Yahya bin Zaid

Prioritas: aa, Kualitas: b
tanpa navbox
Dari wikishia
Keturunan Imam
Yahya bin Zaid
Makam Yahya bin Zaid di daerah Jowzjan, Afghanistan
PeranMemberontak melawan Dinasti Bani Umayyah
KunyaAbu Thalib
LakabQatil Jowzjan
Afiliasi AgamaIslam Syiah
AyahZaid bin Ali as
IbuRaithah binti Abdullah
Lahir107 H/725
Tempat LahirMadinah
Tempat TinggalMadinah • Kufah • Khurasan
PasanganMuhibbah binti 'Amr
Anak-anakAbdullah bin Yahya • Zaibat binti Yahya
Wafat125 H/743
Tempat DimakamkanJowzjan Afghanistan
Masa Hidup18 tahun

Yahya bin Zaid (bahasa Arab: یحیی بن زید) adalah cucu Imam Sajjad as yang melarikan diri dari Kufah ke Khurasan setelah kesyahidan ayahnya, Zaid bin Ali as. Ia memobilisasi warga Khurasan untuk memulai kebangkitan melawan pemerintahan Umayyah, sebagaimana perlawanan yang dilakukan ayahnya. perlawanannya juga gagal dan berakhir dengan kesyahidannya di Jowzjan Afghanistan dan dimakamkan di tempat itu juga. Meski demikian, ada beberapa makam yang dikaitkan dengannya di beberapa kota di Iran seperti di Ghorghan, Sabzewar dan Varamin. Dari pernyataannya pada saat pertemuan dengan Mutawakil bin Harun, ia tidak mengklaim keimamahan, namun sebagian ulama meragukan hal tersebut.

Nasab, Kunyah dan Laqab

Ayah Yahya adalah Zaid bin Ali as yang melancarkan perlawanan pada kekuasaan bani Umayyah dan syahid dalam usahanya tersebut. Ibunya adalah Raithah binti Abdullah bin Muhammad bin al-Hanafiyah. [1] Ibnu Shufi menyebutkan Raithah adalah wanita yang memiliki banyak keutamaan dari bani Hasyim. [2]

Mengenai tahun kelahirannya, tidak ditemukan data yang jelas dalam sumber-sumber yang ada, namun jika merujuk pada tahun kesyahidannya (126 H/744) dan usianya (18 tahun kala itu) maka diperkirakan ia lahir pada tahun 107 H/725. [3]

Baihaqi menyebutkan kunyah Yahya adalah Abu Thalib [4] yang karena ini gugur di Jowzjan Aghanistan, ia dikenal dengan julukan Qatil Jowzjan (yang terbunuh di Jowzjan).

Karakteristik Fisik

Yahya memiliki rambut yang panjang, jenggot yang bagus dan perawakan yang tinggi. [5] Ia dikenal berani, percaya diri dan memiliki sikap pejuang dan ksatria sebagaimana ayahnya. [6]

Mazhab

Mengenai mazhab yang diyakini Yahya, terjadi perbedaan pendapat antara Imamiyah atau Zaidiyah. Mamaqani meyakini mazhab Yahya adalah Imamiyah. [7]

Allamah Amini mengenai Yahya mengatakan, "Ummat Syiah tidak pernah mengatakan hal yang buruk mengenai Yahya. Ia mengakui keimamahan Imam Shadiq as dan Imampun menangis atas kesyahidannya dan mendoakan agar ia mendapat rahmat."[8]

Sementara Ayatullah Khui berpendapat bahwa Yahya bukan pengikut Imam Shadiq as dan ia memilih independen dalam mengambil keputusan dan tindakan. [9]

Ada pernyataan dari Yahya yang memberikan pengakuan terhadap 12 imam. Ia meriwayatkan pernyataan dari ayahnya yang berkata, "Empat orang dari mereka telah berlalu dan delapan orang lainnya akan datang." [10]

Pertemuan dengan Mutawakkil bin Harun

Setelah kesyahidan ayahnya Zaid bin Ali, Yahya bertemu dengan seseorang yang bernama Mutawakil bin Harun dalam perjalanannya menuju Khurasan. Dalam perjalanan tersebut, Mutawakil baru kembali dari haji dan Yahya bertanya kepadanya tentang kondisi terakhir Madinah dan keadaan sepupu-sepupunya. Ia juga bertanya mengenai pandangan Imam Shadiq as mengenai dirinya dan ayahnya. Di akhir pertemuan, Yahya memberikan salinan Shahifah Sajjadiyah kepada Mutawakil untuk membawanya ke Madinah. [11]

Pertemuan keduanya penting karena kelompok yang meyakini keimamahan Yahya [12] [13] serta yang berseberangan [14] bersandar pada riwayat mengenai pertemuan kedua tokoh ini.

Pemberontakan

Pasca kesyahidan Zaid, Yahya bersama dengan 10 orang dari sahabat ayahnya menziarahi makam Imam Husain as [15], dan setelahnya pergi ke tempat yang disebut Jubbanahu Subai' di dekat Kufah. Dari tempat tersebut mereka berpisah satu sama lain. Yahya kemudian ke Bain al-Nahrain lalu melanjutkan ke Madain. Tidak lama kemudian ia ke Khurasan dan akhirnya ditangkap di kota tersebut. Setelah kematian Hisyam bin Abdul Malik, salah seorang khalifah bani Umayyah, Yahya dibebaskan atas perintah khalifah baru, Walid bin Yazid.

Setelah dibebaskan, orang-orang Khurasan membeli borgol dan rantai yang telah dipergunakan untuk mengikat Yahya dengan harga yang mahal kemudian membaginya diantara mereka, guna dijadikan cincin sebagai bentuk tabarruk. [16]

Kesyahidan

Setelah dibebaskan, Yahya kembali memulai gerakan perlawanannya. Setelah sebelumnya mendatangi beberapa kota dan akhirnya ke kota Jowzjan. Setelah terlibat pertempuran dahsyat dengan pasukan bani Umayyah, ia dan sahabat-sahabatnya semua terbunuh. Disebutkan waktu kesyahidannya pada hari Jumat di bulan Syakban tahun 125 H/743 [17] [18]. Tubuhnya digantung di gerbang Jowzjan [19] [20] sementara kepalanya dikirim ke Walid bin Abdul Malik, yang kemudian mengirimkannya kepada ibu Yahya yang bernama Raithah. [21]

Tempat Pemakaman

Jasad Yahya digantung selama bertahun-tahun sampai akhirnya diturunkan oleh Abu Muslim Khurasani, yang kemudian menyalatinya dan melakukan upacara pemakaman untuknya yang diikuti banyak warga setempat. [22] Yahya dimakamkan di Jowzjan dan warga setempat mengadakan majelis duka selama tujuh hari. Pada tahun itu, banyak yang memberikan nama untuk bayi laki-laki yang baru lahir dengan nama Yahya. [23]

Monumen yang Dikaitkan dengan Yahya

  • Mayamey Masyhad: Monumen ini terletak antara rute Masyhad - Sarakhs sekitar 55 km dari kota Masyhad dan 1 km dari perkampungan Mayamey di sebuah tempat yang berada di ketinggian. Namun dari prasasti yang terdapat pada monumen tersebut, tempat tersebut berhubungan dengan Yahya bin Husain (Dzuldama'ah) bin Zaid, yaitu saudara sepupu Yahya bin Zaid. [24]
  • Ghurghan: disebabkan adanya sedikit kemiripan nama antara Jurjan dengan Jowzjan, monumen yang terdapat di kota ini dikaitkan dengan Yahya bin Zaid. [25]
  • Kelidar Naisyabur: monumen ini awalnya dikaitkan dengan Yahya bin Muhammad salah seorang cucu Imam Sajjad as, namun kemudian dikaitkan dengan Yahya bin Zaid. [26]
  • Sabzewar: sejak Yahya bin Zaid melarikan diri dan bersembunyi di Sabzewar, sebuah bangunan di kota ini dikaitkan dengannya. [27]
  • Waramin: monumen ini juga dinisbatkan kepada Yahya bin Zaid, yang kemungkinan penyebabnya adalah perjalanan Yahya bin Zaid ke kota Rey. [28]

Sejumlah monumen lainnya diantaranya di Samnan dan Hamadan juga dikaitkan dengan Yahya bin Zaid. Ketidakmutawatiran riwayat dan adanya kesamaan nama menyebabkan terjadinya kesalahan tersebut.

Hasil dari Perlawanan

Setelah kematian Yahya bin Zaid, pengikut Ahlulbait as di Khurasan bertambah dan dari hari kehari meningkat pesat disebabkan mereka dengan antusias menceritakan keburukan dan kezaliman-kezaliman bani Umayyah atas Ahlulbait as kepada orang-orang, sampai akhirnya tidak ada seorang pun yang tidak mengetahui dan selanjutnya menyampaikan informasi tersebut ke daerah masing-masing. [29] Abu Muslim pun ikut dalam arus ini dan turut melakukan perlawanan kepada bani Umayyah. [30] Warga Rey juga turut mendengar kabar kesyahidan Yahya dan mereka turut bersedih sampai tidak menggunakan air sungai yang bernama Surin karena mereka yakin pedang yang digunakan untuk menebas Yahya dicuci di sungai tersebut. [31]

Istri dan Keturunan

Yahya menikah dengan sepupunya Muhibbah binti 'Amr bin Ali bin al-Husain as. [32] Mayoritas sejarawan dan ulama nasab menyebutkan ia tidak memiliki anak karena telah terbunuh diusia yang masih sangat muda, namun Hamdullah Mustaufi menyebutkan ia punya putra bernama Abdullah bin Yahya yang juga bangkit menuntut kebenaran. [33] Ibnu Jubair juga meriwayatkan bahwa ia memiliki anak perempuan yang bernama Zainab binti Yahya bin Zaid bin Ali Zainal Abidin as. [34] Menurut beberapa sumber, makam Zainab binti Yahya berada di Mesir. [35]

Catatan Kaki

  1. Thabaqat, jld. 5, hlm. 250
  2. Al-Majdi, Ibnu al-Shaufi, hlm. 429
  3. Qarasyi, hlm. 60
  4. Baihaqi, jld. 1, hlm. 327
  5. Hadaiq al-Wardiah, jld. 1, hlm. 268
  6. Hadaiq al-Wardiah, jld. 1, hlm. 268
  7. Tanqih al-Muqal, jld. 3, hlm. 316
  8. Amini, Nazharah fi Kitab al-Sunnah wa al-Syi'ah, jld. 1, hlm. 21
  9. Khui, jld. 20, hlm. 50
  10. Kifayah al-Atsar, hlm. 305
  11. Muqadimah Shahifah Sajjadiyah
  12. Tanqih al-Muqal, jld. 3, hlm. 316
  13. Amini, Nazharah fi Kitab al-Sunah wa al-Syi'ah, jld. 1, hlm. 21
  14. Khui, jld. 20, hlm. 50
  15. Tarikh Nameh Thabari, jld.4, hlm. 963
  16. Maqatil al-Thalibiyin, hlm. 105
  17. Thabaqat Nashiri, jld. 2, hlm. 388
  18. Khurasani, hlm. 355
  19. Yanabi' al-Mawaddah, jld. 3, hlm. 162
  20. Maqatil al-Thalibiyn, hlm. 107
  21. Syajarah Thuba, jld. 1, hlm. 260
  22. Asad Haidar, Al-Imam al-Shadiq wa al-Madzahin al-Arba'ah, jld. 1, hlm. 138
  23. Al-Raudh al-Ma'athhar fi Khabar al-Aqthar, al-Nash, hlm. 182
  24. Salik, hlm. 70
  25. Jalali, hlm. 289
  26. Jalali, hlm. 289
  27. Jalali, hlm. 275
  28. Jalali, hlm. 307
  29. Ya'qubi, jld. 2, hlm. 326
  30. Al-Raudh al-Ma'athar fi Khabar al-Aqthar, al-Nash, hlm. 182
  31. Marshid al-Ithla' 'ala Asma al-Amkanah wa al-Baqa', jld. 2, hlm. 754
  32. Hadaiq al-Wardiah, jld. 1, hlm. 271
  33. Tarikh Guzideh, Matan, hlm. 292
  34. Rihlah Ibn Jubair, hlm. 20
  35. Al-A'lam, jld. 3, hlm. 67

Daftar Pustaka

  • Amini, Abdul Husain. Nadzrah fī Kitāb as-Sunnah wa as-Syī'ah. Riset Ahmad Kinani. Teheran: Nasyr-e Masy'ar, Tanpa Tahun.
  • Baghdadi, Shafiuddin Abdul Mu'min bin Abdul Haqq. Marāshid al-Iththilā' 'alā Asmā' al-Amkinah wa al-Biqā' . Cet. I. Beirut: Dar al-Jil, 1212 H.
  • Baihaqi, Ali bin Zaid. Lubāb al-Ansāb wa al-Alqāb wa al-A'qāb. Riset Mahdi Raja`i. Qom: Maktabah Ayatullah Mar'asyi Najafi, 1385 HS (2006).
  • Bal'ami. Tārikhnāme-ye Thabari. Cet. II. Teheran: 1367 HS (1988).
  • Haidar, Asad. Al-Imām as-Shādiq wa al-Madzāhib al-Arba'ah. Beirut: Dar at-Ta'aruf, 1422.
  • Haruni, Yahya bin Husain. Al-Ifādah fī Tārīkh A'immah al-Zaidiyyah. Riset Muhammad Yahya Salim Gharran. Cet. I. Dar al-Hikmah al-Janiyyah, 1417 H.
  • Himyari, Muhammad bin Abdul Mun'im. Ar-Raudul Mi'thār fi Khabaral-AqthārCet. II. Beirut: Maktabah Lubnan, 1984 M.
  • Ibnu Jubair, Abul Hasan Muhammad bin Ahmad. Rihlah Ibnu Jubair. Beirut: Dar wa Maktabah al-Hilal.
  • Ibnu Shufi, Ali bin Muhammad. Al-Majdī fī Ansāb at-Thālibīn. Cet. II. Qom: Maktabah Ayatullah Mar'asyi Najafi, 1422 H.
  • Jurjani, Minhaj Siraj. Thabaqat-e Nāsheri Tārīkh-e Īrān wa Eslām. Riset Abdul Hay Habibi. Cet. I. Teheran: Dunya-ye Ketab, 1363 HS (1984).
  • Khazzaz Razi, Ali bin Muhammad. Kifāyah al-Atsar fī an-Nash 'alā al-Aimmah al-Itsnā 'Asyar. Qom: Entesyarat-e Bidar, 1401 H.
  • Khu'i, Abul Qasim. Mu'jam Rijāl al-Hadīts. Qom: Mansyurat Ayatullah Khu'i, 1403 H.
  • Khurasani, Muhammad Hasyim. Muntakhab Tawārīkh. Teheran: Khiyaban-e Budzar Jumhuri, 1347 HS (1968).
  • Mahalla, Hamid bin Ahmad. Al-Hadā'iq al-Wardiyyah fī Manāqib al-A'immah al-Zaidiyyah. Riset Murtadha bin Zaid Mahathwari. Sana'a: Mathbu'at Maktabah Markaz Badr, 2002 M.
  • Mamaqani, Abdullah. Tanqīh al-Maqāl fī 'Ilm al-Rijāl. Najaf: Mathba'ah al-Murtadhawiyyah.
  • Muhammadi Jalali, Muhammad Mahdi. Qiyām-e Yahya bin Zaid. Qom: Wutsuq, 1385 HS (2006).
  • Mustaufi, Hamdullah bin Abi Bakr bin Ahmad. Tārīkh Guzīde. Cet. III. Riset Abdul Husain Nawa'i. Teheran: Amir Kabir, 1364 HS (1985).
  • Qarasyi, Baqir Syarif. Hayāh al-Syahīd al-Khālid Zaid bin Ali. Qom: Maher, 1429 H.
  • Radhawi Ardakani, Abul Fadhl. Syakhshiyyat wa Qeyām-e Zaid bin Ali. Cet. II. Qom: Daftar-e Entesyarat-e Islami.
  • Salik Birjandi, Muhammad Taqi. Emam Zade Yahya bin Husain Zaid. Majalah Waqf-e Jawidan. No. 45, 1383 HS (2004).
  • Ya'qubi, Ahmad bin Ya'qub. Tārīkh al-Ya'qubī. Beirut: Dar ash-Shadir.
  • Zirikli, Khairuddin. Al-A'lām Qāmūs Tarajum li Asyhar ar-Rijāl wa an-Nisā' min al-'Arab wa al-Musta'ribīn wa al-Mustasyriqīn". Beirut: Dar al-Ilm li al-Malāyin, 1989 M.