Pengguna anonim
Radha'ah (Menyusui): Perbedaan antara revisi
tidak ada ringkasan suntingan
imported>M.hazer |
imported>M.hazer Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 7: | Baris 7: | ||
==Radha'ah dalam Referensi== | ==Radha'ah dalam Referensi== | ||
Masalah Radha'ah dan sebagian hukumnya terdapat dalam [[ayat]] [[Alquran]].<ref>QS. Al-Baqarah: 233</ref> Alquran meng[[haram]]kan pernikahan antar mahram sepersusuan, yang sebagian contohnya pun disebutkan.<ref>QS. An-Nisa: 23</ref>Referensi-referensi hadis juga memuat riwayat tentang radha'ah yang terangkum dalam Bab al-Ridha'.<ref>Untuk contoh lihat: Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 6, hlm. 40-41; Syaikh Shaduq, ''Man Laa Yahdhuru al-Faqih'', jld. 4, hlm. 375-380; Majlisi, ''Bihar al-Anwar'', jld. 100, hlm. 321</ref> Para [[fakih|fukaha]] menyinggung masalah radha'ah pada berbagai bab fikih, di antaranya: Thaharah (bersuci),<ref>Untuk contoh lihat: Najafi, '' | Masalah Radha'ah dan sebagian hukumnya terdapat dalam [[ayat]] [[Alquran]].<ref>QS. Al-Baqarah: 233</ref> Alquran meng[[haram]]kan pernikahan antar mahram sepersusuan, yang sebagian contohnya pun disebutkan.<ref>QS. An-Nisa: 23</ref>Referensi-referensi hadis juga memuat riwayat tentang radha'ah yang terangkum dalam Bab al-Ridha'.<ref>Untuk contoh lihat: Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 6, hlm. 40-41; Syaikh Shaduq, ''Man Laa Yahdhuru al-Faqih'', jld. 4, hlm. 375-380; Majlisi, ''Bihar al-Anwar'', jld. 100, hlm. 321</ref> Para [[fakih|fukaha]] menyinggung masalah radha'ah pada berbagai bab fikih, di antaranya: Thaharah (bersuci),<ref>Untuk contoh lihat: Najafi, ''Jawāhir al-Kalam'', jld. 6, hlm. 167</ref>[[Puasa]],<ref>Thusi, ''al-Mabsuth'', jld. 1, hlm. 285; Yazdi, ''al-'Urwah al-Wutsqa'', jld. 2, hlm. 56-57</ref> Tijarah (jual-beli)<ref>Untuk contoh lihat: Ibnu Barraj, ''al-Muhadzzab'', jld. 1, hlm. 481</ref>, Nikah (pernikahan),<ref>Untuk contoh lihat: Syaikh Thusi, ''al-Mabsuth'', jld. 4, hlm. 205; Ibnu Barraj, ''al-Muhadzdzab'', jld. 1, hlm. 481</ref>Syahadah (kesaksian),<ref>Najafi, ''Jawāhir al-Kalam'', jld. 29, hlm. 344</ref> Hudud dan Diyat.<ref>Untuk contoh lihat: Najafi, ''Jawāhir al-Kalam'', jld. 43, hlm. 313</ref> | ||
Dalam hukum perdata di Indonesia, peraturan mengenai pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif diatur dalam Pasal 128 dan 129 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).<ref>[http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4ed4e8aa733c1/perlindungan-hukum-atas-pemberian-asi-eksklusif Hukum Online]</ref> | Dalam hukum perdata di Indonesia, peraturan mengenai pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif diatur dalam Pasal 128 dan 129 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).<ref>[http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4ed4e8aa733c1/perlindungan-hukum-atas-pemberian-asi-eksklusif Hukum Online]</ref> | ||
==Hubungan Mahram Sepersusuan== | ==Hubungan Mahram Sepersusuan== | ||
Hubungan mahram sepersusuan adalah satu jenis hubungan kekeluargaan. Hubungan ini dapat terjalin antar dua orang atau lebih bila segala syaratnya terpenuhi. Dengan jalinan tersebut maka hukum pernikahan antar mereka menjadi [[haram]].<ref>Untuk contoh liha: Muhaqqiq Hilli, ''Syara'i al-Islam'', jld. 2, hlm. 226-228; Najafi, '' | Hubungan mahram sepersusuan adalah satu jenis hubungan kekeluargaan. Hubungan ini dapat terjalin antar dua orang atau lebih bila segala syaratnya terpenuhi. Dengan jalinan tersebut maka hukum pernikahan antar mereka menjadi [[haram]].<ref>Untuk contoh liha: Muhaqqiq Hilli, ''Syara'i al-Islam'', jld. 2, hlm. 226-228; Najafi, ''Jawāhir al-Kalam'', jld. 29, hlm. 264-309</ref> Menurut kamus [[fikih]], anak yang menyusu disebut "Murtadhi'", wanita penyusu/ibu susu disebut "Murtadhi'ah", dan pemilik air susu (laki-laki yang menghamili wanita penyusu) disebut Fahl atau Shahibul Laban.<ref>Untuk contoh lihat: Syaikh Thusi, ''al-Khilaf'', jld. 5, hlm. 93</ref> | ||
==Hukum Menyusui== | ==Hukum Menyusui== | ||
Menurut Shahibul | Menurut Shahibul Jawāhir (Muhammad Hasan al-Najafi), mayoritas [[fakih|fukaha]] [[Syiah]] ber[[fatwa]] bahwa menyusui anak bukanlah kewajiban ibu. Hanya saja yang paling utama dalam penyusuan, hendaknya ibu yang menyusui anaknya.<ref>Najafi, ''Jawāhir al-Kalam'', jld. 31, hlm. 280</ref> Ia dapat mengambil biaya penyusuan dari ayah anak yang disusuinya.<ref>Najafi, ''Jawāhir al-Kalam'', jld. 31, hlm. 272</ref>Namun sebagian fukaha berpendapat, termasuk Shahibul Jawāhir , ASI (air susu ibu) pertama [[wajib]] diberikan ibu pada anak.<ref>Najafi, ''Jawāhir al-Kalam'', jld. 31, hlm. 273</ref> | ||
Wanita yang sedang menyusui memiliki hukum istimewa dalam sebagian aturan [[fikih]]. Ia dapat menunda menjalaninya lalu menggantinya di waktu yang lain. Misal, pelaksanaan hukum diyat atau qisas bagi ibu menyusui dapat ditunda sampai akhir masa penyusuan, itu jika tidak ada wanita yang menggantikannya untuk menyusui anaknya.<ref>Najafi, '' | Wanita yang sedang menyusui memiliki hukum istimewa dalam sebagian aturan [[fikih]]. Ia dapat menunda menjalaninya lalu menggantinya di waktu yang lain. Misal, pelaksanaan hukum diyat atau qisas bagi ibu menyusui dapat ditunda sampai akhir masa penyusuan, itu jika tidak ada wanita yang menggantikannya untuk menyusui anaknya.<ref>Najafi, ''Jawāhir al-Kalam'', jld. 31, hlm. 337</ref>Atau jika puasa dapat membahayakan diri sang ibu atau anak yang disusuinya, selama masa penyusuan ia tidak wajib berpuasa.<ref>Thusi, ''al-Mabsuth'', jld. 1, hlm. 285; Yazdi, ''al-'Urwah al-Wutsqa'', jld. 2, hlm. 56-57</ref> | ||
Menurut Shahibul | Menurut Shahibul Jawāhir , mayoritas fukaha Syiah meyakini, sesuatu yang najis karena air kencing anak laki-laki yang sedang menyusu dapat disucikan dengan menuangkan air di atasnya sebanyak satu kali.<ref>Najafi, ''Jawāhir al-Kalam'', jld. 6, hlm. 167</ref> | ||
==Masa Menyusui== | ==Masa Menyusui== | ||
Berdasarkan [[ayat]] [[Alquran]], masa sempurna menyusui adalah selama 2 tahun kalender [[hijriah Qamariah]].<ref>QS. Al-Baqarah: 233</ref> Para [[fakih|fukaha]] membolehkannya jika kurang atau lebih beberapa bulan dari 2 tahun.<ref>Najafi, '' | Berdasarkan [[ayat]] [[Alquran]], masa sempurna menyusui adalah selama 2 tahun kalender [[hijriah Qamariah]].<ref>QS. Al-Baqarah: 233</ref> Para [[fakih|fukaha]] membolehkannya jika kurang atau lebih beberapa bulan dari 2 tahun.<ref>Najafi, ''Jawāhir al-Kalam'', jld. 31, hlm. 277</ref> Berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari [[Imam Ja'far Shadiq as]], jika masa penyusuan kurang dari 21 bulan berarti menzalimi anak.<ref>Al-Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 6, hlm. 40</ref> | ||
==Adab Menyusui== | ==Adab Menyusui== | ||
Banyak riwayat yang menjelaskan tentang adab menyusui. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa ASI harus diutamakan<ref>Al-Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 6, hlm. 40</ref> dibanding susu lainnya karena itu merupakan susu terbaik bagi anak.<ref>Syaikh Thusi, ''Uyun | Banyak riwayat yang menjelaskan tentang adab menyusui. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa ASI harus diutamakan<ref>Al-Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 6, hlm. 40</ref> dibanding susu lainnya karena itu merupakan susu terbaik bagi anak.<ref>Syaikh Thusi, ''Uyun Akhbār al-Ridha'', jld. 2, hlm. 34</ref>Diriwayatkan dari [[Imam Ja'far Shadiq as]], "Susui anak kalian dengan kedua payudara, sebab salah satu payudara itu mengandung makanan dan satunya mengandung air."<ref>Syaikh Shaduq, ''Uyun Akhbār al-Ridha'', jld. 2, hlm. 34</ref> | ||
Dalam banyak hadis disebutkan bahwa susu memiliki peran penting dalam pendidikan dan tabiat anak. Karenanya para maksumin banyak berpesan supaya kita teliti dalam memilih ibu susu. Mereka melarang kita memilih wanita dungu, cacat matanya,<ref>Syaikh Shaduq, ''Man Laa Yahdhuru al-Faqih'', jld. 4, hlm. 479</ref> dan yang susunya bersumber dari hubungan tidak halal sebagai ibu susu. <ref>Syaikh Shaduq, ''Man Laa Yahdhuru al-Faqih'', jld. 4, hlm. 479 </ref>Riwayat dari [[Imam Ali as]] menyebutkan, "Pilihlah ibu susu untuk anakmu wanita yang indah paras dan ahlaknya, karena paras dan ahlak anak akan menyerupai ibu susunya." Sebagian [[fakih|fukaha]] juga menyebutkan, wanita yang berparas dan berahlak indah itu harus diutamakan sebagai ibu susu bagi anak.<ref> Sistani, ''Taudhih al-Masail'', nmr. 2506 </ref>Sebagian fukaha juga sangat menganjurkan, hendaknya ibu menyusui anaknya dalam keadaan berwudhu. | Dalam banyak hadis disebutkan bahwa susu memiliki peran penting dalam pendidikan dan tabiat anak. Karenanya para maksumin banyak berpesan supaya kita teliti dalam memilih ibu susu. Mereka melarang kita memilih wanita dungu, cacat matanya,<ref>Syaikh Shaduq, ''Man Laa Yahdhuru al-Faqih'', jld. 4, hlm. 479</ref> dan yang susunya bersumber dari hubungan tidak halal sebagai ibu susu. <ref>Syaikh Shaduq, ''Man Laa Yahdhuru al-Faqih'', jld. 4, hlm. 479 </ref>Riwayat dari [[Imam Ali as]] menyebutkan, "Pilihlah ibu susu untuk anakmu wanita yang indah paras dan ahlaknya, karena paras dan ahlak anak akan menyerupai ibu susunya." Sebagian [[fakih|fukaha]] juga menyebutkan, wanita yang berparas dan berahlak indah itu harus diutamakan sebagai ibu susu bagi anak.<ref> Sistani, ''Taudhih al-Masail'', nmr. 2506 </ref>Sebagian fukaha juga sangat menganjurkan, hendaknya ibu menyusui anaknya dalam keadaan berwudhu. | ||
Baris 53: | Baris 53: | ||
* Al-Majlisi, Muhammad Baqir. ''Bihar al-Anwar''. Beirut: Daru Ihya' al-Turats al-Arabi, 1403 H. | * Al-Majlisi, Muhammad Baqir. ''Bihar al-Anwar''. Beirut: Daru Ihya' al-Turats al-Arabi, 1403 H. | ||
* Muhaqqiq al-Hilli, Ja'far bin Husain. ''Syara'i' al-Islam fi Masa'il al-Halal wa al-Haram''. Diedit oleh Abdul Husain Muhamamd Ali Baqqal. Qom: Mussisah Isma'ilian, 1408 H. | * Muhaqqiq al-Hilli, Ja'far bin Husain. ''Syara'i' al-Islam fi Masa'il al-Halal wa al-Haram''. Diedit oleh Abdul Husain Muhamamd Ali Baqqal. Qom: Mussisah Isma'ilian, 1408 H. | ||
* Najafi, Muhammad Hasan. '' | * Najafi, Muhammad Hasan. ''Jawāhir al-Kalam fi Syarh Syara'i' al-Islam''. Diedit oleh Abbas Qucani dan Ali Akhundi. beirut: Daru Ihya' al-Turats al-Arabi, 1404 H. | ||
{{akhir}} | {{akhir}} |