Pengguna anonim
Radha'ah (Menyusui): Perbedaan antara revisi
→Hukum Menyusui
imported>M.hazer |
imported>M.hazer |
||
Baris 15: | Baris 15: | ||
==Hukum Menyusui== | ==Hukum Menyusui== | ||
Menurut Shahibul Jawahir (Muhammad Hasan al-Najafi), mayoritas fukaha [[Syiah]] | Menurut Shahibul Jawahir (Muhammad Hasan al-Najafi), mayoritas [[fakih|fukaha]] [[Syiah]] ber[[fatwa]] bahwa menyusui anak bukanlah kewajiban ibu. Hanya saja yang paling utama dalam penyusuan, hendaknya ibu yang menyusui anaknya.<ref>Najafi, ''Jawahir al-Kalam'', jld. 31, hlm. 280</ref> Ia dapat mengambil biaya penyusuan dari ayah anak yang disusuinya.<ref>Najafi, ''Jawahir al-Kalam'', jld. 31, hlm. 272</ref>Namun sebagian fukaha berpendapat, termasuk Shahibul Jawahir, ASI (air susu ibu) pertama [[wajib]] diberikan ibu pada anak.<ref>Najafi, ''Jawahir al-Kalam'', jld. 31, hlm. 273</ref> | ||
Wanita yang sedang menyusui memiliki hukum istimewa dalam sebagian aturan fikih. Ia dapat menunda menjalaninya lalu menggantinya di waktu yang lain. Misal, pelaksanaan hukum diyat atau qisas bagi ibu menyusui dapat ditunda sampai akhir masa penyusuan, itu jika tidak ada wanita yang menggantikannya untuk menyusui anaknya.<ref>Najafi, ''Jawahir al-Kalam'', jld. 31, hlm. 337</ref>Atau jika puasa dapat membahayakan diri sang ibu atau anak yang disusuinya, selama masa penyusuan ia tidak wajib berpuasa.<ref>Thusi, ''al-Mabsuth'', jld. 1, hlm. 285; Yazdi, ''al-'Urwah al-Wutsqa'', jld. 2, hlm. 56-57</ref> | Wanita yang sedang menyusui memiliki hukum istimewa dalam sebagian aturan [[fikih]]. Ia dapat menunda menjalaninya lalu menggantinya di waktu yang lain. Misal, pelaksanaan hukum diyat atau qisas bagi ibu menyusui dapat ditunda sampai akhir masa penyusuan, itu jika tidak ada wanita yang menggantikannya untuk menyusui anaknya.<ref>Najafi, ''Jawahir al-Kalam'', jld. 31, hlm. 337</ref>Atau jika puasa dapat membahayakan diri sang ibu atau anak yang disusuinya, selama masa penyusuan ia tidak wajib berpuasa.<ref>Thusi, ''al-Mabsuth'', jld. 1, hlm. 285; Yazdi, ''al-'Urwah al-Wutsqa'', jld. 2, hlm. 56-57</ref> | ||
Menurut Shahibul Jawahir, mayoritas fukaha Syiah meyakini, sesuatu yang najis karena air kencing anak laki-laki yang sedang menyusu dapat disucikan dengan menuangkan air di atasnya sebanyak satu kali.<ref>Najafi, ''Jawahir al-Kalam'', jld. 6, hlm. 167</ref> | Menurut Shahibul Jawahir, mayoritas fukaha Syiah meyakini, sesuatu yang najis karena air kencing anak laki-laki yang sedang menyusu dapat disucikan dengan menuangkan air di atasnya sebanyak satu kali.<ref>Najafi, ''Jawahir al-Kalam'', jld. 6, hlm. 167</ref> |