Khajah Nashiruddin al-Thusi

Prioritas: a, Kualitas: b
Dari wikishia
(Dialihkan dari Khaja Nashiruddin Thusi)
Muhammad bin Muhammad bin Hasan Thusi
Muhammad bin Muhammad bin Hasan Thusi
Informasi Pribadi
Nama LengkapMuhammad bin Muhammad bin Hasan Thusi
Terkenal denganKhajah Nashiruddin Thusi
LakabUstad al-Basyar• Aqlu Hadi Asyar dll
Lahir11 Jumadil Awal 597 H/1201
Tempat lahirDaerah Thus, Iran
Tempat tinggalNisyabur• Benteng-benteng Ismailiyan
Wafat/Syahadah18 Dzulhijjah 672 H/1273
Tempat dimakamkanKazhimain, Irak
Informasi ilmiah
Murid-muridAllamah Hilli• Quthubuddin Syirazi• Ibnu Maitsam al-Bahrani
Karya-karyaAsas al-IqtibasTajrid al-I'tiqadSyarh al-IsyaratAkhlaq-i NashiriAwshaf al-Asyraf.
Kegiatan Sosial dan Politik


Muhammad bin Muhamad bin Hasan Thusi terkenal dengan nama Khajah Nashiruddin Thusi (597-672 H/ 1201-1273) (bahasa Arab: الخواجة نصير الدين الطوسي) adalah seorang filosof dan teolog pada abad ke-7 H. Terkait dengan mazhab yang ia anut, terdapat banyak perbedaan pendapat, meskipun banyak bukti yang menyatakan bahwa ia bermadzab Syiah Dua Belas Imam.

Khajah Nashiruddin Thusi adalah penulis buku-buku dan risalah-risalah dalam bidang Akhlak, Mantiq (ilmu logika), Filsafat, Teologi, Matematika, dan perbintangan. Akhlak Nasiri, Aushaf al-Asyraf, Syarah al-Isyarat, Tajrid al-I'tiqad, Jami al-Hisab, kitab terkenal Zaij Ilkhani, Tadzkirah fi Ilm Ilahiyah yang merupakan karyanya dalam bidang ilmu perbintangan termasuk dari karya-karya terpentingnya.

Ia juga membangun Observatorium Muragheh dan juga Perpustakaan Muragheh dengan koleksi buku lebih dari 400 ribu jilid kitab.

Nashiruddin Thusi dianggap sebagai pembaharu filsafat dan penemu metode filsafat dalam teologi Syiah. Beberapa ulama besar Syiah yang menjadi muridnya adalah Allamah al-Hilli, Ibnu Maitsam Bahrani dan Quthubuddin Syirazi.

Kelahiran dan Masa Kanak-kanak

Muhammad bin Muhammad bin Hasan yang terkenal dengan nama Khajah Nashiruddin Thusi, ia lahir pada tanggal 11 Jumadil Awal tahun 597 H/1201 di Thus dan dibesarkan di sana. Oleh karena itu, ia dikenal dengan nama "Thusi". Khajah Nashir pada masa kecil telah belajar Alquran, Shorof (ilmu perubahan kata dalam bahasa Arab), Nahwu dan Adab-adab.

Kemudian, dengan bimbingan sang Ayah, ia dibawa ke hadapan Kamaluddin Muhammad untuk belajar Matematika. Ia juga belajar bidang Fikih dan Hadis di sisi ayah dan kakeknya sendiri yang merupakan fukaha dan ulama hadis masa itu.[1] Guru Khajah yang lainnya adalah Nuruddin Ali bin Muhammad Syi'i dimana menurut para sejarawan ia belajar bidang Mantiq dan Hikmah.[2]

Setelah ayahnya wafat, sesuai dengan wasiat ayahandanya, ia pindah ke tempat dimana terdapat guru yang mumpuni. Oleh karena itu, ia pergi ke Nisyabur. Karena pada saat itu Nisyabur merupakan tempat berkumpulnya ulama dan peneliti. Ia mengikuti pelajaran Sirajuddin Qamari, Quthubuddin Sarakhsyi Damad, Abu Sa'adat Isfahani dan lainnya. Ia juga bertemu dengan Fariduddin Athar di sana. [3]

Invasi Pertama Tentara Mongol

Pada zaman Khajah Nashir berada di Nisyabur, tentara Mongol mulai mengadakan penyerangan yang pertama kali dengan dikomandani oleh Jenghis Khan dan menimbulkan pertumpahan darah yang sangat banyak. Sultan Muhammad Khawariz Syah kalah di hadapan mereka, tidak ada satu pertahanannya pun yang dapat membendung serangan Mongol.

Sejumlah kota satu per satu jatuh dan orang-orang melarikan diri dari kota-kota itu menuju benteng-benteng yang lebih kuat. [4] Benteng yang mampu bertahan di hadapan serangan pasukan Mongol hanya benteng Ismailiyan. Meskipun kota-kota di Khurasan dan Naisyabur jatuh ke tangan pasukan Mongol, namun benteng ini mampu bertahan selama bertahun-tahun dari serangan pasukan Mongol. [5]

Pada zaman itu, Mukhtasyam Nashiruddin Abdurahim bin Abi Mansur diangkat menjadi komandan pasukan di benteng Ismailiyan di Khurasan dan Kuhistan oleh pemimpin Ismailiyan, Alauddin Muhammad.

Pada periode itu, atas permintaan Nashiruddin salah satu kitab Abu Ali Miskawaih Razi diterjemahkan ke dalam bahasa Persia, kemudian ditambahkan pembahasan-pembahasan tertentu dan diberi nama Nashiruddin, Akhlak Nashiri. Setelah beberapa lama, akhirnya tersusun sebuah kitab dalam ilmu Haiat dengan nama al-Risalah al-Mu'iniyah sebagai karya dari Mu'inuddin bin Nashiruddin.

Kabar tentang hadirnya Khajah Nashir di hadapan Nashiruddin terdengar pemimpin Ismailiyan, Alauddin Muhammad dan karena mendengar bahwa ia adalah seorang yang sangat berilmu, maka ia memanggil Nashiruddin ke hadapannya. Khajah menerima undangan ini dan bersama dengan Nashiruddin pergi ke benteng Maimun (istana tempat tinggal Raja Ruknuddin).

Pemimpin Ismailiyan menyambut Nashiruddin dengan sangat hangat. Setelah beberapa lama, pemimpin Ismailiyan terbunuh di tangan para pengawalnya sendiri, lalu putranya yang bernama Ruknuddin Khur Syah menggantikan kedudukannya. Khajah Thusi tinggal di Benteng al-Maut hingga raja Ruknuddin menyerah kepada Mongol pada penyerangannya yang kedua. [6]

Sebagian sejarawan meyakini bahwa kehadiran Khajah Nashir dan tinggalnya ia di benteng Ismailiyan bukan merupakan pilihannya namun karena ia terpaksa untuk melakukan itu. Sebagian orang seperti Aq Sarai di dalam Masamarah al-Akhtar percaya bahwa Nashiruddin Thusi memiliki kewenangan mutlak atas Ismailiyan dan memiliki kedudukan hingga ia mendapatkan julukan sebagai Ustad Kainat (Pakar Astronomi).

Oleh karena itu, ia menolak kisah tentang adanya pemaksaan dan pemenjaraan Khajah Nashir dibenteng Ismailiyan. Orang-orang yang mengklaim bahwa Khajah Nashir terpaksa berada di istana Ismailiyan dan berada dibenteng itu untuk dipenjara, mendasarkan kata-katanya yang ditulis oleh Khajah Nashir dalam buku Syarah Isyarat yang menceriterakan tentang kelemahan dalam hidupnya. [7]

Invasi Kedua Mongol

Invasi kedua Mongol di bawah komandan Hulagu lebih berat dari pada serangan pertama dan benteng-benteng Ismailiyan yang sebelumnya mampu bertahan dihadapan Jenghis Khan, tidak dapat bertahan dalam menangkis serangan Hulagu. Raja Ruknuddin memandang bahwa tidak ada manfaatnya bertahan melawan Hulagu dan setelah bermusyawarah dengan pembesar pemerintahan, akhirnya Ruknuddin menyerah. Hulagu membunuh semua orang-orang yang menyertainya kecuali Khajah Nashiruddin Thusi, dua dokter yang lain, dan Ruknuddin sendiri. Hulagu tidak membunuh Khajah Nashir karena mereka tahu kepintaran Khajah. [8]

Khajah Thusi tanpa memiliki kekuatan untuk memilih, ia bersama dengan Hulagu. Oleh karena itu, semenjak pertama kali berpikir bahwa ia akan memanfaatkan kedudukan itu sehingga dari kedudukannya ini, ia akan memanfaatkan semaksimal mungkin untuk melestarikan warisan-warisan Islam. Oleh karena itu, ia mengambil langkah cepat dan menanamkan ajaran-ajaran agama Islam bagi pasukan Mongol. Pada akhirnya, mayoritas pasukan Mongol dan para penguasa pengganti Jenghis Khan masuk Islam .

Tampaknya, bagi Khajah Nashiruddin memberi keselamatan bagi kehidupan ilmuwan dan juga menjaga perpustakaan adalah hal pertama yang sangat penting karena tidak ada kekuatan untuk mempertahankan diri baik dari usaha pemerintah maupun masyarakat. Untuk itulah, Khajah Nashir membangun tempat observatorium dimana para ilmuwan berkumpul di situ. Dengan langkah ini, para ilmuwan terbebas dari pembunuhan dan sibuk untuk mengumpulkan kitab-kitab. [9]


Ilustrasi Observatorioum dan Perpustakaan Muraghe

Peninggalan Khajah Nashir

Observatorium Maraghi

Khajah Nashir mengusulkan kepada Hulagu untuk membangun Observatoriom. Banyak dari ilmuwan menyatakan kesediaannya untuk bekerja sama dengannya. Ia mulai membangun observatorium pada tahun 657 H/1259. [10] Hingga akhir hayatnya ia sibuk dengan aktivitas itu. Horoskop (buku tentang ilmu perbintangan) yang berhasil di teliti oleh observatorium ini disebut dengan Observasi Ilikhani. Horoskop ini dicetak dengan nama percetakan ini juga dan meliputi jadwal matematika baru yang tidak diketahui sebelumnya. [11]

Perpustakaan Muraghe

Tindakan besar Khajah lain yang dilakukan di tempat Observatorium Muraghe adalah membangun perpustakaan besar. Atas perintah Hulagu kitab-kitab berharga dan bermanfaat dirampok dari Baghdad, Damaskus, Mosel, dan Khurasan dan dikoleksi dalam perpustakaan tersebut.

Khajah sendiri mengirim orang-orang di sekitar kota untuk membeli kitab-kitab ilmiah setiap kali ada kitab-kitab yang penting dan berharga. Ia pun membeli kitab-kitab yang penting dan berharga setiap kali pergi ke suatu tempat. Menurut keyakinan sebagian ahli sejarah, terdapat 400 ribu buku terkoleksi di Perpustakaan Muraghe. [12]

Wakil Hulagu masuk Islam

Setelah Hulagu, anaknya, Abaga Khan dan setelahnya, anaknya yang lain Tekudar menempati tahta kerajaan. Pada periode ini, meskipun Khajah Nashir tidak lagi hidup, namun karena upaya yang dilakukannya selama hidupnya membuat Tekudar masuk Islam. Tekudar mengubah namanya dengan Ahmad Tekudar. Dengan masuk Islamnya sang raja, maka pemerintahannyapun berubah menjadi pemerintahan Islam. [13]

Wafat

Pada musim dingin tahun 672 H/1273, Nashiruddin bersama dengan Agha Khan pergi ke Baghdad. Agha Khan kembali ke ibu kota setelah selesai musim dingin. Namun Khajah Nashir tetap di sana dengan maksud untuk menyelesaikan tugasnya hingga ia meninggal pada tanggal 18 Dzulhijjah tahun itu juga. Berdasarkan surat wasiat yang ditulisnya ia dimakamkan di dekat haram Kazhimain. [14]

Murid-murid

Diantara murid-murid ternama Khajah:

  • Allamah Hilli (W. 726 H/1326) menulis syarah atas kitab-kitab tulisan Khajah
  • Ibnu Maitsam Bahrani penulis Syarah Nahjul Balaghah. Ia adalah seorang hakim, Ahli Matematika, Mutakalim dan Fakih. Ia murid Khajah dalam bidang hikmah. Dalam hikmah, Ibnu Maitsam Bahrani berguru kepada Khajah dan Khajah Nashir berguru kepadanya dalam bidang fikih.
  • Quthubuddin Syirazi (W. 710 H/1310) ia pada usia 14 tahun menggantikan ayahnya di rumah sakit dan bekerja sebagai dokter. Ia belajar ilmu Sains dan Isyarat Abu Ali dari Khajah.
  • Kamaluddin Abdul Razak Syaibani Baghdadi (W. 642-723 H/1244-1323) bermadzhab Hanbali dan terkenal dengan nama Ibnu Fuwatha. Ia termasuk penulis Sejarah pada abad ke-7 dan memiliki karya Mu'jam al-Adab, al-Khawadits al-Jamiah dan Talkhish Mu'jam al-Qab.
  • Sayid Ruknuddin Ester Abadi (W. 715 H/1315) yang menulis syarah atas kitab-kitab Khajah Nashir.

Madzhab

Terkait dengan madzhab Khajah Nashir, terdapat berbagai pendapat. Bukti-bukti sejarah membuktikan bahwa ia bermadzhab Syiah Itsna Asyara‌. Ia pada kebanyakan kitab-kitab kalamnya seperti Tajrid al-I'tiqad mengisyaratkan tentang keharusan Ishmat bagi 12 Imam. Demikian juga ia menulis risalah khusus dalam tema ini diantaranya Risalah al-Firqah, Risalah fi Khasr al-Haq Bimaqalah al-Imamiyyah, Itsna Asyariyyah dan Risalah fi al-Imamah. [15]

Karya-karya

Khajah Nashir menulis kitab lebih dari 180 kitab dan risalah ilmiah dalam berbagai tema. Karya-karya terpentingnya antara lain adalah: Asas al-Iqtibas, Tajrid al-I'tiqad, Syarah Isyarat, Akhlak Nashiri, Akhlak Mukhtasyami dan Aghaz wa Anjam.

Catatan Kaki

  1. Al-Amin, al-Ismailiyun wa al-Mongol wa Nashiruddin al-Thusi, hal 16-20
  2. Al-Amin, al-Ismailiyun wa al-Mongol wa Nashiruddin al-Thusi, hlm. 20
  3. Amin, Sayid Muhsin, A'yān al-Syiah, jld. 9, hlm. 415.
  4. Amin, Sayid Muhsin, A'yān al-Syiah, jld. 9, hlm. 415.
  5. Amin, Sayid Muhsin, A'yān al-Syiah, jld. 9, hlm. 415.
  6. Amin, Sayid Muhsin, A'yān al-Syiah, jld. 9, hlm. 415.
  7. Amin, Sayid Muhsin, A'yān al-Syiah, jld. 9, hlm. 415-416.
  8. Amin, Sayid Muhsin, A'yān al-Syiah, jld. 9, hlm. 416.
  9. Amin, Sayid Muhsin, A'yān al-Syiah, jld. 9, hlm. 416-417.
  10. Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, jld. 17, hlm. 387.
  11. Amin, Sayid Muhsin, A'yān al-Syiah, jld. 9, hlm. 417.
  12. Kati, Ibnu Syakir, Fawāt al-Wafayāt, Majalah al-Irfan, Tahun 47, No. 4, hlm. 330, Zaidan, Jarji, Tārikh al-Tamadun al-Islāmi', jld. 3, hlm. 214.
  13. Amin, Sayid Muhsin, A'yān al-Syiah, jld. 9, hlm. 417-418.
  14. Syekh Abdullah Ni'mah, Falasifah al-Syiah Hayātuhum wa Arauhum, hlm. 531; Amin, Sayid Muhsin, Amin, A'yān al-Syiah, jld. 9, hlm. 418, namun Ibnu Katsir dalam Bidāyah wa al-Nihāyah menulis bahwa hari wafatnya Khajah Nashir pada 12 Dzulhijjah (Bidāyah wa al-Nihāyah, jld. 17, hlm. 514).
  15. Ni'mah, Syekh Abdullah, Falāsifah al-Syiah, hlm. 474-501, cet. Beirut.

Daftar Pustaka

  • Ibnu Katsir. al-Bidāyah wa al-Nihāyah. Riset: Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turki. Mesir: Hijr Lil Thaba'ah wa al-Tuzi' al-A'lan, 1997.
  • Amin Sayid Muhsin. A'yān al-Syi'ah. Riset: Hasan al-Amin. Beirut: Dar al-Ta'aruf, 1986.
  • Al-Amin, Hasan. Al-Ismāiliyun wa al-Mongol wa Nashirudin al-Thusi. Qum: Muasasah Dairah Ma'arif al-Fiqh al-Islami, 1426 H/2005.
  • Katbi, Muhammad bin syakir. Fawāt al-Wafayāt. Riset: Ihsan Abbas. Beirut: 1974.
  • Zaidan, jurji. Tarikh al-Tamaddun al-Islami. Mesir: 1914.
  • Ni'mat, Abdullah, Falāsifah al-Syi'ah Hayātahum wa Arauhum. Beirut: Daral-Fikr al-Lubnanai, 1987.