hanbal, Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal. Riset: Syu'aib al-Arnauth, Adil Murshed & lain-lain. Beirut: Yayasan al-Risalah, cet. 1, 1421 HS
- Ibnu Maghazili, Manaqib al-Imam Ali bin Abi Thalib. Dar al-Adhwa, tanpa tahun
- Ibnu Syahr Asyub, Muhammad bin Ali. Manaqib Ali Abi Abi Thalib. Qom: Alameh, cet. 1, 1379 HS
- Kafi, Abdul Husain & Jawad Syafi'iyan. Ishmat-e Fatemeh (s). Dalam buku pelajaran Fathimi. Teheran: Lembaga Penelitian Farhang va Andisyeh Islami. cet. 1, 1393 S
- Khazaz Razi, Ali bin Muhammad. Kifayah al-Atsar fi al-Nash al-Aimmah al-Itsna 'Asyar. Riset: Abdul Lathif Kuhkamari. Qom: Bidar, 1401 HS
- Kufi, Furrat bin Ibrahim. Tafsir al-Furrat al-Kufi. Riset & Editor: Muhammad Kadzim. Teheran: Kementrian farhang Va Irsyad Islami, cet. 1, 1410 HS
- Kulaini, Muhammad bin Ya'qub. al-Kafi. Riset: Ali Akbar Ghafari dan Muhammad Akhundi. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiah, cet. 4, 1407 HS
- Madzhari, Muhammad Tsanaullah. Tafsir al-Madzhari. Pakistan-Quetta: Rusydiyah, cet. 1, 1412 HS
- Majlisi, Muhammad Baqir. Bihar al-Anwar al-jamiah li Durar Akbar al-Aimmah al-Athar. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, cet. 2, 1403 HS
- Mufid, Muhammad bin Muhammad bin Nu'man. al-Amali. Riset: Husain Ustad Wali & Ali Akbar Ghafari. Qom: Kongres Syekh Mufid, cet. 1, 1413 HS
- Mufid, Muhammad bin Muhammad bin Nu'man. al-Fushul al-Mukhtarah. Kongres Internasional Syekh Mufid, cet. 1, 1413 HS
- Muhaqiq, Fatimah. Ishmat az Didgah-e Syieh va Ahle Tasanun. Riset: Khalil Bakhsyi Zadeh. Qom: Asyaneh Mehr, cet. 1, 1391 S
- Muslim Neysyaburi, Muslim bin Hajjaj. Shahih Muslim. Riset: Muhammad Fuad Abdul Baqi. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, tanpa tahun
- Ruhu Barandaq, Kawus. qalamru Ishmat-e Fatemeh Zara (s) dar Hadis-e Fatemeh Badh'atun Minni Jurnal Pazuhesyhaye I'tiqadi Kalami, vol. 22, musim panas 1395 S
- Sayid Murtadha, Ali bin Husain. al-Syafi fi al-Imamah. Teheran: Yayasan al-Shadiq, cet. 2, 1410 HS
- Shaduq, Muhammad bin Ali bin Babawaih. Ilal al-Syara'i. Qom: Toko buku Dawvari, cet. 1, 1385 S
- Shaduq, Muhammad bin Ali bin Babawaih. Uyun Akbar al-Ridha Riset: Mahdi Lajurdi. Teheran: Penerbit jahan, cet 1, 1387 HS
- Subhani, Ja'far. Pazuhesyi dar Syenakh va Ishmat-e Emam. Masyhad: Bunyad Pazyuhesyhaye Islami, 1389 S
- Thabathabai, Sayid Muhammad Husain. al-Mizan fi Tafsir al-Quran. Beirut: Yayasan al-A'lami, cet. 2, hlm. 1390 HS
- Thabrani, Sulaiman bin Ahmad. al-Mu'jam al-Kabir. Riset: Muhammadi bin Abdul Majid al-Salafi Kairo: Yayasan Ibnu Taimiyah, cet. 2, 1415 HS
- Tirmidzi, Muhammad bin Isa. Sunan Tirmidzi. Riset dan editor: Ahmad Muhammd Syakhir, Muhammad Fuad Abdul Baqi & Ibrahim Athuh. Mesir: Perusahaan Perpustakaan & Percetakan al-Musthafa al-Babi al-Halabi, cet. 2, 1395 HS/1975 M