Surah Al Imran

Prioritas: b, Kualitas: c
Dari wikishia
Surah Al Imran
Al Imran
ArtiKeluarga Imran
nomor3
Nama lainAl-Thayyibah (Yang Suci) dan Al-Zahrawan (Dua yang Cemerlang)
JuzJuz 3 (ayat 1-91), juz 4 (ayat 92-200)
Wahyu
No. urut pewahyuan34
KlasifikasiMadaniyah
Informasi
Jumlah ayat200
Jumlah kata3508
Jumlah huruf14984
muqatta'atalif lam mim

Surah Ali Imran (bahasa Arab: آل عمران) , Āli-'Imrān, "Keluarga 'Imran") adalah surah ke-3 Al-Qur'an. Surah ini adalah salah satu surah Madaniyah. Surah Ali Imran adalah surah ke-3 berdasarkan penulisan (penyusunan) dan yang ke-34 sesuai dengan urutan Wahyu. Surah Ali Imran termasuk salah satu surah yang besar dalam Al-Qur'an. Karena menyebutkan nama Imran dan keluarganya sehingga disebut sebagai surah Ali Imran. Ali Imran berada setelah surah Al-Baqarah dan sebelum surah An-Nisa. Surah Ali Imran ini adalah surah thuwal yang kedua. Volumenya mencakup kurang lebih 1/5 juz dari Al-Qur'an. Konten utama surah Ali Imran berkenaan dengan ajakan orang-orang yang beriman kepada persatuan dan kesabaran dalam menghadapi musuh-musuh Islam. Tauhid, sifat-sifat Tuhan, ma'ad, jihad, amar ma'ruf dan nahi mungkar, tawalli, tabarri dan [haji]] dikaji dalam surah ini, dan surah ini pun menejelaskan sejarah para nabi seperti Adam as, Nuh as Ibrahim as, Musa as, Isa as, kisah Sayidah Maryam sa dan pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik dari perang Uhud dan perang Badar.

Ayat I'tisham (perintah berpegang teguh pada tali Allah dan menjalin persatun), muhkam dan mustasyabih, pengendalian amarah (ghaizh), mubahalah dan ayat-ayat "Rabbana" termasuk diantara ayat-ayat terkenal dalam surah Ali Imran. Beberapa ayat dari surah ini juga mengandung hukum-hukum fikih.

Terkait keutamaan membaca surah ini dimuat bahwa, barang siapa yang membaca surah Ali Imran, maka dari setiap ayat yang dibacanya, Allah akan menganugerahkan kepada orang tersebut keamanan melewati jembatan di atas neraka.

Pengenalan

Penamaan

Penamaan surah ini dengan nama "Ali Imran" adalah karena terdapat kata "Imran" pada dua ayat dari surah ini. Pada ayat 33 diisyaratkan kepada keluarga Imran dengan menyebut nama Ali Imran, dan pada ayat 35 diisyaratkan kepada Imran, ayah Sayidah Maryam sa.[1] Nama lain surah ini adalah "Thayyibah", yakni suci dan bersih dari kotoran-kotoran dan tuduhan-tuduhan, yang hal ini mengisyaratkan kepada kesucian Sayidah Maryam dari dosa-dosa dan tuduhan-tuduhan.[2] Surah Al-Baqarah dan surah Ali Imran dinamakan dengan "Zahrawan".

Tempat dan Urutan Turunnya

Surah Ali Imran merupakan salah satu surah Madani. Surah ini merupakan surah yang ke 3 berdasarkan penulisan (penyusunan) dan yang ke 39 sesuai dengan urutan pewahyuan. Surah ini berada pada juz 3 dan 4 Al-Qur'an.[3]

Jumlah Ayat dan Ciri-ciri Lainnya

Surah Ali Imran terdiri dari 200 ayat, 3508 kata dan 14984 huruf. Surah ini adalah surah yang kedua yang dimulai dengan huruf muqatha'ah (terputus, alif lam mim)[4]. Setelah surah Al-Baqarah dan surah An-Nisa, surah ini adalah surat besar ketiga Al-Qur'an yang mana volumenya mencakup kurang lebih 1,5 juz dari Alqran dan masuk dalam kategori surah "Sab'u Thiwal" (tujuh surah terpanjang).[5]Surah ini dan surah Al-Baqarah dinamakan dengan "Zahrawan".[6]

Menurut sebagian ahli tafsir, surah ini turun selama terjadi perang Uhud dan perang Badar, yakni pada tahun kedua dan ketiga hijriah. Dan surah ini menunjukkan satu fase paling sensitif dari periode kehidupan kaum muslimin pada awal Islam.[7]

Konten

Allamah Thabathabai meyakini bahwa tujuan utama surah Ali Imran adalah ajakan kaum mukminin kepada persatuan, kesabaraan dan keteguhan dalam menghadapi musuh-musuh Islam. Menurutnya, surah ini mengajak kaum muslimin supaya satu sama lain saling berpesan kepada kesabaran, kemudian mengingatkan kepada mereka akan hakikat-hakikat agama demi keselamatan mereka dari kejanggalan-kejanggalan agama dan imin-iming setan.[8]

Tafsir Nemuneh meringkas konten surah Ali Imran pada tema-tema berikut:

  • Tauhid, sifat-sifat Allah, ma'ad dan ma'arif Islam;
  • Perintah jihad dan pengambilan pelajaran dan ibrat dari perang Badar dan Uhud;
  • Isyarat kepada sebagian hukum-hukum Islam mengenai Kakbah, kewajiban haji, amar ma'ruf, nahi mungkar, tawalli, tabarri, amanat, infak di jalan Allah dan meninggalakan dusta;
  • Seruan kepada persatuan umat Islam dan jentelman dalam menghadapi musuh;
  • Bersabar dan tabah dalam menghadapi problematikan dan berbagai ujian-ujian Ilahi serta mengingat Allah dalam setiap kondisi;
  • Beberapa isyarat kepada sejarah para nabi seperti Adam as, Nuh as, Ibrahim as, Musa as dan Isa as;
  • Kehidupan dan keutamaan-keutamaan Sayidah Maryam sa dan keluarganya;
  • konspirasi-konspirasi pengikut yang membangkang dari Nabi Musa as dan Nabi Isa as dalam menghadapi Islam.[9]

Kisah-Kisah dan Narasi-Narasi Sejarah

Beberapa kisah dan narasi historis surah Ali Imran adalah:

  • Kisah Sayidah Maryam dan Isa as
  • Nazar ibunda Sayidah Maryam dan kelahiran Sayidah Maryam: ayat 35-37
  • Doa Nabi Zakaria as untuk dikarunia keturunan dan kelahiran Nabi Yahya as: ayat 38-41
  • Dipilihnya Sayidah Maryam sa: ayat 45-47
  • Kelahiran Nabi Isa as: ayat 45-47
  • Risalah, mukjizat, hawari dan diangkatnya Isa as: 48-55

Sebab Turunnya Sebagian Ayat

Sekitar 50 ayat dari surah Ali Imran memiliki asbab nuzul,[10] diantaranya adalah sebagai berikut:

Dialog Nasrani Najran dengan Nabi saw

Thabrisi dalam tafsir Majma' al-Bayan menukil dari Rabi' bin Anas meyakini bahwa 80 ayat pertama surah Ali Imran turun berkenaan dengan sekelompok nasrani Najran yang diketuai oleh tiga orang dari pembesar mereka dengan nama-nama: 'Aqib, Aihum dan Abu Haritsah bin Alqamah datang ke Madinah untuk mengadakan dialog dengan Nabi saw. Berdasarkan penukilan ini, mereka menemui nabi setelah salat Asar, dan setelah berbincang-bincang tentang ke-Islaman Nabi Isa as, mereka tidak memiliki jawaban dan bungkam dalam menghadapi argumentasi-argumentasi Nabi saw. Usai dialog tersebut, turunlah 80 dan beberapa ayat pertama dari surah Ali Imran.[11][catatan 1]

Hancurnya Kaum Yahudi dan Musyrikin

Mengenai sebab turunnya ayat 12 dari surah Ali Imran «قُل لِّلَّذِينَ كَفَرُ‌وا سَتُغْلَبُونَ وَتُحْشَرُ‌ونَ إِلَىٰ جَهَنَّمَ ۚ وَبِئْسَ الْمِهَادُ» dimuat: Tatkala kaum muslimin meraih kemenangan pada perang Badar, kaum Yahudi Madinah mengatakan, 'Nabi ini adalah nabi yang telah dijanjikan dalam kitab Taurat dan kita harus percaya kepadanya', tetapi sebagian mereka mengatakan, 'sabarlah kalian dan kita nanti perang yang lain'. Ketika kaum muslimin mengalami kekalahan pada perang Uhud, kaum Yahudi ditimpa keraguan dan Ka'ab bin Asyraf bersama beberapa orang dari Yahudi pergi ke Mekah dan menjalin kesepakatan dengan Abu Sufyan untuk mengadakan tindakan yang sama melawan kaum muslimin. Ayat ini turun berkenaan dengan penjelekan perbuatan mereka dan kaum musyrikin.[12]

Mubahalah

Turunnya ayat Mubahalah diyakini berkenaan dengan dua orang rahib Kristen bernama 'Aqib, Sayid dan delegasi dari nasrani Najran yang datang menemui Nabi saw, dan setelah berdialog dengan beliau, mereka tidak memeluk Islam sehingga pada hari berikutnya diputuskan satu sama lain untuk saling melaknat supaya orang yang berdusta mendapatkan azab Allah. Pada hari berikutnya, Nabi saw bersama Hasan as, Husain as, Fatimah sa dan Ali as keluar ke padang sahara untuk mengadakan mubahalah. Ketika kaum nasrani meyaksikan pemandangan tersebut, mereka menolak ajakan untuk mubhalah dan berjanji untuk membayar jizyah. Dalam riwayat-riwayat disebutkan bahwa Nabi saw bersabda, 'Andaikata mereka sudi mengadakan mubahalah dan saling melaknat, niscaya padang sahara itu dihujani api'.[13]

Iman dan Murtadnya Kaum Yahudi

Berkenaan dengan turunnya ayat 72 surah Ali Imran «وَقَالَت طَّائِفَةٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمِنُوا بِالَّذِي أُنزِلَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَجْهَ النَّهَارِ‌ وَاكْفُرُ‌وا آخِرَ‌هُ لَعَلَّهُمْ يَرْ‌جِعُونَ»dimuat: Dua belas orang dari Yahudi Khaibar untuk melontarkan keraguan kepada kaum muslimin akan keyakinan mereka kepada Islam, mengambil keputusan pada awal hari untuk menunjukkan keimanan mereka terhadap agama Muhammad saw, dan pada akhir hari tersebut untuk menarik kembali keimanan mereka kepada Islam dengan alasan bahwa, setelah kami meneliti Al-Qur'an dan bermusyawah dengan ulama kami, kami yakin akan kebatilan agama Islam dan kebohongan Muhammad. Oleh karenanya, sahabat Muhammad karena meyakini kami sebagai ahlul kitab dan orang pintar, maka keyakinan mereka akan melemah dan memeluk agama kami. Dengan diturunkannya ayat ini, Allah memberitahukan kepada Nabi saw dan kaum muslimin akan tipu daya mereka.[14]

Ayat-Ayat Terkenal

Beberapa ayat dari surah Ali seperti ayat 7 dengan nama Muhkam dan Mutasyabih, ayat 26 dengan nama Mulk, ayat 61 dengan nama Mubahalah dan ayat 103 dengan nama I'tisham adalah termasuk dari ayat-ayat masyhur dan ternama dari surah ini.

Ayat Muhkam dan Mutasyabih (7)

«....هُوَ الَّذِي أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ‌ مُتَشَابِهَاتٌ»

Ayat ini termasuk dari kelompok ayat-ayat Al-Qur'an dengan nama Mutasyabihat yang mana tidak mempunyai makna yang jelas dan disalahgunakan oleh orang-orang yang menyimpang. Menurut pernyataan Nasir Makarim Syirazi, alasan keberadaan ayat-ayat semacam ini dalam Al-Qur'an ialah ketinggian konten atau berbicara tentang alam diluar jangkauan manusia seperti alam gaib, alam akhirat dan sifat-sifat Allah.[15] Sejak dahulu banyak dibicarakan dalam kajian-kajian tafsir dan ulumul quran mengenai makna-makna Mutasyabihat dan contoh-contoh konkrittnya dalam ayat ini, sehingga ditulis tesis-tesis dan buku-buku ilmiah tersendiri dalam hal ini.[16]

Ayat Dinul Haq (19)

«إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّـهِ الْإِسْلَامُ»

Allamah Thabathabai meyakini bahwa maksud dari kata "Islam" dalam ayat ini ialah makna linguistiknya, yang menunujukkan poin ini bahwa, hakikat semua agama merupakan satu hal, yaitu berserah diri (taslim) di hadapan Allah dan taat kepada-Nya.[17] Di dalam Tafsir Nemuneh juga diterankan bahwa kata "Islam" bermakna berserah diri, dan ajaran hakiki di hadapan Tuhan adalah pasrah dan berserah diri di hadapan perintah-perintah-Nya. Atas dasar ini, ajaran Nabi Islam saw disebut Islam yang merupakan ajaran yang paling akhir dan baik diantara ajaran-ajaran, kalau tidak, dari satu sisi semua agama Ilahi adalah Islam.[18]

Ayat Mulk (26)

« قُلِ اللَّـهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاءُ وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ‌ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ‌»

Kerajaan Allah dalam ayat ini menunjukkan kekuatan-Nya dimana Ia bisa melakukan tindakan apapun dalam kekuasaan-Nya.[19] Para ahli tafsir meyakini bahwa maksud dari «تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشاءُ» adalah kaum muslimin pemula yang menerima seruan Islam mengamalkan ajarannya dan memberikan kekuatan dan kekuasaan serta kemuliaan kepada mereka. Dan, maksud dari «وَ تَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشاءُ» ialah kaum musyrikin, Roma dan orang-orang Iran, dimana akibat kekafiran mereka Allah melenyapkan kekuatan mereka dan mengambil kemulian mereka.[20] Oleh sebab itu, diambilnya kekuatan dari orang-orang zalim dan diberikannya kekuatan itu kepada orang-orang lemah diyakini sebagai bukti akan kekuatan Allah.[21]

Ayat Mubahalah (61)

«فَمَنْ حَاجَّكَ فِیهِ مِن بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَ أَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنفُسَنَا وَأَنفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَل‌لَّعْنَتَ اللَّـهِ عَلَی الْكَاذِبِینَ»

Para ilmuan dari berbagai kelompok dan golongan Islam berbicara tentang ayat Mubahalah dalam tulisan-tulisan teologi, tafsir, sejarah dan fikih mereka.[22] Para mufasir Syiah dan sebagian mufasir Ahlusunnah meyakini ayat ini termasuk dari keutamaan-keutamaan Imam Ali as.[23] Dalam ayat ini, Imam Ali as diperkenalkan sebagai diri dan jiwa Nabi saw.[24] Imam Ridha as memperkenalkan ayat ini sebagai keutamaan terbesar Imam Ali as.[25]

Ayat Infaq (92)

«لَن تَنَالُوا الْبِرَّ‌ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّـهَ بِهِ عَلِيمٌ»

Kata "Birr" dalam ayat ini bermakna kebaikan yang luas dan menyeluruh, baik itu keyakinan maupun amal perbuatan[26] dan contoh konkritnya adalah surga, takwa, keberadaan orang-orang saleh,[27]iman dan perbuatan baik.[28] Ayat ini menegaskan bahwa meng-infakkan harta yang dicintai merupakan salah satu syarat untuk sampai kepada derajat orang-orang yang berbuat kebajikan.[29]

Ayat Wahdat atau I'tisham (103)

«وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّـهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّ‌قُوا ۚ وَاذْكُرُ‌وا نِعْمَتَ اللَّـهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَ‌ةٍ مِّنَ النَّارِ‌ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّـهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ»

Para ahli tafsir meyakini isi utama ayat ini adalah seruan kepada persatuan dan melawan segala bentuk perpecahan diantara kaum muslimin.[30] Dalam ayat ini, Allah swt menegaskan bahwa persaudaraan dan mahabbah merupakan jalan keselamatan kaum muslimin dari jurang api. Maksud "api" disini bukanlah api neraka melainkan api peperangan dan pertikaian serta permusuhan berkepanjangan antara kabilah Us dan Khazraj sebelum Islam, dimana dengan Islam dan pengadaan keharmonisan dan persaudaraan diantara mereka, Allah mampu mematikan api tersebut.[31]

Ayat Maghfirah (133)

«وَسَارِ‌عُوا إِلَىٰ مَغْفِرَ‌ةٍ مِّن رَّ‌بِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْ‌ضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْ‌ضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ»

Berlomba-lomba untuk meraih pengampunan Ilahi dalam ayat ini bermakna usaha dan tekad untuk mendapatkan faktor-faktor pengampunan yang telah diterangkan dalam Al-Qur'an dan sunnah.[32]

Ayat Kazhim Al-Ghaidz (134)

«الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّ‌اءِ وَالضَّرَّ‌اءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّـهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ»

Dalam ayat ini dijelaskan sebagian sifat-sifat orang yang bertakwa yang mencari ampunan Ilahi, diantaranya adalah menahan amarah.[33]

Ayat Tentang Hidupnya Syuhada (169)

«وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّـهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ عِندَ رَ‌بِّهِمْ يُرْ‌زَقُونَ»

Ayat ini menyebutkan derajat tinggi para syahid dan berbicara tentang hidupnya mereka setelah mati serta kehidupan mereka yang luar biasa disisi Tuhan mereka.[34] Ayat ini termasuk dari ayat-ayat yang diukirkan diatas dharih Abbas bin Ali as.[35]

Ayat Rabbana (192-194)

«رَ‌بَّنَا إِنَّكَ مَن تُدْخِلِ النَّارَ‌ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ‌﴿١٩٢﴾رَّ‌بَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَ‌بِّكُمْ فَآمَنَّا ۚ رَ‌بَّنَا فَاغْفِرْ‌ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ‌ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَ‌ارِ‌ ﴿١٩٣﴾رَ‌بَّنَا وَآتِنَا مَا وَعَدتَّنَا عَلَىٰ رُ‌سُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ﴿۱۹۴﴾»

Ayat-ayat ini adalah sekumpulan doa-doa Al-Qur'an yang dimulai dengan kata "Rabbana" dan permohonan-permohonan yang dilontarkan oleh kaum mukmini yang berakal kepada Tuhan mereka. Pada ayat pertama, orang-orang yang berakal lebih takut kepada kehinaan dari api nereka, oleh karenanya, orang-orang yang berkepribadian, untuk menjaga harga diri mereka bersedia menahan segala macam kesensaraan. Dengan demikian, paling pedihnya azab hari akhirat adalah kehinaan di sisi Allah dan para hamban.[36]

Maksud "penyeru" dalam ayat kedua ialah Nabi saw yang menyeru kepada keimanan. Dan orang-orang mukmin yang menerima seruan tersebut layak mendapatkan ampunan dosa-dosa dan apresiasi yang telah dijanjikan kepada mereka.[37]

Ayatul Ahkam

Ayat-ayat Al-Qur'an yang didalamnya termuat hukum syariat atau dapat dikonklusi darinya hukum-hukum syariat dikenal dengan nama Ayatul Ahkam.[38] Fukaha menggunakan sebagian ayat dari surah Ali Imran untuk menyimpulkan hukum-hukum fikih. Ayat 90 berkenaan dengan tidak diterimanya taubat orang yang murtad, ayat 97 berkenaan dengan keamanan para penghuni Haram Mekah dan kewajiban haji atas semua manusia, dan ayat 130 berkenaan dengan keharaman riba, adalah termasuk dari ayatul Ahkam ini.

Keutamaan dan Khasiat

Thabrisi di dalam tafsir Majma' al-Bayan menukil sebuah hadis dari Nabi saw bahwa, "Barang siapa yang membaca surah Ali Imran, niscaya dari setiap ayat yang dibacanya, Allah akan memberikan kepadanya keamanan melintasi jembatan di atas neraka". Di hadis lain ia menyebut: "Barang siapa pada hari Jumat membaca surah Ali Imran, maka hingga matahari tenggelam Allah dan para Malaikat senantiasa menyampaikan salam kepadanya".[39]

catatan

  1. Terkait 80 ayat pertama surah Ali Imran dimuat pula sebab nunul yang lain di dalam buku-buku Tafsir, dan untuk mengtahui lebih lanjutnya silakan rujuk: Thabrisi, Majma' al-Bayan, dibawah ayat 12, 18, 23, 26, 28, 31, 59, 68, 77, 79 dan 83; Wahidi, Asbab Nuzul al-Quran, hlm. 100-115

Catatan Kaki

  1. Khurramsyahi, Surah Ali Imran, hlm. 1236
  2. Sarmadi, Surah Ali Imran, hlm. 679
  3. Khurramsyahi, Surah Ali Imran, hlm. 1236
  4. Sarmadi, Surah Ali Imran, hlm. 679
  5. Khurramsyahi, Surah Ali Imram, hlm. 1236
  6. Khurramsyahi, Surah Ali Imran", 1236
  7. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 2, hlm. 408
  8. Thabathabai, al-Mizan, jld. 2, hlm. 5 dan 6
  9. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 2, hlm. 408-409.
  10. Wahidi, Asbab Nuzul al-Quran, hlm. 99-145
  11. Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 2, hlm. 695-696
  12. Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 2, hlm. 706; Wahidi, Asbab Nuzul al-Quran, hlm. 100
  13. Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 2, hlm. 762; Wahidi, Asbab nuzul al-Quran, hlm. 107
  14. Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 2, hlm. 774; Wahidi, Asbab Nuzul al-Quran, hlm. 111
  15. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 2, hlm. 432-433
  16. Rustamizadeh, Khuzai, Mutasyabih wa Muhkam wa Rasikhan dar Ilm az Didgahe Imam Ali as, hlm. 74
  17. Thabathabai, al-Mizan, jld. 3, hlm. 120 dan 121
  18. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 2, hlm. 470 dan 471
  19. Mughniyah, al-Kasyif, jld. 2, hlm. 36-37
  20. Thabrisi, Majma al-Bayan, jld. 2, hlm. 727-728; Mughniyah, al-Kasyif, jld. 2, hlm. 37
  21. Mughniyah, al-Kasyif, jld. 2, hlm. 37
  22. Al-Ghafuri, Khanesye Feqhiye Jadid az Ayeh Mubahalah, hlm. 48
  23. Zamakhsyari, al-Kasysyaf, jld. 1, hlm. 369; Fakhrurrazi, al-Tafsir al-Kabir, jld. 8, hlm. 247; Baidhawi, Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta'wil, jld. 2, hlm. 21
  24. Shadiqi Tehrani, al-Furqan, jld. 5, hlm. 148
  25. Mufid, al-Fushul al-Mukhtarah, hlm. 38
  26. Thabathabai, al-Mizan, jld. 2, hlm. 324
  27. Thabrisi, Majma al-Bayan, jld. 2, hlm. 792
  28. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 3, hlm. 3
  29. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 3, hlm. 3
  30. Pusat Informasi dan Dokumen Islam, Farhang Nameh Ulume Islami, jld. 1, hlm. 508; Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 3, hlm. 32
  31. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 3, hlm. 32
  32. Shadeqi tehrani, al-Forqan, jld. 5, hlm. 381
  33. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jdl.3, hlm. 97
  34. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 3, hlm. 168-170
  35. Situs Internasional Al-Kafil
  36. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 3, hlm. 217
  37. Thabathabai, al-Mizan, jld. 4, hlm. 88
  38. Mu'ini, Ayat al-Ahkam, hlm. 1
  39. Thabrisi, Majma al-Bayan, jld. 2, hlm. 693

Daftar Pustaka

  • Al-Quran, Terjemahan Muhammad Mahdi Fuladmand, Tehran, Dar Al-Qur’an al-Karim, 1418 H/1376 S.
  • Danesynameh Qur'an wa Qur'an Pazyuhi, jld. 2, disusun oleh Bahauddin Khurramsyahi, Tehran, Dustan-Nahid, 1377 S.

Pranala Luar